Tugas Terstruktur Ekologi Laut Tropis
Transcript of Tugas Terstruktur Ekologi Laut Tropis
TUGAS TERSTRUKTUR EKOLOGI LAUT TROPIS
EKOSISTEM LAMUN
Oleh :
Kelompok 4
Dany Setyo H1G009021
Rita Yunita R. H1G009033
Fani Arifandi H1G009037
Melisa Y. H1G009039
Kardinah I.M. H1G009041
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIKJURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2012
PENDAHULUANA. Latar Belakang
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)
yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Semua
lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai
akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan
tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat (Tomlinson, 1974 dalam
Tangke, 2010). Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di
laut yang dapat terdiri dari satu spesies (monospesific; banyak
terdapat di daerah temperate) atau lebih dari satu spesies
(multispecific; banyak terdapat di daerah tropis) yang selanjutnya
disebut padang lamun. Menurut Sheppard et al (1996), ekosistem
padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh
lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara
permanen di bawah permukaan air laut. Ekosistem padang lamun
merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi
dan manfaat yang sangat penting bagi perairan wilayah pesisir.
Secara taksonomi lamun (seagrass) termasuk dalam kelompok
Angiospermae yang hidupnya terbatas di lingkungan laut yang
umumnya hidup di perairan dangkal wilayah pesisir (Tangke, 2010).
Tumbuhan lamun merupakan salah satu produser primer pada
struktur tingkatan trofik di perairan dangkal. Sebagai produser, lamun
melakukan fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dari bahan
anorganik dengan bantuan sinar matahari. Produksi yang dihasilkan
merupakan peran kunci dari lamun karena bias menghasilkan biomassa,
serasah dan tegakan-tegakan yang mempunyai banyak manfaat, baik
secara ekologis maupun ekonomis (Supriyadi et al, 2012).
Ekosistem pesisir umumnya terdiri atas 3 komponen penyusun
yaitu lamun, terumbu karang serta mangrove. Bersama-sama ketiga
ekosistem tersebut membuat wilayah pesisir menjadi daerah yang
relatif sangat subur dan produktif. Komunitas lamun sangat berperan
penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik dari lingkungan pesisir.
Teluk Pelitajaya dan Kotania berada di wilayah pesisir Kabupaten
Seram Barat, Maluku Tengah. Menurut Wouthuyzen dan Sapulete (1994)
dalam Supriyadi (2009), pesisir Seram Barat memiliki ekoistem unik
karena adanya tiga ekosistem yaitu mangrove, lamun, dan karang serta
mempunyai keanekaragaman dan kekayaan biota yang tinggi. Ekosistem
padang lamun merupakan habitat yang penting dan kritikal bagi
kelangsungan hidup biota laut yang berasosiasi. Ekosistem lamun
mempunyai fungsi sebagai perangkap sedimen (sediment trap),
memperlambat arus sepanjang pantai, menyokong produki perikanan,
sebagai habitat dari berbagai jenis biota laut termasuk biota yang
dilindungi eperti penyu hijau (Chelonia mydas) dan dugong (Dugong
dugong). Ekosistem lamun terancam oleh perubahan lingkungan sebagai
akibat kegiatan manusia (antropogenic) diantaranya reklamasi pantai,
pembangunan pelabuhan, dan limbah industri (Supriyadi, 2009).
Semula dilaporkan ada 12 jenis lamun yang terdiri dari 7 marga
yang ada di Indonesia, tetapi setelah ditemukannya Halophila sulawesii,
sehingga di pulau Sulawesi terdapat 13 jenis lamun (Supriyadi, 2009).
Namun di beberapa wilayah di Indonesia persen tutupan lamun (seagrass
coverage), jumlah jenis, biota asosiasi, dan distribusinya telah mengalami
perubahan dari waktu ke waktu.
B. Tujuan
Jurnal dengan Judul Pemetaan Lamun dan Biota Asosiasi Untuk
Identifikasi Daerah Perlindungan Lamun di Teluk Kotania dan Pelita Jaya
bertujuan untuk megidentifikasi daerah perlindungan lamun berdasarkan
kondisi lamun dan biota asosiasinya.
METODE
A. Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008 dan lokasi terletak
pada posisi 128°4’0”-128°8’0” Bujur Timur dan 2°58’0”-3°4’0” Lintang
Selatan. Area mencakup kawasan pesisir pantai mulai dari dusun Pohon
Batu, Pelita Jaya, Pulau Osi, Pulau Marsegu, Kontania Bawah, Wael,
Tamanjaya dan Dusun Masikajaya di daerah Seram Bagian Barat.
B. Pengambilan Data
Pemetaan menggunakan data citra satelit Aster dengan program
ArcGIS 9.2 dan ENVI 4.3 analisis tumpang tindih dan interpretasi sebaran
ekosistem padang lamun dapat dilakukan. Pada aeral 15m x 15m dan
data rinci pada frame kuadrat 0.5m x 0.5m dilakukan untuk uji lapangan.
Data yang dikumpulkan antara lain tutupan lamun, jenis, biomassa dan
biota asosiasinya. Metode pembobotan digunakan untuk
mengestimasikan kondisi lamun dan biota asosiasi.
PEMBAHASAN
Pola arus di perairan teluk Pelitajaya dan Kotania sangat
dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. kecepatan rata-rata arus
permukaan Teluk pada saat pasang dan surut masing-masing 0,07
m/detik dan 0,11 m/detik lebih tinggi dibandingkan dengan Teluk
Pelitajaya yaitu 0,01 m/detik. Perbedaan kecepatan dan pola arus ini
membawa perbedaan pola sebaran sedimen dasar perairan yaitu jenis
lempung-lanauan (silty-clay), sedangkan Teluk Kotania bagian luar
cenderung kea rah jenis pasiran (sandy) (Supriyadi, 2000 dalam Supriyadi,
2009).
Lamun yang ditemukan di seluruh wilayah Teluk Pelita jaya dan
Kotania ada 7 jenis lamun yaitu, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,
Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea
rotundata dan Cymodocea serrulata. Kondisi ekosistem lamun yang
tergolong ‘sangat baik sampai baik’ berada di perairan terbuka yaitu di
Dusun Tamanjaya sampai Loupesi, Pulau Marsegu dan sisi barat Pulau Osi
dan Pulau Burung. Selebihnya tergolong kondisi lamun ‘sedang sampai
jelek’, keberadaannya cenderung pada perairan yang menjorok kearah
dalam atau perairan yang terlindung yaitu Dusun Kotania, Pelitajaya
sampai dusun Pohon Batu.
Dari 7 jenis yang ditemukan, hanya ada dua jenis lamun yaitu
Thalassia hemprichi dan Enhalus acoroides yang sering ditemukan atau
jenis lamun yang mendominasi di seluruh perairan dangkal Teluk
Pelitajaya dan Kotania. (Supriyadi, 2009). Thalassia hemprichi merupakan
lamun yang memiliki persen penutupan cukup tinggi di Kabupaten
Selayar, Sulawesi. T. hemprichi memiliki persen penutupan sebesar 84%
dengan total penutupan lamun 85% di Desa Menara Indah (Pulau Pasi).
Dominannya jenis lamun ini disebabkan karena substrat berupa pasir
sedang sampai pasir kasar, dimana subtrat ini sangat disukai oleh T.
hemprichi (Supriadi dan Haris, 2008).
Persentase penutupan lamun < 75% sebagian berada di perairan
teluk yang menjorok ke dalam (daratan). Sebaran persentase tutupan
lamun tinggi cenderung berada pada daerah perairan terbuka yaitu Pulau
Marsegu dan perairan dangkal Teluk Kotania bagian luar (open sea).
Tutupan lamun antara 5-25% terdapat di Teluk Pelitajaya dan Kotania.
Rumput laut yang ditemukan di perairan Teluk Pelitajaya dan
Kotania ditemukan 35 jenis rumput laut yang tergolong ke dalam suku
Phaeophyceae sebanyak 11 jenis, Chlorophyceae 13 jenis dan
Rhodophyceae 11 jenis. Hasil pemetaan sebaran jumlah jenis rumput laut
umumnya berkisar antara 7-12 jenis terutama di lokasi Tamanjaya sampai
Loupesi. Sebaran dengan jumlah 13-18 jenis berada di rataan terumbu
Pulau Osi dan Pulau Burung dan antara 19-24 jenis ditemukan di perairan
P.Osi bagian luar.
Biota laut yang berasosiasi dengan habitat padang lamun yaitu
moluska dan echinodermata. Kelompok echinodermata khususnya jenis
teripang ditemukan 9 jenis dan hanya dua jenis yang mempunyai nilai
ekonomis penting yaitu Holothuria scabra dan Stichopus variegatus. Biota
laut ekonomi penting lainnya yaitu moluska, ditemukan ada enam jenis
bernilai ekonomi antara lain Anadara antique, Fragum fragum, Pinna sp.,
Modiulus modiulus, Strombus sp., dan Tridacna sp. Semua biota laut telah
mengalami penurunan. Jumlah family dan jenis ikan lamun dan ikan
karang yaitu 30 famili dan sekitar 99 jenis (Supriyadi, 2009).
Hasil penelitian Arbi (2009) yang dilakukan di perairan Likupang
Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara menunjukkan hasil
bahwa ditemukan 128 jenis moluska yang terdiri dari 86 jenis Gastropoda
dan 42 jenis Pelecypoda yang mewakili 43 famili. Nilai indeks
keanekaragaman jenis moluska di ekosistem lamun perairan Likupang
dalam kondisi sedang. Peranan padang lamun bagi biota, antara lain
sebagai daerah mencari makan (feeding ground), memijah (spawning
graound), berlindung (shelter ground), dan pembesaran (nursery ground).
Kepiting dan udang yang termasuk kelas Krustasea diketahui
berasosiasi dengan baik terhadap ekosistem lamun. Hasil penelitian
Pratiwi (2010), menunjukkan bahwa udang jenis Periclimenes sp. hidup
diantara daun lamun dan beradaptasi dengan baik di lamun (kepadatan
47,7%). Perbedaan jenis lamun mempengaruhi sebaran spasial krustacea.
Periclimenes sp. ditemukan hidup bersembunyi di sela-sela daun lamun
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan sebaran dari
spesies lamun tersebut. Panjang daun lamun dan kerapatan lamun juga
dapat mempengaruhi sebaran dan kelimpahan krustacea yang berasosiasi
di lamun.
Ekosistem padang lamun juga digunakan oleh sejumlah spesies ikan
ekonomis penting untuk menghabiskan sebagian siklus hidup dan
sepanjang hidupnya. Ditemukan juga spesies non-komersial sebagai
sumber makanan penting untuk spesies komersial sehingga membentuk
hubungan trofik yang cukup kompleks (Gillanders, 2006 dalam
Latuconsina et al, 2012). Padang lamun merupakan tempat asuhan bagi
beberapa jenis ikan. Hasil penelitian Latuconsina et al (2012),
menunjukkan bahwa ekosistem padang lamun Tanjung Tiram-Teluk
Ambon Dalam merupakan habitat ideal bagi ikan S. canaliculatus sebagai
tempat asuhan, pembesaran, dan padang penggembalaan, karena
spesies ini mendominasi ekosistem padang lamun. Jumlah spesies dan
jumlah individu ikan bervariasi secara temporal dengan jumlah tertinggi
ditemukan pada periode spring tide dan terendah pada neap tide.
Pulau Marsegu dan sekitarnya yang telah dikaji untuk ditetapkan
sebagai Kawasan Konservasi Taman Nasional Laut Pulau Marsegu
(TNLPM). Upaya dalam perlindungan ekosistem padang lamun dan biota
laut terkait dengan hewan yang dilindungi antara lain Dugong menjadi
sangat penting. Diusulkan berdasarkan hasil analisis bahwa zona inti dan
perlindungan selain di Pulau Marsegu dan Burung yaitu perairan Dusun
Tamanjaya sampai Loupesi ditambah lokasi perlindungannya (Supriyadi,
2009).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan:
1. Ekosistem padang lamun merupakan suatu ekosistem yang
kompleks dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat
penting bagi aspek biotic dan abiotik perairan wilayah pesisir.
2. Kondisi padang lamun di wilayah Indonesia berbeda-beda, kondisi
‘sangat baik sampai baik’ berada di perairan terbuka yaitu di Dusun
Tamanjaya sampai Loupesi, Pulau Marsegu dan sisi barat Pulau Osi
dan Pulau Burung. Selebihnya tergolong kondisi lamun ‘sedang
sampai jelek’, keberadaannya cenderung pada perairan yang
menjorok kearah dalam atau perairan yang terlindung yaitu Dusun
Kotania, Pelitajaya sampai dusun Pohon Batu.
3. Pulau Marsegu dan sekitarnya yang telah dikaji untuk ditetapkan
sebagai Kawasan Konservasi Taman Nasional Laut Pulau Marsegu
(TNLPM). Diusulkan berdasarkan hasil analisis bahwa zona inti dan
perlindungan selain di Pulau Marsegu dan Burung yaitu perairan
Dusun Tamanjaya sampai Loupesi ditambah lokasi perlindungannya
REFERENSI
Arbi, Ucu Yanu. 2009. Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Likupang, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2009) 35 (3): 417-434.
Latuconsina, Husain.; Nessa, M. Natsir.; Rappe, Rohani Ambo. 2012. Komposisi Spesies dan Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun di Perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Hal 35-46, Juni 2012.
Pratiwi, Rianti. 2010. Asosiasi Krustasea di Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk Lampung. Jurnal Ilmu Kelautan Juni 2010. Vol. 15 (2) 66-76.
Supriadi dan Haris, Abdul. 2008. Kondisi Padang Lamun di Kabupaten Selayar. Jurnal Torani, Vol. 18 (4) Desember 2008: 339-348.
Supriadi., Kaswadji, Ricardhus F., Bengen, Dietrich., Hutomo, Malikusworo. 2012. Produktivitas Komunitas Lamun di Pulau Baranglompo Makassar. Jurnal Akuatika vol. III No.2/ September 2012 (159-168).
Supriyadi, Indarto Happy. 2009. Pemetaan Lamun dan Biota Asosiasi untuk Identifikasi Daerah Perlindungan Lamun di Teluk Kotania dan Pelita Jaya. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2009) 35 (2): 167-183.
Tangke, Umar. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi, dan Rehabilitasi). Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010).