Tugas Sosiologi Pembangunan
-
Upload
mieftahoel-eiripien -
Category
Documents
-
view
144 -
download
1
Transcript of Tugas Sosiologi Pembangunan
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah karena dengan Rahmat Allah SWT kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan semaksimal mungkin dan tak pula Salawat serta
salam kami haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Dan semoga tugas
ini dapat dijadikan pedoman untuk seluruh nusantara, agar Negara kita menjadi
Negara yang tentram, aman, dan bijaksana. Serta dapat meningkatkan mutu
pembangunan di Indonesia.
Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Bapak
Budhy Santoso S.Sos, M.Si. selaku Dosen Mata Kuliah Sosiologi Pembangunan.
Dan apabila ada kekeliruan atau kejanggalan di dalam penyusunan tugas ini kami
selaku penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Karna kami tahu bahwa manusia
tidak akan lepas dari lupa dan kesalahan.
Jember, 19 Maret 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Maslah....................................................................................... 2
1.3. Tujuan masalah......................................................................................... 2
1.4. Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
2.1. Justifikasi Pembahasan............................................................................ 3
2.2. Konteks Komuniksi dalam Pembangunan............................................. 3
2.3. Kritik Terhadap Pembangunan Sebagai Sebuah Ideologi .................... 4
BAB III PENUTUP........................................................................................... 11
3.1. Kesimpulan................................................................................................ 11
3.2. Saran........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia sangatlah tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh seluruh elemen masyarakat. Banyak terdapat kecurangan
yang dilakukan oleh berbagai pihaak yang di beri tanggung jawab untuk
melaksanakan program pembangunan tersebut. Karena seringkali terjadi
kesalahan komunikasi pembanunan. Kesenjangan teoretis komunikasi
pembangunan desa di Indonesia berasal dari ketiadaan penelitian yang
sistematis tentang pautan antara data-data empiris bersama dokumen
pembangunan, dan proses penyusunan teori baru komunikasi pembangunan
desa. Dalam aspek ontologis, studi komunikasi pembangunan hanya tertuju
pada proses komunikasi yang terbatas, sebagai implikasi dari pertautannya
dengan studi pembangunan yang memiliki posisi-posisi paradigmatis
terbatas pula. Konsekuensinya, studi komunikasi pembangunan tidak
merespons jaringan di luar proyek dan globalisme pembangunan. Adapun
epistemologi komunikasi pembangunan masih terbatas pada positivisme,
post-positivisme dan teori kritis. Dalam konteks metosologis, aspek
komunikasi tidak sekedar menjadi variabel pengaruh (penyebab), melainkan
kini (minimal dalam kasus PPK) juga sebagai hasil (variabel terikat) dari
proyek pembangunan. Pada sisi aksiologi, oleh karena didominasi
paradigma modernisasi, maka komunikasi pembangunan selama ini hanya
menjadi pendukung modernisasi. Orientasi terhadap teori-teori modernisasi
mengakibatkan pembacaan persoalan hanya dari dalam, sehingga
komunikasi pembangunan terbatas melihat antar komunikator yang terlibat
langsung.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
permasalahan yang menjadi perhatian dalam pembangunan di Indonesia
adalah ketiadaan penelitian yang sistematis tentang pautan antara data – data
empiris bersama dokumen pembangunan, dan proses penyusunan teori baru
komunikasi pembangunan desa.
1.3. Pembahasan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Dapat menyelesaikan berbagai masalah yang sering terjadi antara teori
pembangunan dengan keadaan yang sebenarnya.
2. Dapat meningkatkan kualitas pembangunan di Indonesia
1.4. Manfaat
Hasil pembahasan ini diharapkan dapat meminimalisir
kesalahpahaman yang terjadi antara teori komunikasi pembangunan dengan
keadaan yang sebenarnya sehingga nantinya dapat melancarkan proses
pembangun yang ada di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Justifikasi Pembahasan
Pembahasan tentang komunikasi pembangunan untuk desa-desa di
Indonesia semakin mendesak untuk dilaksanakan. Pada satu sisi, aspek-
aspek pembangunan telah mengalami perubahan sejak komunikasi
pembangunan dikenal di Indonesia pada awal 1970-an, baik dalam
organisasi strategi pembangunan maupun penggunaan media komunikasi.
Pada saat ini strategi penanggulangan kemiskinan telah terorganisir dari
tingkat internasional, nasional, sampai ke tataran kabupaten/kota.
Telekomunikasi yang digunakan mencakup satelit dan internet, yang
digabungkan dengan komunikasi interpersonal dari pendamping.
Sayangnya, studi komunikasi pembangunan tertinggal dalam perumusan
teori, konsep, dan analisis terhadap perjalanan pembangunan. Ketertinggalan
tersebut semakin dirasakan pada paradigma kritis dalam komunikasi
pembangunan (Jansen, 2002; Wilkins, 2000).
2.2. Konteks Komuniksi dalam Pembangunan
Dalam studi komunikasi, konteks memiliki arti khusus. Pertama,
konteks sebagai pembentuk jenis-jenis studi khusus dalam komunikasi.
Konteks media massa, misalnya, menghasilkan komunikasi massa. Konteks
pembangunan tentu menghasilkan studi komunikasi pembangunan. Ketika
diperdalam satu per satu, terlihat bahwa pada saat ini komunikator dalam
pembangunan desa tidak bisa didefinisikan semata-mata sebagai
komunikator dalam makna mekanistis. Ragam komunikator pembangunan
desa mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsultan (swasta),
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), perguruan tinggi, pemanfaat proyek,
warga desa lain. Masing-masing pihak mungkin bersepakat tentang salah
satu level pembangunan, sehingga dipandang berperan sebagai stakeholders.
Akan tetapi tiap pihak dapat memiliki identitas sosial sendiri sehingga
membentuk jaringan komunikasi yang berbeda, dibandingkan pihak-pihak
lainnya.
2.3. Kritik Terhadap Pembangunan Sebagai Sebuah Ideologi
Pembangunan, bagi mayoritas masyarakat, dianggap sebagai suatu
kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk
meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya, infrastruktur
masyarakat, dan lain sebagainya, sehingga istilah “pembangunan” sering
kali disejajarkan dengan istilah “perubahan sosial”. Bagi penganut
pandangan ini, konsep pembangunan adalah berdiri sendiri dan
membutuhkan keterangan lain, seperti pembangunan model kapitalisme,
pembangunan model sosialisme, pembangunan model Indonesia, dan lain
sebagainya. Dengan demikian, teori pembangunan merupakan sebuah teori
sosial ekonomi yang bersifat sangat umum.Di lain pihak, terdapat suatu
pandangan yang lebih minoritas yang berangkat dari asumsi bahwa kata
“pembangunan” itu sendiri adalah sebuah “discourse” atau suatu pendirian,
suatu paham, atau bahkan disebut suatu ideologi tertentu terhadap perubahan
sosial. Dalam pandangan ini, konsep pembangunan itu sendiri bukanlah
merupakan kata yang bersifat netral, melainkan suatu “aliran” dan
keyakinan ideologi dan teoretik serta praktek mengenai perubahan sosial,
sebagaimana teori-teori sosialisme, dependensia atau teori-teori lainnya.
Dengan demikian, teori pembangunan dapat diangap sebagai
“pembangunanisme” atau “developmentalism”.
Gagasan dan teori pembangunan sampai saat ini telah dianggap
sebagai “agama baru” karena mampu menjanjikan untuk dapat memecahkan
masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami oleh
berjuta-juta masyarakat di Negara Dunia Ketiga. Istilah pembangunan atau
development tersebut telah menyebar dan digunakan sebagai visi, teori, dan
proses yang diyakini kebenaran dan keampuhannya oleh masyarakat secara
luas. Setiap program Pembangunan menunjukkan dampak yang berbeda
tergantung pada konsep dan lensa Pembangunan yang digunakan (Mansour
Fakih : 2004).
Konsep Pembangunan yang dominan dan telah diterapkan dikebanyakan
Negara Dunia Ketiga merupakan pencerminan paradigma Pembangunan
Model Barat. Dalam konsep tersebut, pembangunan dipahami sebagai
proses tahap demi tahap menuju “modernitas”, yang tercermin dalam bentuk
kemajuan teknologi dan ekonomi sebagaimana yang dilalui oleh bangsa-
bangsa industri maju. Di sebagian besar Negara Dunia Ketiga, penaksiran
konsep Pembangunan dipahami sebagai perbaikan umum dalam standart
hidup, disamping itu juga dipahami sebagai sarana memperkuat negara
melalui proses industrialisasi dengan pola seragam antara satu negara
dengan negara lainnya. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi utama atau
menjadi subyek pembangunan, sedangkan masyarakat menjadi obyek dan
penerima dari dampak pembangunan.
Pembangunan seringkali diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu
sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bila
pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian,
yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara
dalam setiap tahunnya. Secara teknis ilmu ekonomi, ukuran yang digunakan
untuk mengihitung produktivitas adalah Gross National Product (GNP) dan
Gross Domestic Product (GDP). Tetapi menurut Dr. Arief Budiman (1996),
sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan
penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin
miskin. Hal ini disebabkan karena pembangunan yang menghasilkan
produktivitas yang tinggi itu sering tidak memperdulikan dampak terhadap
lingkungannya, yaitu lingkungan yang semakin rusak dan sumber daya alam
yang semakin terkuras. Sementara itu percepatan bagi alam untuk
melakukan rehabilitasi lebih lambat dari percepatan perusakan sumber alam
tersebut. Selanjutnya ia menyampaikan bahwa, atas nama pembangunan,
pemerintah juga sering memberangus kritik yang muncul dari masyarakat.
Kritik tersebut dinilai dapat mengganggu stabilitas politik. Hal tersebut
dilakukan karena mengangap bahwa stabilitas politik adalah sarana penting
untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan.
Sedangkan menurut Hanif Suranto (2006), paradigma developmentalisme
yang menjadi landasan pembangunan Orde Baru ternyata telah melahirkan
sejumlah problem yang dihadapi berbagai komunitas. Antara lain adalah
hancurnya identitas kultural dan perangkat kelembagaan yang dimiliki
komunitas akibat penyeragaman oleh Orde Baru; hancurnya basis sumber
daya alam (ekonomi) komunitas akibat eksploitasi oleh negara atas nama
pembangunan; serta melemahnya kapasitas komunitas dalam menghadapi
problem-problem komunitas akibat dominasi negara. Selanjutnya ia
menyatakan bahwa kondisi-kondisi tersebut menampilkan wujudnya paling
nyata dalam berbagai konflik antara komunitas dengan negara, maupun
intra/antar komunitas akibat intervensi manipulatif oleh negara. Konflik
Ambon, Poso, Aceh, Papua dan berbagai konflik lainnya merupakan
beberapa contoh yang nyata dihadapi di Negara Indonesia.Hasil penelitian
dari Institute of Development and Economic Analysis (2001),
menyimpulkan tiga catatan penting tentang pelaksanaan pembangunan di
Negara Indonesia, yaitu : 1) Pelaksanaan pembangunan di Indonesia
terjebak ke dalam perangkap ide-ide pembangunan neo-liberal yang
menyesatkan; 2) Pelaksanaan pembangunan di Indonesia juga terjebak ke
dalam arus ketergantungan terhadap hutang luar negeri dalam jumlah yang
semakin lama semakin besar dan sangat memberatkan; dan 3) Meskipun
sampai batas-batas tertentu telah mengungkapkan terjadinya perubahan,
tetapi pelaksanaan pembangunan di Indonesia ternyata juga mengakibatkan
semakin jauhnya Indonesia terjebak dalam lilitan hutang luar negeri. Beban
hutang luar negeri cenderung berubah menjadi “upeti” kepada pusat-pusat
kapilaisme global. Sebagai sebuah “upeti”, maka secara empiris sangat
wajar jika terjadi arus transfer negatif modal bersih (net negative transfer)
dalam transaksi hutang luar negeri Indonesia, dan hal tersebut sesungguhnya
yang menyebabkan terjadinya stagnasi dan kemerosotan alokasi anggaran
negara untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Akhirnya dapat
dikatakan bahwa jerat hutang luar negeri tersebut yang menyebabkan
perekonomian Indonesia masuk ke jurang krisis ekonomi dan politik.
Pembangunan dan industrialisasi di Indonesia bila diamati selama ini
lebih pada orientasi konsumen akhir dan relatif kurang mempunyai kaitan
pada peningkatan sektor penyedia inputnya. Dari sini sebenarnya tampak,
bahwa kemauan dari pemerintah dalam membangun industri berjalan
setengah-setengah dan terkesan tambal-sulam. Lain menteri, lain kebijakan
yang diambil. Di Indonesia ada kesan, bahwa seseorang tidak mau dikatakan
meniru kebijakan orang lain sebagai pendahulunya, karena takut dianggap
sebagai orang yang tidak punya program.
Konsekuensinya, para teknorat yang digunakan era Soeharto hingga
sekarangcenderung berorientasi pada pasar skala luas tanpa membenahi
struktur masyarakat yang di dalamnya. (Horkheimer menyebutnya dengan
penyakitmyiopi), yaitu suatu penyakit yang tak mampu melihat prospek jauh
ke depan, mereka lebih mementingkan kepentingan jangka pendek. Pada hal
Indonesia dalam rencana pembangunannya jelas-jelas berorientasi jangka
panjang dengan program Repelitanya !.
Bukti pembangunan industri di Indonesia mengalami kegagalan,
dapat dilihat dari orientasi penanaman modal asing dan iklim investasi yang
tidak kondusif, di mana penegakan hukum masih lemah, perangkat hukum
mengalami erosi dalam pelaksanaanya. Inilah yang dikuatirkan oleh para
teoretisi Kritik, mereka menganggap bahwa dunia rasional manusia, sudah
mengalami dekadensi, mereka tidak lagi memiliki kepekaan sosial. Dengan
kata lain, nurani manusia telah dibelenggu oleh nilai-nilai materialisme dan
mengalami dehumanisme. Pada hal menurut Habermas, seorang ilmuwan,
teknorat dan manusia modern yang penuh rasional, ia harus kritis dan
mampu berfikir praksis.
Kekuatiran para teoretisi Kritik itu, tampaknya terbukti untuk kasus
di Indonesia, di mana teori yang semula bersifat emansipatoris telah merosot
menjadi kontemplasi belaka, atau dalam istilah Jurgen Habermas; teori dan
ilmuwan di Indonesia telah jatuh ke dalam salah paham positif. Karena
semestinya, sebagai ilmuwan, teoretisi atau pembuat kebijakan menurut
teori kritik harus mampu mengembangkan kesadaran kritis.
Teori kritik sebenarnya ingin membebaskan manusia, teori kritik mau
menjadiaufklarung. Artinya dalam masyarakat industri; kontradiksi-
kontradiksi, frustrasi dan penindasan tidak lagi harus selalu ada. Namun
dalam prakteknya program industrialisasi di Indonesia, justru terjadi karena
adanya penggusuran lahan petani, penindasan, pertentangan dan konflik
kepentingan dan berakhir pada rasa frustrasi manusia yang tertindas. Dengan
demikian, artinya selama proses pembangunan di Indonesia telah terjadi
proses dehumanisasi dan denaturalisasi.
Para teknorat, birokrat dan pembuat kebijakan di Indonesia dalam
melaksanakan industri, telah kehilangan rasionalitasnya. Buktinya produksi
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang diciptakan melalui program
industrialisasi, telah dimanipulasikan demi produksi itu sendiri.
Dalam amatan lebih jauh, untuk kasus Indonesia, industrialisasi itu
seolah-olah berjalan sendiri-sendiri tidak secara integral. Secara umum
kelemahan pembangunan di Indonesia dapat dilihat dari :
1. Lemahnya kaitan sektor industri dengan sektor pertanian sebenarnya
kurang menguntungkan bagi perkembangan industri itu sendiri.
Kurangnya kaitan dengan sektor pertanian yang merupakan
sumberdaya asli negara, berarti ketergantungan sektor industri
terhadap input yang dihasilkan dari sektor luar menjadi negeri amat
besar. Dan ini sebenarnya kurang menguntungkan bagi Indonesia.
2. Kurangnya penyerapan produk pertanian pada sektor industri dalam
negeri berarti nilai tambah sektor pertanian hanya sebagian yang
tercipta di dalam negeri. Dengan demikian ada semacam
ketergantungan rangkap. Sektor industri tergantung pada
bahan bakudari luar negeri, sedangkan sektor pertanian memiliki
ketergantungan terhadap luar negeri dalam bentuk produk antara. Dan
ini juga sebenarnya kurang menguntungkan pada dua sisi tersebut,
sehingga terjadi ketergantungan rangkap.
Ketergantungan dan Hal-hal yang bersifat sektoral dan parsial seperti
ini sebenarnya adalah suatu hal yang tidak disetujui oleh para teoretisi aliran
Kritik. Menurut aliran Kritik, dalam suatu pembangunan, pemahaman dan
pelaksanaan kegiatan, manusia itu hendaklah harus berjalan sesuai nurani,
holistik dan mampu mematahkan belenggu untuk membebaskan manusia
pada kemanusiaan yang sebenarnya.
Oleh karena itu, seharusnya dalam pembangunan industri
di Indonesia, peningkatan keterkaitan antara sektor industri dengan sektor
pertanian justru akan mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri bagi
kedua sektor itu, dan ini sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah sektor
pertanian. Sebenarnya pengembangan sektor yang mengolah produk
pertanian merupakan salah satu pemecahan dalam hal ini. Namun dalam
prakteknya pemikiran seperti ini seolah-olah tidak terfikirkan oleh para
teknorat di Indonesia.
Karena seharusnya industri besar itu harus merupakan integrasi dari
industri menengah dan kecil. Sebab bila tidak, seperti menurut Yukio
Kaneko cukup membahayakan bagi perekonomian nasional, maupun bagi
proses industrialisasi di Indonesia. Kalau tidak segera diperbaiki maka
pembangunan industrialisasi di Indonesia di masa datang akan mengalami
jalan buntu. Selanjutnya orientasi pembangunan yang lebih banyak
mengutamakan pertumbuhan sektor industri perlu segera dilengkapi dengan
pengembangan sektor pertanian yang memadai, sehingga selalu terjalin
kaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang yang saling
menguntungkan.
Karena Indonesia adalah negara yang mayoritasnya bermukim di
pedesaan dan bergelut di sektor pertanian, bila mengabaikan sektor ini
hanya akan menimbulkan pengangguran dan kemiskinan yang semakin
merajalela saja. Pembangunanpertanian dan industri sudah selayaknya harus
dapat dinikmati oleh sebagian besar pelaku ekonomi baik pada lingkup
nasional (makro) maupun pada tingkat petani penghasil (mikro).
Salah satu ciri strategi pembangunan yang harus dimiliki oleh negara
yang mempunyai potensi sebagian besar dari sektor pertanian adalah
kebijaksanaan pembangunan yang menjaga keterkaitan antara sektor
pertanian dan industri. Namun kenyataannya, kepedulian dan orientasi dari
pengambil kebijakan pembangunan di Indonesia memiliki penyakit myopi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembangunan di Indonesia masih jauh dari yang diharapakan. Hal ini
karena masih banyak terjadi kesalahan antara teori pembangunan dengan keadaan
yang sebenarnya. Dimana teori pembangunan yang sudah diprogram tidak
terlaksana dengan baik dikarenakan tidak sesuai dengan data yang ada serta
keadaan dilapangan. Hal ini juga menyebabkan mutu pembangunan di Indonesia
kurang memuaskan karena belum tercapai secara keseluruhan. Mungkin hanya
beberapa persen saja.
Saran
Diharapakan untuk selanjutnya lebih diperhatikan lagi hala – hal yang
berkaitan dengan pembangunan. Dan perlu diadakan penelitian yang lebih
mendalam agar tidak terjadi kesenjangan antara teori pembangunan dengan data
dan kondisi yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A.1996. Kemikinan. Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ.
Pr. Yogyakarta
Fakih, F. 2004. Lensa Pembangunan. Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada
Univ. Pr. Yogyakarta
Hanif Suranto 2006. Paradigma Developmentalisme. Jakarta
Agger, B. 1998. Critical Social Theory: An Introduction. Westview Pr. Colorado
Bappenas. 2000a. Kontrol Publik dalam Pembangunan. Bappenas. Jakarta
Bauer, RA. 1973. Tentang Audience. Terjemahan: The Audience. In:E Depari, C
MacAndrews, eds. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam
Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr.
Yogyakarta
Feliciano. 1976. Komunikasi dan Pembangunan di Asia Tenggara (1964-1974).
Terjemahan: Communication and Development in South East Asia. In: E
Depari, C MacAndrews, eds. 1991.Peranan Komunikasi Massa dalam
Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr.
Yogyakarta
Horkheimer,. 1978. Science in a Free Society. Verso. London
Habermas, J. 1977. Theory and Practice. Heinemann. London
Kearl, BE. 1976. Komunikasi untuk Pembangunan Pertanian.Terjemahan:
Communication for Agricultural Development.In: E Depari, C
MacAndrews, eds. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam
Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr.
Yogyakarta
Institute of Development and Economic Analysis (2001),. Community-Driven
Development: A Study Methodology. World Bank. Washington DC
Rahim, SA. 1976. Pendekatan-pendekatan Komunikasi dalam Pembangunan
Desa. Terjemahan: Communication Approaches in Rural
Development. In: E Depari, C MacAndrews, eds. 1991. Peranan
Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan.
Gadjah Mada Univ. Pr. Yogyakarta
Roling, NG. 1989. Difusi Inovasi dan Masalah Kemerataan dalam Pembangunan
di Pedesaan. In: EM Rogers, ed. Komunikasi dan Pembangunan:M
Perspektif Kritis. Terjemahan dari Communication and Development.
LP3ES. Jakarta
Rogers, EM. 1989. Perspektif Baru dalam Komunikasi Pembangunan: Suatu
Tinjauan. In: EM Rogers, ed. Komunikasi dan Pembangunan:M Perspektif
Kritis. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta
Schramm, W. 1964. Peranan dan Bantuan Mass Media dalam Pembangunan
Nasional. Terjemahan: Mass Media and National Development. In: E
Depari, C MacAndrews, eds. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam
Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ. Pr.
Yogyakarta
India. In: EM Rogers, ed.Komunikasi dan Pembangunan:M Perspektif Kritis.
Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta
Whiting, GC. 1989. Bagaimana Kaitan antara Komunikasi dengan
Perubahan? In: EM Rogers, ed. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif
Kritis. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES. Jakarta