tugas sispro anty
-
Upload
nabila-suyuti -
Category
Documents
-
view
182 -
download
0
Transcript of tugas sispro anty
MANUFACTURING RESOURCE PLANNING ( MRP II )
MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem perencanaan
dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan flow
shop (make to order dan small batch flow process). Juga diterapkan pada
assemble to order dan make to stock. MRP II biasa juga dikenal dengan MRP &
CRP, sebab manajemen material dan kapasitas merupakan inti dari MRP II.
Sistem MRP II akan lebih cocok untuk merencanakan dan mengendalikan Job
Shop Manufacturing dan memang telah terbukti lebih baik dibandingkan dengan
sistem perencanaan dan pengendalian yang lain. Konsep-konsep seperti push
system and complex scheduling dapat diterapkan dalam Job Shop Manufacturing.
MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan
data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis
secara keseluruhan. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan
marketing, finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan
manufaktur, dari bussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan
pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi lantai
pabrik dan purchasing.
Aktivitas Perencanaan dalam MRP II
a. Business Forecasting
Business forecasting mengevaluasi faktor politis, ekonomi, demografi,
teknologi dan kompetitif yang akan mempengaruhi permintaan produk
perusahaan. Top manajemen merespon semua aktivitas ini.
b. Product & Sales Planning
Product & sales planning mengacu pada keputusan yang
berhubungan dengan lini produk dan layanan pasar (meliputi target daerah
demografi dan geografi). Hal ini sulit dilakukan pada jangka pendek, karena
keputusan marketing sangat mempengaruhi pertumbuhan perusahaan.
Sistem Produksi Halaman 1
c. Production Planning
Production Planning menggunakan hasil peramalan dan product &
sales planning untuk membuat rencana produksi agregat. Dalam rencana
produksi agregat, output dalam satuan agregat yang mungkin seperti ton,
barel, yard, dollar, atau standard jam kerja. Misalnya produk mobil dengan
mesin 6 silinder dan 4 silinder akan memerlukan mesin yang berbeda. Tetapi
dalam rencana produksi agregat, maka keduanya harus diestimasi kebutuhan
mesinnya dalam satuan yang sama. Rencana produksi agregat juga
memutuskan tingkat pelayanan konsumen, target persediaan, tingkat
produksi, ukuran kapasitas kerja, serta rencana overtime dan sub kontrak.
Rencana produksi dibuat harus dengan mempertimbangkan keterbatasan
kapasitas produksi.
d. Rencana Kebutuhan Sumber (Resources Requirement Planning)
Rencana jangka panjang merupakan masalah yang kompleks. Jenis
produk, penjualan, dan rencana produksi seharusnya berkaitan dengan
rencana kebutuhan sumber. Keputusan yang berhubungan dengan jenis
produk penjualan dan tingkat output seharusnya konsisten dengan kapasitas
fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kerjanya.
e. Financial Planning
Produk, penjualan, dan rencana produksi membutuhkan sumber lain
berupa keuangan. Operasi yang normal akan membutuhkan modal kerja
sekaligus menghasilkan pendapatan dari penjualan. Kemampuan keuangan
perusahaan harus diperhatikan untuk rencana jangka panjang.
f. Distribution Requirement Planning (DRP)
DRP merupakan kebutuhan dari pihak warehousing. Kebutuhan ini
muncul karena adanya perbedaan antara permintaan konsumen dengan
tingkat persediaan yang ada. DRP dibuat dengan harapan terdapat
keterkaitan yang baik antara pihak warehousing dengan manufacturing
dalam hal jumlah dan waktu pemenuhan order.
Sistem Produksi Halaman 2
g. Demand Management
Fungsi demand manajemen adalah menentukan demand agregat.
Penentuan ini merupakan refleksi dari hasil peramlan dan order konsumen
yang diterima, order dari warehouse, order pabrik lain, promosi khusus, dan
kebutuhan safety stock. Output dari demand management berupa jumlah
demand per periode yang telah dikelompokkan dalam famili.
h. Master Production Schedule (MPS)
MPS adalah rencana berbasis waktu berupa jumlah yang akan
diproduksi per item, yang mempertimbangkan demand dan kapasitas yang
dimiliki. Biasanya dalam periode 1 sampai 18 bulan atau lebih, dalam jangka
pendek dan atau menengah. Dalam jangka pendek, output dari MPS ini
diperlukan dalam menentukan kebutuhan material.
i. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
RCCP meliputi hal-hal berikut:
1) Menentukan kapasitas kerja yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan
2) Mengevaluasi rencana produksi agregat dengan kapasitas yang layak
3) Menentukan vendor utama yang memenuhi kapasitas
Apabila kapasitas tidak mencukupi maka MPS harus direvisi sesuai
dengan keterbatasan kapasitas.
j. Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis
berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang
dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan
bersih” untuk semua item (Baroto,2002). Sistem MRP dikembangkan untuk
membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item
dependent secara lebih baik dan efisien. Disamping itu, sistem MRP dirancang
untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur
aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan
Sistem Produksi Halaman 3
jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan
memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya Dependent,
tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk
akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan
berdasarkan tahapan waktu (Time-phase requirements planning). Time
phased MRP dimulai dengan mendaftar item pada MPS untuk:
1) Menentukan jumlah semua komponen dan material yang dibutuhkan
untuk produksi
2) Menentukan waktu komponen dan material dibutuhkan
MRP merupakan suatu konsep dalam sistem produksi untuk
menentukan cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan material
dalam proses produksi, sehingga material yang dibutuhkan dapat tersedia
sesuai dengan yang dijadwalkan. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan
dalam memperkirakan kebutuhan material, karena kebutuhan material
didasarkan atas rencana jumlah produksi. MRP mulai digunakan secara
meluas dalam sistem produksi seiring dengan semakin berkembangnya
pemakaian komputer dalam bidang apapun (sekitar awal tahun 1970 an).
MRP menggunakan sistem dorong (push), artinya bahan baku,
komponen, atau sub rakitan yang diperlukan didorong dari proses
sebelumnya ke proses berikutnya. Sistemnya terpusat dalam arti sistem ini
menjabarkan MPS atau JIP pada kebutuhan bahan baku atau komponen
dari level ke level. Jika proses produksi lancar, maka tidak ada masalah. Jika
salah satu WC (Work Center) break down, maka akan terjadi penumpukan
di WC sebelumnya, sehingga perlu buffer (penyangga).
MRP dipengaruhi oleh struktur produk dan lead time tiap
komponen. Material Requirement Planning Sistem (Sistem MRP)
dikembangkan untuk mengelola persediaan barang yang permintaannya
memiliki ketergantungan (Dependent Demand), maksudnya adanya
Sistem Produksi Halaman 4
hubungan antar suatu permintaan barang dengan barang lainnya yang
kedudukannya lebih tinggi.
Sistem MRP dimaksudkan untuk memberikan:
a. Kebutuhan-kebutuhan persediaan berkurang.
Dengan MRP dapat ditentukan berapa banyaknya komponen yang
diperlukan dan waktu pemenuhan terhadap jadwal induknya.
b. Waktu tenggang (lead time) produksi dan waktu tenggang penyerahan
yang dikurangi pada para pelanggan. Adanya MRP dapat
diidentifikasikan bahan dan komponen yang diperlukan (jumlah dan
waktunya), persediaan bahan dan tindakan yang diperlukan untuk
memenuhi batas waktu penyerahan.
c. Komitmen penyerahan yang realistis kepada pelanggan.
Dengan menggunakan MRP, bagian produksi dapat memberikan
kepada bagian pemasaran informasi yang tepat waktu mengenai
kemungkinan waktu penyerahan kepada calon pelanggan.
d. Efisiensi operasi yang meningkat.
Pada MRP dapat terjadi pengkoordinasian berbagai departemen dan
pusat-pusat kerja ketika pembuatan produksi berlangsung melalui
departemen pusat kerja tersebut. Akibatnya produksi dapat berjalan
dengan personil lebih sedikit tidak langsung seperti ekspeditor bahan
dan terjadinya ganguan produksi yang tidak direncanakan lebih kecil
karena MRP mendorong dan mendukung efisiensi produksi.
Agar MRP dapat dioperasikan secara aktif, maka harus
diperhatikan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Lead time untuk seluruh item yang diketahui atau dapat diperkirakan.
b. Setiap persediaan selalu dalam kontrol.
c. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat
suatu pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan, sehingga jumlah
dan waktu kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat ditentukan.
Sistem Produksi Halaman 5
d. Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit.
e. Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat
independen.
Input dan Output dari Sistem MRP (Baroto,2002):
a. Input Sistem MRP:
1) Jadwal induk produksi.
Jadwal induk produksi dibuat berdasarkan permintaan (yang
diperoleh dari daftar pesanan atau peramalan) terhadap semua
produk jadi yang dibuat.
2) Catatan keadaan persediaan.
Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item
yang ada dalam persediaan.
3) Struktur produk.
Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara
komponen- komponen dalam suatu perakitan.
b. Output Sistem MRP:
Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana
produksi yang dibuat atas dasar lead time. Rencana pemesanan memiliki
dua tujuan yaitu:
1) Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat lebih awal.
2) Memproyeksikan kebutuhan kapasitas.
Output dari sistem MRP juga disebut sebagai suatu aksi yang
merupakan tindakan pengendalian persediaan dan penjadwalan
produksi.
Proses Perhitungan Manual untuk MRP.
a. Netting.
Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang
besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement)
Sistem Produksi Halaman 6
dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order receipt) dan
persediaan awal yang tersedia (beginning inventory)
b. Lotting.
Merupakan Suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan
optimal untuk setiap item Secara individual didasarkan pada hasil
perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan dari proses netting.
Alternatif metode untuk menentukan ukuran Lot. Beberapa teknik
diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan.
Teknik-teknik tersebut antara lain teknik lot for lot, economic order
quantity , fixed period requirement, Fixed order quantity dan lain-lain.
c. Offsetting.
Merupakan proses yang bertujuan menentukan saat yang tepat untuk
melakukan pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Offsetting
merupakan langkah terakhir penerapan Sistem MRP pada suatu item.
d. Exploding/Eplotion.
Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item
pada level yang lebih bawah. Perhitungan ini didasarkan pada
pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.
k. Capacity Requirement Planning (CRP)
CRP merupakan tahap penentuan kapasitas yang dibutuhkan sesuai
hasil MRP. Kebutuhan kapasitas akan dibandingkan dengan kapasitas
yang dapat digunakan. Modifikasi dilakukan dengan menambah
overtime, merubah routing (urutan proses), dan sub kontrak. Ketika
kapasitas yang dapat digunakan tidak dapat mencukupi, meski telah
dilakukan modifikasi, maka perlu dilakukan perubahan MPS. Masalahnya,
revisi MPS akan merevisi MRP dan output kebutuhan kapasitas juga
berubah.
Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah Suatu perincian
membandingkan kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan
Sistem Produksi Halaman 7
material (MRP) oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang
mendasari dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali
jadwal produksi (MPS) (Fogarty dkk, 1991). Tujuan utama dari CRP adalah
menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusat-
pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap
pusat kerja selama periode waktu tertentu (Garpezs, 1998).
Input dan Output dari CRP (Garpezs, 1998):
a. Input dari CRP:
1) Schedule of planned factory order releases : merupakan salah satu
output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data,
yaitu: (1) Scheduled receipts yang berisi data order due date, order
quantity, operations completed, operations remaining, dan (2)
planned order releases yang berisi data planned order releases date,
planned order receipt date, planned order quantity. Sumber-sumber
lain seperti: product rework, quality recalls, engineering prototypes,
excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu dari
dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP itu
2) Work order status: informasi status ini diberikan untuk semua open
orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work
center yang terlibat dan perkiraan waktu.
3) Routing data: memberikan jalur yang direncanakan untuk factory
melalui proses produksi dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part,
assembly, dan produk yang dibuat memiliki suatu routing yang unik,
terdiri dari satu atau lebih operasi. Informasi yang diperlukan untuk
CRP adalah: operations number, operation, planned work center,
possible alternate work center, standard setup time, standard run
time per unit, tooling needed at each work center, dan lain-lain.
Routing memberikan petunjuk pada proses CRP sebagaimana
layaknya BOM memberikan petunjuk pada proses MRP.
Sistem Produksi Halaman 8
4) Work center data: data ini berkaitan dengan setiap production work
center, termasuk sumber-sumber daya, Standar-standar utilisasi dan
efisiensi, serta kapasitas. Elemen-elemem data pusat kerja adalah:
identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin atau stasiun kerja,
banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts yang dijadwalkan
per hari kerja, banyaknya jam kerja per shift, faktor utilisasi &
efisiensi.
b. Output dari CRP:
1) Laporan beban pusat kerja (Work center load report), Laporan ini
menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam
laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban,
proses CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center
load profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang
sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang
diproyeksikan dan kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi
apakah terjadi kelebihan atau kekurangan kapasitas. CRP biasanya
menghasilkan Workt center load profile untuk setiap pusat kerja yang
diidentifikasi dalam pabrik. Perbandingan antara beban dan kapasitas
dapat juga ditampilkan dalam format kolom.
2) Perbaikan Schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal
ini menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap
Specific release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan
keterbatasan kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order
releases merupakan output tidak langsung (indirect output) dari
proses CRP sebab mereka adalah hasil dari human judgements yang
berdasarakan pada analisis dari output laporan beban pusat kerja
(Work cente load reports). Salah satu pilihan penyesuaian yang
mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah mengubah planned
start dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini mempunyai
Sistem Produksi Halaman 9
pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu untuk
mencapai keseimbangan yang lebih baik.
Tahapan Perencanaan dalam MRP II
Pada dasarnya sistem MRP II merupakan suatu sistem informasi
manufakturing formal dan eksplisit yang mengintegrasikan fungsi-fungsi utama
dalam industri manufaktur, seperti keuangan, pemasaran, dan produksi. Sistem
MRP II mencakup dan mengintegrasikan semua aspek bisnis dari perusahaan
industri manufaktur, sejak perencanaan strategik bisnis pada tingkat manajemen
puncak (top management) sampai perencanaan dan pengendalian terperinci
pada tingkat manajemen menengah dan supervisor, kemudian memberikan
umpan balik kepada tingkat manajerialnya di atas.
I. Sistem produksi Just In Time ( JIT )
1.1 Defenisi dan Konsep Dasar Just In Time.
Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain
untuk mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum
persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk jadi. Konsep dasar dari sistem
produksi JIT adalah memproduksi produk yang diperlukan, pada waktu
dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada
setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis
atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan
perbaikan terus – menerus (contionous process improvement).
Dalam system Just In Time (JIT), aliran kerja dikendalikan oleh operasi
berikut , dimana setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun
kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kenyataan ini, sering
kali JIT disebut sebagai Pull System (system tarik). Dalam system JIT , hanya final
assembly line yang menerima jadwal produksi, sedangkan semua stasiun kerja
yang lain dan pemasok (supplier) menerima pesanan produksi dari subkuens
operasi berikutnya. Dengan kata lain, stasiun kerja sebelumya (stasiun kerja 1 )
Sistem Produksi Halaman 10
menerima pesanan produksi dari stasiun kerja berikutnya (stasiun kerja 2 ),
kemudian memasok produk itu sesuai kuantitas kebutuhan pada waktu yang
tepat dengan spesifiksai yang tepat pula. Dalam kasus seperti ini, stasiun kerja 2
sering disebut sebagai stasiun kerja pengguna (using work station). Apabila
stasiun kerja pengguna itu menghentikan produksi untuk suatu waktu tertentu,
secara otomatis satisun kerja pemasok (supplying wotk station) akan berhenti
memasok produk, karena tidak menerima pesanan produksi.
Dalam bahasa sehari-hari, JIT dapat dipandang sebagai “JIT besar (big
JIT)” dan “JIT kecil (little JIT)”. JIT besar (sering diistilahkan dengan Lean
Production) adalah filosofi dari manajemen operasi yang mencoba untuk
mengeliminasi pemborosan yang terdapat dalam seluruh aspek aktivitas
produksi sebuah perusahaan ; seperti hubungan dengan manusia, hubungan
dengan suplier dan distributor, teknologi, dan manajemen untuk bahan baku dan
persediaan. JIT kecil lebih memfokuskan pada penjadwalan persediaan produk
dan bahan, serta penyediaan sumber – sumber daya produksi, dimana saja dan
kapan saja dibutuhkan. Taichi Ohno, pencipta sistem JIT ini, mendefenisikan JIT
sebagai “suplai item yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam
jumlah yang diperlukan”. Richard J. Schonberger mendefenisikan JIT sebagai
“memproduksi dan mengirimkan barang pada saat akan dijual, membuat sub
assembling pada saat barang akan diassembling menjadi produk jadi, melakukan
fabrikasi pada saat barang akan diassembling menjadi produk setengah jadi
(WIP), dan membeli bahan baku pada saat akan melakukan fabrikasi”. Secara
sederhana dideskripsikan bahwa JIT hanya meminta unit- unit yang dibutuhkan
tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat dibutuhkan. Logika dasar
pemikiran JIT adalah “Tidak ada yang akan diproduksi sampai ia dibutuhkan.”
Memproduksi satu unit ekstra sama buruknya dengan memproduksi kurang satu
unit. Menyelesaikan produksi sehari lebih capat juga sama buruknya dengan
memproduksi sehari lebih lambat.
Sistem Produksi Halaman 11
II. Sistem Kanban
2.1 Pengertian Kanban
Kanban dalam bahasa jepang berarti "Visual record or signal". Sistem
produksi JIT menggunakan aliran informasi berupa kanban yang berbentuk kartu
atau peralatan lainnya seperti bendera,lampu dan lain-lain. Sistem kanban
adalah suatu sistem informasi yang secara harmonis mengendalikan "produksi
produk yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang
diperlukan" dalam tiap proses manufakturing dan juga diantara perusahaan.
Bentuk yang paling sering digunakan adalah selembar kertas yang terdapat di
dalam suatu amplop vinil segi empat. Kanban membawa informasi secara
vertikal dan horizontal didalam pabrik Toyota sendiri maupun antara Toyota
dengan perusahaan mitra. Lembaran kertas itu membawa informasi yang terdiri
atas 3 kategori, yaitu :
a. Informasi Pengambilan
b. Informasi Pemindahan
c. Informasi Produksi
Menurut Taiichi Ohno, “Kanban adalah suatu alat untuk mengendalikan
produksi”, yang digunakan dalam mengendalikan aliran- aliran material melalui
sistem produksi JIT dengan menggunakan kartu – kartu untuk memerintahkan
suatu workcenter memindahkan dan menghasilkan material atau komponen
tertentu.
Kanban merupakan alat untuk menjalankan suatu mekanisme yang
memberikan sinyal-sinyal tertentu oleh workcenter yang membutuhkan
komponen – komponen tertentu dari workcenter sebelumnya. Sinyal tersebut
memberikan informasi kepada workcenter sebelumnya, sehingga jumlah
komponen – komponen yang dibutuhkan workcenter berikutnya dapat langsung
diberikan. Selanjutnya jumlah komponen yang telah diambil oleh workcenter
tersebut dapat dihasilkan atau diproduksi kembali oleh workcenter sebelumnya.
Gagasan pemikiran Kanban muncul dari mekanisme kerja di pasar
Sistem Produksi Halaman 12
swalayan. Barang-barang yang dibeli oleh pelanggan diperiksa dan dicatat oleh
kasir. Informasi mengenai jenis dan jumlah barang yang dibeli kemudian
disampaikan ke departemen pembelian. Dengan informasi ini barang – barang
yang telah dibeli tadi dengan cepat diganti oleh departemen pembelian sesuai
dengan jenis dan jumlahnya. Jika Kanban diterapkan pada pasar swalayan,
informasi yang diberikan ke departemen pembelian akan disampaikan dengan
kartu, dan kartu itu sesuai dengan Kanban Pengambilan dalam SPT. Dalam pasar
swalayan, barang yang dipajang ditoko mirip dengan persediaan di industri
manufakturing.
2.2 Persiapan Pra Kanban
Sebelum melakukan sistem kanban perlu dilakukan persiapan-persiapan
dengan baik. Dalam SPT, penerapan sistem kanban didukung oleh persiapan-
persiapan yang meliputi:
1. Pelancaran Produksi
Pelancaran produksi adalah syarat yang paling penting untuk
produksi dengan kanban dan untuk meminimalkan waktu
mengganggur dalam hal tenaga kerja, perlengkapan dan barang
dalam pengolahan.
Pelancaran produksi memberikan beberapa keuntungan,
yaitu memungkinkan operasi produksi menyesuaikan diri dengan
cepat terhadap fluktuasi permintaan harian dengan secara rata
memproduksi bebrbagai jenis produk setiap hari dalam jumlah kecil
dan memungkinkan tanggapan terhadap variasi dalam pesqnan
pelanggan tiap hari tanpa menyadarkan diri pada persediaan
produk, serta jika semua proses mencapai produksi sesuai dengan
waktu siklus, pengimbangan antar berbagai akan membaik dan
persediaan WIP dapat berkurang.
2. Memperpendek Waktu Penyiapan
Sistem Produksi Halaman 13
Untuk memperpendek waktu penyiapan perlu dilakukan dua
fase penyiapan, yaitu:
a. Fase Penyiapan Eksternal
Yang terlebih daproses awal disiapkan adalah mal, peralatan,
cetakan berikutnya dan bahan yang diperlukan.
b. Fase Penyiapan Internal
Fase dimana pekerja harus memusatkan perhatian pada
pergantian cetakan, peralatan dan bahan sesuai dengan perincian
yang terdapat dalam pesanan berikutnya.
3. Tata Letak Proses
Menurut SPT, tata letak proses dan mesin akan disusun
kembali untuk melancarkan aliran produksi berdasarkan sistem
Penanganan Proses Ganda (multi-proses holding) dimana pekerja
menjadai pekerja fungsi ganda. Dalam suatu lini penanganan proses
ganda, seorang pekerja menangani beberapa mesin dari berbagai
proses satu per satu; pekerjaan di tiap proses akan berlangsung
hanya bila pekerja itu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan
padanya dalam eaktu siklus yang ditentukan. Akibatnya masuknya
tiap unit ke dalam lini diimbangi dengan selesainya unit produk akhir
lainnya, seperti dipesan oleh operasi dari suatu waktu siklus.
4. Pembakuan Pekerjaan atau Operasi
Operasi baku menunjukkan operasi rutin yang dilakukan
oleh pekerja yang menangani berbagai jenis mesin sebagai pekerja
fungsi ganda. Operasi baku rutin ini menunjukkan urutan proses
yang harus dikerjakan oleh seorang pekerja dalam proses
penanganan ganda di bagiannya. Keseimbangan lini dapat dicapai di
antara pekerja dalam bagian ini karena setiap pekerja akan
mengakhiri semua proses operasi sesuai waktu siklus.
5. Autonomasi
Sistem Produksi Halaman 14
Autonomasi berarti membuat suatu mekanisme untuk
mencegah diproduksinya barang cacat secara masal pada mesin
atau lini produk. Untuk mencapai JIT sempurna, unit yang 100%
bebas cacat harus mengalir ke proses berikut secara kontinu tanpa
terputus. Karena itu pengendalian mutu harus selalu berdampingan
dengan operasi JIT dalam seluruh sistem Kanban.
6. Aktivitas Perbaikan
Aktivitas perbaikan adalah suatu unsur pokok dari sistem
produksi yang membuat sistem produksi sungguh-sungguh dapat
bekerja dengan baik. Tiap karyawan mempunyai kesempatan untuk
memberikan saran dan mengusulkan perbaikan lewat suatu gugus
kecil yang disebut Gugus Kendali Mutu (GKM). GKM adalah
sekelompok kecil pekerja yang mempelajari konsep dan teknik
kendali mutu secara spontan dan terus menerus untuk memberi
pemecahan masalah di tempat kerja.
2.2 Fungsi Kanban
Kanban mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai pengendalian
produksi dan sebagai sarana peningkatan produksi. Fungsinya sebagai
pengendali produksi diperoleh dengan menyatukan proses bersama dan
mengembangkan suatu sistem yang tepat waktu sehingga bahan baku,
komponen atau produk yang dibutuhkan akan datang pada saat dibutuhkan
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan di seluruh workcenter yang ada di
lantai produksi, bahkan meluas sampai ke pemasok yang terkait dengan
perusahaan. Sedangkan fungsinya sebagai sarana peningkatan produksi dapat
diperoleh jika penerapannya dengan menggunkan pendekatan pengurangan
tingkat persediaan. Tingkat persediaan dapat dikurangi secara terkendali melalui
pengurangan jumlah Kanban yang beredar selama proses produksi.
Sistem Produksi Halaman 15
Menurut Yasuhiro Monden secara terperinci sistem kanban digunakan
untuk melakukan fungsi sebagai berikut:
1. Perintah
Kanban berlaku sebagai alat perintah antara produksi dan
pengiriman. Kanban yang dituliskan merupakan suatu alamat yang
menginformasikan proses sebelum tempat penyimpanan komponen yang
telah diolah, dan menginformasikan proses yang sesudah tempat
komponen yang dibutuhkan.
2. Pengendalian diri sendiri untuk mencegah over production.
Sistem kanban merupakan mekanisme pengendalian diri sendiri
sehingga memungkinkan tiap proses melakukan penyesuaian kecil
terhadap pasokan untuk jadwal produksi bulanannya karena adanya
fluktuasi permintaan bulanan.
3. Pengendalian Visual
Sistem kanban barlaku sebagai alat untuk pengendalian visual
karena bukan saja memberikan informasi numerik, tetapi juga informasi
fisik dalam bentuk kartu kanban.
4. Perbaikan Proses dan Operasi Manual
Penggunaan sistem kanban untuk membantu perbaikan operasi
sangat dibutuhkan karena peningkatan produktivitas mengakibatkan
perbaikan keuangan sehingga memperbaiki perusahaan secara
keseluruhan.
5. Pengurangan Biaya Pengelolaan
Sistem kanban juga berfungsi mengurangi biaya manajemen
dengan membantu mengurangi jumlah perencanaan menjadi nol.
2.3 Aturan Kanban
Adapun fungsi Kanban dalam penerapannya di lantai produksi
berhubungan erat dengan aturan-aturan pokok Kanban. Fungsi Kanban diperkuat
Sistem Produksi Halaman 16
dengan adanya aturan-aturan yang terdapat dalam penerapan sistem Kanban,
dimana hubungan ini dijelaskan pada Tabel dibawah ini :
FUNGSI KABAN ATURAN YANG DIGUNAKAN
Memberikan informasi
pengambilan dan
pengangkutan.
Memberikan informasi produksi.
Mencegah kelebihan produksi
atau kelebihan pengangkutan.
Berlaku sebagai perintah kerja
yang ditempelkan langsung
pada barang.
Mencegah produk cacat dengan
mengenali proses yang
membuat cacat.
Mengungkapkan masalah yang
ada dan mempertahankan
pengendalian persediaan.
Proses sesudah mengambil
jumlah barang yang
ditunjukkan oleh Kanban dari
proses sebelumnya.
Proses terdahulu
memproduksi barang sesuai
dengan jumlah dan urutan
yang ditunjukkan Kanban.
Tidak ada barang yang
diangkut tanpa Kanban.
Selalu melampirkan Kanban
pada barang.
Produk yang cacat tidak
dikirimkan ke proses
berikutnya. Hasilnya adalah
100% barang bebas cacat.
Kanban menyesuaikan diri
terhadap fluktuasi
permintaan.
Untuk mencapai tujuan Kanban “tepat waktu” aturan-aturan pokok
Kanban harus diterapkan dengan baik dan seutuhnya, dimana
penjelasannya secara lebih rinci sebagai berikut :
Peraturan 1
Proses berikutnya harus menarik (mengambil) produk yang
diperlukan dari proses sebelumnya dalam jumlah yang diperlukan dan
Sistem Produksi Halaman 17
pada saat yang diperlukan (sesuai dengan yang tercantum dalam
kanban).
Syarat penting untuk peraturan pertama ini adalah pelancaran
produksi yaitu produksi harian yang ditingkatkan dan jumlah lot 1 unit,
diperlukan untuk dapat ditarik dengan lancar dari proses sebelumnya.
Sub peraturan yang harus dipenuhi antara lain:
1. Setiap pengambilan tanpa kanban harus dilarang
2. Setiap pengambilan yang lebih besar dari jumlah kanban harus
dilarang
3. Kanban yang harus ditampilkan pada produk fisik.
Peraturan 2
Proses terdahulu harus menghasilkan produk sesuai dengan jumlah yang
diambil oleh proses berikutnya.
Jika peraturan 1 dan 2 dipatuhi dan dilaksanakan, maka semua
proses produksi digabungkan sehingga menjadi sejenis ban berjalan.
Dengan melaksanakan dua aturan ini secara ketat pengimbangan
penetapan waktu produksi diantara semua proses akan terjaga, akibatnya
persediaan yang disimpan tiap proses terdahulu akan sedikit.
Peraturan tambahan untuk peraturan kedua ini ialah :
1. Produksi yang lebih besar daripada jumlah lembaran Kanban harus
dilarang.
2. Jika berbagai jenis komponen diproduksi oleh proses sebelumnya,
produksi mereka harus mengikuti urutan semula penyerahan tiap
jenis Kanban.
Peraturan 3
Produk yang rusak tidak boleh diteruskan ke proses berikutnya.
Sistem Produksi Halaman 18
Jika suatu produk rusak ditemukan oleh proses berikutnya, maka
proses berikut ini akan menghentikan lininya, karena tidak memiliki
persediaan, dan akan mengirim kembali produk yang rusak ini kepada
proses sebelumnya
Peraturan 4
Jumlah kanban harus sekecil mungkin.
Mengingat jumlah kanban menyatakan persediaan maksimum suatu suku
cadang, maka jumlah ini harus dijaga sekecil mungkin. Toyota
menganggap tambahan tingkat persediaan sebagai asal mula semua jenis
pemborosan.
Peraturan 5
Sistem kanban harus dipergunakan untuk menyesuaikan dengan
fluktuasi permintaan yang kecil saja (penyetelan produksi dengan
kanban). Penyetelan produksi dengan kanban, mempunyai arti sebagai
berikut:Keadaan dimana tidak ada perubahan beban produksi seluruhnya
dalam sehari, tetapi hanya perubahan jenis, tanggal penyerahan, dan
jumlahnya. Dalam hubungan ini, sistem kanban dapat dianggap sebagai
alat yang paling ekonomis untuk suatu sistem informasi.
Keadaan dimana ada perubahan jangka pendek dalam beban
produksi sehari-hari, meskipun jumlah bulanan tetap sama. Untuk
keadaan ini frekuensi gerakan kanban akan ditingkatkan atau dikurangi.
Keadaan dimana ada perubahan permintaan musiman atau perubahan
permintaan bulanan di luar beban yang sudah ditentukan. Untuk keadaan
ini jumlah kanban harus ditambahi atau dikurangi, dan pada waktu
bersamaan semua lini produksi harus diatur kembali.
Sistem Produksi Halaman 19
2.4 Jenis – jenis Kanban
Pada sistem produksi JIT terdapat dua sistem Kanban, yaitu
1. Sistem Kanban tunggal (single kanban)
Pada sistem Kanban tunggal hanya digunakan satu jenis Kanban, yaitu
yang berfungsi untuk memberikan otoritas pemindahan material
sekaligus otoritas produksi.
2. Kaban ini terdiri dariSistem Kanban ganda (dual kanban).
Pada sistem Kanban ganda, kedua fungsi itu dilakukan oleh jenis
Kanban yang berbeda, yaitu Kanban yang bertugas memberikan
otoritas pemindahan material (withdrawal kanban) dan ada Kanban
yang bertugas memberikan otoritas produksi (production kanban).
Klasifikasi untuk berbagai jenis utama Kanban antara lain :
1. Kaban perintah produksi
a. Kaban produksi ( biasa )
b. Kaban segitiga
2. Kaban pengambilan
a. Kaban pengambilan antarproses
b. Kaban pemasok
2.5 Menentukan Jumlah kaban
Formulasi yang digunakan untuk menghitung jumlah kanban adalah:
a. Jumlah tetap, siklus tidak tetap
Jumlah kaban :
Y = Dx L(1−∝)
a
Penggunaan rata-rata selama pemesanan
= Twc
Recorder Point
r = + s -
Sistem Produksi Halaman 20
Keterangan:
S = m x aL = waktu pemesanan (hari) Tp = waktu pengolahanTw = waktu tungguTC = waktu pengirimanTkc = waktu pengumpulan kabanY = Jumlah kabanD = rata-rata permintaan hariana = kapasitas peti kemas (unit)α = koefisien keamanan
b. Siklus tetap, jumlah tidak tetap
Jumlah kaban :
Y = Dx (O+L+Sp)
a
Siklus pemesanan
O = qD
Jumlah baku
S4 = D x ( O + L ) + s
Jumlah Pemesanan
O4 = (S4 – s) -
III. Sistem Manufactur tarik dan tekan
Di berbagai negara di seluruh dunia banyak orang yang mempelajari
sistem produksi yang selalu dan akan terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan dalam industri manufaktur. Ciri sistem produksi adalah suatu
rangkaian dari banyak langkah dan proses yang melibatkan seluruh sumber daya
yang ada dengan menggunakan Sistem Dorong (Push System) dan Sistem Tarik
(Pull System).
Dalam Sistem Dorong, yang merupakan sistem yang umum digunakan
oleh industri manufaktur, perpindahan material dan pembuatan produk
dilakukan dengan cara mendorong material dari satu proses ke proses berikutnya
dengan dimulai dari proses paling awal menuju ke proses paling akhir. Sekali
beroperasi, maka pekerjaan akan mengalir terus dari satu proses ke proses
berikutnya tanpa mempertimbangkan bagaimana dan apa yang akan terjadi pada
proses paling akhir. Aktivitas ini akan berlangsung terus menerus meskipun
proses-proses sesudah (subsequent process) tidak mengkonsumsi jumlah
material pada tingkat yang sama dengan material yang didorong dari proses
sebelum (preceding process).
Sistem Produksi Halaman 21
Keterangan:
S = m x aL = waktu pemesanan (hari) Tp = waktu pengolahanTw = waktu tungguTC = waktu pengirimanTkc = waktu pengumpulan kabanY = Jumlah kabanD = rata-rata permintaan hariana = kapasitas peti kemas (unit)α = koefisien keamanan
Sistem Tarik adalah suatu sistem pengendalian produksi dimana proses
paling akhir dijadikan sebagai titik awal produksi. Dengan demikian rencana
produksi yang dikehendaki, dengan jumlah dan tanggal yang telah ditentukan,
diberikan kepada proses paling akhir. Dalam Sistem Tarik, proses sesudah akan
meminta atau menarik material dari proses sebelum dengan berdasarkan pada
kebutuhan aktual dari proses sesudah. Dalam hal ini proses sebelum tidak boleh
memproduksi dan mendorong atau memberikan komponen kepada proses
sesudah sebelum ada permintaan dari proses sesudah. Dengan cara ini rencana
proses produksi akan berjalan dari departemen produksi akhir ke departemen
produksi paling awal. Dalam Sistem Tarik jumlah persediaan diusahakan sekecil
mungkin dan biasanya disimpan dalam lot yang berukuran standar dengan
membatasi jumlah dari lot tersebut.
Sistem Dorong merupakan proses beraliran tunggal (single flow process),
dimana aliran jadwal yang disusun dan aliran material dalam proses berada pada
arah yang sama. Sedangkan Sistem Tarik merupakan proses beraliran ganda
(double flow process), dimana aliran material berada pada arah yang berbeda
dengan aliran jadwal yang disusun. Dalam hal ini, sistem Kanban digunakan
untuk mengkomunikasikan jadwal yang disusun tersebut dari satu workcenter ke
workcenter yang lain. Perbedaan yang lebih spesifik antara Sistem Dorong dan
Sistem Tarik adalah dimana Sistem Dorong mengendalikan hasil produksi
(output) dengan mengendalikan pekerjaan yang dilakukan berdasarkan “pesanan
yang diperkirakan”, kemudian mengukur tingkat persediaan work in process
(WIP). Sedangkan Sistem Tarik mengendalikan WIP dengan cara mengendalikan
lantai produksi baru kemudian mengukur tingkat persediaan WIP.
IV. Perbandingan MRP dan JIT
MRP dan JIT merupakan suatu teknik atau mekanisme perencanaan
peroduksi yang tidak hanya mempertimbangkan jumlah produksi/pesanan,
tetapi juga mempertimbangkan segi waktu dan sumber daya yang dipakai. MRP
Sistem Produksi Halaman 22
dan JIT akan menghasilkan output berupa sebuah perencanaan produksi dengan
informasi berupa jumlah produk/komponen yang akan diproduksi atau dipesan,
waktu pemesanan agar produk/komponen dapat tersedia sesuai dengan waktu
yang diharapkan, kebutuhan bahan baku, posisi inventori baik berupa finished
goods maupun work in process.
Perbedaan antara MRP dan JIT terletak pada jangka waktu perencanaan
dan asumsi mengenai posisi invetori. MRP merupakan perencanaan dalam suatu
periode, baik minggu maupun bulan sedangkan konsep JIT digunakan untuk
perencanaan jangka pendek, dalam jam atau hari dan mencoba meminimalkan
adanya inventori sehingga respon JIT terhadap fluktuasi permintaan pasar lebih
baik daripada sistem MRP. Tetapi, JIT juga dipandang sebagai suatu konsep
pengembangan (improvement) yang bertujuan meminimalkan waste, baik
berupa material, prosedur/aktivitas maupun waktu, yang terjadi dalam seluruh
aktivitas produksi. Dari sudut pandang ini, JIT dan TOC merupakan suatu
pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan performa sistem manufaktur
yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas dan throughput.
Konsep JIT adalah menerapkan prinsip small batch dan low inventory
pada lantai produksi. Smal batch yang dimaksud adalah mengurangi lot/batch
produksi untuk meminimalkan persediaan dan mengurangi waktu setup (metode
SMED). Pada sistem terdahulu, penggunaan ukuran lot yang besar diakibatkan
oleh waktu setup produksi yang besar. Sedangkan low invetory digunakan karena
JIT berpendapat bahwa adanya inventori atau persediaan dapat
menyembunyikan masalah yang sebenarnya. TOC adalah suatu pendekatan atau
konsep yang bertujuan memperbaiki kinerja sistem dan meningkatkan
throughput, dengan menemukan dan memperbaiki pembatas (constraints) dari
sistem karena pembatas tersebut dapat menimbulkan terjadinya bottleneck yang
kemudian akan membatasi output sistem. Jadi, hubungan secara keseluruhan
antara sistem MRP, MRP II, ERP, JIT dan TOC adalah bahwa kelima konsep atau
sistem tersebut bertujuan meningkatkan produktivitas dan performansi dari
Sistem Produksi Halaman 23
suatu sistem manufaktur. Dan masing-masing konsep atau sistem tersebut
mewujudkannya dengan ruang lingkup yang berbeda-beda, baik melalui
perencanaan dan pengendalian produksi, integrasi informasi manajemen
maupun perbaikan (improvement) dalam sistem manufaktur itu sendiri.
V. Supply chain management ( SCM )
Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang
murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur
adalah tidak cukup. Peran serta supplier, perusahaan transportasi dan jaringan
distributor dibutuhkan. Kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat dan
berkualitas inilah yang melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply Chain
Manajement ( SCM )
Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke
tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier,
pabrik, distributor, toko atau ritel, sertu perusahaan pendukung seperti jasa
logistik.
Ada 3 macam hal yang harus dikelola dalam supply chain yaitu
1. Aliran barang dari hulu ke hilir.
Contohnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik, setelah
produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke
pemakai akhir. 2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu
3. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Sistem Produksi Halaman 24
Supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang
terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang maupun
mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat atau pendekatan
pengelolaannya. Pendekatan yang ditekankan dalam SCM adalah terintegrasi
dengan semangat kolaborasi. Supply chain manajement tidak hanya berorientasi
pada urusan internal melainkan juga eksternal perusahaan yang menyangkut
hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner.
Definisi oleh the Council of Logistics Management :
Supply Chain Mangement is the systematic, strategic coordination of the
traditional business functions within a particular company and across businesses
within the supply chain for the purpose of improving the long-term performance
of the individual company and the supply chain as a whole.
Perusahaan yang berada dalam supply chain pada intinya memuaskan
konsumen dengan bekerja sama membuat produk yang murah, mengirimkan
tepat waktu dan dengan kualitas yang bagus.
Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-keiatan
utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah :
Sistem Produksi Halaman 25
kegiatan merancang produk baru (product development )
kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement)
kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning and
control)
kegiatan melakukan produksi ( production )
kegiatan melakukan pengiriman ( distribution )
Area Cakupan SCM
BagianBagian Cakupan kegiatan antara lainCakupan kegiatan antara lain
Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang
produk baru, melibatkan supplier
dalam perancangan produk baru
Pengadaan Memilih supplier mengevaluasi
kinerja supplier, melakukan
pembelian bahan baku dan
komponen, memonitor supply risk,
membina dan memelihara
hubungan dengan supplier
Perencanaan dan Pengendalian Demand planning, peramalan
permintaan, perencanaan
kapasitas, perencanaan produksi
dan persediaan
Produksi Eksekusi produksi, pengendalian
kualitas
Distribusi Perencanaan jaringan distribusi,
penjadwalan pengiriman, mencari
dan memelihara hubungan dengan
perusahaan jasa pengiriman,
memonitor service level di riap
Sistem Produksi Halaman 26
pusat distribusi
Tantangan dalam Mengelola Supply Chain
Tantangan 1 : Kompleksitas struktur Supply Chain
Adanya kompleksitas yang melibatkan internal perusahaan
maupun eksternal perusahaan.
Internal perusahaan contoh : antara bagian marketing dengan
produksi, marketing seringkali membuat kesepakatan dengan pelanggan
tanpa mengecek secara baik kemampuan produksi, perubahan jadual
produksi secara tiba-tiba karena marketing menyepakati perubahan order
dengan pelanggan. Disisi lain bagian produksi sering resistant dengan
perubahan mendadak.
Dengan eksternal misalnya antara supplier yang menginginkan
pemesanan produknya jauh-jauh hari sebelum waktu pengiriman dan
sedapat mungkin pesanan tidak berubah. Supplier juga menginginkan
pengiriman segera setelah produksinya selesai.
Disisi lain perusahaan menghendaki fleksibilitas yang tinggi
dengan mengubah jumlah, spesifikasi maupun jadual pengiriman bahan
baku yang dipesan. Perusahaan juga menginginkan supplier
menggunakan JIT yaitu mengirimkan produk dalam waktu yang tepat dan
kuantitasnya kecil-kecil.
Kompleksitas yang lain adalah dalam pembayaran, budaya dan
bahasa.
Tantangan 2 : Ketidakpastian
ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap
rencana yang dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan
Sistem Produksi Halaman 27
pengaman di sepanjang supply chain. Pengaman ini bisa berupa safety
stock, safety time, atau kapasitas produksi maupun transportasi.
Sumber ketidakpastian yaitu :
1. ketidakpastian pembeli,
2. ketidakpastian dari supplier yaitu terkait dengan pengiriman, harga,
kualitas maupun kuantitas,
3. ketidakpastian internal yang bisa disebabkan kerusakan mesin,
kinerja mesin yang tidak sempurna, tenaga kerja serta waktu maupun
kualitas produksi
Peran Teknologi Internet
Aplikasi internet dalam konteks Supply Chain Manajement yaitu :
1. Electronic Procurement ( e-Procurement )
Salah satu model pengadaan yang mendukung hubungan jangka
pendek adalah e-Auction yaitu suatu aplikasi untuk mendukung kegiatan
lelang yang dilakukan secara elektronik. Pada model ini pembeli bisa
mengundang beberapa calon supplier untuk menawarkan harga atas
produk dengan spesifikasi dan jumlah tertentu dalam waktu yang telah
ditentukan. Supplier dengan harga rendah yang akan dianggap menang.
Proses lelang ini dilakukan dengan media Internet.
2. Electronic Fulfillment ( e-Fulfilment )
Fulfilement adalah pemenuhan pesanan pelanggan. Menerima order
dari pelanggan, bisa melalui email atau web based ordering Mengelola
transaksi. Manajemen gudang yang meliputi pengendalian persedian produk
dan kegiatan administrasi gudang secara umum. Komunikasi dengan
pelanggan untuk memberikan informasi status pesanan, dukungan teknis
dsb. Kegitan reverse logistics yang berupa pengembalian produk ke bagian
supply chain akibat pengembalian dari pelanggan.
Sistem Produksi Halaman 28
Sistem Produksi Halaman 29