TUGAS REVIEW JURNAL EXPERIMENTAL...

download TUGAS REVIEW JURNAL EXPERIMENTAL …madib.blog.unair.ac.id/files/2013/03/experimental-phylosophy-and... · jadi pasti akan terdapat masalah prima facie untuk menarik intuisi dalam

If you can't read please download the document

Transcript of TUGAS REVIEW JURNAL EXPERIMENTAL...

  • 1

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    TUGAS REVIEW JURNAL EXPERIMENTAL

    PHILOSOPHY AND PHILOSOPHICAL INTUITION

    MATAKULIAH FILSAFAT ILMU

    KELOMPOK 1 A :

    Ketua : Khoirul Fatihin 071211132001

    Sekretaris : Nikken Larasati 071211133064

    Bendahara I : Zahra Wanisa 071211132016

    Bendahara II : Dilah Puspa Sari 071211132026

    Bendahara III : Achmad Ardiansyah S.P 071211131015

    Bendahara IV : Yovana Riken Keiky 071211132015

  • 2

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    Review

    Filosofieksperimentalberlandaskanpadafilosofitradisionalsetidaknyaadaduacar

    a, inimenjaditantangankebenarandarikeyakinan yang padaumumnyaterjadi.

    Inimemunculkanpertanyaanapakahpercayaatautidakpemikiransecaraintuitifolehmasy

    arakatpadaumumnya.Tantanganlainnyajugamunculberdasarkanhasildarieksperiment

    ertentu.

    Skeptisismetradisionalsangattergantungpada ide,kitabenar-

    benarbisamengatakanhidupadalahtentangmimpi.Konsepsidarimimpisebagaisesuatus

    epertihalusinasiakantetapimimpitidakcukupdalampengertiansepertiitusaja.

    Mungkinmimpiadalahlebihdarimengimajinasikandaripadaberhalusinasi.Inimemunculk

    ansuatukeragu-raguan (skeptis) tradisional.

    Jikainibagiandaripikiran (nalar)

    bahwadalammimpikitapadahakikatnyapunyapengalamankesadaran (conscious

    experiences) seperti (walling life) ataumembangunhidup,

    eksperimentalberdasarkanpendekatanmungkinmenujukkanbahwa common sense

    (nalarataupikiran) adalahsalah.Sedikitbanyak yang

    menjadimasalahdalamfilosofiyaituskeptisismeradikal.Mungkinhalbarulebihbaik,

    filusufeksperimentaltidakbanyakmeminjamdariilmuwansepertiilmuwanpadaumumnya

    .Merekamelakukannyadenganmerancangdanmenjalankaneksperimen-eksperimen

    yang bertujuanuntukmemberikanpeneranganpadafisofis yang tertarikpadasuatuisu-

    isu.Sebagianbesardarihasilkerjanyataeksperimentalfilosofitelahmelibatkanpsikologis

    osial, beberapakaryaterkenaltelahmelibatkanperencanaan survey

    ataupenelitianuntukmenyelidikidanuntukmemberikanpertanyaanintuisimasyarakatpa

    daberbagaiisu-isufilosofi.Jadihalbaruakanmelibatkanmetodologissadardiriatauself

    consciousuntukmencarisuatupendekatan.

    Sisidarifilosofieksperimentaladalahmelakukandiskusi.Jika movement

    ataupergerakanmemperkuatklaimuntukhasilhalbaru, inibekerjapadaintuisi,

    dandemikian pula pekerjaanlainnyatergantungpada survey yang sangatpenting.

  • 3

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    Munculpertanyaanbahwaseharusnyakitamemahamiintuisi.Inisering di

    klaimbahwafilsafatanalitikmenarikpadaintuisi-

    intuisidalamanalisiskonseptual.Namunhalinimenyesatkanpenggunaanintuisidalamfilo

    sofi.Seharusnyaintuisitidakterjalinkhususuntukanalisiskonseptual.

    Penulis menerapkan keutamaan epistemologi pada kasus yang spesifik dari

    pengetahuan priori,pembenaran intuitif dan pengetahuan. Tradisionalitas seperti

    intuisi telah dipahami dalam persetujuan dengan 2 model yang menonjol yaitu yang

    pertama the perceptual eye of the mind dan yang kedua the cartesian introspective

    model. Intuisi adalah rasional jika dan hanya jika berasal dari kompetensi, dan

    konten yang secara eksplisit maupun secara pengendalian implisit.

    Pendekatanpertama ini kemudian dipertahankan terhadap 2 hal penting yang utama

    pada penyerangan terhadap intuisi yaitu the calibration objection dan the caltural

    divergence objection.

    Kalau kita memaksa kebenaran ilmu tersebut memerlukan kedudukan access

    untuk reabilitas kompetensi kita, atau total control tanpa memperhatikan situasi kita,

    hasilnya akanlah sangat diragukan.

    Ketika kita bergantung kepada intuisi dalam filosofi, dalam pandangan saya,

    kita membentuk sebuah kompetensi yang membolehkan kita untuk berada pada

    sebuah subjek permasalhan, dengan berdasarkan kepercayaan kita kepada sedikit

    kepahaman pada isinya.

    Walaupun kita menolak model perseptual intuisi, selama kita masih menarik

    untuk kompetensi.itu seperti yang terlihat, dan lagi, tidak peduli apakah subjek

    masalahnya fully objective( sperti, mungkin, dengan persepsi bentuk), atau quasi-

    objective dan reaction-dependent(seperti, mungkin, dengan warna persepsi, atau

    dengan phenomena yang terkonstruksi secara sosial)

    jadi pasti akan terdapat masalah prima facie untuk menarik intuisi dalam

    filosofi, kalau survey menunjukan bahwa terdapat perpanjangan ketidaksepahaman

    yang cukup dalam subjek masalah seharusnya terbuka untuk akses intuisi.

    Para eksperimentalis belum cukup berbuat untuk menunjukkan bahwa

    mereka telah menyeberangi kesenjangan yang diciptakan oleh perbedaan potensial

  • 4

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    tersebut dalam makna dan konteks. Juga belum terbukti tanpa diragukan bahwa

    benar-benar ada perbedaan pendapat filosofis penting berakar pada perbedaan

    budaya atau sosio-ekonomi.

    Dalam gerakan itu sendiri, orang menemukan pengakuan yang berkembang

    bahwa seharusnya "Ketidaksepakatan intuitif" mungkin hanya lisan. Dengan

    demikian, sebuah makalah baru-baru ini oleh Shaun Nichols dan Joseph Ulatowski

    berisi usulan berikut:

    Hipotesis kami adalah bahwa keragaman penafsiran 'disengaja' pameran,

    yaitu, mengakui interpretasi yang berbeda. Bagian dari populasi, jika diberikan ...

    [Tertentu] macam kasus, menafsirkan 'sengaja' salah satu cara, dan sebagian dari

    populasi menafsirkannya dengan cara lain. Pada satu interpretasi kedua kasus yang

    disengaja dan pada interpretasi lain, juga tidak. Dalam linguistik dan filsafat bahasa,

    ada beberapa cara yang bisa mengakui istilah interpretasi yang berbeda: istilah

    mungkin ambigu, polysemous, atau menunjukkan bentuk-bentuk tertentu. Kami

    berarti untuk hipotesis keragaman interpretatif untuk bersikap netral tentang yang

    berupa keanekaragaman penafsiran berlaku untuk 'disengaja'. "

    Sejauh bahwa filsafat eksperimental mengadopsi cara ini dalam perhitungan

    untuk keragaman respon intuitif lisan, itu akan menghindari bentrokan substantif

    dalam mendukung perselisihan hanya secara verbal. Tapi sekali perbedaan

    pendapat tersebut dipandang verbal, seharusnya masalah pada menguapnya filosofi

    intuisi.

    Pembelaan intuisi filosofis dengan menggunakan dalih "perselisihan hanya

    verbal" dapat ditolak karena kegagalan yang tersirat dari komunikasi akan

    mengancam untuk membuat laporan intuisi yang tidak berguna untuk teori filsafat

    bersama. Daya tarik untuk perbedaan penafsiran adalah langkah defensif, dilakukan

    terhadap mereka yang mengklaim bahwa ada ketidaksepakatan serius dalam intuisi.

    Ini adalah hanya terhadap suatu klaim perselisihan yang kita harus menarik

    perbedaan verbal. Tetapi setiap klaim tersebut perlu diambil secara serius hanya

    ketika didukung oleh bukti yang memadai. Dan ini pasti masalah yang harus diambil

    secara kasus per kasus. Pertama, bukti yang mungkin untuk dikumpulkan secara

    empiris, melalui survei. Kedua, bukti mungkin internal untuk bidang kita, berutang

  • 5

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    kepada dialektika dengan sesama filsuf,misalnya tentang apa yang harus dipikirkan

    tentang berbagai kasus hipotetis. Pertimbangan studi kasus lebih lanjut tentang

    bagaimana benturan intuisi dapat berubah menjadi hanya verbal.

    Filsafat eksperimental juga berhubungan dengan bagaimana seseorang

    dapat bertanggung jawab secara moral atas apa yang telah dia lakukan. Hal ini juga

    dipertanyakan pada para ilmuwan. Apakah mereka bisa memenuhi tanggung

    jawabnya secara moral atau tidak. Setelah dilakukan penelitian, ternyata hasilnya

    mengejutkan. 86% dari responden menjawab tidak: mereka tidak bisa memenuhi

    tanggung jawabnya secara moral mengenai segala sesuatu yang telah mereka

    lakukan. Penurunan kinerja dari seorang intelektual pada umumnya akan

    berpengaruh pada relevansi kompetensi, persepsi, dan inferensi yang mereka miliki.

    Pertanggung jawaban dari suatu tindakan akan akan menggambarkan sifat dari

    seseorang, sehingga orang lain akan memberikan penilaian mengenai akuntabilitas

    dan kredibilitas yang dimiliki oleh orang tersebut. Orang-orang akan

    membandingkan kredibilitas seseorang dengan orang yang lain dan manakah yang

    lebih bertanggung jawab dalam hal tindakannya.

    Dalam suatu kasus, seseorang akan membuat penjelasan alternatif untuk

    mempengaruhi keragu-raguannya. Seperti artikel Stanford Encyclopedia of

    philosophy mengenai tanggung jawab moral, di mana kita diberitahu bahwa ada dua

    indera yang berbeda dalam tanggung jawab moral, yaitu atributabilitas dan

    akuntabilitas akal.

    Kita harus berhati-hati dalam bagaimana kita menggunakan intuisi, bukan

    bahwa intuisi tidak berguna. Hal ini tentu saja membantu untuk ditampilkan

    bagaimana intuisi dapat tersesat dalam kondisi yang tidak menguntungkan, seperti

    persepsi yang justru membuat analisis kita berbeda dengan data dan fakta yang

    harusnya lebih kita pakai daripada sebuah intuisi.

    Saluran baru-baru ini mucul pada intuisi filosofis, sejalan dengan filosofi

    eksperimental movement. Menurut sebuah buku terbaru oleh Michael Bishop dan JD

    Trout, epistemologi harus melihat melampaui pusar dan mengadopsi lebih layak

    dalam mengembangkan resep yang akan memiliki beberapa objek yang akan

    digunakan dalam dunia nyata. Normatif disiplin yang bersangkutan dengan resep

  • 6

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    dan evaluasi memiliki sisi theo retical dan sisi yang lebih diterapkan. Yang terakhir

    kita sebut "kasuistis" dalam arti luas. Lebih umum, kebijakan yang berorientasi

    kasuistis etika terapan. Sejauh ada hal seperti itu sebagai epistemologi diterapkan,

    saya kira itu harus ditemukan sebagian besar, meskipun tidak secara eksklusif dan

    langsung turun di lapangan.

    Memang kita bisa mengajukan keberatan akan intusi yang digunakan. Apabila

    memang intuisi lebih digunakan dalam hal ini, dipertahankan dalam perananya

    melalui kasuistis epistemik maka semua akan menjadi kecil dibandingkan dengan

    pengetahuan kita tentang fakta-fakta ilmiah yang sebenarnya lebih relevan dan

    terpercaya dari pada sebuah intuisi.

    Kedudukan kasuistis epistemik sangatlah jelas yaitu sebagai sebuah disiplin,

    dengan aturan yang berlaku secara umum. Untuk menentukan fakta-fakta dalam

    kasuistis tentunya dapat menggunakan metode yang tepat, sumber pustaka, surat

    kabar yang terpercaya, dan metode statistik yang telah teruji. Kegunaan kasuistik

    epistemik lebih menonjol pada aspek praktis yang mencakup berbagai instrumen

    dan cara membaca berbagai alat ukur. Misalnya, alat navigasi, peta hutan, tips

    pertanian dan sebagainya. Sedangkan epistemologi menjelaskan lebih kepada sifat,

    kondisi, dan tingkat pengetahuan dan pembenaran. Namun demikian, kasuistik

    epistemik dan epistemologi tradisional memiliki waktu dan tempat masing-masing

    dalam penggunaannya. Jadi, tidak bisa dinilai mana yang lebih baik dan mana yang

    lebih buruk. Pertanyaanya adalah, dalam kasuistis apakah intuisi kompeten sebagai

    sumber dasar pembenaran yang tepat.

    Uskup dan Trout menekankan bahwa teori SAE hanya mendefinisikan apa

    yang tidak boleh kita lakukan, bukan apa yg seharusnya kita lakukan. Yang

    dimaksud dengan kita disini hanyalah sebagian fraksi populasi dunia yang

    mempelajari teori SAE.

    Dalam epistemologi, intuisi seharusnya berfungsi sebagai analogi dengan

    cara pengamatan dalam ilmu empiris. Data ilmu empiris tidak hanya meliputi

    pengamatan oleh spesialis, tetapi juga tentang kebenaran subyek mengenai sebuah

    kasus. Jadi, ilmu empiris bukan membahas mengenai kebenaran normatif seperti

    halnya intuis, namun lebih menekankan pada kebenaran yang sebenar-benarnya.

  • 7

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    Analisis

    Topik dalam jurnal ini membahas tentang filsafat eksperimental sebagai

    gerakan naturalistik dan nilai intuisi dalam filsafat. Penulis mencoba membahas

    sebuah kemungkinan dimana apakah sebuah perubahan mampu menjadi landasan

    filosofi yang lebih umum. Dan bagaimana mungkin banyak inovasi yang baru dan

    menjanjikan.

    Filsafat eksperimental adalah sebuah filsafat yang berlandaskan pada filsafat

    tradisional dan mempunyai dua pandangan. dua pandangan tersebut yaitu

    pertanyaan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dipercaya secara intuitif oleh

    masyarakat umum.Filsafat eksperimental adalah suatu cara manusia dalam

    melakukan suatu percobaan hanya dengan menggunakan pikiran atau imajinasi

    tanpa melakukan percobaan secara fisik. Filsafat eksperimental sangat penting bagi

    ilmu pengetahuan, terutama bidang filsafat yang bidang bahasanya seringkali

    empiris. Ada sebuah pertanyaan bahwa apakah hasil eksperimen itu melandasi

    masalah filsafat? Semua tergantung dari bagaimana proses dalam mendapatkan

    sebuah hasil dari eksperimen yang akan dilaksanakan. Dalam jurnal yang ditulis

    oleh Ernest Sosa menyatakan bahwa konsepsi mimpi sebagai suatu halusinasi dan

    jika kita mampu menemukan sesuatu dibalik itu akan menjadi yang tidak hanya

    menjadi sebuah mimpi. Kita sadar bahwa itu semua adalah bagian dari akal sehat

    didalam mimpi dan merupakan sebuah pengalaman yang hakikatnya seperti

    kehidupan nyata.Filsuf Eksperimental melakukan eksperimen yang bertujuan untuk

    menyoroti isu-isu filsafat yang menarik.

    Menurut Bergson, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara

    langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan

    pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari

    pengetahuan intuitif. Dalam cara berpikir Filsuf eksperimental, data yang

    dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping

    pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Mereka berpendirian bahwa apa

    yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan

    dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang

    sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan

  • 8

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang

    senyatanya. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal, Bergson

    menganggap adanya kemampuan tingkat tinggi dalam diri manusia, yaitu intuisi.

    Intuisi adalah suatu bentuk pemikiran akal, sebab pemikiran intuisi bersifat dinamis.

    Fungsi intuisi adalah untuk mengenal hakikat pribadi atau aku dengan lebih

    murni dan untuk mengenal hakikat seluruh kenyataan. Intuisi inilah yang dapat

    memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan menangkap objek secara langsung

    tanpa melalui pemikiran. Jadi indera dan akal hanya mampu menghasilkan

    pengetahuan yang tidak utuh, sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan

    yang utuh dan tetap.

    Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui

    penalaran rasional dan intelektualitas. Seperti pemahaman itu tiba-tiba saja

    datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran. Kelemahan dari intuisi adalah intuisi

    cenderung hanya muncul dalam suatu kondisi tertentu yang mendesak dan tidak

    bisa sewaktu-waktu sehingga tidak bisa diandalkan dalam suatu kondisi tertentu.

    Sementara kelebihan dari intuisi adalah seseorang mampu untuk mengetahui dan

    memahami suatu kejadian yang belum terjadi dan pemikiran itu muncul dari hati

    nurani dan ketajaman intuisi tersebut dapat menunjang kesuksesan dalam

    menentukan sebuah keputusan.

    Pemikiran tentang adanya gagasan dalam pikiran, adanya penalaran analitik,

    non analitik atau intuitif adalah objek kajian yang mendasar dalam epistimologi.

    Sumber pengetahuan manusia berasal dari gagasan, ide, penalaran, dan intuisi.

    Dengan demikian kedua macam tersebut dapat dikatakan bahwa telah ada gagasan

    analitik dan gagasan intuitif. Sumber adanya gagasan itu bermacam-macam,

    sebagaimana sumber intuisi pun tidak dalam satu bentuk. Sumber gagasan adalah

    akal pikiran manusia, sedangkan sumber intuisi adalah kepekaan perasaan manusia

    dalam menangkap berbagai isyarat metafisikal atau supranatural, atau dari ilham

    bagi orang-orang yang dipilih oleh Tuhan atau bahkan ada yang datang dan muncul

    dari mimpi. Selain itu akumulasi pengalaman manusia dapat dijadikan sumber

    pengetahuan analitik dan intuitif, sehingga kebenaran yang diperoleh atas penalaran

    analitik dan intuitif yang berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan oleh kedua

  • 9

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    kategori kebenaran, yakni kebenaran ilmiah yang rasional empirik dan kebenaran

    normatif-intuitif. Kedua kebenaran tersebut disebabkan oleh adanya relevansi antara

    gagasan dengan kenyataan materilnya, dan relevansi antara kejadian dengan

    keyakinan terhadap perasaannya.

    Filsafat eksperimental adalah suatu cara manusia dalam melakukan suatu

    percobaan hanya dengan menggunakan pikiran atau imajinasi tanpa melakukan

    percobaan secara fisik. Filsafat eksperimental sangat penting bagi ilmu pengetahuan,

    terutama bidang filsafat yang bidang bahasanya seringkali empiris. Pokok

    permasalahan dari filsafat eksperimental sebenarnya sangat sederhana. Bagaimana

    bisa dengan hanya berpikir kita mampu mengerti lebih banyak tentang suatu

    realitas?

    Intuisi seharusnya berfungsi untuk seperti pengamatan. Data

    untukempirisilmu pengetahuan meliputi tidakhanyaklaim tentang pengamatan dari

    beberapa spesialis. Himpunan data empiris termasuk juga klaim tentang subyek

    bidang studi spesialis, tentang kebenaran mengenai fenomena alam yang

    diteliti.Demikian pula, data filosofis akan mencakup bukan hanya klaim tentang

    intuisi bersama oleh beberapa spesialis. Tetapi juga disertakan akan klaim tentang

    subyek bidang studi filsuf, termasuk kebenaran evaluatif atau normatif epistemologi.

    Relevansi filsafat eksperimental dan intuisi filosofis terhadap ilmu administrasi

    negara:

    1. Intuisi filosofis dapat digunakan oleh para lulusan ilmu administrasi negara/

    negarawan untuk berfikir dan merenungkan sebuah konsep negara yang ideal

    di masa sekarang maupun masa yang akan datang.

    2. Dalam mengambil suatu kebijakan publik para administrator di tuntut untuk

    berfikir kritis dan selalu menelaah suatu kebijakan agar dapat mengetahui

    kelemahan dan kelebihan suatu kebijakan jika suatu kebijakan tersebut

    diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

    3. Seorang pemimpin saat dihadapkan dengan suatu kondisi yang sulit dalam

    mengambil keputusan harus bisa bertindak cepat dan tepat dalam mengambil

    suatu keputusan tersebut. Hal ini mengandalkan intuisi filosofis karena

    sebuah intuisi datangnya dari hati nurani dan intuisi dapat mendorong

  • 10

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    seseorang untuk bertindak cepat dan tepat dalam suatu kondisi yang bisa

    dibilang sulit.

    4. Intuisi dapat digunakan oleh seorang pemimpin, dalam hal ini para birokrat

    untuk memahami keinginan masyarakatnya. Dikarenakan sebuah intuisi lebih

    mengandalkan faktor-faktor emosional daripada rasional, sehingga dapat

    membuat kebijakan yang sesuai dengan hati nurani.

    5. Intuisi adalah keterhubungan antara alam bawah sadar manusia dengan

    pikiran sadar. Sehingga seorang pemimpin mampu menengahi suatu

    permasalahan yang terjadi pada bawahannya. Dalam hal ini, misalnya

    seorang pemimpin negara dengan menteri-menteri di bawahnya.

    6. Seorang pemimpin membutuhkan intuisi untuk membantunya memahami diri

    sendiri dan orang lain. Selain itu, intuisi juga dapat membantu memahami

    peotensi-petensi yang dimiliki oleh SDM-SDM yang dimilikinya. Dengan

    begitu, seorang pemimpin mampu menempatkan orang-orang yang tepat

    untuk posisi yang tepat pula sehingga mampu mengoptimalkan kinerja

    organisai(negara) yang dipimpinnya.

    KESIMPULAN :

    Filsafat eksperimental adalah sebuah filsafat yang berlandaskan pada filsafat

    tradisional dan mempunyai dua pandangan. dua pandangan tersebut yaitu

    pertanyaan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dipercaya secara intuitif oleh

    masyarakat umum. Filsafat eksperimental sangat berguna sebagai sumber

    informasi dari ilmu-ilmu lain terutama filsafat. Suatu hasil eksperimen dapat

    melandasi ilmu filsafat tergantung dari proses bagaimana eksperimen itu

    dilaksanakan. Para filsuf eksperimental melakukan penelitian untuk membahas

    dan lebih mendalami lagi isu-isu filosofis yang mereka anggap sangat

    menarik.Disamping itu, disini juga dibahas mengenai intuisi, yaitu bagaimana kita

    dapat memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.

    Sumber pengetahuan manusia berasal dari gagasan, ide, penalaran, dan

    intuisi. Sumber gagasan adalah akal pikiran manusia, sedangkan sumber intuisi

    adalah kepekaan perasaan manusia dalam menangkap berbagai isyarat

    metafisikal atau supranatural, atau dari ilham bagi orang-orang yang dipilih oleh

  • 11

    http://madib.blog.unair.ac.id/philosophy/pembelajaran-filsafat-ilmu-berbasis-jurnal-internasional/

    Tuhan atau bahkan ada yang datang dan muncul dari mimpi. Selain itu

    akumulasi pengalaman manusia dapat dijadikan sumber pengetahuan analitik

    dan intuitif, sehingga kebenaran yang diperoleh atas penalaran analitik dan

    intuitif yang berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan oleh kedua kategori

    kebenaran, yakni kebenaran ilmiah yang rasional empirik dan kebenaran

    normatif-intuitif.

    Ketajaman intuisi ini sangat dibutuhkan dalam hal pembuatan keputusan atau

    kebijakan. Oleh karena itu, seorang pemimpin, atau seorang pembuat kebijakan

    harus memiliki ketajaman intuisi yang cukup agar kebijakan yang dia buat bisa

    proporsional, efisien, dan teralokasi dengan baik. Hal ini juga akan berdampak

    pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.