Tugas PUU Contoh Kasus

11
Contoh kasus UU Kesehatan no 36 thn 2009 : •Saya mempunyai seorang teman yang bekerja pada seorang Sinsei (ahli obat - obatan dari Cina). Dia bekerja sebagai seorang penerjemah berhubung Sinsei ini adalah orang asli Cina dan tidak memiliki kemampuan berbahasa Indonesia. Hubungan ini baru berjalan 3 bulan, dan sudah banyak pasien yang telah berobat padanya dan sembuh. Suatu saat, di tengah jalan dilakukan pemeriksaan KTP oleh polisi, Sinsei ini ternyata seorang imigran gelap. Teman saya pun dituduh sebagai partner, (padahal faktanya hanya sebagai pekerja) sehingga keduanya, baik teman saya dan Sinsei tersebut dijerat dengan Undang-Undang, dimana mereka dianggap sebagai pengedar obat-obatan tanpa izin. Teman saya dan Sinsei itu sampai saat ini sudah mendekam di penjara selama 1 bulan, dan kasus ini masih berlarut-larut. Yang saya mau tanyakan, Undang-Undang mana yang berkaitan dengan kasus teman saya ini, serta berapa lama ancaman pidana menurut Undang-Undang tersebut ?

description

PUU

Transcript of Tugas PUU Contoh Kasus

Contoh kasus UU Kesehatan no 36 thn 2009 :

Contoh kasus UU Kesehatan no 36 thn 2009 :Saya mempunyai seorang teman yang bekerja pada seorang Sinsei (ahli obat - obatan dari Cina). Dia bekerja sebagai seorang penerjemah berhubung Sinsei ini adalah orang asli Cina dan tidak memiliki kemampuan berbahasa Indonesia. Hubungan ini baru berjalan 3 bulan, dan sudah banyak pasien yang telah berobat padanya dan sembuh. Suatu saat, di tengah jalan dilakukan pemeriksaan KTP oleh polisi, Sinsei ini ternyata seorang imigran gelap. Teman saya pun dituduh sebagai partner, (padahal faktanya hanya sebagai pekerja) sehingga keduanya, baik teman saya dan Sinsei tersebut dijerat dengan Undang-Undang, dimana mereka dianggap sebagai pengedar obat-obatan tanpa izin. Teman saya dan Sinsei itu sampai saat ini sudah mendekam di penjara selama 1 bulan, dan kasus ini masih berlarut-larut. Yang saya mau tanyakan, Undang-Undang mana yang berkaitan dengan kasus teman saya ini, serta berapa lama ancaman pidana menurut Undang-Undang tersebut ?Jawaban:Diana Kusumasari, S.H., M.H.Dari penjelasan yang Anda sampaikan, menurutkami, setidaknya adanya dua tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Sinsei tersebut yaitu selain menjadi imigran gelap, Sinsei tersebut juga mengedarkan obat tanpa izin edar. Sebagai imigran gelap, berarti Sinsei tersebut diduga melanggar ketentuan keimigrasian Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Ketentuan keimigrasian antara lain mengatur bahwa setiap Orang Asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki dokumenPerjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah)(lihat Pasal 119 ayat [1] UU 6/2011).Pemerintah juga telah menetapkan bahwa obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar (lihat Pasal 106 ayat [1] jo. Pasal 1 ayat [4] UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Sehingga, apabila Sinsei tersebut mengedarkan obat tanpa izin edar, Sinsei tersebut melanggar Pasal 197 UU 36/2009 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).Larangan untuk mengedarkan obat bagi pihak yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan ini juga dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 98 ayat (2) UU 36/2009 bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.

Sedangkan bagi teman Anda, karena dia telah membantu Sinsei tersebut, maka dapat dipidana dengan pidana penyertaan dan/atau pembantuan (lihat Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana- KUHP). Ancaman pidana terhadap pidana penyertaan adalah sama dengan ancaman pidana terhadap pelaku utamanya (dalam hal ini Sinsei tersebut) karena dianggap turut melakukan perbuatan pidana. Sedangkan dalam hal pembantuan, maksimum pidana yang dijatuhkan adalah jumlah pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga karena dianggap membantu dilakukannya kejahatan tapi tidak turut serta melakukan. Contoh Kasus PP 51 :Sebuah pabrik obat tradisional Kec. Bumiayu Kab. Brebes Jawa Tengah memproduksi OT mengandung BKO secara tanpa hak dan kewenangan. Ruang produksi OT TIE dan mengandung BKO tersebut didesain seperti Bunker yang terletak dibawah tanah dan bertingkat 2 (dua).

Hasil pengujian PPOMN terhadap barang bukti yang ditemukan menunjukkan :Pemberkasan kasus tersebut dilakukan oleh Penyidik POLDA Semarang dengan menggunakan Saksi Ahli dari Badan POM RI Dari hasil pemeriksaan terhadap Tersangka :1. Tersangka mencampur BKO ke dalam produk OT agar lebih manjur2.Tersangka mencampur sendiri BKO tersebut ke dalam produk OT yang sedang dibuat3.Tersangka mengetahui bahwa perbuatannya mencampur BKO ke dalam produk OT adalah melanggar Undang Undang4. Sumber BKO adalah SUNARKO Rekan kerjasama usaha produk OT, yang juga merupakan pemodal perusahaan tersebut dengan modal 50%:50%5. Perusahaan yang dimiliki oleh Tersangka dan SUNARKO tidak memiliki nama dan izin karena berada di bawah Koperasi Aneka Sari.Pelanggaran-pelanggaran yang terkait mengenaiproses produksi sediaan farmasiadalah:

Persyaratan usaha industri obat tradisional danusaha industri kecil obat tradisional(SK MENKES NO. 246/MENKES/SK/ V/1990tentangizin usaha industriobat tradisional dan pendaftaran obat tradisional.

Pasal 31. Obat tradisional yang diproduksi, diedarkan diwilayah Indonesia maupun dieksport terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri2.Dikecualikan dari ketentuan ayat 1 adalah obat tradisional hasil poduksi:a.Industri kecil obat tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan parem.b.Usaha jamu racikanc.Usaha jamu gendongMelihat dari pasal diatas, kasus ini jelas melanggar pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 dimana pabrik tersebut tidak mempunyai izin dan mendaftarkan pada menteri kesehatan sedangkan pabrik tersebut memproduksi jamu yang tidak seperti dicantumkan pada ayat 2.

Pasal 61.Usaha industri obat tradisional wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:a.Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.b.Memiliki nomor pokok wajib pajak.Pabrik obat tersebut tidak mendaftarkan usaha miliknya ke negara sehingga tidak memiliki NPWP dan merupakan suatu pabrik yang tidak memiliki badan hukum.

Pasal 7Industri obat tradisional harus didirikan di tempat yang bebas pencemaran dan tidak mencemari lingkunganMelihat dari kasus diatas, sangat jelas melanggar pasal 7 karena industri obat tradisional ini ruang produksinya berada di bawah tanah dan sangat jauh dari standar ruang produksi yang seharusnya (menurut SOP)Pasal 8Usaha industri obat tradisional harus mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya seorang apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung jawab teknisSuatu industri obat tradisional wajib memiliki minimal seorang apoteker dalam mengelola suatu produksi yang berhubungan dengan obat tradisional. Ditinjau dari kasus di atas, kasus tersebut sangat jelas melangga pasal 8 dikarenakan tidak adanya apoteker sebagai penanggung jawab teknis.

Pasal 91.Industri obat tradisional dan industri kecil obat tradisional wajib mengikuti pedoman cara pembuatan obat tradisioanl yang baik (CPOTB)2.Pemenuhan persyaratan dimaksud ayat1 dinyatakan oleh petugas yang berwenang melalui pemeriksaan setempatPabrik X di atas melakukan produksi di dalam bunker (ruang bawah tanah) dengan pencahayaan yang kurang; sanitasi yang kurang bagus; peralatan yang tidak di standarisasi dan divalidasi (standar SOP); hasil produksi yang tidak sesuai dengan pedoman CPOTB.

Pasal 23Untuk pendaftaran obat tradisional dimaksud dalam pasal 3 obat tradisional harus memenuhi persyaratan:a.Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusiab.Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditetapkanc.Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obatd.Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotik.Dalam kasus di atas, pabrik X memproduksi obat tradisional dengan campuran bahan kimia obat yang memiliki khasiat obat dimana obat tradisional yang seharusnya memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan obat sintetik. Namun jika melihat kasus di atas, maka obat tradisional hasil produksi pabrik X yang mengandung bahan kimia obat melanggar pasal tersbut di atas.UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenPasal 4aHak konsumen adalah :Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.Pabrik X dengan jelas melanggar hak konsumen sebagaimana yang tercantum pada Pasal 4a di mana pabrik ini memproduksi obat tradisional bercampur bahan kimia obat yang dapat membahayakan keselamatan konsumen.

Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian Bagian Ketiga mengenai pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasiPasal 7 (1)Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi harus memiliki apoteker penanggung jawabPasal 9 (2)Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang apoteker sebagai penanggung jawabDalam kasus tersebut di atas, pabrik obat tradisional tersebut tidak mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 apoteker sebagai penanggung jawab produksi. Hal ini menyebabkan produksi tersebut tidak memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Sehingga pabrik tersebut melanggar PP 51/2009 Pasal 7 (1) dan Pasal 9 (2).Contoh Kasus Kode Etik Apoteker :Apotek surya, berada di sebuah kota di pinggir kota wisata, buka hanya sore hari jam 16.00 sd 21.00, tetapi pasiennya sangat ramai, jumlah resep yang di layani rata-rata perhari 75 lembar, apotek tsb memiliki 1 apoteker 2 AA dan 2 pekarya.Ketika penyerahan obat mereka tidak sempat memberikan informasi yg cukup, karena banyaknya pasien yg di layani, apotekernya datang tiap hari pada jam 19.00, karena pegawai dinas kesehatan setempat.Bagai mana kajian saudara terhadap kasus tersebut diatas, di tinjau dari sisi sumpah profesi, etika farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang berlaku?

PEMBAHASANA. SUMPAH APOTEKER1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasianPEMBAHASAN Pada kasus tersebut Apoteker melanggar Sumpah Profesi terutama pada point 1 dan 4, karena Apoteker tersebut tidak menjalanakan tugas dengan sebaik-baiknya, Apoteker datang terlambat dan tidak memberikan informasi kepada pasien sehingga penggunaan obat oleh pasien tidak dilakukan dengan baik, hak pasien juga tidak dipenuhi, akibatnya MESO tidak terlaksana, sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran pada kepentingan perikemanusiaan. B. KODE ETIK APOTEKER

Pasal 1Sumpah/janji apoteker,setiap apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah apotekerPEMBAHASANApoteker dalam kasus diatas telah melanggar kode etik apoteker pasal 1 yang menyatakan bahwa apoteker harus menjunjung tinggi,menghayati dan mengamalkan sumpah apoteker, sedangkan pada pembahasan sebelumnya apoteker tersebut telah melanggar sumpah apoteker yaitu tidak menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,apoteker datang terlambat dan tidak memberikan asuhan kefarmasian kepada pasien.

Pasal 3Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannyaPEMBAHASAN:Dari kasus diatas, apoteker tidak menjalankan profesinya sesuai kompetensi apoteker indonesia karena apoteker tersebut tidak memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien, dimana apoteker berkewajiban untuk memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien.

Pasal 7Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya

PEMBAHASANDari kasus di atas Apoteker tidak memberikan informasi kepada pasien, sehingga Apoteker secara jelas melanggar Pasal 7 Kode Etik Apoteker.Pelanggaran yang dilakukan oleh Apoteker jelas menunjukkan bahwa Apoteker tidak mengutamakan dan tidak berpegang teguh pada Prinsip Kemanusiaan.Dampak dari kurangnya informasi penggunaan obat dapat menyebabkan efek yang merugikan bagi pasien.

Pasal 9Seorang apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani

PEMBAHASANPada kasus tersebut, seorang apoteker tidak menjalankan kode etik pasal 7 dengan baik. Menurut pasal 7, seorang apoteker harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani, namun apoteker tersebut tidak memberikan informasi yang cukup kepada pasien. Sehingga dapat merugikan pasien.

Pasal 15Setiap apoteker bersungguh sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang apoteker baik dengan sengaj maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik apoteker indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sangsi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan YME