tugas proses fermentasi

18
TUGAS PROSES FERMENTASI Disusun dalam rangka melengkapi mata kuliah proses fermentasi yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS. Dipl. Chem. disusun oleh : FAUZIAH (116090200111005)

Transcript of tugas proses fermentasi

TUGAS PROSES FERMENTASI

Disusun dalam rangka melengkapi mata kuliah proses fermentasi yang dibimbing oleh Prof.

Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS. Dipl. Chem.

disusun oleh :

FAUZIAH

(116090200111005)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2011

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Berkembangnya industri makanan, terutama industri mi instan, yang menggunakan

kecap sebagai salah satu komponen bumbu, turut mendorong berkembangnya industri kecap

di Indonesia. Kecap juga dikenal di AS sebagai bumbu makanan nonoriental, seperti steak,

burger, dan barbeque. Untuk memperoleh kecap maka perlu dilakukan proses fermentasi

(Astawan, 2010).

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan

produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri,

khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter

xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh

khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang

contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada

pembuatan angkak dan sebagainya (Svhoong, 2011).

Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan

kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya

dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada

di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami

adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Contoh campuran kultur murni adalah

pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang

dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces

rouxii (svhoong, 2011).

Kecap dapat dibuat dari jenis kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai,

kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein

dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Pada kedelai terdapat

asam amino leusin dan lisin. Keduanya merupakan asam amino yang sangat diperlukan oleh

enzim pemecah kedelai untuk menghasilkan kecap dengan cita rasa yang enak, lezat, dan

khas. Jenis kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan

kedelai kuning. Perbedaan tersebut hanya terletak pada ukuran biji dan warna kulit. Kedelai

hitam berukuran lebih kecil dibanding kedelai kuning, tetapi tidak ada perbedaan komposisi

gizi di antara keduanya. Selain itu, perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh

terhadap efektivitas fermentasi. Mutu protein kedelai termasuk paling unggul dibandingkan

dengan jenis tanaman lain, bahkan hampir mendekati protein hewani. Hal ini disebabkan oleh

banyaknya asam amino essensial yang terkandung dalam kedelai, seperti arginin, fenilalanin,

histidin, isoleusin, leusin, metionin, treonin, dan triptopan. Pada dasarnya ada dua jenis kecap

yang utama, yaitu kecap cina dan jepang. Kecap cina berwarna lebih gelap dan lebih manis

karena adanya penambahan gula tebu. Selain itu, kecap cina mempunyai berat jenis,

kekentalan, dan kandungan nitrogen lebih tinggi. Namun, kecap jepang mempunyai

kandungan asam amino, terutama asam amino glutamat, yang lebih tinggi. Dari segi

pembuatan, keduanya memiliki perbedaan dalam hal bahan baku dan teknologi. Kecap di

Indonesia termasuk salah satu jenis kecap cina. Kecap cina menggunakan gula tebu,

sedangkan kecap indonesia menggunakan gula palma. Secara umum kecap di Indonesia

dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis (Astawan, 2010).

2. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bahan apakah yang digunakan untuk pembuatan kecap?

2. Bagaimana proses fermentasi pada kecap?

2. Tujuan

Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bahan apakah yang digunakan untuk pembuatan kecap?

2. Mengetahui bagaimana proses fermentasi pada kecap?

BAB II

KECAP

1. Defenisi Kecap

Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di

dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau khas, rasa asin dan dapat

mempersedap rasa masakan (IPTEK, 2005).

2. Bahan Baku dalam Pembuatan Kecap

Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan kecap yaitu (Schueller, 1996):

a. Kedelai

Kedelai (Glycine max) juga disebut kacang soja atau kacang polong Cina. Kedelai

telah disebut sebagai "Raja Legum" karena memiliki nutrisi yang tinggi. Dari semua kacang,

kedelai memiliki pati terendah dan dengan campuran protein paling lengkap dan terbaik.

Kedelai juga tinggi mineral, terutama kalsium dan magnesium, dan vitamin B.

b. Gandum

Dalam banyak resep pembuatan kecap secara tradisional, gandum dicampur dengan

kedelai. Bubuk gandum dicampur dengan kacang kedelai yang telah dihancurkan. Beberapa

poses pembuatan kecap tidak umumnya menggunakan gandum.

c. Garam

Garam, atau natrium klorida, akan ditambahkan pada awal fermentasi sekitar 12-18%

dari berat produk jadi. Garam tidak hanya ditambahkan untuk rasa, tetapi juga membantu

menciptakan lingkungan kimia yang tepat untuk bakteri asam laktat dan ragi untuk fermentasi

dengan benar. Konsentrasi garam tinggi juga diperlukan untuk membantu melindungi produk

jadi dari busuk.

d. Agen Fermentasi

Campuran kedelai dan gandum diberi jamur strain spesifik berupa Aspergillus niger

(Gambar 1) atau Aspergillus oryzae (Gambar 2) yang dapat memecah protein di dalam bubur

campuran kedelai dan gandum tersebut. Fermentasi lebih lanjut terjadi melalui penambahan

bakteri tertentu (lactobaccillus) dan ragi yang enzimatik karena akan bereaksi dengan residu

protein untuk menghasilkan sejumlah asam amino, peptida, aspartat, asam glutamat, lisin,

alanin, glisin, dan tryptophane. Semua turunan protein ini berkontribusi pada rasa produk

akhir

Gambar 1. Aspergillus niger Gambar 2. Aspergillus oryzae

e. Pengawet dan aditif lainnya

Natrium benzoat atau asam benzoat ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan

mikroba patogen pada produk kecap yang sudah jadi. Pada pembuatan kecap secara alami

tidak ditambahkan warna ekstra dan agen rasa.

3. Metode Pembuatan Kecap

Pada dasarnya terdapat dua metode pembuatan kecap yaitu secara fermentasi alami

atau dengan metode campuran.

a. Metode Campuran / non-Fermentasi / Hidrolisis Kimia

Pembuatan kecap dengan metode campuran adalah pencampuran bersama air, garam,

protein nabati terhidrolisis, dan warna. Proses pembuatan ini kemungkinan membutuhkan

waktu tiga hari, tergantung pada peralatan yang digunakan. Banyak manufaktur modern

artifisial memecah protein kedelai dengan proses kimia yang dikenal sebagai hidrolisis

karena jauh lebih cepat. Hidrolisis membutuhkan beberapa hari dibandingkan dengan

beberapa bulan (Encom, 2010).

Dalam metode ini, kedelai direbus dalam asam klorida selama 15-20 jam untuk

menghilangkan asam amino. Bila jumlah maksimum yang telah dihapus, campuran

didinginkan untuk menghentikan reaksi hidrolitik. Cairan asam amino dinetralkan dengan

natrium karbonat, ditekan melalui filter, dicampur dengan karbon aktif, dan dimurnikan

melalui filtrasi. Warna carmel, sirup jagung, dan garam ditambahkan ke campuran protein

untuk mendapatkan warna yang sesuai dan rasa. Campuran ini kemudian disempurnakan dan

dikemas (Schueller, 1996).

Kecap yang dihasilkan oleh metode kimia ini tidak memiliki aroma dan rasa yang

diinginkan seperti rasa kecap yang diproduksi dengan cara tradisional atau alami. Perbedaan

rasa terjadi karena hidrolisis asam yang digunakan dalam metode campuran ini cenderung

lebih lengkap daripada proses fermentasi. Ini menunjukkan bahwa hampir semua protein

dalam kecap campuran dikonversi menjadi asam amino, sedangkan dalam produk kecap

tradisional lebih dari asam amino tinggal bersama sebagai peptida, memberikan rasa yang

berbeda. Produk diseduh juga memiliki alkohol, ester, dan senyawa lain yang berkontribusi

aroma yang berbeda dan merasa di dalam mulut (Schueller, 1996).

Selain metode campuran (hidrolisis kimia) dan metode tradisional, ada juga metode

semi-tradisional, di mana protein kedelai yang telah terhidrolisis sebagian difermentasi

dengan campuran gandum. Metode ini untuk menghasilkan kecap dengan kualitas yang lebih

tinggi dan dapat dihasilkan dengan bantuan hidrolisis (Schueller, 1996).

b. Metode Fermentasi / Tradisional / Alami

Metode fermentasi atau metode tradisional, dimulai dengan kedelai dikukus, dan

gandum dipanggang. Kemudian dicampur pada wadah yang besar, selanjutnya ditambahkan

kultur yang disebut koji. Proses pembuatan koji dapat dijelaskan yaitu dipilih kedelai dengan

hati-hati dan gandum yang hancur, kemudian dicampur bersama di bawah kondisi yang

terkendali. Air ditambahkan ke campuran, yang direbus sampai biji-bijian yang dimasak

dengan matang dan lembut. Bubur campuran dibiarkan dingin sampai sekitar 80 °F (27 °C)

sebelum agen fermentasi (Aspergillus) ditambahkan. Campuran dibiarkan matang selama tiga

hari dalam tong berlubang besar untuk peredaran udara. Kultur yang dihasilkan dari kedelai,

gandum, dan cetakan dikenal sebagai koji (Schueller, 1996).

Koji ditransfer ke tangki fermentasi, di mana dicampur dengan air dan garam untuk

menghasilkan bubur yang disebut moromi. Bakteri asam laktat dan ragi yang kemudian

ditambahkan untuk melakukan fermentasi lebih lanjut. Moromi harus mengalami fermentasi

selama 6 bulan, selama waktu dan pasta gandum kedelai berubah menjadi-cair, semi coklat

kemerahan "bubur matang." Proses fermentasi menghasilkan lebih dari 200 senyawa rasa

yang berbeda. Selama fermentasi campuran disimpan pada suhu hangat dan diberi

kelembaban udara untuk meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Pada tahapan ini

terjadi pemecahan pati, protein kedelai dan gandum. Fermentasi telah terjadi sehingga

campuran berubah menjadi berbagai gula, asam amino, peptida, alkohol, asam organik dan

senyawa alami lainnya. Setelah enam bulan, aroma dan rasa telah meningkat: perpaduan

antara gurih, manis, asin, asam dan rasa umami (Schueller, 1996).

Berikut merupakan ilustrasi penambahan agen fermentasi pada pembuatan kecap di

dalam metode tradisional (Schueller, 1996).

Gambar 3. Pembuatan Kecap dengan Metode Tradisional

Mungkin bagian yang paling menarik dari proses tersebut adalah ketika bubur

dipompa ke lembar kain katun tipis (Gambar 4). Selama periode hari, tumpukan kain ini

ditekan di bawah tekanan yang tinggi. Cairan tersebut kemudian dipasteurisasi, disaring dan

dikemas dalam botol. Proses pasteurisasi melayani dua tujuan yaitu membantu

memperpanjang umur simpan produk jadi, dan membentuk senyawa aromatik dan rasa

tambahan. Beberapa manufaktur membuat kecap jauh lebih cepat dengan campuran hidrolisat

protein nabati, warna karamel garam, aroma dan air. Tentu saja aroma dan rasa antara kecap

hasil metode hidrolisis kimia dan kecap hasil fermentasi secara alami berbeda (Schueller,

1996.

Gambar 4. Proses Pompa Bubur untuk Menghasilkan Kecap

4. Dinamika Populasi Mikroba, Survival dan Aktivitas Biokimia

Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini

disebut dinamika populasi. Pada inkubasi moromi yang dilakukan selama 6 bulan

diperkirakan mikroba mengalami dinamika populasi. Berikut merupakan dinamika mikroba

yang berperan dalam setiap tahapan fermentasi kecap dan aktivitas biokimia yang terjadi:

1. Fermentasi Tahap 1 (koji)

Pada fermentasi pertama (penjamuran) dihasilkan enzim protease yang menghidolisis

komponen protein 65-90% menjadi bentuk terlarut, aktivitas protease optimal pada pH

20,5oC selama 5 hari. Selain enzim protease juga terdapat enzim a-amilase yang merombak

pati (polisakarida) menjadi glukosa sehingga terjadi kenaikan gula reduksi. Selama

penjamuran terjadi kenaikan pH karena adanya aktivitas enzim proteolitik dan menghidrolis

protein menjadi komponen peptida, pepton, dan asam-asam amino (Rahayu, 1989).

Peningkatan mutu gizi dikarenakan aktivitas mikroba selama pengolahan dan

fermentasi, karena kapang menghidrolisis sebagian selulosa menjadi bentuk yang lebih

mudah dicerna. Protein dihidrolisis menjadi dipeptida, peptida dan asam-asam amino. Lemak

dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Dan terjadinya peningkatan

kadar vitamin B12, asam fitat terutai sehingga fosfor dan biotin dapat dimanfaatkan tubuh

(Tofurky, 2001).

2. Fermentasi II (Perendaman dalam larutan garam)

Fermentasi dalam larutan garam dilakukan setelah proses penjamuran, dengan

perbandingan koji dengan larutan garam 1:2. mikroba utama pada fermentasi ini adalah

Aspergilus oryzae dan Aspergilus soyae, bakteri-bakteri asam laktat dan yeast yang toleran

terhadap kadar garam tinggi (Rahayu, 1989). Mekanisme fermentasi pada tahap ini meliputi:

Fermentasi asam laktat oleh BAL (Bakteri Asam Laktat)

Terjadi pada 3-6 bulan pertama, protein dan karbohidrat oleh enzim yang berasal dari

Aspergillus oryzae (Zubaidah, 1998). Proses hidrolisis protein terhambat pada saat terjadi

pencampuran kedelai dengan larutan garam dan mulai meningkat setelah fermentasi

berlangsung 2 minggu (Kumalaningsih, 1990). Pada konsentrasi garam tinggi (20%) BAL

terutama Pediococcus soyae masih bisa tumbuh baik dan menghasilkan asam laktat sehingga

pH turun sampai 4,5. Bakteri ini berperan dalam pembentukan aroma dan flavor spesifik pada

kecap (Rahayu, 1989).

Fermentasi alcohol oleh khamir osmofilik (Saccaromyces rouxii)

Setelah fermentasi oleh BAL dimana pH turun menjadi 4,5 akan mendorong pertumbuhan

yeast (Saccaromyces rouxii). Yeast ini akan mengubah glukosa dan maltosa menjadi etanol

dan gliserol yang merupakan komponen penyedap aroma dan flavor pada kecap. Perubahan

ini terjadi setelah bulan ke-6 perendaman (Rahayu, dkk, 1989).

Fermentasi Akhir

Fermentasi akhir merupakan penyempurnaan dimana khamir dan bakteri melanjutkan

fermentasi, dengan pH akhir 4,7 – 4,8 dengan kadar garam akhir 18% sehingga menurunkan

bahaya bakteri pembusuk.Selama fermentasi kedua (penggaraman) berlangsung terjadi

perubahan-perubahan senyawa protein, lemak, dan karbohidrat menjadi senyawa yang

sederhana (matulessy, dkk, 1991). Dalam fermentasi kecap hidrolisis protein menjadi

senyawa yang lebih sederhana disebabkan oleh aktivitas beberapa enzim, diantaranya enzim

proteolitik yang akan merubah protein menjadi asam-asam amino selanjutnya diubah menjadi

amin, asam keton, NH3, dan CO2 (Kumalaningsing, 1990).

Berdasarkan hasil penelitian Isnawan (2003) (Tabel 1) dijelaskan bahwa dinamika

populasi bakteri pada kecap hasil produksi yaitu pada umur simpan kecap 1 hari total bakteri

(koloni/ml) sebanyak 2,1 x 103 dan setelah 3 bulan total bakteri (koloni/ml) sebanyak 3,6 x

103. Dinamika populasi kapang pada kecap hasil produksi yaitu pada umur simpan kecap 1

hari total kapang (koloni/ml) sebanyak 4,0 x 102 dan setelah 3 bulan total kapang (koloni/ml)

sebanyak 4,8 x 103.

Tabel 1. Dinamika Populasi Mikrobia pada Kecap Hasil Produksi

5. Faktor Lain yang Mempengaruhi Ketahanan Mikroba

Ketahanan mikroba yang terdapat dalam produk kecap dipengaruhi oleh kadar garam

di dalamnya. Garam merupakan senyawa yang selektif terhadap pertumbuhan mikroba.

Hanya mikroba tahan garam saja yang tumbuh pada rendaman kedelai tersebut. Mikroba

yang tumbuh pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis khamir dan bakteri tahan

garam, seperti khamir Zygosaccharomyces dan bakteri susu Lactobacillus.

Berdasarkan beberapa penelitian ditahui bahwa aerasi merupakkan salah satu faktor

penting dalam produksi kecap, karena gen ragi tidak mampu bertahan selama air garam dari

proses fermentasi memiliki oksigen rendah yang disebabkan tingkat aerasi yang rendah (Sluis

et al, 2001). Menurut Hamada et al. (1989), pasokan udara dibutuhkan pada proses

fermentasi, hal ini disebabkan fermentasi dipengaruhi oleh kecepatan transfer oksigen.

Ketahanan mikroba juga dipengaruhi oleh kandungan air. Apabila gula ditambahkan

dalam kecap pada kadar yang tinggi (sukrosa 85%, kira-kira aw= 0,80) sebagian air menjadi

tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari produk kecap

menjadi berkurang. Air berperan dalam proses metabolisme sel dalam bentuk cair, apabila air

tersebut mengalami kristalisasi dan es atau terikat dalam larutan gula atau garam, maka air

tidak dapat digunakan oleh sel mikroba. Jumlah air dalam bahan pangan disebut sebagai

aktivitas air (water activity= aw). Air murni mempunyai nilai aw = 1,0. Jenis mikrobia berbeda

membutuhkan air berbeda pula. Bakteri membutuhkan aw = 0,87-0,91 kapang membutuhkan

aw = 0,8-0,87, bakteri halofilik aw = 0,75; bakteri xerofilik aw = 0,65 (Mossel, 1975).

Aktivitas biokimia yang terjadi dalam proses pembuatan kecap yaitu mikroba ini

merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma, serta

menghasilkan asam. Fermentasi terjadi jika kadar garam cukup tinggi, yaitu antara 15 sampai

20%. Aspergillus oryzae yang digunakan dalam pembuatan kecap,

sangatlah berperan pada perombakan protein kedelai sehingga

meningkatkan protein terlarut pada kecap yang dihasilkan. Perombakan

karbohidrat yang dilakukan oleh enzim amilase dari Aspergillus juga

penting bagi pertumbuhan bakteri dan khamir ketika kedelai mengalami

fermentasi dalam larutan garam.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan pada pembuatan kecap adalah: kedelai, Gandum, Garam, Agen

fermentasi, dan Pengawet dan aditif lainnya

2. Proses fermentasi pada kecap meliputi

1. Fermentasi alami di mulai dengan cara kedelai dikukus dan di campur dengan

koji dibiarkan dinging pada suhu 800F sebelum ditambah agen fermentasi kemudian

ditambah air dan garam di simpan dalam waktu yang lama (6 bulan).

2. Fermentasi kimia dilukuan secara kedelai direbus dengan asam klorid selama 15-

20 jam .

DAFTAR PUSTAKA

Atawa, M. 2010. Tiada Hari Tanpa Kecap. http://www.kompas.com. Tanggal akses 22 september 2011.

Encom, 2010. Soy Bean Sauce. http://www.ecomcanada.com/soysauce.html. Tanggal akses 22 Oktober 2010.

Hamada T, M Sugishita, Motai H (1990). Continuous production of ethylguaiacol by immobilized cells of salt-tolerant Candida versatilis ethylguaiacol in an airlift reactor. airlift. J. Ferment.. Bioeng

IPTEK, 2005. Kecap. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6c10.

Tanggal akses 20 Oktober 2011.

Isnawan, Henky H. 2003. Perubahan Mutu Kecap Produksi Skala Rumah Tangga selama Rumah Tangga selama Tiga Bulan Penyimpanan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri-BPPT Jl. MH. Thamrin 8 Jakarta.

Mossel, D. A.A. 1975. Occurrence, Prevention and Monitoring of Microbial Quality Loss of Food and Dairy Product. CRC Critical Reviews in environmental Control.

Schueller, R. 1996. The Soy Sauce Handbook, A Reference Manual for the Food Manufacturer. Kikkoman Corporation. Dapat diakses di http://www.madehow.com/Volume-3/Soy-Sauce.html

Sluis CVD, Tramper J, RH Wijffles (2001). Enhancing and accelerating flavor formation by salt tolerant yeasts in Japanese soy sauce rasa pembentukan processes.. Trends Food Sci.. Technol.

Svhoong. 2011. Fermentasi. http://id.shvoong.com/books/guidance-self- provement/1967967-fermentasi-pada-makanan-padat/. Tanggal akses 20 Oktober 2011.