Tugas PO2
-
Upload
sisilia-eva-marlim-nengsih -
Category
Documents
-
view
41 -
download
2
description
Transcript of Tugas PO2
Tugas
Perilaku Organisasi
(Power, Konflik, dan Struktur Organisasi)
OLEH
Nama : Sisilia Eva Marlim Nengsih
NIM : A311 12 299
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2014
POWER
1. Coercive Power (Kuasa Paksaan) adalah kemampuan untuk menghukum atau
memperlakukan seseorang yang tidak melakukan permintaan atau perintah. Diperoleh dari
salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak mematuhi
permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang kekuasaan karena rasa takut
oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena hal itulah orang-orang yang
menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan mau untuk melakukan perintah
yang diberikan oleh orang yg berkuasa itu. Karena jika mereka tidak mengikuti apa yang
diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman.
Contoh dari Coercive power adalah : misal, seorang atasan memberikan pemotongan gaji
terhadap karyawan/bawahannya, karena bawahaanya tersebut telah melanggar peraturan
perusahaan, bahkan jika kesalahan bawahannya tersebut fatal, maka si atasan akan
melakukan pemecatan terhadapnya, atau seorang guru memberikan hukuman terhadap
siswanya, dengan memberikan tugas yang banyak. Menurut Molm, 1987,1988 Seseorang
juga menggunakan Coersive untuk mempengaruhi anggota grup lain, walaupun
kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan reward power daripada coersive
power jika keduanya tersedia.
2. Insentif Power (Reward Power). Reward power adalah suatu sikap yang patuh /tunduk
yang dicapai berdasarkan kepatuhan/kemampuan untuk memberikan reward (imbalan)
agar dipandang orang lain berharga, Seseorang akan patuh terhadap orang lain, jika
dijanjikan akan diberikan sebuah imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Selain itu
reward power juda bisa diartikan kemampuan dalam mengontrol distribusi dalam
pemberian reward atau menawarkan pada grup lainnya. Contoh dari Reward Power
adalah bisa dalam bentuk : Bintang emas untuk murid, gaji untuk karyawan, persetujuan
sosial untuk subyek dalam eksperimen, positif feed back untuk karyawan, makanan untuk
orang kelaparan, kebebasan untuk narapidana, dan bahkan bunuh diri untuk yang merasa
hidupnya tersiksa.
3. Legitimate Power (Kuasa yang sah). Legitimate power adalah Pemimpin memperoleh
hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut ketaatan. Seseorang yang
telah memiliki legitimate power, akan menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu
taat pada peraturannya. Karena legitimate power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan
yang bersumber dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan
pemenuhan perintah. Contoh daro Legitimate Power adalah : Pegawai polisi mengatakan
penonton untuk pindah jika berada dalam suatu konser/pertunjukan musik, dosen
menunggu isi kelas diam dan tenang sebelum mengajarkan materinya.
4. Expert power (Kekuasaan Pakar). Pengaruh berdasar pada kepercayaan target bahwa
pemegang kekuatan memiliki keahlian dan kemampuan yang superior dalam bidangnya.
Seseorang yang memang ahli dalam bidangnya, akan mudah untuk menguasai/
mempengaruhi orang lain. Para anggota dalam suatu kelompok, pasti memiliki skill dan
kemampuan yang berbeda. Maka dari itulah, suatu kelompok tercipata untuk saling
melengkapi kekurangan anggota kelompki lainnya. Namun pada dasarnya, French dan
Raven seseorang tidak perlu menjadi ahli untuk mendapatkan kekuatan ahli. Orang
tersebut hanya perlu diterima oleh orang lain sebagai seorang yang ahli (Kapolwitz,1978;
Littlepage & Mueller,1997). Sebenarnya, seseorang tidak harus memaksakan diri untuk
menjadi seseorang yang ahli. Karena, sebenarnya kemampuan apapun yang kita miliki,
tidak hanya kita yang menilai, tapi kita pun perlu penilaian dari orang lain. Contoh dari
expert power adalah : seorang pasien percaya pada hasil diagnose dokter atas pentakit
yang dideritanya, seseorang percaya pada seorang ilmuwan pada bidang, karena ilmuwan
tersebut telah membuktikan hasil penelitiaanya.
5. Referent Power (Kekuasaan Rujukan). Pengaruh yang didasarkan pada pemilikan
sumber daya atau ciri pribadi yang diinginkan oleh seseorang, berkembang dari rasa
kagum terhadap orang lain, untuk menjadi seperti orang yang dikaguminya itu,
dikarenakan adanya karisma. Selain itu, Referent power juga menjelaskan bagaimana
charismatic leader (seberapa tinggi komitmen anggota tersebut pada kelompoknya)
mengatur untuk menggunakan banyak kontrol dalam grup mereka. Siapakah anggota yang
paling baik, paling disukai, paling dihargai dsb. Contoh dari referent power adalah :
Misalnya seorang pengikut dalam suatu kelompok, sangat mengagumi ketua
kelompoknya, karena ketua kelompoknya tersebut memiliki pribadi yang kompeten, baik
hati, bersikap mengayomi kepada semua pengikutnya, dan tidak pernah bersikap otoriter.
JENIS – JENIS KONFLIK
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
1. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang
dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat
jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau
antar departemen yang setingkat.
c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
d. Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari
satu peran yang saling bertentangan.
2. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi
lima macam , yaitu:
a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas
yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut
Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
b. Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups).
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat
ia bekerja.
d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the
same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki
tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini
terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma
mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau
aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara
keseluruhan .
e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika
tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi
lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
3. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
a. konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan
memperbaiki kinerja kelompok.
b. konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu
kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat
fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang
membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik
tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat
meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan
individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional .
Berikut table berbagai pandangan mengenai bentuk konflik menurut beberapa ahli :
No. Penggagas Bentuk Konflik
1.
Soekanto, S. (1981), Konflik pribadi
Konflik rasial
Konflik antar kelas-kelas sosial
Konflik politik antar golongan-golongan dalam
masyarakat
Konflik berskala internasional antar negara
2.
Polak, M. (1982) Konflik antar kelompok
Konflik intern dalam kelompok
Konflik antar individu untuk mempertahankan hak
dan kekayaan
Konflik intern individu untuk mencapai cita-cita
3.
Champbell, Corbally, dan
Nystrand (1983)
Intrapersonal conflict
Interpersonal conflict
Individual institusional conflict
Intraorganizational conflict
School community conflict
4.
Walton (1987) Conflict between members of a family
Conflict confined to two individuals in an
organization
Conflict between organizational units
Conflict between institutions/organizations
5.
Owens (1991), Winardi
(2004), Davis and Newstron
(1981)
Intrapersonal conflict
Interpersonal conflict
Intra group conflict
Intergroup conflict
Inter organization conflict.
6.
Wexley, et al. (1992) Konflik antar individu dalam satu kelompok
Konflik bawahan dengan pimpinan
Konflik anta dua departemen atau lebih
Konflik antar personalia staf dan lini
Konflik antar serikat buruh dengan pimpinan
(manajer)
7.
Handoko, T.H. (1992) Konflik dalam diri individu
Konflik antar individu dalam organisasi
Konflik antar individu dengan kelompok
Konflik antar kelompok
Konflik antar organisasi
8.
Ruchyat (2001) Konflik intrapersonal
Konflik interpersonal
Konflik intra grup
Konflik inter grup
Konflik intra organisasi
Konflik inter organisasi
Konflik secara umum yang terjadi dalam sebuah organisasi menurut Louis A. Pondy
meliputi:
1. Model Bargaining – Model ini didesain untuk menjelaskan konflik yang muncul
akibat persaingan antara kelompok-kelompok kepentingan dalam memperebutkan
sumber daya yang langka. Model ini secara khusus menganalisis hubungan pekerja-
manajemen, proses penyusunan penganggaran, dan konflik staf-pekerja.
Parameter utama guna mengukur konflik-konflik potensial diantara sejumlah kelompok
kepentingan adalah dengan mengidentifikasi perbedaan antara tuntutan pihak yang
bersaing dengan sumber daya yang tersedia. Resolusi konflik jenis ini adalah
pengurangan tuntutan kelompok atau peningkatan sumber daya yang tersedia. Dalam
konteks penyusunan anggaran, model ini menjelaskan bahwa konflik dipicu oleh
persaingan antardepartemen dalam memperebutkan dana organisasi.
2. Model Birokratik – Model ini diterapkan guna menjelaskan konflik atasan-bawahan
atau, secara umum, konflik di sepanjang garis vertikal dalam hirarki organisasi. Model
ini utamanya bicara seputar masalah yang muncul akibat upaya lembaga untuk
mengendalikan perilaku dan reaksi pihak-pihak yang dikendalikan tersebut atas
organisasi.
Konflik vertikal biasanya muncul akibat atasan berusaha mengendalikan perilaku
bawahan dan bawahan berupaya melawan kendali tersebut. Pola hubungan yang
mengandung otoritas ditentukan lewat adanya seperangkat kegiatan bawahan di mana
mereka (bawahan) harus mengalah pada legitimasi atasan untuk mengatur. Potensi
konflik terjadi tatkala atasan dan bawahan punya harapan berbeda seputar wilayah unik
(turf) masing-masing. Bawahan lebih suka menganggap konflik telah terjadi tatkala
atasan berupaya menerapkan kendali atas kegiatan yang oleh bawah dianggap berada di
luar kewenangan atasan. Di sisi lain, atasan menganggap konflik terjadi tatkala
upayanya untuk mengendalikan tersebut mengalami perlawanan dari bawahan.
Atasan cenderung memandang perlawanan bawahan sebagai wujud ketidaksukaan
(dislike) mereka atas penerapan kekuasaannya secara pribadi. Dengan demikian, reaksi
birokratis atas perlawanan bawahan merupakan substitusi (pengganti) aturan
impersonal dengan kendali personal. Bawahan juga memandang upaya atasan mengatur
sebagai pengurangan atas otonomi mereka. Ini terutama terjadi di dalam organisasi
skala besar yang banyak melakukan delegasi wewenang. Kepentingan antara atasan dan
bawahan menjadi sedemikian berbeda sehingga sasaran, kepentingan, atau klop-nya
kebutuhan atasan-bawahan menjadi lebih sedikit kemungkinannya.
3. Model Sistem – Model ini bicara tentang konflik lateral, atau konflik antar pihak yang
punya fungsi berbeda. Analisis atas masalah koordinasi dibicarakan secara khusus oleh
model ini. Konflik dalam model ini juga dapat terjadi antara orang dengan level hirarki
yang sama.
Jika model bargaining bicara tentang masalah persaingan, model birokratik bicara soal
masalah kendali, maka model sistemn bicara tentang masalah koordinasi. Misalnya, dua
individu yang masing-masingnya bekerja pada posisi sama dalam organisasi dan memainkan
peran formal yang juga sama, tatkala turun perintah untuk melakukan suatu pekerjaan, maka
masing-masing cenderung menganggap bahwa pekerjaan tersebut merupakan bagian dari
tugas dan wewenangnya, dan kala satu orang mengerjakan, orang lainnya menganggap
sebagai pelanggaran atas turf -nya.
TIPE KONFLIK
Secara sesifik, ada tiga tipe konflik:
1. Konflik tugas,
2. Konflik hubungan, dan
3. Konflik proses.
Konflik tugas berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan. Konflik hubungan
berfokus pada hubungan antarpersonal. Konflik proses berhubungan dengan bagaimana suatu
pekerjaan dilaksanakan. Kajian-kajian menunjukan bahwa konflik hubungan hamper selalu
bersifat disfungsional. Mengapa? Gesekan dan permusuhan antarpersonal yang melekat di
dalam konflik hubungan mempertajam pertentangan kepribadian dan mengurangi rasa saling
pengertian, yang ada gilirannya menghambat penyelesaian tugas-tugas organisasi. Namun,
tingkat konflik proses dan tingkat konflik tugas yang rendah sampai seeding bias menjadi
tingkat rendah sampai sedang bias menjadi konflik fungsional. Agar produktif, konflik proses
konflik proses harus dijaga tetap dalam tingkat yang rendah. Perdebatan yang tajam dan
panas mengenai siapa yang harus melalukan apa menjadi disfungsional ketika hal itu justru
menciptakan ketidakpastian mengenai peran tugas masing-masing anggota, memperpanjang
waktu penyelesaian tugas, dan menyebabkan para anggota berkerja serampangan. Tingkat
konflik tugas yang rendah sampai sedang senantiasa memperlihatkan efek positif pada kinerja
kelompok karena merangsang munculnya ide-ide segar yang membantu kelompok nerkinerja
lebih baik.
Tahap 1Oposisi(ketidakcocok an)Potensial
KondisiAntecedent:KomunikasiStrukturVariabel pribadi
Tahap 2Kognisi danPersonalisasi
Konflik ygdipersepsikan
Konflik yg dirasakan
Tahap 3Maksud
Maksud penanganan konflik:BersaingKerja samaMengakomodasiMenghindarBerkompromi
Tahap 4Perilaku
Konflik terbuka:Perilaku pihakReaksi yang lain
Tahap 5Hasil
Peningkatan kinerja kelompok
Penurunan kinerja kelompok
PROSES KONFLIK
Robbins (1999) menggambarkan proses konflik adalah sebagai berikut
Gambar 2.1 Bagan proses terjadinya konflik (Sumber: Robbins, 1999)
Lima tahap dalam proses terjadinya konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap 1, Oposisi atau ketidakcocokan potensial
Konflik akan terjadi apabila terdapat kondisi yang menciptakan kesempatan untuk
konflik. Kondisi oposisi atau ketidakcocokan potensial bias dimampatkan dalam tiga
kategori; komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi, adanya pertukaran informasi yang tidak cukup dan kebisingan dalam saluran
komunikasi merupakan alas an utama adanya konflik.
Potensial untuk konflik meningkat bila atau terlalu banyak atau terlalu sedikit terjadi
komunikasi. Jadi terlalu banyak maupun terlalu sedikit komunikasi dapat menjadi dasar untuk
konflik.
Struktur, makna struktur dalam konteks ini mencakup variabel seperti ukuran, derajat
spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan Yurisdiksi,
kecocokan anggota-tujuan, gaya kepemimpinan, system imbalan, dan derajat ketergantungan
antara kelompok-kelompok.
Hasil riset rmenunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk
merangsang konflik. Makin besar ukuran kelompok dan makin terspesialisasi kegiatannya,
makin besar kemungkinan terjadinya konflik. Potensial konflik cenderung paling besar terjadi
pada kelompok yang lebih muda dan dimana tingkat keluar masuknya karyawan tinggi.
Variabel pribadi, merupakan sumber konflik potensial jika kita bekerja dengan orang
yang sejak awal tidak kita sukai, misalnya suaranya, senyumnya, dan kepribadiannya yang
menjengkelkan. Variabel pribadi ini mencakup system nilai individual tiap orang dan
karakteristik kepribadian yang menyebabkan perbedaan individual.
b. Tahap 2, Kognisi dan personalisasi
Jika kondisi pada tahap pertama mempengaruhi secara negative sesuatu yang diperhatikan
oleh satu pihak, maka oposisi dan ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam taham kedua.
Kondisi anteseden dapat mendorong ke arah konflik jika satu pihak atau lebih dipengaruhi
oleh pihak lain dan sadar adanya konflik. Pada tahap 2 ini terdapat dua hal pokok yang perlu
dipahami yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan.
Konflik yang dipersepsikan merupakan kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan
eksistensi kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik.
Konflik yang dirasakan merupakan pelibatan emosional dalam suatu konflik yang
menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, dan permusuhan.
c. Tahap 3, Maksud
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu dalam suatu bagian
konflik. Banyak sekali terjadi konflik karena satu pihak menghubungkan maksud yang keliru
kepada pihak lain. Banyak sekali ketidaksesuaian antara maksud dengan perilaku sehingga
perilaku tidak selalu menggambarkan maksud seseorang,
Dengan menggunakan dua dimensi kekooperatifan (suatu tingkat tertentu dimana salah
satu pihak berupaya untuk memuaskan kepentingan pihak lain) dan ketegasan (sampai tingkat
mana satu pihak berupaya untuk memenuhi kepentingannya sendiri) dapat diidentifikasikan
lima maksud penanganan konflik berikut ini.
Bersaing merupakan suatu hasrat untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tidak peduli
dampaknya terhadap pihak-pihak lain pada konflik itu.
Berkolaborasi merupakan suatu situasi dimana pihak-pihak pada suatu konflik masing-
masing sangat berkeinginan untuk memuaskan sepenuhnya kepentingan dari semua pihak
(saling menguntungkan).
Menghindar yaitu mencoba sekedar mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang-
orang lain yang tidak sependapat dengannya.
Mengakomodasi yaitu suatu upaya untuk memuaskan seorang lawan dalam suatu konflik
dengan menaruh kepentingan lawan di atas kepentingannya sendiri.
Berkompromi yaitu suatu situasi dimana tiap-tiap pihak pada suatu konflik bersedia untuk
melepaskan sesuatu.
d. Tahap 4, Perilaku
Pada tahap keempat konflik yang dirasakan akan tampak nyata. Tahap perilaku mencakup
pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak yang berkonflik. Perilaku konflik
biasanya terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud dari setiap pihak.
Untuk dapat memberikan efek positif dari adanya konflik diperlukan adanya manajemen
konflik, yaitu penggunaan teknik pemecahan dan perangsangan untuk mencapai tingkat
konflik yang diinginkan.
e. Tahap 5, Hasil
Hubungan antara pihak yang berkonflik akan menghasilkan konsekuensi baik yang
fungsional maupun yang disfungsional.
Konflik dinyatakan memiliki hasil fungsional apabila konflik dapat memperbaiki kualitas
keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong oerhatian dan keingintahuan di
kalangan anggota kelompok, menyediakan saluran yang menjadi sarana masalah dapat
disampaikan dan ketegangan dapat diredakan, dan memupuk suatu lingkungan evaluasi diri
dan perubahan.
Suatu konflik dinyatakan memiliki hasil disfungsional apabila konflik yang terjadi
menghambat komunikasi, pengurangan kepaduan kelompok, dan dikalahkannya tujuan
kelompok terhadap keunggulan pertikaian antara anggota. Secara ekstrim konflik dapat
menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup
kelompok itu.
ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR ORGANISASI
Elemen-elemen struktur organisasi adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat manajer
hendak menyusun struktur organisasi. Stephen P. Robbins mengidentifikasi elemen-elemen
tersebut sebagai : (1) spesialisasi kerja, (2) departementalisasi, (3) rantai komando, (4)
lingkup kendali, (5) sentralisasi dan desentralisasi, dan (6) formalisasi.
SPESIALISASI KERJA. Inti dari spesialisasi kerja adalah bahwa seluruh pekerjaan di dalam
organisasi tidak dikerjakan oleh satu orang melainkan dipecah ke dalam sejumlah langkah
yang masing-masing dipegang oleh orang berbeda. Pada suatu organisasi, tugas-tugas
mungkin membutuhkan skill yang tinggi, tetapi tugas lainnya mungkin dapat dikerjakan
bahkan oleh pekerja yang tidak terlatih.
Seorang manajer juga patut menekankan pada efisiensi yang bisa dicapai lewat spesialisasi
kerja. Menurut Benowitz, spesialisasi kerja adalah prinsip mendasar bahwa pekerja dapat
bekerja lebih efisien jika mereka diperkenankan melakukan spesialisasi.
Spesialisasi kerja ini juga kerap disebut pembagian kerja (division of labor). Alasannya,
tatkala spesialisasi digunakan, pekerja fokus pada satu tugas. Pekerjaannya cenderung
berlingkup sempit tetapi mereka dapat menunjukkan kinerja yang efisien. Kebalikannya, jika
seorang pekerja (misalnya pabrik mobil) mengerjakan seluruh proses pembuatan mobil, dapat
kita perkirakan betapa sulitnya para pekerjanya memenuhi target.
Namun, kini telah diamati bahwa spesialisasi kerja memiliki sejumlah
kekurangan.Dengan spesialisasi yang terlalu banyak, para pekerja terisolasi dan mengerjakan
satu pekerjaan yang membosankan, sempit, sehingga menjenuhkan mereka. Sebab itu, kini
banyak organisasi melakukan rotasi pekerjaan lewat pembentukan tim-tim kerja serta
menantang para pekerja untuk membuktikan kemampuan mereka di jenis pekerjaan lainnya.
DEPARTEMENTALISASI. Tatkala seorang manajer membagi pekerjaan lewat spesialisasi
kerja, manajer tersebut perlu mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang serupa sehingga
pekerja dapat bekerja secara bersama. Pengelompokan ini disebut departementalisasi.
Cara yang paling umum dalam konteks departementalisasi adalah lewat fungsi yang
dilakukan. Misalnya, manajer manufaktur mengorganisasi pabriknya dengan memisahkan
bagian rekayasa, akunting, manufaktur, personil, dan pembelian. Kelima jenis pekerjaan ini
masing-masing dikelompokkan ke dalam departemen yang serupa. Sebuah rumah sakit
memiliki departemen penelitian, pelayanan pasien, akuntansi, dan sejenisnya.
Departementalisasi juga berimbas pada efisiensi dengan menempatkan orang dengan keahlian
dan kecenderungan yang sama di satu tempat.
RANTAI KOMANDO. Rantai komando adalah garis komando yang tidak putus yang
menghubungkan seluruh anggota di dalan suatu organisasi. Rantai komando menentukan
siapa melapor atau bertanggung jawab kepada siapa. Rantai ini punya 2 prinsip dasar :
(1)Kesatuan komando dan (2) Prinsip skala.
Kesatuan komando menyatakan bahwa seorang pekerja seharusnya hanya punya satu
orang supervisor. Supervisor ini adalah orang tempat mereka mempertanggung jawabkan
pekerjaannya. Tidak boleh ada pekerja yang bertanggung jawab pada 2 atau lebih atasan. Jika
ini dilanggar, maka pekerja akan mengalami tuntutan berlebih, ambiguitas, atau prioritas
kerja yang konfliktual. Ini berakibat sulitnya posisi seorang pekerja dalam melakukan
pekerjaannya.
Prinsip skala mengacu pada garis otoritas yang ditentukan secara tegas, dan ini berlaku
bagi seluruh pekerja di dalam suatu organisasi. Aliran manajemen klasik menyarankan bahwa
harus ada rantai komando yang tegas dan tidak terputus yang menghubungkan semua anggota
organisasi, termasuk dengan middle dan senior management. Ini guna mengantisipasi
berkembangnya organisasi menjadi lebih rumit, bertambahnya manajer, di mana keduanya
membuat bertambahnya biaya operasional organisasi, menghambat komunikasi, dan
berdampak pada pemahaman dan akses antara “wilayah bawah” dan “wilayah atas.”
Ujungnya, pembuatan keputusan akan lebih lambat.
LINGKUP KENDALI. Lingkup kendali adalah berapa banyak bawahan yang dapat diatur oleh
seorang manajer secara efektif dan efisien. Lingkup kendali sangat penting karena
menentukan tingkatan struktur dan berapa orang manajer yang dibutuhkan sebuah organisasi.
Semakin luas lingkupnya, semakin efisien organisasi tersebut. Stephen P. Robbins
mencontohkannya lewat bagan di bawah ini:
Gambar : Lingkup Kendali versi Robbins
Piramid di sebelah kiri menggunakan lingkup 4. Artinya, 1 manajer membawahi 4
orang, 4 orang membawahi 16 orang, 16 orang membawahi 64 orang dan seterusnya. Piramid
kiri ini memiliki 1365 manajer dengan pekerja teknis sejumlah 4096. Piramid di sebelah
kanan menggunakan lingkup 8. Artinya, 1 orang membawahi 8 orang, 8 orang membawahi
64 orang, 64 orang membawahi 512 orang, dan seterusnya. Piramid kanan memiliki jumlah
manajer 585 dengan jumlah pekerja teknis 4096.
Lingkup kendali piramid kiri adalah 6 level manajer, piramid kanan 4 level manajer.
Lingkup kendali piramid kiri lebih efektif dalam pekerjaan, tetapi tidak efisien dalam biaya
(gaji manajer) yang sejumlah 1365 itu. Rantai komando piramid kiri terlalu berjenjang
sehingga dikhawatiran ada miscommunication.
Lingkup kendali piramid kanan adalah 4 level manajer. Lebih efisien karena hanya
membayar 585 manajer. Namun, ada kemungkinan para bawahan akan kehilangan
kesempatan berinteraksi dengan manajer akibat terlalu banyaknya anak buah lain yang harus
mereka tangani. Organisasi banyak menggunakan metode training demi trainingguna
memfokuskan kerja para bawahan agar sesuai dengan yang diinginkan para manajer.
SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI. Sentralisasi mengacu pada derajat mana pembuatan
keputusan dikonsentrasikan pada satu titik dalam organisasi. Sentralisasi juga berlaku tatkala
manajemen puncak membuat keputusan kunci organisasi dengan sedikit atau bahkan tanpa
masukan dari tingkatan yang lebih rendah. Sebaliknya, jika level lebih bawah diberi
kesempatan untuk memberi masukan bagi pengambilan keputusan atau bahkan diberi
kewenangan untuk membuat keputusan maka disebut kondisi desentralisasi.
Sentralisasi punya aneka keuntungan seperti: (1) kebijakan umum organisasi lebih
mudah diimplementasikan terhadap keseluruhan, (2) menghasilkan strategi yang konsisten
dalam organisasi, (3) mencegah sub-sub unit menjadi independen, (4) memudahkan
koordinasi dan kendali manajerial, (5) meningkatkan penghematan ekonomi dan mengurangi
biaya berlebih, (6) mampu meningkatkan spesialisasi, dan (7) mempercepat pembuatan
keputusan.
Namun, desentralisasi juga punya keuntungan-keuntungan berikut: (1) memungkinkan
keputusan dibuat berdasar kondisi yang sesungguhnya, (2) meningkatkan responsivitas atas
kondisi lokal, (3) meningkatkan layanan pelanggan secara lebih pribadi, (4) mendorong
organisasi lebih mendatar dan struktur yang lebih fleksibel, (5) mendukung layanan seperti
administrasi agar lebih efektif, (6) membuka ruang bagi pelatihan pekerja, dan (7) punya efek
motivasi atas moral para pekerja.
FORMALISASI. Formalisasi mengacu pada derajat mana pekerjaan dalam suatu organisasi
dibakukan. Jika pekerjaan dibakukan secara tinggi, maka pemegang pekerjaan sama sekali
tidak boleh menyalahi prosedur pekerjaan guna menyelesaikan pekerjaan. Namun, tatkala
formalisasi rendah, perilaku kerja relatif tidak terprogram dan pekerja punya derajat
kebebasan yang tinggi guna melakukan imrovisasi penyelesaian pekerjaan. Derajat
formalisasi di tiap-tiap organisasi adalah berbeda.
Agar lebih mudah memahami keenam elemen dasar struktur organisasi ini, Robbins
merangkumnya dalam bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 4 Pertanyaan dan Konsep Jawaban Struktur Organisasi versi Robbins
PertanyaanKonsep yang
Membawahi
1 Hingga tingkat mana gugus
tugas dibagi ke kerja-kerja
yang terpisah?
Spesialisasi Kerja
2 Dengan dasar apa sejumlah
pekerjaan dikelompokkan?
Departementalisasi
3 Pada siapa anggota dan
kelompok organisasi melapor?
Rantai Komando
4 Berapa banyak pekerja yang
dapat diatur manajer secara
efektif dan efisien?
Lingkup Kendali
5 Di mana otoritas pembuatan
keputusan berada?
Sentralisasi dan
Desentralisasi
6 Sejauh mana aturan dan
prosedur mengatur manajer
dan pekerja?
Formalisasi
MODEL MEKANISTIK DAN ORGANIK
Ada dua model umum desain organisasi, yaitu model mekanistik dan organik .
1. Model organisasi mekanistik, yaitu model yang menekankan pentingnya mencapai
produksi dan efisiensi tingkat tinggi. Henry Fayol mengajukan sejumlah prinsip yang
berkaitan dengan fungi pimpinan untuk mengorganisasi dan empat diantaranya
berhubungan dengan pemahaman model mekanistik yaitu:
a) Prinsip Spesialisasi yaitu merupakan sarana terbaik untuk mendayagunakan tenaga
individu dan kelompok.
b) Prinsip Kesatuan Arah yaitu semua pekerjaan harus dikelompokkan berdasarkan
keahlian.
c) Prinsip Wewenang dan Tanggung jawab yaitu manager harus mendapat pendelegasian
wewenang yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
d) Prinsip Rantai Skalar yaitu hasil alami dari pelaksanaan ketiga prinsip sebelumnya
adalah rantai tingkatan manajer dari peringkat wewenang paling tinggi sampai dengan
peringkat paling rendah. Rantai scalar adalah jalur keseluruhan komunikasi vertical
dalam sebuah organisasi.
Model mekanistik sangat efisien karena karakteristik strukturnya. Model ini sangat
kompleks karena menekankan pada spesialisasi kerja, sangat disentralisasikan karena
menekankan wewenang dan tanggung jawab, sangat formal karena menekankan fungsi
sebagai dasar utama departementalisasi. Karakteristik dan praktek organisasi ini mendasari
model organisasi yang diterapkan secara luas. Namun, model mekanistik bukan satu-
satunya model yang diterapkan.
Menurut Herbert G. Hicks, organisasi tipe ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai struktur yang baik, yang dapat menggambarkan hubungan-hubungan
wewenang (authority), kekuasaan, (power), akuntabilitas (accountability), dan
pertanggungjawaban (responsibility). Struktur itu dapat pula menunjukkan saluran-
saluran melalui komunikasi/tata-hubungan.
2. Memiliki spesifikasi jabatan yang jelas bagi setiap anggota.
3. Hirarki dari tujuan organisasi formal dinyatakan dengan tegas.
4. Dalam organisasi ini, masalah status, prestasi, gaji, kedudukan atau pangkat dan
penghasilan diatur dan diawasi dengan baik.
5. Organisasi ini tahan lama dan direncanakan, sebab penempatannya sesuai dengan
peraturan. Mereka relatif tidak fleksibel.
6. Dalam organisasi ini, keanggotaan diperoleh secara sadar, pada waktu tertentu dan
umumnya terbuka.
Herbert G. Hicks, juga memberikan beberapa contoh organisasi model mekanistik,
antara lain perusahan besar, pemerintah pusat dan daerah, serta universitas-universitas.
Organisasi ini juga dapat pula dilihat dari bentuk hubungan-hunbungan yang terjadi
antara orang-orang dalam kelompok tersebut. Dikatakan organisasi formal apabila
hubungan antara orang-orang dalam kelompok kerjasama bersifat formal, karena
hubungan-hubungan formal pada umumnya diatur dalam dasar hokum pendirian
organisasi/lembaga.
Sedangkan menurut salah satu sumber di internet1, organisasi mekanistik menganut
sistem tertutup. Sistem ini dasar pemikirannya banyak dipengaruhi oleh ilmuan – ilmuan
fisika dan diterapkan pada suatu sistem yang mekanistis. Konsentrasinya pada hal – hal
yang internal. Model ini satu – satunya model yang lama sekali mempengaruhi pemikiran
dalam administrasi Negara antara lain : model Birokratis , model Hierarki , model Formal ,
model Rasional dan model mekanistis.
Sifat yang menonjol dari sistem tertutup adalah adanya kecendrungan yang kuat untuk
bergerak mencapai keseimbangan dan entropi yang statis. Karakteristik lain yang dapat
dipergunakan untuk mengenal sistem tertutup ini seperti yang dikatakan oleh Tom Burns
dan G.M Stalker adalah :
1. Tugas rutin terjadi dalam keadaan yang stabil
2. Adanya pembagian tugas
3. Sarana
4. Konflik di dalam organisasi diselesaikan dari atasan
5. Pertanggungjawaban
6. Rasa tanggung jawab dan loyalitas seseorang diberikan kepada subunit birokrasi yang
telah dibebankan kepadanya
7. Organisasi dipahami sebagai suatu struktur hierarki
8. Pengetahuan hanya inklusif berada pada pucuk hierarki ( pimpinan )
9. Interaksi diantara orang – orang dalam organisasi cendrung vertikal
10. Gaya interaksi diarahkan untuk mencapai kepatuhan , komando dan hubungan yang
jelas antara atasan dan bawahan
11. Loyalitas dan kepatuhan pada seorang atasan dan organisasi pada umumnya sangat
ditekankan
12. Prestise adalah pelekat di dalamnya , yakni bahwa kedudukan seseorang itu didalam
organisasi sangat ditentukan oleh kantor dan derajat seseorang.
Dapat diambil kesimpulan bahwa sistem tersebut menekankan adanya keteraturan dan
keajengan seperti mesin pabrik yang bergerak berdasarkan aturannya untuk menjaga
adanya kestabilan. Max Weber menyebutnya tipe ideal dari suatu organisasi. Suatu tipe
ideal adalah bahwa organisasi itu berusaha untuk menjadi apa yang seharusnya terjadi.
Contoh struktur organisasi mekanik, dapat kita lihat pada gambar berikut ini:
1
Contoh kasus:
Desain Mekanistik United Parcel 2
United Parcel Service (UPS) berkompetisi langsung dengan kantor pos AS dalam pengiriman
dokumen. Meskipun kantor pos disubsidi dan tidak membayar pajak. UPS telah berhasil
bersaing dengan menekankan efisiensi operasi. Keberhasilan ini dilakukan melalui kombinasi
otomasi dan desain organisasi. Spesialisasi dan formalisasi merupakan karakteristik nyata
dari struktur UPS. UPS mendefinisikan pekerjaan dengan jelas dan garis komando yang
eksplisit. Rentang tugas dari pegawai bawah hingga manajemen puncak diatur dalam hierarki
wewenang yang terdiri dari delapan tingkat manajerial. Tingginya derajat spesialisasi
memungkinkan manajemen menggunakan berbagai bentuk laporan tertulis seperti lembar
kerja harian yang mencatat kuota kerja setiap karyawan. Kebijakan dan praktik perusahaan
dalam bentuk tertulis dan konsultasi rutin dalam penarikan tenaga kerja dan keputusan
promosi. Yang jelas, UPS telah menemukan bentuk mekanistik organisasi yang cocok dengan
tujuan. UPS mempunyai lebih dari 1000 perekayasa industrial dalam daftar gajinya.
Pekerjaan mereka adalah menetapkan standar yang menspesifikasikan cara karyawan UPS
melakukan pekerjaan mereka. Sebagai contoh, perekayasa menginstruksikan pengemudi
untuk menuju ke pelanggan dengan kecepatan 3 feet per detik dan mengetok pintu.
Manajemen perusahaan percaya bahwa standar bukan merupakan cara memperoleh efisiensi
dan produksi, tetapi juga memberikan karyawan umpan balik. Yang penting bagaimana
mereka menjalankan pekerjaannya. Akhirnya seluruh efisiensi perusahaan menjadi bukti dari
penggunaan prinsip desain mekanistik. Desain Mekanistik UPS telah membantu perusahaan
untuk bisa bersaing dalam bisnis pengiriman dokumen.
2
2. Model organisasi organik, yaitu menekankan pada pentingnya mencapai keadaptasian
dan perkembangan tingkat tinggi. Desain organisasi ini kurang mengandalkan peraturan
dan prosedur, wewenang yang disentralisasikan atau spesialisas yang tinggi. Karakteristik
dan praktek organisasi yang mendasari model organik sama sekali berbeda dari
karakteristik dan praktek yang mendasari model mekanistik. Perbedaan yang paling
mencolok antara kedua model itu berasal dari kriteria keefektifan yang berbeda yang ingin
diusahakan sebesar-besarnya oleh masing-masing model. Jika model mekanistik berusaha
untuk mencapai efisiensi dan produksi secara maksimum, maka model organik berusaha
untuk mencapai keluwesan dan keadaptasian yang maksimum. Organisasi organik bersifat
luwes dan dapat beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan karena desain
organisasinya mendorong untuk lebih mendayagunakan potensi manusia.
Dalam pengertian umum , model ini lebih menekankan saling hubungan dan saling
ketergantungan antara unsur – unsur organisasi yang bersifat sosial dan teknologi.
Organisasi dipertimbangkan sebagai serangkaian variable yang saling berhubungan
sehingga jika salah satu variable berubah menyebabkan berubahnya variable lainnya.
Karakteristik dari model menurut Burns dan Stalker merupakan kebalikan dari
karakteristik dari sistem tertutup yang sebagai berikut3 :
1. Tugas yang tidak rutin berlangsung dalam kondisi yang tidak stabil
2. Pengetahuan spesialis menyebar pada tugas – tugas pada umumnya
3. Hasil lebih diutamakan
4. Konflik didalam organisasi diselesaikan dengan interaksi antara teman sejawat
5. Pencairan pertanggung jawaban ditekankan
6. Rasa pertanggungjawaban dan loyalitas seorang adalah pada organisasi secara
keseluruhan
7. Organisasi dipandang sebagai struktur network yang merembes
8. Pengetahuan atau informasi dapat berada dimana saja dalam organisasi
9. Interaksi diantara orang – orang didalam organisasi cendrung bergerak horizontal
10. Gaya interaksi yang diarahkan untuk mencapai tujuan lebih bersifat saran
dibandingkan pemberian instruksi
11. Hasil tugas dan pelaksanaan kerja yang baik diutamakan
12. Prestise ditentukan dari pihak luar
3
Kerangka dasar sistem ini memulai dari preposisi teori bahwa semua organisasi –
organisasi sosial memberikan peranan tertentu. Adapun karakteristik menurut Nigro
sebagai berikut :
1. Secara ajeg sistem ini mencari dan memerlukan sumber – sumber dalam bentuk
material dan kemanusiaan;
2. Organisasi mentransformasi input dalam bentuk hasil–hasil seperti barang dan jasa
pelayanan;
3. Sistem terbuka mengirim hasil produksinya ke pihak luar, yakni lingkungan;
4. Struktur organisasi dikembangkan sekitar aktivitas – aktivitas yang telah terpola;
5. Organisasi hidup dan menolak disorganisasi;
6. Umpan balik dalam bentuk informasi mengenai keadaan lingkungan;
7. Sistem terbuka menginginkan adanya keseimbangan dan kestabilan antara faktor –
faktor didalam dan diluar organisasi;
8. Pengembangan struktural dan spesialis tugas merupakan jawaban umum dalam
mencari sumber dan adaptasi.
Secara terinci, ciri-ciri organisasi model organik ini adalah sebagai berikut:
1. Disusun secara bebas, spontan, tak pasti dan fleksibel;
2. Keanggotaannya diperoleh secara sadar atau secara tidak sadar;
3. Kapan seseorang menjadi anggota sulit ditentukan;
4. Tidak ada perincian secara tegas tentang tujuan organisasi;
5. Biasanya bersifat sementara;
6. Tidak mempunyai struktur yang dinyatakan dengan baik;
7. Tidak mempunyai perincian yang tegas tentang tugas-tugas dari setiap anggota
organisasi;
8. Hubungan-hubungan yang terjadi antara para anggota berlangsung secara
pribadi/informal.
Contoh gambar struktur organisasi organik :
Contoh kasus:
AID Association Untuk Struktur Organisasi Lutherans4
Aid Association for Lutheran (AAL) adalah suatu perkumpulan yang bersifat persaudaraan
yang mengoperasikan suatu bisnis asuransi yang besar. AAL telah mengubah organisasinya
dari suatu struktur mekanistik menjadi suatu struktur organik dalam upaya untuk mengambil
manfaat dari konsep tim yang mengatur diri sendiri. Sebelum reorganisasi, AAL diorganisir
menurut fungsi tradisional industri asuransi, dan karyawan telah betul-betul dididik untuk
berhubungan dengan pemrosesan, pertanggungjawaban, evaluasi dan fungsi pelayanan yang
tinggi. Spesialisasi menghasilkan efisiensi yang berarti dalam melayani pelanggan yang
membutuhkan perhatian pada satu fungsi. Tetapi bila berbagai fungsi dilibatkan, organisasi
menjadi terhenti.
Manajemen AAL mengeksplorasi manfaat potensial dari menetapkan tim karyawan
yang dapat menangani semua detil transaksi pelangan, apakah kesehatan, jiwa, atau asuransi
kecelakaan. Tim terdiri dari individu-individu yang pertama hanya bertanggung jawab untuk
fungsi, sekarang mereka bertanggung jawab pada pelanggan dan mengambil inisiatif yang
4
membutuhkan dukungan manajemen. Sebagai hasil dari tanggung jawab tim atas manajemen
mereka sendiri, tiga tingkat manajemen telah bisa dihilangkan dari organisasi. Organisasi
sekarang menjadi lebih sederhana dan lebih desentralisasi dari sebelumnya karena lebih
organik dan kurang mekanistik.
AAL juga mengmplementasikan suatu bentuk kompensasi karyawan dengan istilah
“perhatian bagi pengetahuan” untuk mendorong karyawan mengadopsi sistem kerja baru.
Memberikan individu kenaikan pembayaran untuk memperoleh tambahan pengetahuan yang
memungkinkan mereka meningkatkan prestasi pekerjaan. Dalam konteks organisasi organik
AAL, karyawan perlu mempelajari tidak hanya pengetahuan tehnik baru, tetapi juga
pengetahuan hubungan antar orang karena bekerja dengan individu lain di dalam tim
merupakan hal kritis bagi suksesnya desain organisasi baru.
Agar kita dapat dengan mudah membedakan Model Organisasi Mekanistik dengan Model
Organisasi Organik, maka kami tampilkan tabel seperti berikut ini:
Tabel Perbedaan Model Mekanistik dan Organik
No Struktur Model Mekanistik Struktur Model Organik
1. Proses kepemimpinan tidak mencakup
persepsi tentang keyakinan dan
kepercayaan. Bawahan merasa tidak
bebas mendiskusikan masalah dengan
atasan
Proses kepemimpinan mencakup persepsi
tentang keyakina dan kepercayaan antara
atasan dan bawahan dalam segala persoalan.
Bawahan merasa bebas mendiskusikan
masalah dengan atasan.
2. Proses motivasi hanya menyadap
motif fisik, rasa aman, dan ekonomik
melalui perasaan takut dan sanksi.
Proses motivasi berusaha menimbulkan
motivasi melalui metode partisipasi.
3. Proses komunikasi berlangsung
sedemikian rupa sehingga informasi
mengalir ke bawah cenderung
terganggu, tidak akurat, dan
dipandang dengan rasa curiga.
Proses komunikasi berlangsung sedemikian
rupa sehingga informasi mengalir secra bebas
keseluruh organisasi yaitu ke atas, kebawah
dan kesamping.
4. Proses interaksi bersifat tertutup dan
terbatas
Proses interaksi bersifat terbuka dan ekstensif.
5. Proses pengambilan keputusan hanya Proses pengambilan keputusan dilaksanakan
terjadi di tingkat puncak di semua tingkatanmelalui proses kelompok.
6. Proses penyusunan tujuan dilakukan
di tingkat puncak organisasi tanpa
mendorong adanya partisipasi.
Proses penyusunan tujuan mendorong
timbulnya partisipasi kelompok untuk
menetapkan sasaran yang tinggi
7. Proses kendali dipusatkan dan
menekankan upaya memperhalus
kesalahan atas kekeliruan yang
terjadi.
Proses kendali menyebar ke seluruh
organisasi dan menekankan pemecahan
masalah dan pengendalian diri sendiri.
`