Tugas Pembiayaan Pembangunan

download Tugas Pembiayaan Pembangunan

of 29

Transcript of Tugas Pembiayaan Pembangunan

TUGAS 1 OPTIMALISASI DAN PROFESIONALISME PEMBAGIAN DANA PERIMBANGAN GUNA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN DAERAH 1.1 Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah. Tujuan dari dana perimbangan antara lain untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah (Azahra, 2010) Dana perimbangan secara umum dibagi menjadi 3 komponen penyusun, yaitu Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Alokasi Khusus. 1.1.1 Dana Bagi Hasil a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dana Bagi Hasil diperoleh dari pendapatan PBB sebesar 90%. Persentasi ini kemudian dibagi sebesar 16,2% untuk daerah propinsi, 64,8% untuk daerah kabupaten atau kota, dan 9% untuk biaya pemungutan. Sedangkan sebanyak 10% bagian pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota. b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTP sebesar 80% dengan rincian 16% untuk propinsi, dan 64% untuk daerah kabupaten atau kota. Sedangkan 20% bagi pemerintah dari penerimaan BPHTP dibagikan dengan porsi yang sama besar ke seluruh kabupaten atau kota. c. Pajak Penghasilan Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh sebesar 20% yang dibagi kepada pemerintah daerah propinsi dan pemerintah kabuapten atau kota. d. Kehutanan Dana Bagi Hasil yang berasal dari penghasilan kehutanan dibagi secara berimbang sebesar 20% untuk pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah mendapat 60%. e. Pertambangan Umum

1

Dana Bagi Hasil yagn diperoleh dari sektro pertambangan umum dibagi secara berimbang sebesar 20% bagi pemerintah pusat, dan 80% untuk pemerintah daerah. f. Perikanan Dana Bagi Hasil dari perikanan dibagi merata dengan imbangan sebesar 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk seluruh kabupaten dan kota g. Pertambangan Minyak Bumi Dana yang dibagi sebesar 84,5% untuk pemerintah pusat, sedangkan untuk pemerintah daerah sebesar 15,5%. h. Pertambangan Gas Bumi Dana yang dibagi sebesar 69,5% untuk pemerintah pusat, sedangkan untuk pemerintah daerah sebesar 30,5%. i. Pertambangan Panas Bumi Dana yang dibagi sebesar 20% untuk pemerintah pusat, sedangkan untuk pemerintah daerah sebesar 80%. 1.1.2 Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan denga tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan komponen penting dan terbesar dalam perimbangan dan peranannya sangat strategis. Penggunaan DAU dalam pembaiayan kesehatan dan pendidikan harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan otonomi daerah. 1.1.3 Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) adlah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah. Urusan khusus yang diatur tersebut dibagi menjadi 2 macam, yaitu 1) kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan 2) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. 1.2 Keadilan Dan Pemerataan Dana Perimbangan Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan2

kepada para pemangku kepentingan yang sudah menjadi tuntutan masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Dalam pengadministrasian Keuangan Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Surplus APBD digunakan untuk membiayai Pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya, membentuk Dana Cadangan, dan penyertaan modal dalam Perusahaan Daerah. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber Pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Pengaturan Dana bagi pemerintah pusat bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang ditugaskan kepada Daerah. Dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa pengadministrasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan melalui mekanisme APBN, sedangkan pengadministrasian Dana Desentralisasi mengikuti mekanisme APBD. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan dan Pemerintahan Daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Desentralisasi berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sistem tersebut antara lain dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, maka pokok-pokok kebijakan yang dapat dilaksanakan terkait dengan peraturan yang berlaku, yaitu : a. Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan; b. Penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21;

3

c.

Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil;

d. e. f. g.

Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum; Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus; Penambahan pengaturan Hibah dan Dana Darurat; Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;

h. i. j.

Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan; Penegasan pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah; dan Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam Undang-Undang ini dipertegas dengan pemberian sanksi.

1.3

STUDI KASUS: Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor) Di Indonesia pada saat sekarang atau masa reformasi, telah terjadi perubahan

paradigma tentang tata kelola pemerintahan, pada awalnya sistem pemerintahannya bersifat sentralisasi yang memusatkan semua wewenang kepada satu seorang pemimpin yang berada dideretan struktur organisasi. Kemudian hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaran pembangunan daerah dengan berbagai macam perbedaan setiap daerah, maka dari itu diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang bermaksud untuk membawa perubahan sistem pemerintahan yang lebih baik yaitu dari pemerintahan yang sentralisasi menuju desentralisasi yang membawa adanya otonomi daerah. Desentralisasi merupakan pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menentukan segala keputusan dan kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing. Otonomi daerah mulai efektif tahun 2001, pemerintah daerah sudah harus mulai mandiri dalam membiayai pembangunannya, pemerintah daerah dituntut untuk mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan yang bersumber dari laba perusahaan, dana perimbangan dan dana pinjaman. Kemudian seiring dengan bertambahnya waktu dan perubahan keadaan di setiap daerah, maka4

perundanag-undangan yang lama dirasa perlu adanya pembaharuan, kemudian digantilah UU No. 22 tahun 1999 dengan UU No. 32 tahun 2004 yang diharapkan akan membawa perubahan terhadap desentralisasi dalam tata pemerintahan Indonesia. Sedangkan daerah yang mendapat wewenang dalam mengatur daeranya sendiri disebut daerah otonom. Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang dalam mengatur daerahnya masing-masing merupakan sebuah bentuk pengaplikasian dari sistem pemerintahan yang desentralisasi. Desentralisasi akan dapat menghasilkan partisipasi demokrasi dengan dukungan kepada pemerintah dan akan menjadi suatu yang sangat penting apabila banyak terjadi perubahan yang baik dan mempunyai manfaat yang besar khususnya terhadap proses pembangunan. Dengan perubahan dalam hal pembangunan yang semakin baik, desentralisasi dapat dianggap sebagai cara mengatasi berbagai hambatan dalam pembangunan, baik itu hambatan fisik maupun administratif. Misalnya saja peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia sebaik mungkin. Meskipun desentralisasi telah menimbulkan adanya otonomi daerah yang setiap daerah mempunyai wewenang atas daerahnya masing-masing, namun hal tersebut tentunya juga diharapkan tidak sampai meninggalkan kesatuan nasional. Munculnya daerah otonom akan memberikan manfaat berupa pemberian wewenang kebijakan dalam mengatur rumah tangga daerahnya sendiri. Misalnya dalam membuat keputusan bagi masyarakat untuk mengembangkan potensinya karena pemerintah daerah mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat lokal jika dibandingkan dengan pemerintah pusat. Dengan demikian desentralisai akan membawa perubahan pembangunan berupa top down berubah ke buttom up sehingga partisipasi masyarakat merupakan hal yang5

paling utama dengan asas demokrasi. Dengan diberlakukannya desentralisasi diharapkan akan membawa perubahan yang lebih baik dari elemen-elemen tersebut dan akan terjalinnya hubungan dan koordinasi yang baik. Misalnya dalam bidang alokasi penerimaan pajak dari tiap daerah. Pajak yang diperoleh dari daerah-daerah harus adil, tidak memberatkan salah satu sisi, dan harus sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Salah satu faktor pendukung yang secara signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan daerah untuk membiayai pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya, di samping faktor-faktor lain seperti kemampuan daerah dan kelembagaan pemerintah daerah. Menindaklanjuti pelaksanaan otonomi daerah sesuai prinsip good governance, pemda berada pada peluang yang cukup besar, tetapi dibatasi juga oleh kendalakendala yang tidak kecil. Mengandalkan PAD dan DAU ternyata sangat terbatas, di sisi lain menekan PAD berdampak buruk jangka panjang. Salah satu tujuan dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk mengurangi kesenjangan alokasi sumber pembiayaan pembangunan dan meningkatkan pemerataan pembangunan antar daerah. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah, antara lain berasal dari Dana Perimbangan yang diterima oleh daerah-daerah dari Pemerintah Pusat. Beberapa daerah yang kaya sumber daya alam akan dapat menggunakan dana bagi hasil untuk membiayai belanja pembangunannya sedangkan bagi daerah-daerah miskin dan tidak memiliki SDA, balanja pembangunannya masih akan tergantung pada jumlah DAU dan DAK yang diterima pada tahun anggaran tertentu. Dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah, kiranya perlu bagi Pemerintah Daerah Bogor untuk memperhatikan peluang yang ada. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, pemerintah daerah dapat membuat pajak daerah6

serta retribusi baru asalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kewenangan yang dimilikinya. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD yaitu terjadi pada Pemerintah Kota Bogor, yang dimana berdasarkan sumber tercatat bahwa dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% 2000 rata-rata

per tahun. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu 1993/1994

pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata pertahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Terjadinya hal tersebut yang menjadi pemicunya adalah adanya pjak daerah. Pajak daerah sebagai salah satu komponen PAD, yang merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayahnya. Dan terdsapat juga retribusi daerah yang merupakan komponen lain yang juga termasuk komponen PAD, merupakan penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah setelah memberikan pelayanan tertentu kepada penduduk mendiami wilayahnya. Perbedaan yang tegas antara pajak daerah dan retribusi daerah terletak pada pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jika pada pajak daerah pelayanan tidak diberikan secara langsung, maka pada retribusi daerah pelayanan diberikan secara langsung oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang membayar retribusi tersebut. Baik pajak daerah maupun retribusi daerah, keduanya diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat serta dipungut oleh lembaga yang berada di dalam struktur pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut tentunya pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut beragam jenis pajak daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini sangat dimungkinkan jika pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk menetapkan sendiri jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungutnya, tanpa ada pengaruh dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Agar pemerintah daerah memiliki kemampuan optimal untuk memungut pajak daerah yang ada di daerahnya, perlu kiranya mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang memang sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan agar tercipta efisiensi dan efektivitas dalam pemungutan pajak daerah.7

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah diberi ruang yang lebih luas, untuk lebih leluasa dalam menarik pajak daerah dan retribusi daerah di wilayah yurisdiksinya, dengan mengeluarkan peraturan-peraturan daerah, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor mengalami pasang surut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat tersebut. Sesuai dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi regional, Pemerintah Daerah Kota Bogor telah memangkas beragam jenis pungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat memberikan dampak negatif terhadap perekonomian di daerah. Di samping itu, untuk mempertinggi perolehan pendapatan yang daerah, khususnya yang berasal dari komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Rupanya terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menetapkan target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Faktor yang amat penting dan mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam menetapkan target pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Bogor adalah situasi dan kondisi perekonomian dan politik. Dalam proses pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang dilakukan oleh aparat dinas pendapatan daerah Pemerintah daerah Kota Bogor beserta dinas/lembaga lain yang terkait, tingkat kesadaran warga masyarakat Kota Bogor untuk membayar Pajak daerah dan Retribusi daerah memang masih perlu ditingkatkan. Karena hal tersebut merupakan kepentingan bersama dan untuk keperluan bersama juga demi kemajuan Kota Bogor. Sehingga dalam mengatasi hal tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor hendaknya melakukan beberapa langkah untuk mengatasinya, yaitu: 1. Frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan dan ditambah, 2. Setiap bulan secara periodik mengadakan evaluasi permasalahan dan hambatan yang terjadi di lapangan, 3. Evaluasi Perda yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang, 4. Meningkatkan kesejahteraan karyawan. Kesemua hal ini perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan harapan perolehan pajak daerah dan retribusi daerah yang dikelolanya dapat8

memberikan sumbangan yang signifikan dalam pembiayaan daerahnya yang tercermin dalam signifikannya penerimaan pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dengan besarnya penerimaaan PAD, diharapkan Pemerintah Dearah Kota Bogor mampu menyongsong pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas di daerah kabupaten dan/atau daerah kota. Jadi, Penerapan sistem pemerintahan yang bersifat desentralisasi yang ada di Indonesia menjadi salah satu sumber yang menyebabkan adanya otonomi daerah yang merupakan salah satu pemecahan atau solusi dalam menghadapi sistem pemerintahan sekarang ini. Akan tetapi, dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi masih belum sepenuhnya membawa perbaikan kesejahteraan masyarakat secara luas. Mungkin hanya segelintir orang yang sudah menikmatinya. Hal tersebut karena masih terdapat juga kelemahan sistem sentralisasi adalah seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Dan juga kekurangan sistem desentralisasi adalah wewenang dapat disalahgunakan sehingga akan mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengambil keuntungan pribadi. Sedangkan kelebihan sistem sentralisasi yaitu pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menentukan kebijakan sehingga segala keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Selain itu, kelebihan sistem desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintahan di pusat. Dampak desentralisasi terhadap perubahan pembangunan di daerah yaitu yang mana peranan pemerintah daerah yang lebih mendominasi dengan pendekatanpendekatan kepada masyarakat dalam pembangunan. Sehingga peran-peran masyarakat juga ikut dilibatkan dalam pembangunan sehingga akan bersifat buttomup. Meskipun dengan adanya otonomi daerah, harus dihindari adanya pengaruhpengaruh politik yang diguanakan semata-mata untuk kepentingan pribadi demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Hal yang terpenting bagi pemerintah daerah adalah adanya kesempatan untuk berpartisipasi bagi masyarakat dalam pembangunan dan pemberian layanan publik dasar dengan standar maksimal pada biaya yang minimal.

9

Daftar Pustaka Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. journal.ui.ac.id/upload/artikel/02-Kontribusi_Riduansyah.pdf (diakses tanggal 27 Desember 2011) eprints.undip.ac.id/17730/1/YUNELIMETA.pdf (diakses tanggal 27 Desember 2011)

10

TUGAS 2 PENGERTIAN PAJAK DAN PENGGOLONGAN PAJAK BAIK PAJAK PUSAT MAUPUN PAJAK DAERAH 2.1 Pajak Secara Umum

2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah

iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini11

memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negarauntuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Definisi atau pengertian pajak menurut Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU no 28 tahun 2007 tentang KUP pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terhutang oleh pribadi/badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: y Iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). y Berdasarkan Undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. y Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individual oleh pemerintah. y Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. adanya

12

Menurut beberapa literatur pajak, terdapat beberapa jenis pajak ,khususnya yang ditemukan di negara Amerika Serikat seperti gasoline tax, poll tax, death tax yang terdiri dari estate tax daninheritance tax, excise tax, adnaturam (specific

tax) dan advalorem tax. Selain itu, di beberapa negara dapat ditemukan berbagai macampungutan yang menggunakan nama tax , walaupun per definisi, khususnya karena adanya unsur kontraprestasi, nama pungutan tersebut bukanlah pajak. Bahkan sebenarnya adanya pungutan-pungutan yang erat kaitannya dengan kontraprestasi, yakni adanya izin atau layanan dari pihak pemerintah kepada mereka yang membutuhkan adanya izin atau layanan tersebut. Sehingga jika dikaji lebih lanjut, sebenarnya sebagian dari tax tersebut pada hakikatnya termasuk dalam pengertian retribusi. Ciri utama dari retribusi adalah adanya imbalan seperti yang tersimpul dari slogan: no servie no charge. Yang artinya tiada layanan (dari Pemerintah) maka tidak akan ada pembayaran retribusi. Abattoir tax, atau disebut slaughtering tax, yakni pungutan yang dikenakan kepada setiap hewan yang dipotong. Pungutan ini bermaksud baik sebagai pungutan atas jasa dan peristiwa pemotongan maupun sebagai pungutan semi mewah, khususnya di negara-negara yang tidak mengkonsumsi daging hewan. Advertising tax, adalah pungutan atas reklame, iklan atau bentuk promosi lainnya yang biasanya ditempatkan di luar ruang. Airport tax, adalah pungutan yang dikenakan terhadap penumpang yang akan berangkat melalui bandar udara. Apprenticeship tax, adalah pungutan yang dikenakan kepada pemberi kerja di bidang usaha tertentu yang dananya diperuntukkan untuk latihan dan magang. Appropriated tax, adalah pungutan yang dananya direncanakan untuk membiayai aktivitas atau area tertentu, misalnya apprenticeship tax. Bicycle tax, adalah pungutan terhadap penggunaan sepeda yang di Indonesia disebut pening sepeda. Branch tax, Branch Profit Tax, Branch Earning Tax, adalah pajak yang dikenakan terhadap laba setelah dikurangi Pajak Penghasilan di Indonesia. Yang diterima/diperoleh Kantor Cabang perusahaan di dalam negeri yang kantor pusatnya berada di luar negeri. Kantor Cabang yang demikian disebut BUT=Bentuk Usaha Tetap atau Permanent Establishment(istilah bahasa Inggris) atau Vaste Inrichting (istilah bahasa Belanda).

13

Capital Acquisition Tax, adalah suatu jenis pajak yang dipungut di Irlandia terhadap hibah dan warisan. Capital Gain Tax, adalah pajak yang dikenakan terhadap laba yang diperoleh atas penjualan atau pengalihan harta. Di beberapa negara jenis pajak ini dikenakan tersendiri di luar pajak penghasilan. Di Indonesia, capital gain tax sudah termasuk dalam Pajak Penghasilan yakni sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 ayat 1 huruf d UU PPh 1994. Capital Transfer Tax, adalah pajak yang dikenakan di Inggris terhadap pemberian antara keluarga, atau pengggantian pada waktu kematian. Sejak tahun 1985 jenis pajak ini diganti dengan inheritance tax (pajak atau warisan). 2.2 Pajak 2.2.1 Menurut lembaga pemungutannya pajak A. Pajak Negara (Pajak pusat) Pajak yang dipungut pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. 1. a. Pajak yang dipungut oleh Dirjen Pajak : Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan pada tingkat keberhasilan tertentu. Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (pajak penjualan atas barang mewah). Keduanya merupakan satu kesatuan sebagai pajak yang dipungut atas konsumsi dalam negeri oleh karena itu terhadap penyerahan atau import barang mewah selain dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenakan pajak penjualan atas barang mewah. Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009 c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak atas harta tidak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax) d. Bea materai. Pajak yang dikenakan atas dokumen diatur dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai

14

e.

Bea Lelang. Pajak yang dikenakan atas barang yang penjualannya dengan cara penjualan lelang

f. g.

Pajak Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak yang dipungut Bea Cukai (Dirjen Bea Cukai). Bea Masuk: bea atas barang masuk ke dalam kawasan pabean Pajak Eksport (bea keluar) Pajak Pertambahan Nilai (import): khusus untuk barang yang dibeli dari luar negeri

h.

Pajak yang dipungut Dirjen Moneter, yaitu: Pajak atas minyak bumi sbg penghasilan produk Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemda berdasarkan perda masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah

tanggadaerah masing-masing B. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan pasal 1 Undang-undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembanguan daerah. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Iuran dari rakyat kepada negara, bahwa yang berhak memungut pajak hanyalah negara dan iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan Undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individual oleh pemerintah. adanya

15

4.

Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, lalu pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan di semua

negara. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan tentang perpajakan yang mampu menjamin adanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan pajak. Reformasi pajak sebagai bagian dari reformasi ekonomi di Indonesia merupakan suatu usaha untuk mengelola sumber-sumber keuangan negara. Secara umum, reformasi pajak adalah proses perubahan atas sistem (perpajakan) yang ada, yang tidak sesuai dengan kondisi yang berkembang mengarah pada sistem yang lebih baik. Pajak-pajak yang dipungut oleh daerah seperti Propinsi, Kabupaten maupun Kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan Rumah Tangga Daerah masing-masing. 1. Pajak-pajak tingkat Propinsi: Adapun jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah propinsi sebanyak 4 jenis yang terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak-pajak tingkat Kabupaten/Kotamadya : Di Indonesia jenis pajak daerah yang ditentukan oleh pemerintah daerah propinsi disebut juga pajak daerah propinsi dan di pemerintah daerah tingkat kota/kabupaten disebut pajak daerah kota/kabupaten. Berdasarkan Undang-undang nomor 18 tahun 1987 tentang pajak daerah, yang telah dirubah dengan Undangundang nomor 34 tahun 2000, jenis-jenis pajak daerah kabupaten/kota terdiri atas 7 jenis pajak yaitu: a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame. e. Pajak Penerangan Jalan. f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.16

g. Pajak Parkir. Namun dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten atau Kota selain yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut diatas dengan memenuhi kriteria sebagai berikut Kurniawan(2004) : 1. Bersifat pajak bukan retribusi Pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak, sebagaimana yang dimaksud dalam pengertian pajak dalam Pasal 1 angka 6 dalam Undang-undang nomor 34 tahun 2000. 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Artinya bahwa pajak dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketenteraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. 4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi dan atau objek pajak pusat. Kriteria ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan terhadap objek yang sama, baik di daerah maupun di pusat sehingga dengan ketentuan ini tidak akan terjadi pengenaan pajak berganda. 5. Potensinya memadai Kriteria ini berarti bahwa hasil pajak yang dipungut cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah. 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Kriteria ini berarti bahwa pajak yang dipungut tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi secara efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor. 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kriteria aspek keadilan berarti objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat dilakukan pengawasan dalam pemungutan pajaknya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tarif pajak17

ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak. Kriteria kemampuan masyarakat, berarti memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak. 8. Menjaga kelestarian lingkungan. Kriteria ini berarti bahwa pajak yang bersifat netral terhadap lingkungan, yakni pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerntah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan, yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat. 2.3 Studi Kasus terkait Pajak 2.3.1 Pajak Pusat INILAH MODUS KORUPSI PAJAK JAKARTA, KOMPAS.com Di India, korupsi berlangsung di bawah meja. Di

China, korupsi terjadi di atas meja. Di Indonesia, sekalian dengan mejanya! Rasanya apa yang dituliskan Asia Times Online beberapa tahun silam ini masih relevan hingga saat ini. Inspeksi mendadak yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok beberapa waktu lalu tampaknya belum memberikan efek jera bagi para petugas Bea Cukai dan Pajak. Kasus teranyar datang dari Gayus Halomoan P Tambunan (30), pegawai Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Uang senilai Rp 25 miliar di rekening Gayus dicurigai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang melaporkannya ke polisi. Dalam pemeriksaan, polisi hanya mendapatkan tindak pidana pada uang di rekening itu sebesar Rp 395 juta. Sisanya dinyatakan bersih. Gayus disangka melakukan pidana korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Selanjutnya, dalam persidangan di PN Tangerang pada 12 Maret 2010, Gayus divonis bebas. Lepas dari kasus yang membelit Gayus, aktivis antikorupsi Emerson Juntho mengatakan, praktik penggelapan pajak yang dilakukan melalui persekongkolan dengan petugas pajak merupakan salah satu dari pola korupsi pajak yang kerap terjadi di Indonesia. "Ada persoalan pelik dalam praktik korupsi pajak," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (23/3/2010). Dikatakan Emerson, berdasarkan

penelitian Indonesia Corruption Watch, ada tiga pola korupsi di bidang pajak. Pola pertama adalah jual beli "lahan basah" di sektor pajak oleh bagian personalia. Dalam hal ini, pegawai pajak membeli posisi jabatan yang "basah" alias mendatangkan uang.18

Hal ini juga dilakukan oleh pegawai yang enggan "terlempar" di "lahan kering" ataupun di kantor-kantor pelayanan pajak yang nun jauh di sana. Pola ini turut mendukung budaya korupsi di institusi perpajakan. Pola kedua adalah praktik pemerasan dari petugas pajak ke wajib pajak. Yang lazim terjadi adalah ketika petugas pajak meminta sejumlah "uang lelah" untuk jasa pengurusan administrasi perpajakan. Sementara itu, pola ketiga adalah dalam bentuk negosiasi pajak. Pola ini saling menguntungkan antara petugas pajak dan wajib pajak. Wajib pajak mendapatkan pengurangan nilai pajak yang harus dibayarnya secara signifikan setelah menyerahkan sejumlah uang ke petugas pajak. Menurut Emerson, praktik korupsi pajak tergolong pelik. Pasalnya, pegawai pajak saat ini semakin canggih dan lihai bermain "cantik". Terlebih, mereka memiliki latar belakang keilmuan di bidang akuntansi dan hukum sehingga pandai mencari celah. Selain itu, UU Perpajakan pun tidak sepenuhnya mendukung upaya pemberantasan korupsi pajak. "Undang-undang Perpajakan semacam memberikan imunitas bagi petugas pajak karena tidak memungkinkan data perpajakan untuk diaudit," ujarnya. Upaya reformasi birokrasi yang digulirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun serasa belum cukup. Seperti diwartakan, upaya-upaya tersebut, misalnya, meningkatkan remunerasi pegawai pajak dan online payment. Dikatakan Emerson, guna mengikis habis masalah ini, diperlukan upaya reward and punishment. Bagi yang berprestasi, pemerintah harus memberikan reward. "Bagi yang salah, harus dihukum. Dan untuk memberikan efek jera, pelaku pajak jangan hanya pasal pidana biasa, tetapi juga money launderingdan undang-undang tindak pidana korupsi. Harus berlapis. Tren saat ini, pelaku hanya dijerat pasal-pasal KUHP. Ini untuk meminimalisir pelaku bebas dari jeratan hukum," ujarnya. Selain itu, kesadaran untuk tidak memberikan suap terhadap pegawai pajak juga perlu terus disosialisasikan. Hal ini, misalnya, dapat diwujudkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kadin, pengusaha, dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, seluruh pemangku kepentingan juga harus memerhatikan praktik pungutan pajak, bukan hanya penggunaan pajak seperti yang selama ini digadang-gadang Dirjen Pajak.

19

2.3.2 Pajak Daerah STAF PENAGIHAN PAJAK JADI TERSANGKA DUGAAN KORUPSI PAJAK RESTORAN Starberita - L.Pakam, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Pakam tetapkan seorang tersangka dugaan korupsi pajak restoran KFC (Kentucky Fried Chicken) di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Pemkab Deli Serdang. Jumat (14/1) Tersangka, Drs HN seorang pegawai Dinas PKD dibagian penagihan pajak restoran yang tersebar di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Kajari Lubuk Pakam Fathor Rohman SH melalui Kasi Pidsus Supriandi Daulay SH didampingi Kasi Intel Zulfikar Nasution SH kepada wartawan di Lubuk Pakam mengatakan penetapan tersangka sesuai keputusan Kajari Lubuk Pakam, melalui SPDik nomor 08/N.22/Pd.I/II/2010 tertanggal 12 Oktober 2010. Setelah melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap 15 orang saksi termasuk pihak KFC(wajib pajak-red), diduga tersangka selama tahun 2008, menagih pajak restoran terhadap 4 unit KFC dan 1 unit restoran Es Teller di Kecamatan Labuhan Deli, namun sejumlah pajak yang ditagih tidak disetorkan ke kas daerah. Dalam operandinya tersangka diduga melakukan penagihan pajak itu hanya memberikan bukti surat setoran massal kepada wajib pajak. Padahal sebenarnya penagihan pajak itu,wajib pajak harus diberikan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) sebagaimana diatur dalam Perda Deli Serdang nomor 3 tahun 2003. Supriandi menjelaskan hingga kini Drs HN belum pernah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Kejari Lubuk Pakam. Namun pemeriksaan masih terus dilanjutkan dan tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah.(andalas/TH/BHI).

DKI JAKARTA RAUP PAJAK DAERAH RP14,82 TRILIUN JAKARTA: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membukukan penerimaan pajak daerah 2011 sebesar Rp14,82 triliun atau mencapai 106,13% dari targetnya Rp13,96 triliun, dengan pajak sektor otomotif tetap sebagai primadonanya. Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan pencapaian penerimaan pajak daerah pada 2011 sebesar Rp14,82 triliun itu juga lebih tinggi dari realisasi periode tahun sebelmnya Rp12,81 triliun. "Walaupun pada triwulan III/2011 realisasi pajak daerah tersebut masih minim, namun pada akhir tahun terjadi lonjakan penerimaan pajak yang cukup besar sehingga20

melebih target seperti tahun sebelumnya," katanya hari ini. Dia mengatakan realisasi pajak daerah pada 2011 yang cukup besar hingga melampuai targetnya, menjadi bukti kerja keras seluruh jajaran di lingkungan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam melaksanakan tugasnya. Menurutnya, dari 11 jenis pajak daerah DKI Jakarta terdapat 7 jenis yang melampui target dan 4 jenis pajak daerah belum memuaskan karena tidak mencapai target yang ditetapkan. Iwan menjelaskan 7 jenis pajak daerah yang melapaui target dengan prosentase paling besar mencapai 127,76% yaitu pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp2,74 triliun di atas targetnya Rp2,15 triliun. Selanjutnya, pajak penerangan jalan tercapai Rp511,4 miliar atau 109,99% dari targetnya Rp465 miliar, pajak bea balik nama kendaraan bermotor tercapai Rp4,44 triliun atau 105,95% dari target Rp4,2 triliun. Realisasi penerimaan pajak hotel sebesar Rp855,39 miliar atau 104,96% dari angka targetnya Rp815 miliar, dan pajak restoran dapat terealisasi Rp1 triliun atau 102,98% dari targetnya Rp976 miliar, Pencapaian pajak bumi dan bangunan sebesar Rp848,43 miliar berarti tercapai 102,96% dari targetnya Rp824 miliar, dan pajak kendaraan bermotor Rp3,58 triliun sama dengan 102,32% dari angka yang ditargetkan Rp3,50 triliun. Adapaun 4 jenis pajak yang belum mencapai target, menurutnya, adalah pajak perparkiran terealisasi sebesar Rp157,33 miliar atau 85,05% dari target Rp185 miliar dan pajak hiburan Rp291,95 miliar atau hanya 83,42% dari targetnya Rp350 miliar. Kemudian pajak pajak reklame hanya tercapai Rp258,79 miliar atau 78,42% dari targetnya Rp330 miliar dan pajak air bawah tanah terealisasi Rp115,22 miliar atau hanya 67,78% dari yang ditargetkan Rp170 miliar. "Keempat jenis pajak itu akan kami dongkrak realisasi penerimaannya pada 2012, sehingga penerimaan pajak daerah DKI Jakarta semakin meningkat. Mudah-mudahan itu bisa tercapai," ujarnya. (sut)

21

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Anonim. 2007 Undang-undang No.28 Tahun 2007 tentang KUP Anonimus. 2010. Pembedaan dan Penggolongan Pajak. http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_15943/title_pembedaandan-penggolongan-pajak/ Anonimus. 2010. Staf Penagihan Pajak Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Pajak Restoran. http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id =18977:staf-penagihan-pajak-jadi-tersangka-dugaan-korupsi-pajak-restoran&catid=161:daerah&Itemid=41 Daerah. Malang: Bayumedia Publishing. Hindra Liauw. 2010. Inilah Modus Korupsi Pajak. http://nasional.kompas.com/read/2010/03/23/1159313/Inilah.Modus.Korups i.Pajak Kurniawan, Panca dan Bagus Purwanto. 2004. Pajak Daerah dan Retribusi Nurudin Abdullah. Kamis, 29 Desember 2011. DKI Jakarta Raup Pajak Daerah Rp14,82 Triliun. http://www.bisnis.com/articles/dki-jakarta-raup-pajak-daerah-rp1482-triliun

22

TUGAS 3 PENERAPAN ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) DI INDONESIA 3.1 One Village One Product (OVOP) OVOP (OVOP) pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Morihito Hiramatsu pada tahun 1980 di Jepang. Lalu, pendekatan ini semakin berkembang dan diduplikasi di negara-negara ASEAN, Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur, serta Amerika Selatan. One Village One Product (OVOP) adalah suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia. Sasaran OVOP di Indonesia lebih mengarah ke industri kecil dan menengah (IKM) dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produk IKM yang bernilai tambah tinggi yang berdaya saing global. 3.2 Penerapan OVOP Di Indonesia Indonesia memiliki warisan budaya bangsa yang berasal dari berbagai suku dan etnis. Banyak warisan tersebut berupa barang kerajinan yang memiliki cirri khas tertentu sesuai adat budaya asalnya di Indonesia. Warisan ini kemudian dianggap sangat potensial untuk memperkenalkan Indonesia di mata dunia, ditambah dengan bahan-bahan yang berasal dari alam dan tidak menimbulkan polusi yang berbahaya. Beberapa dasar hukum yang melandasi pelaksanaan program OVOP di Indonesia antara lain sebagai berikut. a. Undang- undang Nomor 25 tahun 1992, Tentang Perkoperasian. b. Undang- undang Nomor 20 tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah. c. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Percepatan Sektor Riil dan Pembangunan Usaha Mikro Kecil dan Menengah tanggal 8 Juni 2007 yang mengamanatkan pengembangan sentra melalui pendekatan One Village One Product (OVOP). d. Keputusan Rapat Kerja Kementerian Koperasi dan UKM dengan Komisi VI DPRRI tahun 2008 agar program OVOP dapat dikembangkan di Provinsi lain. e. Telah diamanatkan dalam Program Kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II. Dari dasar-dasar hukum tersebut, maka pemerintah Indonesia membuat salah satu strategi pengembangan Industri kecil menengah (IKM) dengan pendekatan OVOP.23

Strategi tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian No.78 Tahun 2007, yaitu sebagai berikut: a. Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat lokal. b. Pemanfaatan pengetahuan, tenaga kerja dan sumber daya lokal lainnya yang memiliki keunikan khas daerah. c. Perbaikan mutu dan penampilan produk d. Promosi dan pemasaran pada tingkat nasional dan global. Di Indonesia, OVOP mulai didiskusikan pada tahun 2009, dan pada rapat tanggal 9 Agustus 2010 yang difasilitasi Kementrian Dalam Negeri, ditetapkan berlakunya 5 komoditas unggulan yang terdapat di 5 propinsi di Indonesia. Komoditas tersebut antara lain yaitu sebagai berikut: a. Strawberry di Ciwidey, Kab.Bandung, Propinsi Jawa Barat b. Gambir di Kab. Lima Puluh Kota, Propinsi Sumatra Barat c. Gerabah di Kab. Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat d. Rumput Laut di Kab. Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara e. Minyak Atsiri di Kab.Wondama, Propinsi Papua Barat Pemerintah juga menyediakan fasilitas kepada pelaksana program ini yaitu berupa penyediaan SDM dan peralatan produksi yang dibutuhkan dalam menciptakan bisnis dan membantu pemasaran. Selain itu terdapat beberapa wacana adanya beberapa upaya yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan industri kreatif. Upaya itu seperti pendirian kota kreatif atau memberikan penghargaan khusus bagi penyelenggara industri kreatif di Indonesia. Upaya lain yaitu dapat berupa penyelenggaraan Pekan produk Kreatif Daerah, agar potensi tiap daerah benar-benar terlihat, tidak hanya di satu sektor saja. Proses penerapan OVOP di Indonesia dari awal penerapan pada tahun 2009 antara lain terurai pada jadwal berikut ini. Tabel 1.1 Jadwal dan Proses Kegiatan OVOP di IndonesiaWaktu Januari-Maret 2009 April 2009 Proses Tahap Persiapan Mulai Operasi Pelaksana Kadin Indonesia dan Kadin tiap propinsi. Kadin Propinsi yang terpilih sebagai peserta program OVOP 2009 Keterangan

Membentuk kelompok kerja OVOP. 24

Waktu April 2009- Maret 2010

Proses Kegiatan

Pelaksana Kelompok Kerja OVOP

April 2010

Pencapaian

Keterangan Melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan produk Produk yang memenuhi standar internasional akan diikutkan dalam pameran ekspor.

Penerapan OVOP di Indonesia dilakukan berdasarkan dua jenis klasifikasi industry binaan, yaitu berdasarkan sentra dan berdasarkan klaster. Untuk 3.3 STUDI KASUS : PENERAPAN OVOP DI NUSA TENGGARA BARAT

3.3.1 Awal Mula Penerapan OVOP di Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu propinsi pertama di Indonesia yang ditunjuk untuk menerapkan program OVOP. Pertimbangan penunjukan ini adalah karena Nusa Tenggara Barat memiliki banyak industry kecil dan menengah yang berpotensi untuk berkembang semakin luas. Program ini lantas langsung dimulai di NTB pada tahun 2010. Adapun komoditi utama yang akan dikembangkan di NTB antara lain berupa sentra gerabah di Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat; anyaman (getak) di Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah; dan perhiasan di Kota Mataram. 3.3.2 Proses dan Upaya Penerapan OVOP di Nusa Tenggara Barat Setelah diputuskan bahwa NTB akan menjadi salah satu dari lima propinsi yang akan menerapkan OVOP, pihak-pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) mulai melakukan identifikasi 7000 produk unggulan yang tersebar di seluruh wilayah NTB. Adapun identifikasi awal tersebut berupa pemantapan kompetensi inti kecamatan berdasarkan potensi komoditi unggulan yang dimiliki. Nantinya desa-desa yang berdekatan yang memiliki potensi unggulan yang sama akan dikelompokkan dalam satu kelompok kompetensi inti kecamatan tersebut. Beberapa upaya untuk mendukung kemajuan pengembangan produk lokal lewat program OVOP dilakukan dengan pemberian fasilitas program magang bagi pengrajin gerabah dan keitak dari NTB. Dua orang pengrajin yang dianggap potensial

25

dan memenuhi syarat dikirim ke Jepang untuk mengikuti pelatihan dengan didampingi beberapa pejabat untuk mempermudah koordinasi dengan pihak terkait program tersebut. Usaha pelatihan di Jepang tersebut diharapkan dapat membawa pembaharuan bagi produk-produk kerajinan lokal di NTB dengan meningkatkan kualitas produk. Dengan peningkatan kualitas tersebut, diharapkan pula pasar produk kerajinan lokal NTB dapat menembus pasar yang lebih luas hingga tingkat nasional bahkan internasional. Upaya lain yang dilakukan dalam program OVOP di NTB ini adalah pembangunan dan peresmian Gedung Pameran Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda). Gedung tersebut digunakan untuk memamerkan produk unggulan hasil program OVOP. Dengan adanya pameran ini, produk kerajinan unggulan di NTB akan lebih terpublikasi lebih luas dengan informasi yang lebih jelas dan detail. 3.3.3 Gerabah Banyumulek Sebagai Fokus Program OVOP di NTB Salah satu produk unggulan yang menjadi fokus pengembangan program OVOP di Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah gerabah khas Banyumulek di Kabupaten Lombok Barat. Gerabah ini merupakan kerajinan yang terbuat dari tanah dan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu di Banyumulek. Keistimewaan gerabah Banyumulek ini adalah dari segi desain pola dan ukiran yang dibuat. Selain itu, kualitas gerabah yang tidak mudah hancur dan tahan lama merupakan salah satu nilai tambah.

Sumber:http://bloglombokku.wordpress.com/kerajinan-2/gerabah-banyumulek/

Gambar 2.1 Gerabah Banyumulek di Kabupaten Lombok Barat Proses pembuatan gerabah ini dimulai dari pembentukan tanah liat dengan alat berupa lempengan bulat yang diputar secara manual dengan tangan. Pembentukan

26

gerabah juga dilakukan dengan cara manual. Setelah terbentuk bentuk dan pola gerabah yang diinginkan, gerabah dijemur lalu dibakar dalam tungku.

Gambar 2.2 Proses Pembuatan Gerabah Banyumulek Secara Manual Beberapa permasalahan terkait pemasaran produk gerabah Banyumulek adalah adanya persaingan yang tidak sehat antar pengrajin gerabah. Hal ini dipicu oleh salah satu produsen gerabah yang memonopoli pemandu wisata agar mempromosikan hasil produknya saja. Solusi yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalah tersebut antara lain dengan mengadakan lokakarya serta suatu forum diskusi antar pengrajin. Selain itu, dilaksanakan kembali kegiatan Pasar Seni sebagai pusat kegiatan pengrajin gerabah di NTB. 3.3.4 Manfaat Penerapan OVOP di Nusa Tenggara Barat Pada awal tahun 2011, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Jepang melakukan survey di daerah NTB dan Bali. Survey tersebut untuk mengetahui dan menginventasisasi produk kerajinan daerah yang menjadi produk program OVOP. Hasil dari survey tersebut menyebutkan bahwa sebanyak 4.500 produk kerajinan yang diperjualbelikan di Bali berasal dari NTB. Kegiatan pengembangan produk kerajinan gerabag Banyumulek di NTB terus dilakukan agar memperoleh akses ke pasar dunia. Pada tahun 2015, direncanakan adanya pasar bersama antar negara di ASEAN dan produk kerajinan di NTB diharapkan bisa menjadi salah satu produk yang dipasarkan di pasar bersama tersebut. Produk kerajinan di NTB dapat menjadi suatu komoditas unggulan yang dapat menaikkan pendapatan daerah. Hal ini disebabkan NTB tidak memiliki industry besar seperti yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT). NTT memiliki industry tambang27

besar yang mampu menarik tenaga kerja yang besar sehingga membantu perekonomian daerah. Untuk itu, pemerintah focus untuk mengembangkan industry kecil dan menengah seperti kerajinan asli NTB yang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Hingga saat ini, sentra gerabah yang terdapat di NTB telah menarik sekitar 4000 orang dengan rincian 15-200 orang di setiap UKM.

28

Daftar Pustaka Global FM Lombok. 2011. Sebanyak 4500 Handicraft Berasal Dari NTB. (online). http://www.globalfmlombok.com/content/sebanyak-4500-handicraft-baliberasal-dari-ntb. Diakses 21 Desember 2011. Inovasi Portal Berita. 2008. OVOP Harus Berorientasi Pasar. (online).

http://www.inilah.com/read/detail/14994/ovop-harus-berorientasi-pasar/. Diakses 21 Desember 2011. One Village One Product Indonesia. 2011. Sentra Produk OVOP. (online). http://ovop.or.id/. Diakses 21 Desember 2011. Wisata Indonesia Timur. 2011. Gerabah Banyumulek. (online).

http://indotimnet.wordpress.com/gerabah-banyumulek/. Diakses 21 Desember 2011.

29