TUGAS PARU-ppok Bunga

25
TUGAS PARU PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK) Disusun Oleh: Bunga Cinta Utari Cahaya Cinta Utari Pembimbing: dr. Antonius Sianturi, Sp. P dr. Widya Sri Hastuti, Sp. P

description

PPOK

Transcript of TUGAS PARU-ppok Bunga

TUGAS PARU

PPOK(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)

Disusun Oleh:Bunga Cinta UtariCahaya Cinta Utari

Pembimbing: dr. Antonius Sianturi, Sp. Pdr. Widya Sri Hastuti, Sp. P

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAMKEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KEDOKTERAN PARURSUD EMBUNG FATIMAH BATAM2014PPOK(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)

1 DefinisiPenyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.1

2 PrevalensiDiperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa, dan Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.33 Faktor Risiko 21. Asap rokok2. Polusi udara Polusi di dalam ruangan Asap rokok Asap kompor Polusi di luar ruangan Gas buang kendaraan bermotor Debu jalanan Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)3. Gen Factor resico genetic yang paling sering terjadi adalah -1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin.

4 Patogenesis Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil.1 Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.3Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.2Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.25 Klasifikasi 2Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :1. Derajat I: PPOK ringanDengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.2. Derajat II: PPOK sedangSemakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.3. Derajat III: PPOK beratDitandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.4. Derajat IV: PPOK sangat beratKeterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1: 6 Diagnosis 2Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti pada tabel berikut :

Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOKGejalaKeterangan

SesakProgresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)Bertambah berat dengan aktivitasPersisten (menetap sepanjang hari)Pasien mengeluh berupa perlu usaha untuk bernapasBerat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk KronikHilang timbul dan mungkin tidak berdahak

Batuk kronik berdahakSetiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan factor resikoAsap rokokDebuBahan kimia di tempat kerjaAsap dapur

1. Gambaran klinis :a. Anamnesis: Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengib. Pemeriksaan fisikPPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)- Penggunaan otot bantu napas- Hipertropi otot bantu napas- Pelebaran sela iga- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Gejala bronchitis (Blue Bloater)1. Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk dengan aktivitas ringan2. Batuk berdahak terutama pada pagi hari3. Mengi ketika saat bernafas4. Kelihatan lelah5. Obesitas

Gejala Emfisema (pink puffer)1. Sesak nafas 2. Batuk dengan atau tanpa dahak3. Kelelahan4. Penurunan berat badan5. Cachexia

PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa3. Ekspirasi memanjang4. Bunyi jantung terdengar jauhPemeriksaan Penunjang Pemeriksaan rutin:a. Faal paruSpirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%Uji bronkodilator- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabilb. Darah rutinHb, Ht, leukositc. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :- Hiperinflasi- Hiperlusen- Ruang retrosternal melebar- Diafragma mendatar- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik :- Normal- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasusPada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

NormalHyperinflation

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)a.Faal paru- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat- Raw meningkat pada bronkitis kronik- Sgaw meningkat- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %b. Uji latih kardiopulmoner- Sepeda statis (ergocycle)- Jentera (treadmill)- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normalc. Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.d. Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.e. Analisis gas darahTerutama untuk menilai :- Gagal napas kronik stabil- Gagal napas akut pada gagal napas kronikf. Radiologi- CT - Scan resolusi tinggiMendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.- Scan ventilasi perfusiMengetahui fungsi respirasi parug. ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.h. EkokardiografiMenilai funfsi jantung kanani. BakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).

7.Diagnosa Banding

8.Penatalaksanaan2Tujuan dari manajemen PPOK adalah untuk meningkatkan status fungsional pasien dan kualitas hidup dengan menjaga fungsi paru-paru yang optimal, menurunkan gejala, menurunkan kematian,mencegah dan menangani komplikasi dan mencegah kekambuhan eksaserbasi. Setelah diagnosis PPOK ditegakkan, penting untuk memberitahu pasien tentang penyakit dan untuk mendorong partisipasi aktif dalam terapi.Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1. Edukasi2. Berhenti merokok3. Obat obatan 4. Rehabilitasi 5. Terapi oksigen6. Ventilasi mekanis7. Nutrisi5. Edukasi Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :a. Pengetahuan dasar tentang PPOKb. Obat obatan, manfaat dan efek sampingnyac. Cara pencegahan perburukan penyakitd. Menghindari pencetus 6. Berhenti merokokBerhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.7. Obat obatan Bronkodilator Macam macam bronkodilator ; Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping bronkodilator juga mengurangi sekresi mucus. Golongan agonis -2Bentuk inhaler digunakan untuk menatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebaai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan tablet yang berefek panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2Kombinasi kedua obat golongan ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mudah digunakan. Golongan xantin Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak, bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. AntibioticHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

Mukolitik (pengencer dahak)Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang.

AntitusifDiberikan dengan hati-hati8. Rehabilitasi PPOK 4Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yan tlah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : Simptom pernapasan berat Beberapa kali masuk ruang gawat darurat Kualitas hidup yang menurun 9. Terapi oksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.a. Manfaat Oksigen :1. Mengurangi sesak2. Memperbaiki aktivitas 3. Mengurangi hipertensi pulmoner4. Mengurangi vasokontriksi5. Mengurangi hematokrit6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri7. Meningkatkan kualitas hidup

b. Indikasi :1. Pa02 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %2. PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai korpulmonale, perubahan P pumonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, dan penyakit paru.

c. Macam terapi oksigen :.1. Pemberian oksigen jangka panjang2. Pemberian oksigen pada waktu aktivitas3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas 10. Ventilasi MekanikVentilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau tanpa intubasi.. 11. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolaborasi dengan derajat penurunan faal paru dan perubahan analisis gas darah.Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :1. Penurunan berat badan 2. Kadar albumin darah3. AntropometriGizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK, baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Kira kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.12. Terapi Pembedahan 1,4Bertujuan untuk :a. Memperbaiki faal parub. Memperbaiki mekanik paruc. Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasid. Memperbaiki kualitas hidupOperasi paru yang dapat dilakukan yaitu :a. Bulektomib. Bedah reduki volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery c. Transplantasi paru 9. Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi sebelunya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau factor lainnya seperti polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.Gejala eksaserbasi : Sesak bertambah Produksi sputum meningkat Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator nebulizer, oksigen selama aktivitas dan tidur, mukolitik, ekspektoran.b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi maskBronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.Steroid intravena: pada keadaan beratAntibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik10.Komplikasi41. Gagal napasa. Gagal napas kronikHasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :1. Jaga keseimbangan Po2 dan PCo22. Bronkodilator adekuat3. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur4. Antioksidan5. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathingb. Gagal napas akut pada gagal napas kronik1. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis2. Sputum bertambah dan purulen3. Demam4. Kesadaran menurun2. Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.3. Kor polmunale Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.11.Pencegahan 4 Hindari asap rokok Hindari polusi udara Hindari infeksi saluran napas berulang12.Prognosis2Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik, dengan catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat disinggirkan, maka penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus menerus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan. Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan pernapasan, maka sebab kematian yang lain adalah karena salah satu atau lebih komplikasi yang dapat timbul setiap saat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape and reference drugs deseases & produceres, 2012. Chronic Obstructive Pulmonary Disease.di akses pada tanggal 5 oktober 2012. http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011.Penyakit Paru Obstruksif Kronik. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.3. Danusantoso Halim,2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.Jakarta 4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruksif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Diindonesia. Jakarta.http://www.daynightclinic.com/COPD.aspx