Tugas Pancasila
description
Transcript of Tugas Pancasila
KATA PENGANTAR
Mata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah yang sangat penting bagi
mahasiswa karena pendidikan pancasila mengajarkan tentang pendidikan karakter yang
sesuai dengan budaya Indonesia dan cita-cita luhur bangsa. Pendidikan karakter yang
diajarkan di dalam pancasila diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap mahasiswa
untuk terus menjunjung tinggi budi pekerti luhur sesuai dengan nilai-nilai pancasila,
mengingat bahwa mahasiswa adalah salah satu generasi harapan perubah nasib bangsa
menuju masa depan yang lebih baik.
Pendidikan Pancasila diharapkan mampu mempertegas kedudukan mahasiswa
sebagai warga negara dan sebagai pemuda dengan darah nasionalisme yang kental.
Pendidikan Pancasila menjadi bahan baku bagi karakter mahasiwa untuk menuju karakter
yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bertanggung jawab,
berbudaya, mandiri, kreatif, dan berinteraksi dengan lingkungan sosial alam.
Suatu negara akan tetap berdiri kokoh ketika warga negaranya terlebih pemudanya
mampu mempertahankan dasar dari negara tersebut. Dasar negara Indonesia adalah
Pancasila, sehingga Pancasila dijadikan sebagai landasan bernegara dan sebagai pedoman
perilaku warga negara demi berdiri kokohnya suatu negara. Dalam hal ini, dapat terlihat
bahwa Pancasila memiliki kedudukan yang penting dalam menuntun mahasiswa sebagai
warga negara sekaligus generasi harapan bangsa untuk menumbuh kembangkan potensi luhur
yang sesuai dengan esensi Pancasila.
Dengan demikian, Pendidikan pancasila sangat diperlukan bagi mahasiswa sebagai
wadah mahasiswa untuk berfikir kritis, berpola pikir berdasarkan kebenaran dan disaring
dengan hati nurani (etika/kebaikan) yang kemudian diimplementasikan lewat perilaku
motorik (keterampilan/estetika). Pendidikan Pancasila juga penting karena di dalamnya
mahasiswa mampu mengetahui sejarah bangsa yang merupakan titik awal terbentuknya
negara yang kokoh. Pendidikan pancasila juga harus mampu menyadarkan mahasiswa untuk
berjiwa nasionalisme, patriotisme, serta loyalitas terhadap bangsa. Pancasila harus mampu
memberikan renungan untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme pada mahasiswa yaitu salah
satunya berupa kalimat“Jangan tanyakan apa yang telah bangsa berikan kepadamu, tapi
tanyakanlah apa yang telah engkau berikan kepada bangsamu”.
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah dasar negara bangsa Indonesia atau pedoman hidup bangsa
Indonesia. Pancasila dapat membuat sistem suatu negara lebih terarah untuk mencapai tujuan
dan cita-cita suatu bangsa. Pancasila yang terdiri dari lima sila merupakan sesuatu hal yang
sangat sakral. Pancasila bukanlah hanya suatu rangkaian kalimat yang tidak bermakna,
namun, dari ke- lima sila tersebut terdapat banyak makna yang tersirat. Di dalam pancasila
terdapat tujuan negara Indonesia,didikan dalam bernegara, bersikap sesuai karakter budaya,
dan pengantar untuk menuju bangsa yang diharapkan.
Sumpah pemuda adalah ikrar Pemuda bangsa Indonesia yang dikumandangkan pada
tanggal 28 Oktober 1998. Di dalam ikrar Sumpah Pemuda terdapat janji Pemuda yang
dipersembahkan untuk negara Indonesia. Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1998
tersebut berbunyi,
“Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Sumpah Pemuda merupakan salah satu bentuk sejarah. Sejarah Indonesia
memaparkan dan menjelaskan bagaimana berkembangnya Pancasila dalam berbagai
kebijakan dan kepentingan untuk terbentuknya negara yang kuat dan kokoh. Nilai Pancasila
selalu dicantumkan sebagai dasar dalam memperkuat kedudukan Indonesia dalam setiap sanu
bari warga negaranya.
Nilai-nilai Pancasila termanifestasi dalam ikrar sumpah pemuda, hal tersebut
membuktikan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber dalam menentukan suatu
kebijakan, Pancasila dijadikan sebagai tonggak sejarah.
Keterkaitan antara Pancasila dan Sumpah Pemuda menjadi sangat penting, di mana
nilai-nilai pancasila dijadikan dasar atau bahan untuk terbentuknya Sumpah Pemuda.
Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk membentuk karakter bangsa Indonesia
khususnya jiwa mudanya untuk berbudaya sesuai dengan nilai pancasila. Sumpah pemuda
dijadikan sarana untuk menyampaikan nilai Pancasila itu sendiri.
Dengan adanya Sumpah Pemuda, maka Pemuda Indonesia memiliki janji terhadap
bangsa Indonesia untuk terikat dalam jiwa nasionalisme. Karena Sumpah Pemuda berkaitan
dengan Pancasila, maka akan menjadi sesuatu hal yang sangat sanksi ketika pemuda
melanggar ikrar tersebut, mengingat Pancasila adalah dasar negara sebagai penopang gedung
Indonesia, yang sangat sakral untuk dijadikan pedoman dan harus dijunjung tinggi nilainya.
Dengan demikian, tujuan kaitan Pancasila dengan Sumpah Pemuda adalah mendidik
dan mengingatkan pemuda bahwa Sumpah Pemuda bersumber dari Pancasila. Oleh karena
itu, jiwa Sumpah Pemuda haruslah melekat pada pemuda bangsa Indonesia, karena dengan
pemuda menjunjung tinggi nilai Sumpah Pemuda, maka pemudapun sekaligus menjunjung
tinggi nilai pancasila.
BAB II
PANCASILA
2.1 Pancasila dalam Kajian Sejarah
Pancasila adalah sesuatu yang sangat mengakar dan terus berjaya sepanjang masa.
Panacasila adalah identitas bangsa Indonesia sepanjang masa. Sejak pancasila mulai digali
dan dilahirkan kembali menjadi Dasar dan Ideologi Negara, maka pancasila
membangunkan identitas negara yang tertidur akibat kolonialisme.
2.1.1 Pancasila Pra Kemerdekaan
Penjajahan di bumi pertiwi telah membuat bangsa Indonesia hilang arah dan
hilang jati diri bangsanya. Ketika Dr. Radjiman Wediodiningrat, selaku ketua BPUPKI
meminta untuk mengemukakan dasa negara Indonesia, maka bangkitlah keinginan dan
tekad untuk menemukan jati diri bangsa itu kembali. Figur-figur negarawan bangsa
Indonesia berfikir keras untuk menemukan kembali jati diri bangsanya.
Berbagai usulan pancasila dikemukakan salah satunya oleh Mr.Muhammad
Yamin, Prof.Dr.Soepomo dan Ir.Soekarno. Namun dari usulan-usulan tersebut, tidak
menutup pencarian jati diri bangsa, karena apa yang dikemukakan bukanlah dasar
Indonesia merdeka. Sebenarnya yang dibutuhkan di sini ialah pundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal abadi
(Ir.Soekarno). Jadi, Pancasila adalah filsafat sosial/sistem nilai untuk berdiri kokohnya
Indonesia.
Pancasila pun merupakan khasanah budaya Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
terkandung dalam sejarah Indonesia yang terdapat dalam beberapa kerajaan yang ada di
Indonesia,seperti berikut:
1. Pada kerajaan Kutai, merupakan pembuka sejarah di Indonesia dengan
menampilkan nilai sosial/politik, Ketuhanan dalam bentuk kerajaan,
kenduri dan sedekah kepada Brahmana. Nilai-nilai tersebut sesuai
dengan nilai Pancasila yaitu nilai yang kental pada sila pertama.
2. Pada Kerajaan Sriwijaya, kental dengan nilai Pancasila yaitu nilai
persatuan dan ke- Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat
kekuasaan. Nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang terjalin hingga
luar pulau akibat perdagangan pada zaman itu.
3. Pada kerajaan Majapahit nilai ke- Tuhanan dapat dilihat dari kekuatan
religio magis yang berpusat pada sang prabhu, nilai-nilai sosial terlihat
dari ikatan sosial kekeluargaan antar kerajaan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai religius sosial dan politik
yang merupakan materi Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman sejarah. Bahkan,
pada masa kerajaan ini istilah pancasila dikenali di dalam buku Negarakertagama
karangan Prapanca dan Sutasoma karangan Empu tantular. Kedua buku tersebut di
dalamnya menjelaskan mengenai istilah Pancasila yang mempunyai arti “berbatu sendi
lima” (dalam bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang
lima” (Pancasila Krama), yaitu
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
(Darmodiharjo, 1978: 6)
Zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dijadikan tonggak sejarah, karena
pada masa itu telah muncul kedaulatan, kesatuan, serta wilayah yang meliputi seluruh
Nusantara yang merupakan syarat sebagai bangsa yang mempunyai negara. Pencarian jati
diri bangsa belum selesai sampai di sini, masih banyak fase-fase sejarah yang harus
dilewati untuk menggali Pancasila yang tertimbun pada masa penjajahan Belanda menuju
Indonesia merdeka.
Salah satu tonggak sejarah lainnya yang dapat menggali kembali jati diri
bangsa Indonesia adalah Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1998.
Di dalam Sumpah Pemuda tersebut termanifestasi nilai-nilai Pancasila, sehingga Pancasila
dianggap mulai bertunas untuk mempertegas jati diri bangsa.
Akhirnya pada sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei
sampai 1 Juni 1945 Pancasila sebagai jati diri bangsa lahir kembali. Tepatnya pada tanggal
1 Juni 1945 Ir.Soekarno dalam sidang BPUPKI menyebutkan lima dasar dari Pancasila.
Namun sebenarnya, selain lima dasar sila tersebut, Ir. Soekarno juga menawarkan Tri Sila
bahkan dikerucutkan kembali menjadi Eka Sila, karena takut jika ada yang tidak setuju
dengan angka Lima. Trisila tersebut isinya adalah socio –nationalisme, socio democratie,
dan ke- Tuhanan . Sedangakan Eka Sila meliputi “Gotong Royong”, karena menurut
beliau bahwa negara Indonesia haruslah negara gotong royong.
Setelah sidang BPUPKI dilaksanakan, ternyata terjadi persaingan sengit akibat
perbedaan pendapat antara anggota BPUPKI dari elit Nasionalis Netral Agama, elit
Nasionalis Muslim, dan elit Nasionalis Kristen. Elit Nasionalis Muslim mengusulkan
pendapat bahwa dasar negara Indonesia haruslah Islam. Namun, dengan kesadaran yang
mendalam untuk menjunjung tinggi toleransi, maka elit Nasionalis Muslim dan elit
Nasionalis Netral Agama menyepakati untuk menghilangkan tujuh kata pada sila pertama
dalam Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yaitu : “...dengan kewajiban melaksanakan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kesepakatan tersebut dilaksanakan secara cepat karena untuk kepentingan nasioanalis. Hal
tersebut dilakukan karena elit Muslim tidak ingin negara yang dibentuk ini berbasis agama
tertentu.
Dengan demikian, terlihat di sini bahwa Pancasila dijadikan sebagai kontrak
sosial, hal tersebut terlihat dari perdebatan dalam menentukan sila sebagai dasar negara.
Maka dari itu dapat dikatakan bahwa Pancasila atau dasar negara adalah Kesepakatan
Politik.
2.1.2 Pancasila Pancasila Era Kemerdekaan
Kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang yang dibom atom oleh Amerika
Serikat menjadi kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
Kemerdekaannya, karena pada saat itu Indonesia sedang dijajah oleh Jepang.
Untuk merealisasikan tekad tersebut, pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi
perundingan antara golongan muda dan golongan tua untuk menyusun teks Proklamasi
Kemerdekaan yang berlangsung secara singkat. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945,
teks Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan. Teks Proklamasi tersebut mengandung
semangat Piagam Jakarta yaitu melawan imperialisma-kapitalisme dan fasisme serta
memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta ini disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus setelah sila pertamanya diganti.
Awal dekade 1950-an terdapat perbedaan perspektif terhadap Pancasila dari
sejumlah tokoh yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Sejumlah
tokoh menganggap bahwa Pancasila bukanlah hanya sekedar kompromi politik dan
kontrak sosial, melainkan Pancasila adalah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa.
Sedangakan sejumlah tokoh lainnya menggap bahwa Pancasila memang kompromi politik
dan kontrak sosial karena terbukti pada sidang BPUPKI dan PPKI yang merubah sila
pertama pada Piagam Jakarta sebagai wujud sikap toleransi dan bentuk kompromi politik
antara elit Nasionalis Muslim dengan Elit Nasinalis Netral Agama.
2.1.3 Pancasila Era Orde Lama
Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 diumumkan karena terdapat dua
pandangam besar terhadap Dasar Negara. Pandangan pertama adalah mereka yang ingin
kembali ke UUD 1945 dengan Pancasila sebagaimana yang dirumuskan Piagam Jakarta
sebagai Dasar Negara. Pandangan kedua adalah mereka yang ingin kembali ke UUD 1945
dengan Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang
disahkan PPKI sebagai Dasar Negara. Namun, kedua usulan tersebut tidak mencapai
keputusan, sehingga konstituante mengalami jalan buntu.
Sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusif menjadi prelude penting
bagi upaya selanjutnya; Pancasila dijadikan “ideologi negara” yang tampil hegemonik.
Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi tafsir Pancasila sebagai satu
kesatuan paham dalam doktrin “Manipol/USDEK”.
Oleh karena itu, mereka yang berseberangan paham memilih taktik “gerilya”
di dalam kekuasaan Ir. Soekarno. Mereka menggunakan jargon-jargon Ir. Soekarno
dengan agenda yang berbeda. Taktik demikian digunakan oleh sebagian besar kekuatan
politik. Tidak hanya PKI, mereka yang anti komunisme pun sama (Ali, 2009: 33).
Walaupun kepentingan politik mereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama
menggunakan Pancasila sebagai justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara
beragam golongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satu payung besar, bernama
Pancasila (doktrin Manipol/USDEK), sementara golongan antikomunis mengkonsolidasi
diri sebagai kekuatan berpaham Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan
paham komunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34).
Dengan adanya pertentangan yang sangat kuat ditambah carut marutnya
perpolitikan saat itu, maka Ir. Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia,
melalui sidang MPRS.
2.1.4 Pancasila Era Orde Baru
Setelah Ir.Soekarno lengser dari kedudukannya sebagai presiden, maka kursi
kepresidenanpun diduduki oleh Jendral Soeharto. Dengan bergantinya kursi kepresidenan,
maka arah mengenai pemahaman Pancasila mulai diperbaiki.
Pancasila dijadikan sebagai political force selain sebagai kekuatan ritual.
Pancasila sebagai dasar negara membuat Negara Indonesia menjadi tidak loyo. Bahkan
tidak ada satupun yang dapat merubah atau mengganti Pancasila, karena jika demikian,
pasti akan digagalkan.
Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkan ketetapan (disingkat TAP) MPR
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) yang salah satu pasalnya tepatnya Pasal 4 menjelaskan,
“Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila merupakan penuntun dan
pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap
warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan
lembaga kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan
utuh”.
Adapun nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) berdasarkan ketetapan tersebut
meliputi 36 butir. Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian
pada tahun 1994 disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4.
Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Kedua,
menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Keempat, menjadi 10
(sepuluh) butir; dan Sila Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir.
Ketika itu, golongan Islam menganggap bahwa pemerintah akan
mengagamakan Pancasila. Hal tersebut membuat pemerintah marah, sehingga Soeharto
angkat bicara dan mengatakan bahwa Orba tidak akan mengubah Pancasila dan UUD
1945, malahan diperkuat sebagai comparatist ideology. Terlihat bahwa pemerintah Orba
sangat membentengi Pancasila dan TAP. Pancasila menjadi sesuatu yang sakral sehingga
tidak ada yang berani keluar dari Pancasila. Setelah itu, pemerintah Orba mengeluarkan
“Azas Tunggal” yaitu pengakuan Pancasila sebagai Azas Tunggal bahwa setiap partai
politik harus mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa.
Namun, seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin terbukanya
informasi dunia, pengaruh luar masuk ke Indonesia dan secara tidak langsung mengancam
aplikasi Pancasila yang dilakukan oleh Orba. Pemerintah Orba menjadi terkesan munafik
karena pemerintahannya menjadi tidak transparan dan otoriter, represif, korup dan
manipulasi politik sehingga bertolak belakang dengan praktek Pancasila.
2.1.5 Pancasila Era Reformasi
Akibat masalah pada masa Orde baru,maka timbul gerakan masyarakat dan
para cendikiawan untuk menumbangkan masa tersebut menuju reformasi. Namun setelah
tumbangnya masa orde baru, Pancasila menjadi sesuatu yang dikesampingkan oleh
masyarakat, karena pada Orde baru Pancasila cenderung dijadikan legitimasi politik.
Sikap mengesampingkan Pancasila tersebut sangat berdampak fatal bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Masyarakat menjadi kehilangan kendali
dan tuntunan dalam bersikap di lingkungan sosial sehingga persatuan dan kesatuan
menjadi terancam. Dalam hal budaya, karakter bangsa tidak lagi dijunjung tinggi sehingga
moral masyarakatpun luntur khususnya moral generasi muda. Dalam hal ekonomi,
perekonomian di Indonesia menjadi terancam oleh cengkraman modal asing, selain itu,
banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan diberbagai sektor. Sedangkan dalam hal politik,
kebijakan-kebijakan yang dijunjung cvenderung hanya untuk kepentingan kelompok atau
golongan tertentu bukan untuk kepentingan nasional sehingga menimbulkan kehidupan
bernegara yang carut marut seperti dewasa ini.
Hal tersebut menunjukan bahwa Pancasila semakin memudar di lingkungan
bermasyarakat dan membuat khawatir seluruh elemen lapisan masyarakat. Oleh karena itu,
pada tahun 2004 Azyumardi Azra mengusulkan rejuvenasi Pancasila. Hal tersebut
direspon oleh sejumlah kalangan, sehingga diskusi mengenai Pancasila menjadi hangat
kembali. Salah satu revitalisasi nilai-nilai sosial Pancasila itu adalah “Empat Pilar
Kebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika
yang dilakukan oleh MPR-RI.
Berbagai usaha dilakukan demi memunculkan kembali Pancasila ke
permukaan salah satunya adalah membuat peraturan perundang-undangan. Hal demikian
membuktikan bahwa Pancasila adalah pedoman yang sangat penting, oleh karena itu
kajian sejarah Pancasila menjadi pelajaran bagi kita untuk terus menjunjung tinggi nilai-
nilai Pancasila agar tercapai tujuan negara yang diharapakan dan dicita-citakan oleh
bangsa Indonesia.
2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar Negara merupakan hasil pengumpulan pemikiran dari para pendiri-pendiri
negara. Dasar Negara dibuat untuk dijadikan landasan agar suatu negara dapat berdiri
kokoh untuk di atasnya didirikan negara Indonesia.
2.1 Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
Pancasila memiliki kedudukan yang berbeda dengan UUD, yaitu pancasila
bukanlah hukum, melainkan sebagai sumber hukum dan kaidah hukum yang melekat.
Pancasila sebagai suatu cita hukum yang menjiwai seluruh bidang kehidupan di
Indonesia.
Konsekuensi bahwa Pancasila sebagai sumber hukum yaitu seluruh perturan
perundang-undangan Repulik Indonesia (TAP MPR, UU, Peraturan
Pemerintah,Keputusan Presiden dan Peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan
oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia) haruslah sejiwa dan sejalan dengan
Pancasila.
Berdasarkan penjelasan di atas, hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD
NRI tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan material.
Pembukaan yang berintikan Pancasila merupakan sumber bagi batang tubuh UUD NRI
tahun 1945. Selain sebagai Mukadimah, Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mempunyai
kedudukan atau eksistensi sendiri. Akibat hukum dari kedudukan Pembukaan ini adalah
memperkuat kedudukan Pancasila sebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak
dapat diubah dengan jalan hukum dan melekat pada kelangsungan hidup Negara
Republik Indonesia.
2.2 Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang
meliputi suasana kebatinan, cita- cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia.
Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
bangsa Indonesia karena bersumber dari pandangan hidup dan dasar negara, yaitu
Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan
ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila
dengan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan
kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab
keberadaan batang tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti
Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan.
2.3 Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam
Bidang Politik,Ekonomi,Sosial Budaya dan Hankam
Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945
merupakan pancaran dari Pancasila. Empat pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-
cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Penjabaran keempat pokok pikiran Pembukaan ke dalam pasal-pasal UUD
NRI tahun 1945 mencakup empat aspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD
HANKAM.
Pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus
memperhatikan rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan
berada di tangan rakyat. Rakyat merupakan asal mula kekuasaan dan oleh karena itu,
politik Indonesia yang dijalankan adalah politik yang bersumber dari rakyat,
bukan dari kekuasaan perseorangan atau kelompok dan golongan, sebagaimana
ditunjukkan oleh Kaelan (2000:238) bahwa sistem politik di Indonesia bersumber
pada penjelmaan hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam
wujud dan kedudukannya sebagai rakyat.
Selain itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang
memperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasar moral politik. Dalam hal ini, kebijakan
negara dalam bidang politik harus mewujudkan budi pekerti kemanusiaan dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur untuk mencapai keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi di Indonesia dimaksudkan
untuk menciptakan sistem perekonomian yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan
berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai dengan maksud ini adalah gagasan
ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh Mubyarto, sebagaimana dikutip oleh
Kaelan (2000: 239), yaitu pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar
pertumbuhan, melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa.
Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai
moral kemanusiaan.
Dengan demikian, sistem perekonomian yang berdasar pada Pancasila dan
yang hendak dikembangkan dalam pembuatan kebijakan negara bidang ekonomi di
Indonesia harus terhindar dari sistem persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang
berpotensi menimbulkan penderitaan rakyat dan penindasan terhadap sesama
manusia. Sebaliknya, sistem perekonomian yang dapat dianggap paling sesuai
dengan upaya mengimplementasikan Pancasila dalam bidang ekonomi adalah sistem
ekonomi kerakyatan, yaitu sistem ekonomi yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat secara luas.
Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang
sosial budaya mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat Indonesia harus diwujudkan dalam proses
pembangunan masyarakat dan kebudayaan di Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila sebagai sumber nilai dapat menjadi arah bagi
kebijakan negara dalam mengembangkan bidang kehidupan sosial budaya Indonesia
yang beradab, sesuai dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selain itu, pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan mengangkat
nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidak
dapat dilepaskan dari fungsi Pancasila sebagai sebuah sistem etika yang keseluruhan
nilainya bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.
Perbenturan kepentingan politik dan konflik sosial yang pada gilirannya
menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia, seperti kebersamaan atau
gotong royong dan sikap saling menghargai terhadap perbedaan suku, agama, dan ras
harus dapat diselesaikan melalui kebijakan negara yang bersifat humanis dan beradab.
Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang
pertahanan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Dengan demikian dan demi tegaknya hak- hak warga negara,
diperlukan peraturan perundang- undangan negara untuk mengatur ketertiban warga
negara dan dalam rangka melindungi hak-hak warga negara. Dalam hal ini,
segala sesuatu yang terkait dengan bidang pertahanan keamanan harus diatur dengan
memperhatikan tujuan negara untuk melindungi segenap wilayah dan bangsa
Indonesia.
Pertahanan dan keamanan negara diatur dan dikembangkan menurut dasar
kemanusiaan, bukan kekuasaan. Dengan kata lain, pertahanan dan keamanan
Indonesia berbasis pada moralitas kemanusiaan sehingga kebijakan yang terkait
dengannya harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Ketentuan mengenai empat aspek kehidupan bernegara, sebagaimana
tertuang ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 tersebut adalah bentuk nyata
dari implementasi Pancasila sebagai paradigma pembangunan atau kerangka dasar
yang mengarahkan pembuatan kebijakan negara dalam pembangunan bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan di Indonesia. Berdasarkan
kerangka dasar inilah, pembuatan kebijakan negara ditujukan untuk mencapai cita-cita
nasional kehidupan bernegara di Indonesia
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kaitan Nilai Sumpah Pemuda dengan Pancasila serta
Dampak atau Implikasi Terhadap Pemuda Masa kini
Pancasila bukanlah sesuatu yang hanya untuk dikumandangkan saja, Pancasila
bukanlah sesuatu yang hanya untuk dikeramatkan di dalam UUD saja, Pancasila bukan hanya
sesuatu yang dipajang saja sebagai hiasan dinding. Namun, sesungguhnya pancasila perlu
diamalkan dalam setiap aspek kehidupan. Aspek kehidupan yang sesuai dengan pengamalan
pancasila akan berujung pada keadaan negara yang harmonis dan aman.
Pengamalan Pancasila dapat diwujudkan dengan tema Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 2013 kemarin yaitu, “Santun, Cerdas, Inspiratif, Berprestasi” . Tujuan
keterkaitan antara pancasila dan tema sumpah pemuda tersebut untuk mempertegas nilai-nilai
sesungguhnya yang terdapat di dalam Pancasila, bahwa pada dasarnya tema sumpah pemuda
memiliki esensi yang sama dengan pancasila karena dasar atau pedoman dari tema sumpah
pemuda itu sendiri adalah pancasila.
Santun, Cerdas, Inspiratif, Berprestasi adalah karakter pemuda yang diharapkan oleh
bangsa. Karakter-karakter tersebut merupakan singgungan atas nilai pancasila, karena
pancasila itu sendiri mengajarkan dan memberikan pedoman untuk membentuk karakter yang
sesuai dengan tema sumpah pemuda tersebut.
Cerdas adalah kemampuan seseorang untuk memahami secara futuristik sesuai
dengan kapasitasnya dalam mendayagunakan otak dan kemampuan berpikir lebih kreatif
dalam menemukan sesuatu (inventions) yang benar-benar tidak terpikirkan banyak orang.
Sedangakan santun adalah suatu tingkah laku yang amat populis dan nilai yang
natural. Santun sebagai sebuah konsep nilai tetapi bukan dipahami. Santun sebuah ideologi
yang memerlukan konseptualisasi. Jadi, santun adalah sikap seseorang terhadap apa yang ia
lihat, ia rasakan, dan dalam situasi, kondisi apapun. Sikap santun yang benar ialah lebih
menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa saja.
Dari kedua karakter tersebut, yaitu cerdas dan santun, merupakan karakter yang
berbudi luhur sesuai dengan nilai panacasila. Cerdas dapat mengantarkan seseorang
berprestasi baik dalam bidang akademik maupun non akademik karena cerdas berhubungan
dengan IQ atau akal yang baik. Namun, kecerdasan yang dapat mengantarkan pada prestasi
bukanlah hanya semata-mata kecerdasan otak saja, melainkan harus diiringi dengan
kecerdasan hati nurani dan kecerdasan perilaku/etika yang baik.
Kecerdasan perilaku/etika itu salah satunya adalah santun. Ketika cerdas dan santun
dipadukan, maka akan tercipta inspirasi yang mengantarkan kepada hal-hal yang bernilai
baik. Inspirasi tersebut akan menciptakan suatu inovasi di mana inovasi tersebut dapat
mengantarkan kepada suatu prestasi.
Jadi, berdasarkan tema sumpah pemuda 28 Oktober 2013 yaitu “Santun, Cerdas,
inspiratif, berprestasi”, Keempata karakter dalam tema tersebut saling berkaitan satu sama
lain di mana santun dan cerdas itu adalah karakter yang dapat mengantarkan kepada inspirasi
untuk menciptakan inovatif sehingga dapat memperoleh prestasi.
Karakter-karakter tersebut merupakan pengamalan dari nila-nilai pancasila yang
mengajarkan budi pekerti luhur guna menuju negara yang berkualitas dalam aspek sumber
daya manusianya. Sebagai contoh nilai yang terkandung dalam pancasila sila ke-2
“Kemanusiaan yang adil dan beradab” salah satunya adalah mengembangkan sikap tenggang
rasa dan tepo seliro, dan mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain. Nilai pancasila tersebut dapat diamalkan dengan perilaku santun yang
merupakan salah satu karakter yang diharapkan dalam tema sumpah pemuda kemarin.
Dampak atau implikasi dari nilai-nilai sumpah pemuda yang didasarkan kepada
pancasila terhadap anak muda masa kini tidak terlalu signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh
era globalisasi yang merajalela sehingga arus informasi dan pengaruh budaya luar meracuni
karakter pemuda bangsa kita. Selain itu, kepedulian terhadap pengamalan nilai-nilai pancasila
menjadi dibelakangkan karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya nilai pancasila. Jiwa
naionalisme anak muda saat ini mengalami krisis, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal
tersebut terjadi, salah satunya adalah keadaan negara yang terus dilanda oleh masalah, dan
para pendiri-pendiri negara yang mengkhianati bangsa seperti korupsi.
Karakter anak muda masa kini menjadi labil, Pancasila menjadi tidak dilirik lagi,
bahkan Pancasila hanya sebagai formalitas saja untuk dikumandangkan setiap upacara hari
Senin. Ini menjadi suatu masalah yang besar bagi suatu bangsa. Bagaimana suatu bangsa
akan berdiri kokoh, jika pemudanya tidak peka terhadap dasar negaranya ? padahal pemuda
merupakan harapan bangsa yang diandalkan untuk merubah bangsa kita yang semakin rapuh
akibat ulah petinggi negara yang tidak sesuai dengan nilai Pancasila.
Ciri pemuda yang mendapatkan dampak atau implikasi dari nilai sumpah pemuda
yang mengandung nilai pancasila adalah ketika pemuda itu membawa nama baik bangsa
dengan cara menorehkan prestasi, bersikap sesuai karakter budaya, artinya tidak terlalu
fanatik pada pengaruh globalisasi. Berprestasi dan mengharumkan nama bangsa merupakan
wujud jiwa nasionalisme dan cinta tanah air. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk
perjuangan dalam membela negara. Sumpah pemuda dan nilai Pancasila menjadi mendarah
daging. Pemuda seperti inilah yang diharapkan oleh bangsanya, yaitu pemuda yang peduli
terhadap dasar negaranya.
Terlihat di sini bahwa ketertarikan pada Pancasila adalah penting. Maka dari itu,
perlu adanya usaha yang terus dikembangkan dalam menjunjung tinggi nilai pancasila, salah
satunya dengan pendidikan Pancasila secara khusus. Pendidikan pancasila akan mengajarkan
karakter serta memperlihatkan secara tegas kedudukan pancasila atau proritas Pancasila bagi
aspek hidup pemuda. Pemuda harus disadarkan untuk peka terhadap dasar negaranya,
minimal mencintai bangsanya sendiri.
Dengan demikian, terbukti bahwa Pancasila merupakan dasar dan pedoman perilaku
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, segala perbuatan yang dapat menjunjung tinggi
negara, bersumber dari Pancasila.