TUGAS OI KELOMPOK
-
Upload
mauritz-rehing -
Category
Documents
-
view
210 -
download
4
Transcript of TUGAS OI KELOMPOK
KERJASAMA NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM MENANGANI
TERORISME
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan terorisme merupakan salah satu bagian dari ancaman non-
tradisional yang mengancam setiap warga negara, dan menimbulkan efek
ketakutan pada publik. Terorisme bukanlah hal baru, namun terorisme telah ada
sejak dekade yang lalu. Hanya saja, perbedaannya terletak pada pelaku dan
ideologi. Dahulu, terorisme identik dengan teror kekerasan dan intimidasi dari
pemerintah atau badan pemerintah untuk mempertahankan status quo, misalnya
aksi teror yang dilakukan pada pemerintahan Lenin, Mao Ze dong, dan Stalin.
Kini, terorisme dilakukan dengan tindakan yang lebih luas sesuai dengan
perkembangan zaman, pelakunya tidak hanya negara dan tujuannya bukan saja
untuk mempertahankan status quo, melainkan aktor non negara yang mempunyai
link dengan lingkungan internasional dengan membawa tujuan dan bahkan
manipulasi politik tertentu, dana juga didapat dari internasional dan koordinasi
para teroris di setiap negara. Maka, terorisme adalah isu global yang sangat
kompleks dan harus diselesaikan dengan kerjasama dan komitmen dari negara-
negara.
ASEAN sebagai organisasi kawasan yang bertanggungjawab penuh dalam
menciptakan stabilitas keamanan kawasan, sudah seharusnya menjadi wadah
kerjasama negara-negara anggota dalam menangani terorisme. Terorisme
merupakan kegiatan kejahatan lintas negara yang menimbulkan efek takut pada
publik, dan dapat mengancam keamanan manusia suatu negara. Dalam menangani
kasus terorisme diperlukan kerjasama antar-negara, bukan tanggungjawab suatu
negara saja, melainkan akan lebih efektif jika dilakukan secara bersama-sama
dengan negara-negara di kawasan. Sebab, terorisme akan mudah masuk melewati
batas-batas wilayah perbatasan dari dua negara yang bertetangga. Maka, untuk
menanganinya dibutuhkan sikap konsisten negara-negara yang bersangkutan.
1
Serangan teroris terhadap sasaran sipil di Amerika Serikat pada tanggal 11
September 2001 (penyerangan terhadap menara kembar Pentagon dan World
Trade Centre) telah menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang
menyatakan perang global melawan terorisme. Terorisme memang bukan
merupakan suatu gejala yang baru bagi negara-negara Asia Tenggara, tetapi
manifestasi tindakan teror yang dialami Amerika Serikat pada 11 September 2001
dengan maksud untuk memporak-porandakan suatu masyarakat juga mendapat
reaksi keras di Asia Tenggara dan dunia internasional. Apalagi, dikaitkannya
antara terorisme dengan ajaran jihad dalam Islam. Pengaruh persepsi Amerika
Serikat dan masyarakat internasional bahwa terorisme sering dikait-kaitkan
dengan Islam inilah yang membuat berbagai macam respon masyarakat Asia
Tenggara. Hal ini dikarenakan, dalam kawasan Asia Tenggara banyak negara yang
berpengaruh Islam, misalnya Indonesia yang masyarakatnya mayoritas beragama
Islam, Malaysia, Filipina, dan Thailand (khususnya suku Pattaya). Selama ini
Islam di kawasan Asia Tenggara selalu mempresentasikan sebagai tempat agama
Islam yang moderat.
Terrorisme juga terjadi di masing-masing negara anggota ASEAN, di
Indonesia sejak tahun 2001 sampai tahun 2009 sudah terjadi 21 kali kasus
terorisme yang menghasilkan banyak korban luka dan meningal dunia1. Di
Filipina juga terjadi peledakan bom pada 23 Juni 2006 di sebuah pasar di Propinsi
Maguindanao, Filipina Selatan yang menewaskan 6 orang korban meninggal
dunia2. Di Thailand, sejak bulan Juni 2006 hingga awal September 2006, tercatat
sebanyak 150 serangan terror dalam berbagai bentuk (pemboman, penembakan,
pembunuhan, dll) terjadi di kawasan Thailand Selatan3. Di Malaysia, adanya
perkembangan Islam radikal, terutama sejak kerusuhan rasial tahun 1969 yang
menyebabkan sedikitnya 184 orang meninggal.4.
Dengan kasus-kasus terorisme yang telah banyak menimbulkan korban
diatas, maka ASEAN selaku wadah perhimpunan, sudah seharusnya mengambil
1 Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, dalam Daftar serangan teroris di Indonesia, dalam www.google.com, diunduh pada 12 Januari 2010,2 http://www.okehosting.com/ln-matahati/luarnegeri-terorisme.htm, diakses pada 3 Mei 20103 Ibid,4 http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei
2
sikap pencegahan terhadap aksi terorisme. Selama ini, ASEAN sudah
menghasilkan keputusan dari konferensi tingkat kepala negara dan kementerian
dalam hal mengantisipasi sekaligus mencari solusi dari masalah terorisme,
misalnya ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) dan
Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication
Procedures. ASEAN juga memanfaatkan ARF (Asean Regional Forum) sebagai
salah satu forum dialog keamanan bagi kawasan Asia Tenggara dan sebagai
wahana rasa saling percaya serta usaha untuk penyelesaian kasus terorisme
kepada negara-negara anggota ARF yang berjumlah 27 Negara5. Selain itu,
negara-negara ASEAN juga bekerjasama menciptakan kestabilan keamanan
kawasan dalam forum ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality)6.
ZOPFAN juga merupakan suatu agenda politik dan keamanan regional yang
paling penting karena dapat mempertahankan suatu tatanan regional. Dan dalam
membangun ASEAN menjadi kawasan yang aman para pemimpin ASEAN
mempunyai suatu komitmen yakni membentuk visi ASEAN sebagai komunitas
Asia Tenggara yang saling peduli dan berbagi.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana kerjasama negara-negara ASEAN dalam mengangani kasus
terorisme?
5 http://www.deplu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP=5& P=Regional&l=id, diunduh pada 13 Mei 20106 http://www.deplu.go.id/Pages/Asean.aspx?IDP=6&l=id, diunduh pada 13 Mei 2010
3
KERANGKA PEMIKIRAN
1. Decision Making Theory
Proses pengambilan keputusan secara sederhana didefinisikan sebagai
satu langkah dalam memilih berbagai alternatif yang ada. Hal yang cukup
mendasar dalam teori pengambilan keputusan adalah persepsi menurut Robert
Jervis, para pengambil keputusan cenderung memiliki persepsi yang bersifat
egosentris dalam menginterpretasikan keputusan-keputusan mereka sebagai
respon kondisi-kondisi obyektif, dalam hal ini kondisi lingkungan eksternal
mereka.7
Synder dan kawan-kawan mendefinisikan decision making sebagai
sebuah proses yang menyangkut pemilihan dari sejumlah masalah yang
terbentuk secara sosial, pemilihan sasaran-sasaran alternatif yang ingin
diterapkan dalam urusan negara, yang dipikirkan oleh para pembuat
keputusan.8 Ada tiga model pembuatan keputusan yang diutarakan oleh
Allison, yang pertama adalah model aktor rasional, kedua adalah organisasi,
dan yang ketiga politik birokratik.9 Untuk melandasi makalah ini, teori
pembuatan keputusan dengan model yang kedua yakni proses organisasi yang
tidak lepas dari badan dan strukturnya.
Setiap organisasi yang memiliki prosedur kerja baku dan program,
serta bekerja secara rutin, umumnya akan berprilaku sama seperti perilakunya
di masa sebelumnya. Proses yang semi-mekanis ini mempengaruhi keputusan
yang dibuat maupun penerapan keputusan itu.10 Alllison menyimpulkan
bahwa pembahasan dalam model organisasi mengacu pada tiga proporsi
yaitu, suatu pemerintah adalah terdiri dari sekumpulan organisasi-organisasi
yang secara longgar bersekutu dalam struktur hubungan yang mirip struktur
feodal. Kedua, keputusan dan perilaku pemerintah bukan hasil dari penetapan 7 T.May Rudi. Studi Strategis: Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, PT.Refika Aditama. Bandung. 2002. Hal 79.8 Eby A. Hara. Decision Making Theories Dalam Studi Hubungan Internasional. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991. Hal 179 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. PT.Pustaka. Jakarta. 1990. Hal.194.10 Ibid. Hal 23
4
pilihan secara rasional, tetapi sebagai output atau hasil kerja organisasi-
organisasi besar yang bekerja menurut suatu pola perilaku baku. Ketiga,
setiap organisasi yang memiliki prosedur kerja baku dan program bekerja
secara rutin.
Setiap keputusan dapat pula dikelompokkan dalam low dan high
politics yang menunujukkan besar atau kecil suatu keputusan, kemudian bisa
juga berupa politics of persuasion dan of violence yang menunjukkan pada
cara penerapannya. ARF (ASEAN Regional Forum) merupakan badan
pembuat saran kebijakan yang dibuat. Namun pemberantasan terorisme hanya
dilakukan oleh badan-badan yang mencakup pembuat keputusan dan
pelaksanaan keputusan-keputusan yaitu ASEAN Ministerial Meeting on
Transnational Crime (AMMTC) dan Agreement on Information Exchange and
Establishment of Communication Procedures dengan segala perangkatnya.
2. Konsep Keamanan Regional
Keamanan regional adalah sekumpulan negara-negara yang tedapat
dalam suatu wilayahyang memiliki tujuan yang sama untuk menjaga
keamanan wilayahnya bersama dari ancaman baik itu dari luar atau dari
dalam kawasan itu sendiri.
Keamanan regional dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengorganisir kestabilan kondisi negara, sistem pemerintahan dan sejumlah
keyakinan atau ideologi yang memberikan kewenangan terhadap kelopok elit
tertentu, pemerintah formal untuk dapat mengupayakan jaminan keamanan
Dan integritas wilayah kedaulatannya.11
Keamanan regional merupakan konsep keamanan pada dua atau lebih
negara yang berada pada kawasan tertentu.Adapun beberapa jenis pengaturan
keamanan regional mencakup:12
a. Collective Security, adalah konsep pertahanan yang dibangun oleh dua
negara atau lebihdalam suatu kerjasama pertahanan berbentuk fakta
11Chandrawati Nurani, 2001. Hal. 4112 http://www/habibiecenter/or.id
5
berdasarkan pertimbangan adanya ancaman bersama (contohnya adalah
NATO, SEATO, CENTO).
b. Common Security, adalah konsep pertahanan yang dibangun oleh dua
negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan atas dasar
pertimbangan kepentingan bersama (Common Interest), contohnya NCB
(Narcotic Control Board) Internasional.
c. Comprehensive Security, adalah konsep keamanan menyeluruh yang
dikembangkan oleh dua negara atau lebih dalam bentuk forum kerjasama
dan dialog keamanan dengan fokus Peace Resolution, Preventive
Diplomacy Confidence Building Measure, Peace Keeping Operation dan
berbagai bentuk kerjasama keamanan pada aspek politik, ekonomi, sosial
dan militer. Contohnya ARF yang dikembangkan oleh ASEAN.
Selama ini ASEAN telah menggunakan Comprehensive Security. ARF
perlu merumuskan suatu strategi yang komprehensif untuk memerangi
terorisme di kawasan Asia-Pasifik atas dasar pertemuan-pertemuan tentang
masalah ini di lingkungan ASEAN untuk mengidentifikasikan terorisme
sebagai salah satu masalah keamanan yang paling banyak digunakan di
kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia dan Singapura.13
Dalam isu terorisme yang sudah mengancam keamanan domestik
setiap negara khususnya negara-negara ASEAN di kawasan Asia Tenggara,
ini telah berkembang masuk di dalam kejahatan lintas batas. Dimana
kejahatan yang berkembang ini telah memiliki jaringan-jaringan yang
terorganisir di masing-masing negara. Maka, ini secara langsung merupakan
tanggung jawab bersama negara ASEAN dengan mengembangkan keamanan
bersama secara menyeluruh, dan segala kerjasama yang dilakukan ASEAN.
Tidak menutup kemungkinan bagi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama
dengan kawasan lain untuk bersama-sama memerangi isu terorisme.
Ancaman terorisme telah mengakibatkan keamanan ASEAN berada
dalam resiko. Kemunculan Asia Tenggara sebagai garis kedua dalam perang
13 Davied Cupie and Paul Evans, The Asia-Pasific Security Lexicon, Instirute of Southeast Asian Studies, Singapore. 2002. hal. 64
6
global melawan terorisme mendorong negara-negara ASEAN untuk
meningkatkan kerjasamanya. Upaya ini harus dilakukan agar ASEAN dapat
memperlihatkan pada dunia internasional bahwa ASEAN mampu mengatasi
kelompok-kelompok terorisme tersebut yang beroperasi di wilayah Asia
Tenggara.
3. Konsep Terorisme Internasional
Terorisme memiliki makna berbeda bagi masing-masing orang. Dalam
defini resmi Amerika Serikat menyebutkan terorisme sebagai “The calculated
use of violence or threat of violence to attain goals that are political, religious,
or ideological in nature...through intimidation, coercion, or instilling fear”14
Definisi ini bagi AS kelihatannya sudahmemadai dalam operasi menumpas
terorisme karena dalam definisi diatas jelas terlihat bahwa terorisme adalah
penggunaan kekerasan yang sudah diperhitungkan atau berupa ancaman
kekerasan untuk mencapai tujuan politik, agama atau yang bersifat ideologis
dengan bentuk-bentuk intimidasi, penggunaan kekerasan atau dengan
menebarkan rasa takut. Tetapi pada kenyataannya AS tidak pernah
menggunakan definisi ini.
Dalam definisi resmi mengenai terorisme menurut hukum Inggris juga
memuat unsur-unsur serupa tetapi lebih terperinci “Terosrisme adalah
tindakan kekerasan untuk tujuan politik, dan mencakup setiap penggunaan
kekerasan demi tujuan itu dengan mengakibatkan ketakutan pada masyarakat.
Terorisme pada umumnya didefinisiskan sebagaii penggunaan atau ancaman
kekerasan, oleh kelompok-kelompok kecil terhadap kelompok-kelompok
yang lebih besar untuk mencapai tujuan politik. Jelas di dalamnya terkandung
pengertian bahwa terrorisme adalah “perang yang dilancarkan dari kelompok
lemah atau tertindas”suatu aksi pembalasan oleh kelompok-kelompok atas
tuntutan karena cara-cara konvensional tidak lagi membuahkan hasil.
Istilah teroris oleh para ahli kontra terorisme dikatakan merujuk
kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang
dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi
14 Permadi Goenawan, Fantasi Terorisme. PT. Masscom Media. Semarang. 2003. hal 10
7
terorisme juga mengandung makna bahwa serangan-serangan teroris yang
dilakukan tidak berprikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh
karena itu para pelakunya (“teroris”) layak mendapatkan pembalasan yang
kejam.15
Ciri-ciri terorisme berdasarkan matrik perbandingan karakteristik
kelompok pengguna tindak kekerasan guna mencapai tujuannya, dapat
disimpulkan ciri-ciri terorisme menurut Loudewijk F Paulus adalah :
1) Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi, militant. Organisasi merupakan
kelompok-kelompok kecil, berdisiplin dan militansi ditanamkan melalui
indoktrinasi dan latihan yang bertahun-tahun.
2) Mempunyai tujuan politik, tetapi melakukan perbuatan kriminal untuk
mencapai tujuan.
3) Tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku, seperti agama, hukum,
dll.
4) Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologi yang tinggi untuk
menimbulkan rasa takut dan mendapat publikasi yang luas.
Merujuk pada pendapat Peter Chalk, maka bisa diketahui bahwa di Asia
Tenggara ada dua kelompok yang sering menggunakan cara-cara terorisme
selama era Perang Dingin. Kedua tipe kelompok itu adalah :16
1) Gerakan komunis yang bertujuan untuk memajukan komunisme. Gerakan
semacam ini dilengkapi dengan kesatuan-kesatuan militer yang digunakan
untuk melakukan aksi kekerasan termasuk dengan cara-cara teroris
terhadap kepentingan-kepentingan sipil dan pemerintahan. Termasuk
dalam kategori ini adalah NPA Filipina, CPB di Myanmar, CPT di
Thailand, Tentara Merah Kamboja dan CPM di Malaysia.
2) Gerakan separatis bersenjata termasuk di dalamnya kelompok etnik dan
minoritas agama. Gerakan ini muncul sebagai reaksi atas sikap pemerintah
yang seringkali menolak hak penentuan nasib sendiri. Setelah negara
tersebut memperoleh kemerdekaan, banyak pejuang-pejuang kemerdekaan
15 http://id/wikipedia.org/wiki/terorisme, diunduh pada 12 Mei 2010
16 Ibid. Hal 135
8
yang menuntut kemerdekaan wilayahnya baik atas dasar etnik maupun
agama. Termasuk dalam kelompok ini misalnya Organisasi Papua
Merdeka di Indonesia, Moro National Liberation Front dan Moro Isalmic
Liberation Front serta kelompok Abu Syyat di Filipina Selatan, Karen
National Liberation Front di Myanmar.
9
PEMBAHASAN
ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) merupakan organisasi
regional di kawasan Asia Tenggara. ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus
1967 dengan Deklarasi Bangkok oleh lima negara founding father , yaitu
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura. Pendirian ASEAN yang
dilandasi dengan deklarasi, belum cukup mampu membuat organisasi ini kuat
dalam hukum internasional karena daya ikatnya lemah, karena hanya berupa
pernyataan negara. Seiring perkembangan waktu, pada KTT ke-13 ASEAN
tanggal 20 November 2007 di Singapura negara-negara anggota ASEAN telah
menandatangani Piagam ASEAN, dan diberlakukan pada 15 Desember 200817.
Terbentuknya piagam ASEAN sebagai tonggak sejarah bagi terwujudnya tujuan
awal pembentukan ASEAN pada tahun 1967 dimana negara negara anggota
ASEAN relatif akan terikat kepada berbagai kesepakatan yang telah dibuat
bersama.
Setelah terjadinya bom di gedung World Trade Center dan Pentagon di
Amerika Serikat pada 11 September 200118, banyak negara-negara yang mulai
bekerjaasama dalam menangani terorisme, termasuk negara-negara dalam
organisasi regional ASEAN. Misalnya negara Indonesia setelah terjadinya
pengeboman Bali I pada tahun 200219, sejak itu pemerintah Indonesia mulai
memikirkan cara yang dilakukan untuk mengantisipasi terorisme dikarenakan
dampak terorisme dapat membuat penurunan jumlah pariwisata ke Indonesia dan
menimbulkan citra yang buruk di mata dunia internasional. Begitu juga dengan
negara anggota ASEAN lainnya yang diserang kasus terorisme, seperti Thailand,
Malaysia, Filipina juga mengalami dampak yang serupa dengan Indonesia dimana
pemerintah dari negara-negara tersebut juga memiliki peranan penting dalam
penanganan terorisme. Lain halnya dengan keenam negara anggota ASEAN
lainnya yang belum terjadi kasus terorisme20. Tetapi keenam negara ini juga dapat
17 Anonim, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta, Sekretariat Nasional ASEAN, 2008, hal 11.18 Ibid19 Daftar Serangan Terorisme di Indonesia dalam http://wikipedia.id, diunduh pada 13 Mei 201020 Ibid
10
berperan dalam menangani terorisme karena terorisme bukan hanya ancaman
keamanan bagi negara, tetapi juga ancaman bagi stabilitas keamanan regional,
sebab terorisme dapat melewati batas wilayah perbatasan secara ilegal untuk
menghindari pemeriksaan melalui jalur masuk yang sah.
Negara-negara anggota ASEAN sudah sejak lama saling bekerjasama
dalam meningkatkan stabilitas keamanan kawasan, yang diantaranya juga meliputi
penanganan terorisme. Kerjasama-kerjasama tersebut antara lain:
ARF (ASEAN Regional Forum)
Dalam penanganan kasus terorisme ASEAN bekerjasama dengan negara-
negara lain yang tergabung dalam forum kerjasama ARF (ASEAN Regional Fo-
rum). ASEAN dan ARF merasa perlu menangani masalah teroris, karena teror-
isme kini telah menjadi permasalahan bersama. ARF adalah forum dialog resmi
antar pemerintah dan juga merupakan bagian dari upaya untuk membangun keper-
cayaan dikalangan negara-negara Asia Pasifik. Hal ini digunakan oleh negara-ne-
gara anggota untuk membicarakan permasalahan internal maupun eksternal secara
terbuka dan transparasi. ARF merupakan koodinator pemberantasan terorisme ke
luar, dengan negara-negara anggota non-ASEAN. Tetapi, di tingkat ASEAN
koordinasi berada di sidang menteri-menteri dalam negeri yang bertanggungjawab
atas masalah terorisme dan kejahatan lintas batas lainnya.21
Tahap pertama ARF adalah sebagai lembaga yang bertugas merumuskan
cara-cara meningkatkan rasa saling percaya. Selanjutnya adalah tahap kedua, tu-
juan ARF adalah diplomasi preventif yaitu merumuskan agenda diplomasi prefen-
tive yang meliputi prinsip-prinsip pengembangan dasar untuk mencapai penger-
tian bersama di kawasan tersebut. Tahap ketiga dari tujuan ARF, pendekatan
penyelesaian konflik merupakan pendekatan yang paling rumit dan membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam meyelesaikannya. Hal ini menyangkut keputusan
tentang mekanisme apa yang ingin dikembangkan dalam mewujudkan kerja sama
keamanan ARF.22
21 C.P.F. Luhulima, Analisis CSIS, Pemberantasan Terorisme dan Kejahatan Transnasional dalam Pembangunan Keamanan Asia Tenggara. Jakarta, Tahun XXXII/2003, No.1 hal. 3222 Ibid
11
KTT ke-7 ASEAN Summit
Pada tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam yang menghasilkan
Deklarasi Joint Action to Counter Terrorism dan ASEAN Minister Meeting on
Transnational Crime (AMMTC).23 Terorisme mereka lihat sebagai ancaman besar
untuk perdamaian dan keamanan internasional dan "tantangan langsung kepada
pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran ASEAN dan mewujudkan
Visi ASEAN 2020" Deklarasi Bersama Aksi ke Counter Terrorism 2001.
ASEAN memaparkan langkah-langkahnya dalam memerangi tindakan
terorisme dengan cara,8 meninjau dan memper kuat mekanisma nasional dalam
memerangi tindakan kejahatan terorisme yang semakin meluas, menndatangani
dan konvensi anti-teroris yang telah di sepakati, termasuk konvensi Internasional
untuk penindasan dari Financing of Terrorism, memperdalam barisan kerjasama
drngan penegak hukum, memperkuat kerjasama yang terorganisir pada Pertemuan
Menteri Transnational Crime (AMMTC) dan badan-badan lain yang terkait dalam
ASEAN countering, suppressing dan mencegah segala bentuk tindakan teroris.
Konferensi ASEAN Chiefs of Police (ASEANAPOL)
Konferensi ini merupakan sebuah forum dimana kepolisian antarnegara se-
Asia Tenggara membahas mengenai masalah terorisme, diselenggarakan pada
bulan September 2003 di Manila, Filipina.24 Masalah terorisme merupakan salah
satu topik utama yang dibahas dalam Konferensi Kepala-kepala Kepolisian se-
Asia Tenggara atau ASEAN Chiefs of National Police (Aseanapol) 2003 yang
akan dibuka Senin (8/9) ini di Manila, Filipina. Konferensi ini akan diikuti
delegasi dari 10 negara Asia Tenggara.25
Inti dari pertemuan ini adalah negara-negara berkomitmen untuk-
memerangi tindakan terorisme. Semua anggota ASEANAPOL memiliki kemam-
puan untuk secara efektif memonitor, berbagi informasi dan memberantas segala
bentuk kegiatan teroris. Mereka sepakat untuk meningkatkan kerjasama antara
23 Ibid24http://www.aseansec.org/25ASEANAPOL.pdf, diunduh pada 13 Mei 201025 Ibid,
12
lembaga penegak hukum melalui berbagi pengalaman pada counter-terorisme dan
pertukaran informasi tentang dugaan teroris, organisasi dan modus operandi. In-
donesia, Malaysia dan Filipina menandatangani Perjanjian tentang Pertukaran In-
formasi dan Komunikasi Pendirian prosedur untuk bekerja sama dalam
memerangi kejahatan transnasional, termasuk terorisme. Thailand dan Kamboja
yang kemudian acceded pada Perjanjian. Pada bulan November 2002, Malaysia
membentuk Daerah Counter-Terrorism Centre.26
Pertemuan dengan Forum Regional ASEAN (ARF) di Bandar Seri Begawan
Pada tanggal 30 Juli 2002, ARF mengadakan pertemuan kembali di
Bandar Seri Begawan,27 hasil yang disepakati adalah memulai langkah-langkah
konkrit yang meliputi: pembekuan aset teroris, penerapan standar internasional,
kerjasama mengenai pertukaran informasi dan kegiatan-kegiatan lainnya, serta
sepakat untuk mendirikan pertemuan di counter-terorisme dan kejahatan transna-
sional (ISM-CT/TC), yang akan dipimpin bersama-sama di tahun 2002-2003 oleh
Malaysia dan Amerika Serikat.28
Kerjasama yang Lebih Efektif dengan Amerika Serikat
ASEAN dan Amerika Serikat menandatangani Deklarasi Bersama untuk
Kerjasama Internasional untuk Memerangi Terorisme pada Agustus 2002 di
Brunei Darussalam.29 Pada saat itu, dibentuk juga sebuah Rencana Kerjasama
ASEAN (ASEAN Cooperation Planning), bertujuan untuk meningkatkan
hubungan ASEAN-AS30, berupa dukungan Amerika Serikat bagi integrasi
ASEAN, kerjasama mengenai masalah-masalah transnasional termasuk terorisme,
dan memperkuat Sekretariat ASEAN, di Jakarta, Indonesia.
Hasil Kesepakatan dalam ASEAN Summit ke 8
26 Ibid,27 www.aseansec.org 28 Ibid,29 Ibid30 Ibid
13
Pada ASEAN Summit ke 8 pada tanggal 4 November 2002 di Phnom Penh,
ASEAN mengeluarkan Deklarasi tentang Terorisme.31 Negara-negara menyatakan
dukungan terhadap semua tindakan yang dilakukan dalam menberantas jaringan
terorime. Pada saat yang sama, mereka juga mengidentifikasi wilayah-wilayah
terorisme dengan agama tertentu atau kelompok-kelompok etnis.
ARF ISM CT - TC
ARF the Inter-Sessional pada Rapat Counter Terrorism dan Transnational
Crime (ISM CT - TC) digelar di Sabah pada bulan Maret 2003.32 Dalam hal ini,
Amerika Serikat saat ini menyediakan dukungan teknis ARF ke beberapa negara
di berbagai bidang terorisme yang terkait dengan hal-hal seperti pasca ledakan
forensik dan investigasi, pelatihan cepat tanggap tim, keamanan perbatasan
perangkat lunak, deteksi dari penipuan dan dokumentasi teroris pemegatan pro-
gram.33
ASEAN – European Union
ASEAN dan Uni Eropa yang dikeluarkan pada Deklarasi Bersama untuk
Kerjasama Memerangi Terorisme pada akhir 14. ASEAN-Uni Eropa di Brussels
Pertemuan Menteri pada tanggal 28 Januari 2003. The Deklarasi Bersama yg diu-
langi komitmen dari kedua belah pihak untuk bekerja sama dan memberikan kon-
tribusi pada upaya global untuk membasmi terorisme. Sebagai tindak ke
Deklarasi, sebuah Konsultasi ASEAN-Uni Eropa digelar di Ha Noi pada bulan
Juni 2003. Selama Konsultasi, baik ASEAN dan Uni Eropa menegaskan keingi-
nan untuk daerah pendekatan dan mereka sepakat untuk fokus koperasi usaha
khususnya di daerah-daerah berikut: bantuan teknis dan peningkatan kapasitas
daerah dalam counter-terorisme dan sistem operasi34
31 Ibid32http://webacache.googleusercontent.com/search?q=cache:FWEsSNO4rQIJ:www.aseanregionalforum.org/LinkClick.aspx%3Flink%3D87%26tabid%3D66%26mid%3D406+ARF+ISM+CT+-+TC+Malaysia&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id33 Ibid34 http://www.aseansec.org/16557.htm, diakses pada 13 Mei 2010
14
ASEAN+3 Cooperation
Negara-negara anggota ASEAN bekerjasama dengan China, Jepang dan
Korea Selatan untuk menangani terorisme dan kejahatan transnasional yang lain.
Pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura, negara-negara yang tergabung dalam
ASEAN+3 ini sepakat untuk mengidentifikasi masalah komprehensif mengenai
terorisme.35 Disamping itu, negara-negara memandang perlu meningkatkan
stabilitas dan perdamaian untuk mencegah aksi terorisme. Kejasama ini memilki
tiga prinsip utama, yaitu: keterbukaan, persamaan, dan pembangunan.36
35 http://www.aseansec.org/5612.htm36 Ibid
15
KESIMPULAN
Dalam rangka menyongsong ASEAN Community, ASEAN ditantang
untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman dan stabil,
salah satu pilar dari ASEAN Community adalah ASEAN Security Community,
dimana ASC sebagai institusi regional mempunyai peranan penting dalam
memelihara perdamaian dan menyelesaikan konflik melalui mekanisme regional.
Terorisme merupakan salah satu ancaman dalam menciptakan perdamaian
kawasan, sehingga ASEAN mempunyai tugas yang cukup berat dalam mendorong
kerjasama negara anggota untuk mencegah dan menangani kasus terorisme.
Selama ini, sudah banyak bentuk kerjasama yang telah dilakukan antar
sesama negara ASEAN maupun dengan negara dari kawasan lain. Salah satu
bentuk kerjasama tersebut yaitu penanganan terorisme karena terorisme
merupakan faktor penting dalam menentukan stabilitas keamanan suatu negara
dalam suatu kawasan.
Penanganan terorisme bukan tanggungjawab suatu negara, namun
penanganan tersebut eakan lebih efektif jika dilakukan bersama negara-negara
anggota ASEAN lainnya, dari penelusuran kami melalui data-data yang kami
dapat, bentuk-bentuk solusi penanganan terorisme hanya sebatas pada kerjasama
dan diplomacy preventive antar negara-negara anggota ASEAN dan badan resmi
negara misalnya kepolisian tiap negara, tanpa melibatkan peran dari masyarakat
antar negara. Sebenarnya keterlibatan masyarakat dalam berkontribusi mengatasi
terorisme cukup besar, karena masyarakat lebih peka dengan lingkungan
masyarakatnya, sekaligus sebagai subjek dalam melihat perkembangan situasi di
masyarakat. Misalnya, kasus terorisme di Indonesia akan bisa dicegah, jika
masayarakat Indonesia lebih berkomitmen dalam merespon tingkah laku
mencurigakan dari para teroris, dan segera melaporkannya ke lembaga yang
berwenang.
16
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
T.May Rudi. Studi Strategis: Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca
Perang Dingin, PT.Refika Aditama. Bandung. 2002.
Eby A. Hara. Decision Making Theories Dalam Studi Hubungan Internasional.
PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.
Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.
PT.Pustaka. Jakarta. 1990.
Davied Cupie and Paul Evans, The Asia-Pasific Security Lexicon, Instirute of
Southeast Asian Studies, Singapore. 2002.
Permadi Goenawan, Fantasi Terorisme. PT. Masscom Media. Semarang. 2003.
Anonim, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta, Sekretariat Nasional ASEAN, 2008
Jurnal:
C.P.F. Luhulima, Analisis CSIS, Pemberantasan Terorisme dan Kejahatan
Transnasional dalam Pembangunan Keamanan Asia Tenggara. Jakarta, Tahun
XXXII/2003
Internet:
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, dalam Daftar serangan teroris di
Indonesia, dalam www.google.com
http://www.okehosting.com/ln-matahati/luarnegeri-terorisme.htm
http://www.aseansec.org/16557.htm
Chandrawati Nurani, 2001.
http://www/habibiecenter/or.id
http://id/wikipedia.org/wiki/terorisme, diunduh pada 12 Mei 2010
http://www.aseansec.org/16557.htm
http://www.deplu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?
Name=RegionalCooperation&IDP=5&P=Regional&l=id,
17
MAKALAH
Organisasi Internasional
KERJASAMA NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM MENANGANI
TERORISME
Disusun Oleh:
Antonio Da Cruz Santa
151 070 327
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2010