TUGAS MKDU

21
PENEGAKAN HUKUM (RULE OF LAW) Penegakan hukum (Rule of Law) adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law merupakan konsep tentang common law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law merupakann “rule by the law” dan bukan “rule by the man”. Untuk membangun kesadaran di masyarakat akan pentingnya rule by the law, not rule by the man maka dimasukkanlah materi ini di dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. A. Pengertian Penegakan Hukum (Rule of Law) 1. Dari Sudut Subjek a) Dalam Arti Luas Proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. b) Dalam Arti Sempit Penegakan hukum itu diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya

description

rule of law

Transcript of TUGAS MKDU

Page 1: TUGAS MKDU

PENEGAKAN HUKUM (RULE OF LAW)

Penegakan hukum (Rule of Law) adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada

abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law

merupakan konsep tentang common law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara

beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun atas

prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law merupakann “rule by the law” dan bukan “rule

by the man”. Untuk membangun kesadaran di masyarakat akan pentingnya rule by the law,

not rule by the man maka dimasukkanlah materi ini di dalam mata kuliah Pendidikan

Kewarganegaraan.

A. Pengertian Penegakan Hukum (Rule of Law)

1. Dari Sudut Subjek

a) Dalam Arti Luas

Proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap

hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma

aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan

hukum.

b) Dalam Arti Sempit

Penegakan hukum itu diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila

diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan

daya paksa.

2. Dari Sudut Objek (Dari Segi Hukum)

a) Dalam Arti Luas

Penegakan hukum mencakup nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya

bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.

b) Dalam Arti Sempit

Penegakan hukum menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis

saja. Karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa

Page 2: TUGAS MKDU

Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas

dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit.

Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan

cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam

bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’

versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’

versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’.

Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh

hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula

nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan

istilah ‘the rule of just law’.

Dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk

menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum

modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah

‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang

menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.

Selain itu, Pengertian rule of law menurut Friedman (1959) membedakan Rule of

Law menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian

secara hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, Rule of Law diartikan sebagai

kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara.

Sedangkan secara hakiki, Rule of Law terkait dengan penegakan Rule of Law, karena

menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of Law

terkait erat dengan keadilan, sehingga Rule of Law harus menjamin keadilan yang

dirasakan oleh masyarakat/bangsa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Rule of law merupakan suatu legalisme yang

mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan

dan prosesur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.

Penegakan hukum kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan

hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas,

sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum

yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan

kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum

yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Page 3: TUGAS MKDU

B. Urgensi / Pentingnya Penegakan Hukum

Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi

masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama

diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang

dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang

menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di

Indonesia.

Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam konteks penegakkan hukum.

Para hakim yang notabene merupakan produk dari sekolah-sekolah hukum yang

bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari semua permasalahan

hukum dan hanya melihat dari sisi formalitas hukum. Sehingga tujuan hukum yang

sesungguhnya malah tidak tercapai.

Jika ditelusuri lebih dalam, kita bisa menemukan adanya titik temu antara etika dan

hukum. Keduanya sama-sama berorientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan

manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik

buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak

bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan

dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar etika bilamana

sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memeng menyebutkan demikian. Sementara

keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika

kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai manusia,

yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang

melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan

melanggar hak-hak orang lain.

Pendapat Scholten menunjukan bahwa titik temu antara etika dengan hukum terletak

pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-perilaku manusia. apa yang

dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan

etika yang menentukannya. ada keharusan, perintah dan larangan, serta sanksi-sanksi.

Selain berhubungan dengan etika, penegakan hukum juga perlu dilkasanakan sebagai

salah satu cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara Indonesia sesuai yang tertulis

pada Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4 sebagai berikut:

Page 4: TUGAS MKDU

“... untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang

melindungi segenap

Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial....”

Alasan lain pentingnya penegakan hukum di Indonesia adalah karena Indonesia

merupakan negara hukum. Sebagai negara hukum, seharusnya Indonesia wajib

melaksanakan proses penegakan hukum. Negara wajib melindungi warga negaranya dari

berbagai macam ketidakadilan, ketidaknyaman dan penyimpangan hukum lainnya.

Selain itu, Negara mempunyai kekuasaan untuk memaksa seluruh warga negaranya

untuk melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Penegakan hukum sangat penting dilakukan, karena dapat mewujudkan hal-hal

berikut ini:

- Tegaknya supremasi hukum. Supremasi hukum bermakna bahwa hukum

mempunyai kekuasaan mutlak dalam mengatur pergaulan manusia dalam berbagai

macam kehidupan. Dengan kata lain, semua tindakan warga negara maupun

pemerintahan selalu berlandaskan pada hukum yang berlaku. Tegaknya supremasi

hukum tidak akan terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku tidak ditegakkan

baik oleh masyarakat maupun aparat penegak hukum.

- Tegaknya keadilan. Tujuan utama hukum adalah mewujudkan keadilan bagi

setiap warga negara. Setiap warga negara dapat menikmati haknya dan

melaksanakan kewajibannya merupakan wujud dari keadilan tersebut. Hal itu

dapat terwujud apabila aturan-aturan ditegakkan.

- Mewujudkan perdamaian dalam kehidupan di masyarakat. Kehidupan yang

diwarnai suasana yang damai merupakan harapan setiap orang. Perdamaian akan

terwjud apabila setiap orang merasa dilindungi dalam segala bidang kehidupan.

Hal itu akan terwujud apabila aturan-aturan yang berlaku dilaksanakan.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa, urgensi atau pentingnya penegakan hukum terutama

di Indonesia adalah terciptanya ketertiban karena penegakan hukum dapat membentuk

Page 5: TUGAS MKDU

karakter masyarakat menjadi beretika dan bermoral. Alasan yang kedua adalah untuk

mewujudkan tujuan-tujuan negara Indonesia dan yang terakhir adalahagar tegaknya

supremasi hukum, keadilan serta terwujudnya perdamaian dalam kehidupan masyarakat.

C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Keberhasilan proses penegakan hukum tidaklah semata-mata menyangkut

ditegakkannya hukum yang berlaku, akan tetapi menurut Soerjono Soekanto (dalam

bukunya yang berjudul Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, 2002)

sangat tergantung pula dari beberapa faktor, antara lain:

1. Faktor Hukum Praktik. Penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi

keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum

merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu

kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu

yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan

dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya

mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan

hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasianantara nilai kaedah dan pola

perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2. Faktor Penegakan Hukum. Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas

penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi

kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci

keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak

hukum.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung. Faktor sarana atau fasilitas pendukung

mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak

adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada

hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami

hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan

computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang

kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu

dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi

begitu luas dan banyak.

Page 6: TUGAS MKDU

4. Faktor Masyarakat. Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf

kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya

derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan. Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu

sering membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto,

mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur

agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan

menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan

demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang

menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

D. Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Penegakan Hukum

yang Berkeadilan

E. Prinsip – Prinsip Penegakan Hukum (Rule of Law) Secara

Formal di Indonesia

Di Indonesia, prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera dalam pembukaan

UUD 1945 yang menyatakan : (1) bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa, …..karena

tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”, (2) ……. kemerdekaan

Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur; (3) …….. untuk

memajukan “kesejahteraan umum”, ……. dan “keadilan sosial”; (4) …….. disusunlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-undang Dasar Negara

Indonesia”; (5) ……..”kemanusiaan yang adil dan beradab”; dan (6) …….. serta dengan

mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia.

Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa

keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial”, sehingga Pembukaan UUD

1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti

dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan

sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi

Page 7: TUGAS MKDU

penyelengagara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang

berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.

Penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal termuat didalam pasal-pasal

UUD 1945, yaitu : (1) Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3); (2)

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1); (3) Segala

warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1);

(4) Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa

setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1); (5) Setiap orang

berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).

F. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Penegakan Hukum (Rule of Law)

Agar pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law berjalan efektif sesuai dengan yang

diharapkan, maka:

a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak

masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing

bangsa;

b. Rule of Law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya

yang tumbuh dan berkembang pada bangsa;

c. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan

tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat

ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto

Rahardjo, 2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat

politik yang memihak kepada kekuasaan seperti seperti yang selama ini diperlihatkan.

Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi

keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif

bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan

institusi yang absolut dan final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus

menjadi (law as process, law in the making). Hukum progresif memuat kandungan

moral yang sangat kuat, karene tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang

Page 8: TUGAS MKDU

tidak bernurani, melainkan sustu institusi yang bermoral yaitu kemanusiaan. Hukum

progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil untuk tampil melindungi

rakyat untuk menuju ideal hukum. Hukum progresif menolak keadaan status quo, ia

merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas serta aksi-aksi, karena “hukum untuk

manusia”.

Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang sinergis

dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, atau “back to law and order”, kembali

kepada orde hukum dan ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia

harus berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif dalam membangun “negara

berdasarkan hukum” versi Indonesia sehingga dapat menjadi “Rule of Moral” atau “Rule

of Justice” yang bersifat “ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan “olah hati

nurani” daripada “olah otak”, atau lebih mengedepankan komitmen moral.

G. Peningkatan Peranan Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan warga masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban

tertentu, yakni menegakkan (dalam arti mempelancar) hukum. Dengan demikian, pola

interaksi sosial tertentu yang nyata dalam kehidupan sehari-hari, akan mempengaruhi

tingkah laku para penegak hukum. Pencitraan (building image) ini menjadi teramat

penting agar aparatur hukum dapat segera mengembalikan kepercayaan publik yang

selama ini hilang. Kita patut bersyukur aparatur hukum kita tengah berjuang sekuat

tenaga dalam memulihkan kepercayaan publik tersebut. Polisi, Jaksa, Hakim, KPK dan

Timtas Tipikor secara berangsur sudah berada pada koridor itu, koridor pencitraan yang

sangat dibutuhkan bagi mendapatkan dukungan yang luas dari masyarakat dalam proses

penegakan hukum itu.

Jadi tidak usah menunggu dulu selesainya dibenahi lembaga penegak hukum dan

aparaturnya baru menegakkan hukum. Sikap seperti ini pasti akan memakan waktu.

Dimulai saja bertindak untuk menegakkan hukum dengan aparatur yang ada (tentu yang

diterjunkan, ialah aparatur pilihan yang memiliki profesionalisme dan bermental

tangguh), sementara lembaga penegak hukum dan aparatnya disempurnakan juga. Jadi

kita dalam menyempurnakan aparat penegak hukum dengan berjalan. Dukungan yang

luas dari masyarakat terhadap aparatur penegak hukum pada gilirannya akan menjadi

ukuran apakah tujuan daripada penegakan hukum itu dapat tercapai. Tentu tidak kurang

pentingnya peran akademisi, ahli hukum dan praktisi hukum lainnya. Kini eranya

mengubah pendekatan hukum dengan paradigma yang baru. Meninggalkan paradigma

Page 9: TUGAS MKDU

lama penegakan hukum dengan pendekatan kekuasaan yang telah merusak tatanan

hukum kita ke titik nadir. Tidak kurang pentingnya sejauhmana aparatur hukum

menghindari perilaku arogan. Keangkuhan aparatur hukum hanya akan menimbulkan

kesan belum pulihnya budaya kekuasaan dalam pendekatan hukum. Era masyarakat sipil

(civil society) yang kini tengah berproses sebagai bagian dari upaya kita membangun

demokratisasi produk reformasi harus disadari akan sangat didasarkan kepada peri

kehidupan yang berbasis kepastian hukum.

Untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap lembaga peradilan dan lembaga

penegak hukum lainnya, peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum

yang lebih profesional, berintegritas, berkepribadian dan bermoral tinggi perlu dilakukan

perbaikan perbaikan. Sistem perekrutan dan promosi aparat penegak hukum, pendidikan

dan pelatihan, serta mekanisme pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang

besar kepada masyarakat terhadap perilaku aparat penegak hukum. Upaya lain adalah

dengan mengupayakan peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai

dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Sebagai bagian dari upaya penegakan supremasi

hukum secara kelembagaan posisi Kepolisian dan Kejaksaan yang belum mandiri

menjadi penyebab tidak berjalannya penegakan hukum yang efektif, konsisten dan

berkeadilan.

Dalam meningkat peranan aparatur penegak hukum diperlukan pula mental yang

tangguh dalam penegakan hukum. Dalam praktik penegakan hukum, khususnya

pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana dimuka pengadilan, sering terjadi

perkaraperkara yang mengejutkan. Sering pula ada perkara yang sesungguhnya

sederhana, dalam arti tidak sulit pembuktiannya, tetapi dipengadilan dinyatakan bebas

oleh Hakim. Menghadapi peristiwa seperti ini biasanya dengan mudah saja orang terus

menuduh hakimnya tak fair dalam memutuskan perkara tersebut. Memang buktinya

kesalahan tertuduh. Artinya, kalau jaksa penuntut umum bersungguh-sungguh

membuktikan, biasanya dapat dibuktikan kalau memang peristiwa pidana itu terjadi.

Untuk mencapai hasil kerja yang positif, jaksa tersebut perlu lebih dulu memiliki

kesadaran dan mental tangguh yang tidak akan tergoyangkan oleh pengaruh yang dapat

merusak kejujurannya dalam menegakkan keadilan. Dalam dunia modern dewasa ini

pengaruh negative cenderung semakin lebih kuat, sehingga kalau mental kita kurang

tangguh, mudah kita tergiring mengikuti hawa nafsu yang merusak keadilan tersebut.

Untuk dapat menyelesaikan suatu perkara yang memenuhi rasa keadilan tentulah

setiap unit yang turut serta dalam menyelesaikan perkara itu berada dalam kondisi yang

Page 10: TUGAS MKDU

dapat diharapkan untuk berbuat jujur. Tentu bukan saja hakim yang wajib memutus

dengan adil, dan bukan hanya jaksa penuntut umum yang perlu cermat dan profesional

dalam mengemban tugasnya, tetapi sejak dimulainya awal penyidikan oleh aparat

penyidik (khususnya Kepolisian) perlu terjaga kondisi agar aparat penyidikan tersebut

dapat menyelesaikan tugasnya dengan cermat dan sempurna. Kepolisian perlu bekerja

keras mengumpulan bukti-bukti yang cukup yang akan disempurnakan oleh jaksa

penuntut umum pada saat perkara diperiksa di Pengadilan. Secara teoritis langka-langkah

inilah yang perlu diambil. Tetapi kita pun tidak dapat menutup mata, sering maksud

tersebut tidak tercapai, karena ada sebab yang bersumber pada kerapuhan mental yang

dihinggapi oleh oknum penegak hukum yang bersangkutan.

Bukan rahasia lagi , sering bebasnya perkara di Pengadilan disebabkan kurangnya

kehatian-hatian aparat penyidik, khususnya jaksa. Kalau kekeliruan yang dibuat jaksa

penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan, atau dalam berusaha membuktikan

kesalahan terdakwa, atau menyusun suatu tuntutan yang disebabkan profesionalismenya

masih relative rendah, tentu bisa diperbaiki melalui usaha upgrading bagi petugas-

petugas tersebut, sehingga kesalahan berikutnya dapat dicegah atau dikurangi

semaksimal mungkin.

Yang sulit kita hadapi, ialah adakalanya oknum aparat penegak hukum khususnya

jaksa penuntut umum sendiri sengaja melakukan kesalahan dengan tujuan agar perkara

yang ditanganinya bisa bebas di pengadilan. Di sini kegagalannya bukan karena

rendahnya profesionalisme, tetapi rapuhnya mental yang diperlukan. Untuk mencegah

terulangnya kejadian seperti ini, pimpinan instansi (Ketua Mahkamah Agung, Jaksa

Agung, Kapolri dan pimpinan instansi lainnya) perlu memperketat kontrolnya terhadap

apa yang dikerjakan oleh bawahannya. Pimpinan perlu sewaktu-waktu turun langsung

memberi petunjuk kepada petugas lapangan dan menelaah berkas perkara, surat dakwaan

dan surat tuntutan yang akan diajukan dimuka persidangan.

H. Tantangan Penegakan Hukum

Salah satu hal yang mengakari sulitnya penegakan hukum di Indonesia saat ini adalah

ketika konstitusi hukum ditungganggi oleh perilaku korupsi. Ketika hal ini

melatarbelakangi segala yang berkaitan dengan hukum, maka jelaslah Indonesia tidak

akan pernah selesai dengan urusan hukumnya. Hal inilah yang menjadi tantangan utama

Page 11: TUGAS MKDU

bagi pemerintah baik pusat maupun daerah yaitu bagaimana cara menghapuskan korupsi

di Indonesia.

Bila ditilik ulang dari sejarah terselenggaranya Negara Indonesia, memang sudah

memiliki mental korupsi yang diwariskan dari kehidupan VOC dan pemerintahan

Hindia-Belanda, yang menular pada pemimpin-pemimpin di awal Masa Kemerdekaan

Indonesia. Hal inilah yang salah kaprah, budaya korupsi dan birokrasi yang rumit, yang

masih menganut sistem yang terwariskan tersebut. Pendidikan, penegakan hukum,

persoalan cadangan energi, politik, dan hal-hal yang lainnya, diatur oleh adanya korupsi,

yang mengakibatkan tidak majunya sektor-sektor tersebut, padahal secara Sumber Daya,

sungguh sangat melimpah ruah apa yang ada di Indonesia ini.

Disisi lain, Indonesia memang tidak di support dengan sistem advokat yang secara

serius menangani kasus ini. Jika dibandingkan dengan keadaan negara lain, sebenarnya

jika banyak advokat yang berkonsentrasi dalam mengurus hal pemberantasan korupsi

disegala lini, maka sudah barang pasti Indonesia menjadi negara yang melompat lebih

tinggi dari negara lain.

Dari data tahun 2009, terdapat 237 kasus pada Anggota DPR/DPRD, 224 kasus pada

Pejabat Daerah, dan 80 kasus pada Swasta. Hal inilah yang menjadi cermin bagaimana

implikasi dari keadaan ekonomi yang ada. Selain itu terdapat juga 173 kasus Gubernur/

Walikota/ Bupati yang mengalami korupsi. Inilah yang membuat upaya pembangunan

didaerah Indonesia tidak berkembang dari tahun ke tahun.

I. Penegakan Hukum : Langkah Progresif Berantas Korupsi

Dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, kita telah dikenalkan dengan

rumusan undang-undang pemberantasan korupsi. Sering juga undang-undang itu direvisi

dengan alasan untuk melengkapi, bahkan dimaksudkan untuk menambah bobot sanksi

agar dapat menimbulkan efek jera terhadap pelakunya. Dapat kita simak dalam Undang-

undang Nomor 30 tahun 2002 memuat aturan yang menunjang terbentuknya Komisi

Pemberantasan korupsi yang sangat luar biasa.

Namun, disaat kita mempunyai normative yang sanagt istimewa itu justru kondisi

aparat penegak hukum sedang carut marut karena munculnya mafia peradilan. Sungguh

ironis, di institusi yang sangat mulia seperti Mahkamah Agung (MA) ternyata juga ada

kasus jual-beli putusan hukum, sebagaimana kasus suap yang dilakukan Probosutedjo.

Kasus tersebut tentu telah mencoreng reputasi penegak hukum. Imbasnya, pada akhirnya

Page 12: TUGAS MKDU

masyarakat akan kecewa dan merasa pesimistis terhadap kelangsungan pemberantasan

korupsi. Wajar jika munculnya kasus itu merupakan tanggung jawab pendidikan hukum.

Pertanyaannya, mengapa tanggung jawab tersebut di bebankan kepada pendidikan

hukum? Institusi pendidikan hukum merupakan lembaga yang berkaitan secara langsung

membentuk pribadi para praktisi hukum, apakah itu hasilnya berkualitas atau malah tak

berkualitas sama sekali. Dengan adanya pendidikan hokum maka dapat mengefektifkan

dan memaksimalkan penegakan hukum positif yang berkaitan dengan upaya pencegahan

korupsi dikalangan aparat penegak hukum dan pemegang jabatan publik, serta

melakukan evaluasi /revisi terhadap berbagai kelemahan yang ada dalam keseluruhan

system penegakan dibidang pemberantasan korupsi.

Sangat perlu bagi para akademis, ilmuwan dan juga teoritisi kita untuk secara

bersama-sama membenahi kualitas kurikulum dan system pendidikan hukum kita, agar

kelak dapat membentuk praktisi hukum yang andal, professional, dan juga harus

berakhlak mulia. Peran mereka ialah memberikan pencerahan kepada aparat penegak

hukum agar tetap berpegang teguh pada keberanian untuk mempertahankan kebenaran

sekalipun itu godaan yang dihadapi sangat berat. Sinergi antarkomponen tersebut harus

dipupuk untuk bersama-sama memerangi penyakit korupsi yang sudah sangat akut,

mewabah disetiap lapisan mayarakat kita. Jangan sampai Negara Indonesia dikenal

terkenal karena skill korupsinya yang mengagumkan, melainkan karena prestasinya.

Oleh karena itu, menegakkan hukum terutama memberantas kejahatan korupsi tidak

boleh ditunda-tunda, kerena kejahatan itu sendiri akan menguasai kita dan

menghancurkan apa yang ada, kalau kita tidak cepat mencegah dan memberantasnya.

Keprihatinan dalam usaha penegakkan hukum di Indonesia selama ini semakin

bertambah, karena rakyat hampir tidak mempercayai lagi lembaga penegakan hukum

kita. Mengapa pemerintah Negara-negara tetangga kita, seperti pemerintah Korea selatan

berani konsekuen dalam menegakkan hukum? Jawabnya, karena mereka tahu kunci

menyelamatkan Negara dari ancaman krisis kewibawaan dan mengatasi krisis ekonomi,

ialah kepada rakyat harus diperlihatkan bahwa hukum berlaku tegas tanpa diskriminasi.

Ada empat hal positif yang dapat ditarik dari penegakan hukum yang tegas, dan ini

juga yang melatarbelakangi kebijakan Pemerintah Korea Selatan untuk secara tegas

mengambil tindakan hukum terhadap para koruptornya.

1. Pertama, memulihkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Rakyat akan sepenuh

hati mendukung pemerintahannya, karena mereka melihat pemerintahnya tidak

bermain-main dalam menegakkan hukum.

Page 13: TUGAS MKDU

2. Kedua, dengan tindakan penegakan hukum yang tegas berarti melakukan pendidikan

sekaligus pencegahan berlanjutnya korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah

sendiri.

3. Ketiga, dapat dilakukan penyelamatan aset Negara, karena dengan adanya penegakan

hukum tersebut aset Negara yang mudah dikorup sebelum dilakukan tindakan tegas,

kini dapat diselamatkan demi pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

4. Keempat, para penanam modal tidak ragu-ragu menanamkan modalnya di Indonesia, karena oknum pejabat/pengusaha di Indonesia tidak akan leluasa lagi mengkorup modal yang ditanam sebagai akibat tindakan tegas pemerintah dalam penegakan hukum.

Page 14: TUGAS MKDU

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta:

Prenada Media.

Barnabas, Dwi Andika. 2014. Urgenti Etika dan Moral dalam Penegakan Hukum.[Online].

Diakses tanggal 22 September 2015.

Malian, S. dan S. Marjuki (editor). 2003. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi

Manusia. UII Press: Yogyakarta.

Soemiarno, S. 2005. Hak Asasi Manusia. Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas.

Syarbani, Syahrial. 2002. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Edisi Revisi. Jakarta:

Ghalia Indonesia.