TUGAS LINGUISTIK UMUM

11
TUGAS LINGUISTIK UMUM NAMA : ANNISA NMP : 156210705 KELAS : 1 C FKIP BAHASA INDONESIA TUGASNYA : 1. PENDAPAT TENTANG BAHASA ITU MANUSIAWI 2. BUAT RESUME DARI BUKU CHAER 2012 : 59-95

Transcript of TUGAS LINGUISTIK UMUM

Page 1: TUGAS LINGUISTIK UMUM

TUGAS LINGUISTIK UMUM

NAMA : ANNISA NMP : 156210705

KELAS : 1 CFKIP BAHASA INDONESIA

TUGASNYA :

1. PENDAPAT TENTANG BAHASA ITU MANUSIAWI2. BUAT RESUME DARI BUKU CHAER 2012 : 59-95

MATA KULIAH : LINGUISTIK UMUM NAMA DOSEN : ERMAWATI.S,S.P.d.,M.A

Page 2: TUGAS LINGUISTIK UMUM

Bahasa Itu Manusiawi

Bahasa yang manusiawi adalah bahasa yang lahir alami oleh manusia penutur bahasa. Hal ini karena pada binatang belum tentu ada bahasa meskipun binatang dapat berkomunikasi. Sifat ini memiliki fungsi sebagai citra bahasa sangat baik dalam komunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa, yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan tidak dinamis. Bahasa dikuasai oleh para hewan secara instingtif (naluriah), sedangkan manusia menguasai bahasa dengan cara belajar. Tanpa belajar manusia tidak akan dapat berbahasa. Hewan tidak mempunyai kemampuan untuk mempelajari bahasa manusia. Oleh karena itu dikatakan bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa bersifat manusiawi, artinya hanya dimiliki oleh manusia. Sedangkan alat komunikasi binatang bersifat terbatas, dalam arti Cuma untuk keperluan hidup kebinatangan itu saja.

3.3 BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA

Linguistik mikro adalah struktur intem bahasa atau sosok bahasa itu sendiri, sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa. Bahasa sebagai bahasa, yaitu yang menjadi objek kajian linguistik mikro, dengan cara melihat cirri-ciri yang merupakan hal yang hakiki dari bahasa itu. Yang dimaksud dengan faktor-faktor di luar bahasa itu tidak lain dari pada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berbubungan dengan bahasa. Oleh karena itu, hal-hal yang menjadi objek kajian linguistic makro itu sangat luas dan beragam. Bahasa adalah masalah bahasa dalam kaitannya dengan kegiatan social di dalam masyarakat atau lebih jelasnya, hubungan bahasa dengan masyarakat itu.

3.3.1 Masyarakat Bahasa

Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang banyaknya relative), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan social yang sama. Karena itu, bias disebutkan masyarakat Indonesia, masyarakat Betawi, masyarakat Rt 001, atau masyarakat Eropa.

Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahwa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit.

Akibat lain dari konsep “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka patokan linguistic umum mengenai bahasa menjadi longgar. Secara linguistic bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa itu banyak sekali persamaannya, sehingga orang Malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa Indonesia, dan sebaliknya orang Indonesia dapat pula mengerti dengan baik akan bahasa Malaysia. Jadi dalam kasus ini ada

Page 3: TUGAS LINGUISTIK UMUM

dua masyarakat bahasa, yaitu masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat bahasa Indonesia. Contoh lain, bahasa Denmark, bahasa Swedia, dan bahasa Norwegia secara linguistic juga merupakan satu bahasa, sebab penduduk ketiga negara itu dapat berkomunikasi dengan bahasa mereka tanpa hambatan.

Orang Indonesia pada umumnya adalah bilingual, yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa daerahnya dan kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua tetapi menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama. Banyak juga yang multilingual, karena selain menguasai bahasa Indonesia, menguasai bahasa daerahnya sendiri, menguasai pula bahasa daerah lain, atau bahasa asing. Maka oleh karena itu banyak orang Indonesia menjadi anggota masyarakat bahasa yang berbeda.

3.3.2 Variasi dan Status Sosial Bahasa

Bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam, dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang beragam-ragam pula. Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain variasi bahasa rendah (biasanya disingkat R). Variasi T digunakan dalam situasi-situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah, surat-menyurat resmi, dan buku pelajaran. Variasi T ini harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan variasi bahasa R di gunakan dalam situasi yang tidak formal seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi, dan catatan untuk diri sendiri. Keadaan ini, adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut dengan istilah diglosia. Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis.

Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai nama yang berlainan. Variasi bahasa Yunani R disebut dhimotiki variasi bahasa arab R disebut ad-darij variasi bahasa jerman Swiss T disebut schriftsdrache dan variasi bahasa Jerman Swiss R sisebut schweizerdeutsch

3.3.3 Penggunaan Bahasa

Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada disebutkan bahwa kata ganti orang kedua dalam bahasa Indonesia adalah kamu atau engkau. Kenyataanya, secara social kedua kata ganti itu tidak dapat dipakai untuk menyapa orang kedua yang lebih tua atau yang dihormati. Kedua kata ganti itu, kamu dan engkau hanya dapat digunakan untuk orang kedua yang sebaya, levih muda, atau kedudukan sosialnya lebih rendah.

Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsure, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :

(1) Setting and scene, yaitu unsure yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapaan. Umpamaannya percakapan yang terjadi di kantik sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung.

Page 4: TUGAS LINGUISTIK UMUM

(2) Participant, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan. Umpamanya, antara Ali murid kelas dua SMA dengan Pak Ahmad gurunya.

(3) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik, tetapi hasil yang didapat adalah sebaliknya murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa.

(4) Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan. Misalnya dalam kalimat : a. Dia berkata dalam hati, “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik.” b. Dia berkata dalam hati, mudah-mudah lamarannya diterima dengan baik.

(5) Key, yaitu yang menunjukan pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan. Misalnya, pelajaran linguistik dapat diberikan dengan cara yang santai tetapi dapat juga dengan semangat yang menyala- nyala.

(6) Instrumentalities, yaitu yang menunjukan padaa jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan.

(7) Norms, yaitu yang menunjukan pada norma perilaku peserta percakapan.(8) Genres, yaitu yang menunjukan pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.

3.3.4 Kontak Bahasa

Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Hal yang sangat menonjol yang bias terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya yang disebut bilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode. Sebagai contoh kita ambil keadaan linguistic di Indonesia.

Indonesia adalah Negara yang multilingual. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bangsa daerah, besar maupun kecil, yang digunakan oleh para anggota masyarakat bahasa daerah itu untuk keperluan yang bersifat kedaerahan. Namun disamping itu banyak pula yang hanya menguasai satu bahasa. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual, unilingual, atau monoglot yang menguasai dua bahasa disebut bilingual sedangkan yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut multilingual, plurilingual, atau poliglot.

Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi, integrasi, alihkode (code-switch-ing), dan campurkode (code-mixing). Keempat peristiwa ini gejalanya sama, yaitu adanya unsure bahasa lain dalam bahasa yang digunakan namun, konsep masalahnya tidak sama. Yang dimaksud dengan interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah bahasa yang sedang digunakan itu.

3.3.5 Bahasa dan Budaya

Page 5: TUGAS LINGUISTIK UMUM

Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar, yaitu Edwar Sapir dan Benjamin Lee Whorf ( dan oleh karena itu disebut hipotesis Sapir Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya. Misalnya, katanya, dalam bahasa-bahasa yang mempunyai kategori kala atau waktu, masyarakat penuturnya sangat menghargai dan sangat terikat oleh waktu. Hipotesis Sapor-Whorf ini memang tidak banyak diikuti orang tetapi hingga kini masih banyak dibicarakan orang termasuk juga dalam kajian antropologi.yang banyak diikuti orang malah pendapat yang merupakan kebalikan dari hipotesis Sapir-Whorf itu, yaitu bahwa kebudayaanlah yang mempengaruhi bahasa. Umpamanya, karena masyarakat Inggris tidak berbudaya makan nasi, maka dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk menyatakan padi, gabah, beras, dan nasi.

kenyataan juga membuktikan, masyarakat yang kegiatannya sangat terbatas, seperti masyarakat suku-suku bangsa yang terpencil, hanya mempunyai kosakata yang juga terbatas jumlahnya.

3.4 KLASIFIKASI BAHASA

Bahasa itu bersifat universal disamping juga unik. Jadi, bahasa-bahasa yang ada didunia ini disamping ada kesamaannya ada juga perbedaanya, atau cirri khas nya masing-masing. Sebelum abad XX hal ini belum banyak disadari orang. Namun, di Eopa dengan berkembangannya studi linguistik historis komparatif, studi yang mengkhusus pada telah perbandingan bahasa, maka orang mulai membuat klasifikasi terhadap bahasa-bahasa yang ada di dunia ini.

Menurut Greenberg suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekshaustik, dan unik. Yang dimaksud dengan nonarbitret adalah bahwa criteria klasifikasi itu tidak boleh semaunya, hanya harus ada satu kriteria. Tidak boleh ada criteria lainnya. Dengan criteria yang hanya satu ini, yang nonarbitrer, maka hasilnya akan ekshaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya semua bahasa yang ada dapat masuk dalam satu kelompok.

pendekatan genetis hanya melihat garis keturunan bahasa itu hasilnya disebut klasifikasi genetis atau geneologis. Pendekatan tipologis menggunakan kesamaan-kesamaan tipologi, entah fonologi, morfologi, maupun sintaksis untuk membuat klasifikasi.

3.4.1 Klasifikasi Genetis

Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa proto (bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih.

Klasifikasi genetik dilakukan berdasarkan criteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Oleh karena itu, klasifikasi genetis bias dikatakan merupakan hasil pekerjaan linguistik historis komparatif. Klasifikasi genetis ini, karena hanya

Page 6: TUGAS LINGUISTIK UMUM

menggunakan satu kriteria, yaitu garis keturunan atau dasar sejarah perkembangan yang sama, maka sifatnya menjadi nonarbitrer. Klasifikasi genetis ini menunjukan bahwa perkembangan bahasa-bahasa di dunia ini bersifat divergenesif yakni memacah dan menyebar menjadi banyak tetapi pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih.

3.4.2 Klasifikasi Tipologis

Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang-ulang dalam suatu bahasa. Unsur yang berulang ini dapat mengenai bunyi, morfem, kata, frase, kalimat, dan segaiannya. Oleh karena itu, klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa. Maka, karena itu pula, hasil klasifikasinya dapat bermacam-macam.

Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok, yaitu :

Kelompok pertama, adalah yang semata-mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi.

Kelompok kedua, adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi.Kelompok ketiga, adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi.

3.4.3 Klasifikasi Areal

Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabatan secara genetik atau tidak.

klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa-bahasa itu memberikan pengaruh timbale-balik dalam hal-hal tertentu yang terbatas. Klasifikasi ini pun bersifat nonekshaustik, sebab masih banyak bahasa-bahasa di dunia ini yang masih bersifat tertutup, dalam arti belum menerima unsure-unsur luar. Jadi, bahasa yang seperti ini belum dapat dikelompokan atau belum dapat masuk ke dalam salah satu kelompok.

3.4.4 Klasifikasi Sosiolinguistik

Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa-bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu.

Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau criteria, yaitu historisitas, standardisasi, vitalisasi, dan homogenesitas. Historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu. Kriteria historisitas ini akan menjadi positif kalau bahasa itu mempunyai sejarah perkembangan atau sejarah pemakaiannya. kriteria standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku, atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal. Vitalisasi berkenaan dengan apakah bahasa ini mempunyai penuturan yang menggunakannya dalam kegiatan sehari- hari secara aktif, atau

Page 7: TUGAS LINGUISTIK UMUM

tidak. Sedangkan homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan.

3.5 BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA

Dalam bagian terdahulu sudah disebutkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem bunyi. Jadi, bahasa itu adalah apa yang dilisankan. Juga sudah disebutkan bahwa linguistik melihat bahasa itu adalah bahasa lisan, bahasa yang diucapkan, bukan yang dituliskan. Linguistik bahasa adalah primer sedangkan bahasa tulis adalah sekunder. Bahasa lisan lebih dulu dari bahasa tulis. Malah hingga saat ini masih banyak bahasa di dunia ini yang belum punya tradisi tulis. Artinya, bahasa itu hanya digunakan secara lisan, tetapi tidak secara tulisan.

Meskipun dikatakan bahasa lisan adalah primer dan bahasa tulis sekunder, tetapi peranan atau fungsi bahasa tulis di dalam kehidupan modern sangat besar sekali.

Para ahli dewasa ini memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar-gambar yang terdapat di gua-gua di Altamira diSpanyol utara, dan di beberapa tempat lain. Pada zaman modern pun pictogram ini masih banyak digunakan orang sebagai alat komunikasi.

Aksara paku kemudian diambil oleh orang Persia, yakni pada zaman Darius I (522-468 SM). System yang demikian yang menggambarkan suku kata disebut aksara silabis. Aksara silabis Mesir ini mempengaruhi system tulisan bangsa-bangsa lain, termasuk bangsa Fanesia, yang hidup dipantai timur Laut Tengah. Aksara Fenesia terdiri dari 22 buah suku kata. Jadi aksara fenesia ini setiap aksaar melambangkan satu konsonan yang diikuti oleh satu vocal. Dalam pembicaraan mengenai bahasa tulis dan tulisan kita menemukan istilah-istilah huruf, abjad, alphabet, aksara, graf, grafem, alograf, dan juga kaligrafi dan grafiti. Dalam kehidupan manusia aksara ternyata tidak hanya dipakai untuk keperluan menulis dan membaca, tetapi juga telah berkembang menjadi suatu karya seni yang disebut kaligrafi, atau secara harfiah biasa diartikan sebagai seni menulis indah.