Tugas Kwn

13
4. Kolusi Kolusi Proyek Bandara, Sedang Ditangani Polisi Larantuka, NTT Online - Kasus dugaan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pelelangan proyek pekerjaan pemotongan tanah dan pematangan landasan pacu tahap I bandar udara (Bandara) Gewayantana Larantuka sudah mulai ditangani Polres Flotim. Komisaris PT Putra Sikka Mandiri Maumere, Paulus Pope Belang selaku pelapor atas kasus tersebut sudah dimintai keterangan oleh penyidik Reskrim Polres Flotim, Sabtu (8/8). Paul Pope Belang, seusai dimintai keterangan oleh penyidik, Sabtu (8/8) menjelaskan, dirinya diperiksa polisi terkait laporannya tentang dugaan KKN dalam proses pelelangan proyek Bandara Gewayantana Larantuka senilai Rp 6 miliar. Menurutnya, panitia pelelangan proyek ini dan pejabat pembuat komitmen/kuasa pengguna anggaran (PPK/KPA) Bandara Gewayantana telah melanggar ketentuan Keppres 80 tahun 2003. Dalam keputusan pelelangan proyek miliaran rupiah itu, penitia menetapkan PT Cipta Sarana Raya Maumere sebagai pemenang, walaupun perusahaan tersebut berada pada nomor buntut (nomor 8-Red) perengkingan rekanan lelang dengan nilai tawar Rp 6,1 miliar. Nilai penawaran seperti ini, tandas Pope, sangat merugikan negara senilai Rp 2 miliar. Menurut Pope, dengan adanya keputusan panitia lelang dan PPK/KPA Bandara Gewayantana, maka secara akal sehat dapat diduga telah terjadi kolusi. “Perusahaan kami, PT Putra Sikka Mandiri selaku rekanan lelang yang berada pada nomor urut 1 dengan nilai penawaran Rp 4,7 miliar, seyogianya harus menang, karena menerapkan nilai tawar terendah dan sangat menguntungkan negara sebesar Rp 2 miliar. Kami heran kok, mengapa panitia dan PPK/KPA dapat melenceng dari ketentuan yang berlaku. Atas dasar itu, berikut dugaan adanya manipulasi dokumen kami oleh pihak panitia, maka kami selaku pihak yang dirugikan melakukan pengaduan ke penegak hukum dengan tujuan mencari keadilan dan kebenaran,” tegasnya.

description

tugas

Transcript of Tugas Kwn

4. KolusiKolusi Proyek Bandara, Sedang Ditangani PolisiLarantuka, NTT Online - Kasus dugaan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pelelangan proyek pekerjaan pemotongan tanah dan pematangan landasan pacu tahap I bandar udara (Bandara) Gewayantana Larantuka sudah mulai ditangani Polres Flotim.Komisaris PT Putra Sikka Mandiri Maumere, Paulus Pope Belang selaku pelapor atas kasus tersebut sudah dimintai keterangan oleh penyidik Reskrim Polres Flotim, Sabtu (8/8). Paul Pope Belang, seusai dimintai keterangan oleh penyidik, Sabtu (8/8) menjelaskan, dirinya diperiksa polisi terkait laporannya tentang dugaan KKN dalam proses pelelangan proyek Bandara Gewayantana Larantuka senilai Rp 6 miliar.Menurutnya, panitia pelelangan proyek ini dan pejabat pembuat komitmen/kuasa pengguna anggaran (PPK/KPA) Bandara Gewayantana telah melanggar ketentuan Keppres 80 tahun 2003. Dalam keputusan pelelangan proyek miliaran rupiah itu, penitia menetapkan PT Cipta Sarana Raya Maumere sebagai pemenang, walaupun perusahaan tersebut berada pada nomor buntut (nomor 8-Red) perengkingan rekanan lelang dengan nilai tawar Rp 6,1 miliar.Nilai penawaran seperti ini, tandas Pope, sangat merugikan negara senilai Rp 2 miliar. Menurut Pope, dengan adanya keputusan panitia lelang dan PPK/KPA Bandara Gewayantana, maka secara akal sehat dapat diduga telah terjadi kolusi. Perusahaan kami, PT Putra Sikka Mandiri selaku rekanan lelang yang berada pada nomor urut 1 dengan nilai penawaran Rp 4,7 miliar, seyogianya harus menang, karena menerapkan nilai tawar terendah dan sangat menguntungkan negara sebesar Rp 2 miliar. Kami heran kok, mengapa panitia dan PPK/KPA dapat melenceng dari ketentuan yang berlaku. Atas dasar itu, berikut dugaan adanya manipulasi dokumen kami oleh pihak panitia, maka kami selaku pihak yang dirugikan melakukan pengaduan ke penegak hukum dengan tujuan mencari keadilan dan kebenaran, tegasnya.Pope mengakui di hadapan penyidik Reskrim Polres Flotim, bahwa ia telah membeberkan fakta persoalan sesungguhnya. Di depan penyidik, sekitar 3 jam lebih, Pope yang didampingi pengacaranya, Agustina Lamabelawa, telah memberikan keterangan seputar proses pelelangan, penipuan, pemalsuan dokumen, KKN, dan perbuatan tidak menyenangkan.Saya harapkan proses hukum dari kasus ini berjalan hingga tuntas, dengan landasan moral, bahwa negara dirugikan sekitar Rp.2 miliar hanya karena ketidakberesan dalam pelelangan proyek tersebut. Panitia dan PPK/KPA harus segera diperiksa untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang telah melanggar ketentuan yang berlaku, harapnya.Terkait dugaan pemalsuan dokumen pelelangan tersebut, pengacara, Agustina Lamabelewa pada Rabu (22/7) bersama Pope menemui Wakapolres Flotim, Agustinus Nggana.Di depan Wakapolres Nggana, Ina Lamabelawa meminta laporannya dapat ditindaklanjuti polisi dengan mulai melakukan proses hukum dugaan pelanggaran pidana pelelangan proyek Bandara. Wakapolres Nggana, pada kesempatan tersebut, menyatakan respek atas laporan tersebut dan berjanji akan mempelajari dokumen yang disampaikan PT. Putra Sikka Mandiri selaku pihak yang dirugikan.Sebagaimana diberitakan media ini, Jumat (17/7), PPK/KPA Bandara Gewayantana, Arnold Masan Sanga dalam jawaban sanggahan PT. Putra Sikka Mandiri, mengakui bahwa penawaran lelang proyek ini sudah dievaluasi berdasarkan metode sistem gugur yang dilakukan dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap pemenuhan persyaratan yang diurut mulai dari tahapan penilaian administrasi, persyaratan teknis, dan kewajaran harga. Peserta atau rekanan yang tidak lulus dalam setiap tahapan dinyatakan gugur.Arnold membantah penilaian pihak PT Putra Sikka Mandiri bahwa adanya KKN. Tudingan adanya KKN itu tidak mendasar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. PT Citra Sarana Raya dinyatakan layak sehingga ditetapkan sebagai pemenang lelang, akunya. Flores Pos.Penyebab : Adanya praktek kolusi yang dilakukan oleh panitia pelelangan proyek dan pejabat pembuat komitmen / kuasa pengguna anggaran yang memenangkan PT . Cipta Raya Sarana Maumere yang merugikan Negara sebesar Rp. 2 milyar.Solusi : Sebaiknya pemerintah ikut ambil tindakan dalam memilih perusahaan yang akan menerima tender tersebut. Dan pelelangan sebaiknya dilakukan secara terbuka,sehingga dapat menghindari terjadinya hal-hal yang merugikan Negara.

Partai Buruh Laporkan Dugaan Kolusi di KPUJAKARTA, SENIN - Ketua Umum Partai Buruh Mochtar Pakpahan, mengadukan dugaan kolusi di Komisi Pemilihan Umum. Ia datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (28/7) sekitar pukul 13.45 WIB.Menurut Pakpahan, dugaan kolusi yang terjadi saat verifikasi partai politik peserta pemilu 2009 ini membuat sejumlah partai yang seharusnya lolos verifikasi, menjadi tidak lolos. Sebaliknya, ada partai yang seharusnya tidak lolos verifikasi, justru dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2009."Anggota KPU Andi Nurpati dan Putu Arta," jawab Pakpahan saat ditanya siapa yang bertanggung jawab dalam dugaan kolusi ini. Dampak paling kelihatan dari dugaan kolusi ini, lanjut Pakpahan, partainya tidak dapat mengikuti Pemilu 2009.Saat ditanya mengapa tidak melaporkan dugaan kolusi ini ke Bawaslu, dia mengatakan, dari pengalaman Pemilu 2004, melaporkan ke Bawaslu tidak banyak memberikan manfaat.Penyebab : diduga adanya praktek kolusi yang dilakukan oleh KPU pada pemilu 2009. Dan hal tersebut mengakibatkan partai yang seharusnya lolos verifikasi menjadi tidak lolos, sedangkan partai yang seharusnya tidak lolos verifikasi menjadi lolos.Solusi : KPK dan pemerintah dapat menangani kasus ini dengan benar. Jangan sampai merugikan partai yang dirugikan. Dan agar kasus ini tidak terjadi lagi.Demokrat Curiga Modus Kolusi KPU BerjaringINILAH.COM, Jakarta - Penetapan Ketua KPU Abdul Hafidz Anshari sebagai tersangka, disinyalir tidak bekerja sendiri. Melainkan, ada pihak-pihak lain yang turut terlibat dalam kasus pemalsuan surat rekapitulasi Halmahera.

"Apakah perorangan atau berjejaring, logika saya berjejaring," ujar Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Gede Pasek Suardika di gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/10/2011).

Pasek yang juga anggota Panja Mafia Pemilu DPR menilai kasus ini sangat serius. Apalagi, ada bukti otentik. "Apalagi tersangka Ketua KPU, akte otentik. Pemalsuan yang sikapnya serius," katanya.

Menurutnya, hal ini justru jauh lebih fatal jika dibandingkan masalah yang lain. Seperti surat palsu MK maupun masalah yang lain seperti yang menimpa anggota DPR Ahmad Yani. "Ini lebih fatal karena ketuanya langsung," katanya.

Terkait silang pendapat antara Kejaksaan Agung dengan Bareskrim Mabes Polri, Pasek menilai jika sudah ada SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan) maka sudah ada tersangka. "Kalau sudah tahapan penyelidikan berarti sudah tahapan tersangka," katanya.

Banyaknya kasus yang menimpa KPU dinilai karena sistem birokrasi yang lemah. "Bisa jadi tidak didukung birokrasi yang kuat. Otomatis lemah dangan beberapa kasus yang ada," katanya.Penyebab :Solusi :

Calon Kepala BIN Bantah Dugaan Kolusi dengan SBYJAKARTA--MICOM: Calon Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Letjen TNI Marciano Norman membantah dugaan kolusi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait pencalonannya. Dia mengaku menghormati SBY sebagai panglima tertinggi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Pasti, saya adalah komandan paspampres, prajurit TNI sementara Pak SBY adalah panglima tertinggi," ujarnya usai pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD), Jakarta, Selasa (18/10).

Dia juga enggan berkomentar tentang rumor pencalonannya bertujuan untuk "mengamankan" orang nomor satu di Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Norman menjalani pemeriksaan kesehatan bersama sejumlah calon menteri di RSPAD hari ini. Dia tetap menjalani pemeriksaan kesehatan meski mengaku sedang menderita flu. (Bob/OL-12)Penyebab : Solusi :

5. NepotismeNepotisme Ancam Wibawa SBYINILAH.COM, Jakarta - Kredibilitas pemerintahan Presiden SBY kembali terancam oleh kasus nepotisme. Belum hilang dari ingatan kita Aulia Pohan yang juga besan Presiden disebut-sebut sebagai kandidat kuat Gubernur Bank Indonesia, kini adik ipar Ani Yudhoyono juga diperkirakan akan ditetapkan menjadi Dirut BNI dalam RUPS, Rabu (6/2). Pengangkatan Gatot sebagai Dirut BNI hampir pasti, karena calon-calon yang dimunculkan tidak ada yang sekaliber dirinya. Sebagai Wakil Dirut BNI, Gatot hanya bertarung dengan orang baru BNI, Elvyn G. Masassya (Corporate Secretary) dan Lilies Handayani (BNI Life).Padahal, pasca Dirut Sigit Pramono, BNI membutuhkan figur kuat untuk mengangkat kinerja perusahaan. Pemimpin sekelas Agus Martowardoyo yang mengangkat kinerja Bank Mandiri setelah karut-marut ditinggal ECW Neloe.Namun tampaknya seperti halnya posisi Gubernur Bank Indonesia yang akan dipaksakan pada Aulia Pohan, posisi bos tertinggi BNI juga akan diberikan pada Gatot. Sumber mengemukakan bahwa keputusan SBY tersebut sebenarnya bisa ditebak dari karakter mantan Menko Polkam itu dalam memilih timnya. "Di Partai Demokrat ada Hadi Utomo yang juga merupakan ipar dari SBY. Hadi didudukkan sebagai Ketua Umum. Kemudian, kabinet diisi dan diatur oleh Sudi Silalahi, sohibnya di militer," jelasnya.Menneg BUMN Sofyan Djalil sendiri mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi nama-nama direksi baru. Bahkan meskipun proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Bank Indonesia belum selesai, pengangkatan direksi baru tetap bisa dilakukan hari ini. "Kita sudah oke semua. Tinggal di BI yang fit and proper test, yang sepertinya tidak ada masalah. Walaupun BI belum selesai, tapi kita akan angkat dulu, nanti sambil fit and proper test-nya selesai," kata Sofyan di kantornya Selasa (5/2).Selain BNI, pengajuan nama calon gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2008-2013 oleh Presiden SBY kepada DPR juga layak disimak. SBY diminta berhati-hati mengajukan kandidat penguasa bank sentral itu. Nama-nama yang masih tersangkut kasus hukum diminta tidak dimajukan. Sementara Wakil Ketua Komisi XI DPR (membidangi keuangan dan perbankan) Endin J. Soefihara, mengingatkan SBY harus lebih selektif mengusulkan nama-nama calon gubernur BI kepada legislatif pada 18 Februari mendatang. SBY diminta mempertimbangkan secara serius jika akan memasukkan kembali nama Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. "Saya kira, lebih baik mengajukan calon yang tidak tersangkut kasus hukum," kata Endin di Jakarta, Selasa(5/2).Endin mengatakan, kredibilitas BI dan pemerintah akan dipertaruhkan jika yang diajukan adalah calon bermasalah. "Sekarang biarlah aparat penegak hukum menuntaskan kasus pembagian uang oleh BI ini. Kita tinggal menunggu siapa yang akan diajukan oleh presiden," papar Endin.Penyebab : Presiden SBY yang memasukkan keluarga dan koleganya ke kedudukan yang cukup tinggi.Solusi : Presiden SBY sebaiknya lebih selektif lagi dalam memilih calon-calon yang akan menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Jangan hanya menganggap orang tersebut keluarga atau koleganya, tapi harus melihat dari kemampuan dan potensi yang dimilikinya.Nepotisme Warnai Rekomendasi Pembuatan Paspor Sudjiono TimanTEMPO Interaktif, Jakarta: Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri memeriksa saksi Kombes AH, terkait dugaan tiga perwira polisi yang membantu membuatkan paspor terpidana korupsi Sudjiono Timan. AH sedang diperiksa hari ini, kata Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Pol. Soenarko DA, kepada wartawan Jumat (17/12) siang.

Kombes AH bertugas di NCB/intepol Mabes Polri. Ia dimintai keterangan atas pengawasan terhadap bawahannya. Tanggung jawab terhadap salah satu stafnya untuk memperkuat proses dan prosedur pengeluaran surat yang sifatnya koordinatif dengan lintas terkait atau lintas departemen dalam pengurusan paspor itu, kata Soenarko.

Sebelumnya diberitakan, tiga perwira polisi masing-masing AKBP SA, AKBP BA, AKP AK, diperiksa Divisi Propam Mabes Polri karena diduga ikut membantu membuat paspor Sudjiono Timan. Sudjiono adalah terpidana kasus korupsi yang saat ini masih buron.

Soenarko menambahkan, AKBP BA mempunyai hubungan kekeluargaan dengan pengusaha swasta berinisial H. Pengusaha ini rencananya juga akan dipanggil sebagai saksi. Kemudian, AKBP BA memerintahkan bawahannya untuk memberikan rekomendasi pembuatan paspor. Memberikan rekomendasi untuk anggota masyarakat itukan sudah keluar dari pada ketentuan kedinasan, katanya.

Apa sanksi yang akan diberikan kepada ketiga perwira itu, Soenarko katakan, ada dua kategori yakni pelanggaran disiplin dan kode etik profesi.

Penyebab : adanya tiga perwira polisi yang membantu membuatkan paspor untuk terpidana korupsi Sudjiono Timan.Solusi : pihak kepolisian harus tegas dalam menangani hal ini. Jangan sampai hal seperti ini terulangi lagi. Dan anggota kepolisian harus lebih jujur lagi.

Nepotisme Ancam DemokratisasiBERITA - berita-terkini.infogue.com - Fenomena nepotisme politik kembali menguat dalam era demokratisasi saat ini. Para petinggi partai menempatkan anak, istri, keponakan, dan keluarganya pada posisi-posisi strategis daftar calon anggota legislatif Pemilu 2009. Apa dampaknya bagi reformasi yang masih berjalan di tempat?

Mungkin ruang tulisan ini terlalu sempit untuk memuat kembali daftar nama caleg yang tak lain adalah keluarga dari pengurus kunci partai. Sekadar contoh, tiga orang di nya adalah Edy Baskoro, putra Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono; Puan Maharani, putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri; dan Dave Laksono, putra Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Hampir semua partai menempatkan keluarga elite partai ini pada posisi nomor urut teratas, menyisihkan para kader dan aktivis partai yang berkeringat serta berjuang dari bawah.

Perlakuan istimewa petinggi partai atau pejabat terhadap keluarga sendiri ini hampir seragam di semua tingkat dan dapat dicek kembali pada daftar caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang diumumkan KPU. Ini tentu ironi politik di tengah retorika membuncah para elite tentang urgensi pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam rangka mewujudkan Indonesia baru.

Nepotisme dan dinasti politik

Nepotisme politik secara sederhana dapat diartikan sebagai pemberian perlakuan istimewa kepada keluarga sendiri dalam posisi kekuasaan politik tertentu, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Nepotisme tak hanya menafikan penjenjangan karier politik atas dasar prestasi, kapabilitas, dan rekam jejak dalam proses rekrutmen politik, tetapi bersifat antidemokrasi. Karena itu, salah satu cita-cita reformasi pasca-Soeharto yang terpenting adalah pemberantasan KKN yang selama ini dianggap sebagai biang kebobrokan rezim Orde Baru.

Para pelaku nepotisme biasanya membela diri dengan menunjukkan fakta bahwa fenomena serupa juga terjadi di negara lain. Di negeri kampiun demokrasi, seperti Amerika Serikat, sering disebut klan John F Kennedy, George Bush, dan Bill Clinton sebagai pelaku nepotisme. Di Asia acapkali dicontohkan keluarga Nehru yang melahirkan Indira Gandhi serta anak dan menantu Gandhi yang terjun ke politik, sementara di Pakistan ada keluarga Ali Bhutto yang melahirkan Benazir Bhutto dan kini suami serta anaknya juga turut berkiprah dalam politik. Kecenderungan hampir sama terjadi di Filipina, Thailand, Banglades, dan beberapa negara lain.

Namun, sebagian pembelaan itu jelas salah dan tidak tepat. Sekadar contoh, Ted dan Bob Kennedy, Hillary Clinton, Gandhi beserta anak menantunya, begitu pula Benazir yang tertembak, tidak berkiprah di politik semata-mata karena nepotisme. Mereka tak sekadar memiliki reputasi, rekam jejak, dan kapabilitas, tetapi juga sebagian memiliki latar belakang pendidikan bidang politik atau hukum yang memadai. Jadi, kalaupun terbentuk dinasti politik atas dasar garis darah, citra publik mereka cenderung positif.

Neopatrimonial

Sementara itu, yang berlangsung di Indonesia acapkali adalah kecenderungan para elite politik berlaku aji mumpung. Artinya, mumpung sang bapak sedang berkuasa, diwariskanlah kekuasaan serupa untuk anak, istri, atau anggota keluarga yang lain. Akhirnya yang berkembang adalah format patrimonial dengan kutub ekstremnya: negara patrimonial. Sebagaimana berlaku pada monarki tradisional, di negara patrimonial kekuasaan, baik politik maupun ekonomi, diwariskan secara turun-temurun di para keluarga ataupun kerabat istana.

Gejala menguatnya kembali nepotisme di balik proses pencalonan legislatif dewasa ini mungkin belum separah negara patrimonial karena para caleg yang ditawarkan itu akan dipilih melalui pemilu demokratis. Namun persoalannya, sistem pemilu atas dasar nomor urut dan struktur sebagian besar partai yang masih oligarkis relatif belum memberikan kesempatan bagi publik untuk memilih caleg atas dasar kapabilitas, rekam jejak, dan kompetensi mereka. Format kepartaian dan perwakilan politik yang berlaku pasca-Soeharto masih memberi ruang yang lebar berkibarnya nepotisme politik.

Karena itu, jika budaya politik tradisional dan tidak sehat ini terus berlangsung dalam politik nasional, maka tidak mustahil patrimonialisme baru dalam skala partai tumbuh membesar dalam skala negara dan berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap proses demokrasi. Fenomena golput yang relatif tinggi dalam berbagai pilkada provinsi dan kabupaten/kota bisa jadi merupakan pertanda mulai runtuhnya kepercayaan publik terhadap segenap proses demokrasi itu.

Personalisasi kekuasaan

Salah satu dampak dari nepotisme politik dalam proses rekrutmen politik adalah tidak kunjung melembaganya partai sebagai sebuah organisasi modern dan demokratis. Nepotisme tak hanya menutup peluang para kader atau aktivis partai yang benar-benar berjuang meniti karier politik dari bawah, tetapi juga menjadi perangkap berkembang biaknya personalisasi kekuasaan dan kepemimpinan oligarkis partai-partai.

Implikasi lain dari menguatnya nepotisme dalam rekrutmen politik adalah semakin melembaganya praktik korupsi politik dalam arti luas. Apabila para elite terbiasa mengambil hak politik para kader dan aktivis partai, yang menjadi korban berikutnya adalah rakyat melalui korupsi berjemaah atas dana publik, seperti marak dalam sejumlah kasus mutakhir.

Rezim Orde Baru sebenarnya memberi pelajaran amat berharga bagi bangsa ini betapa berbahayanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun ironisnya para elite politik kita tak kunjung sadar akan hal itu. Semoga masih ada elite politik yang tidak sekadar mengambil untuk diri dan keluarga, tetapi juga memberi bagi Tanah Air tercinta.

Syamsuddin Haris Profesor Riset Ilmu Politik LIPI.Penyebab : banyaknya para petinggi partai yang menempatkan keluarganya di posisi-posisi yang strategis tanpa melihat kader lain yang sudah berusaha keras untuk mendapatkan posisi tersebut.Solusi : sebaiknya petinggi partai harus bersikap adil jangan hanya melihat itu keluarganya atau bukan. Tetapi dari segi kemampuan dan potensi juga harus dipertimbangkan.Penyebab :Solusi :

Nepotisme SBY di Balik Pengangkatan KSAD

Amanat reformasi yang digulirkan mahasiswa pada 1998 adalah anti kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Sayangnya, KKN yang terjadi kini justru lebih hebat dan lebih masif dibandingkan yang terjadi pada zaman Orde Baru (Orba) yang ditumbangkan kekuatan reformasi. Contoh terbaru nepotisme itu adalah dengan ditunjuknya Pramonon Edhi Wibowo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang baru oleh SBY.Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi publik bertema Nepotisme Menggurita, Demokrasi Terancam Petaka, di Rumah Perubahan 2.0, Senin (4/7).Diskusi menghadirkan anggota DPD Wayan Sudirta, pengamat politik UI Aris Santosa, dan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardie. Namun juga hadir dalam diskusi itu sejumlah tokoh, antara lain ekonom senior Rizal Ramli, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Solahudin Wahid yang akrab disapai Gus Sholah, pakar hukum tata negara J.E Sahetapy, dan tokoh lintas agama Djohan Effendi.Menurut Gus Sholah, nepotisme biasanya menjadi salah satu penyebab runtuhnya kekuasaan sebuah rezim. Contoh tentang itu terjadi pada 1998, yaitu ketika Presiden Soeharto mengangkat Siti Hardyianti Rukmana atau Mbak Tutut sebagai Menteri Sosial.Saat itu masyarakat menilai langkah Pak Harto sebagai suatu yang melampaui batas. Saya tidak tahu, apakah diangkatnya Jenderal Pramono yang juga ipar SBY sebagai KASAD bisa dianggap sebagai langkah yang melampaui batas pula, ujar Gus Sholah.Sementara itu, Rizal berpendapat pengangkatan Pramono sebagai KASAD tidak lebih dan tidak kurang menunjukkan bagaimana SBY semakin takut dan khawatir. Itulah sebabnya dia mengangkat orang yang diyakini benar-benar loyal kepadanya sebagai petinggi TNI AD. Dengan demikian, SBY ingin ada semacam jaminan, bahwa posisi dan keamanannya kelak benar-benar terjamin.Pertanyaannya, apakah KASAD Pramono akan berani menggunakan TNI untuk membela iparnya jika mahasiswa benar-benar turun ke jalan untuk menumbangkan SBY, tukas Rizal yang juga bekas Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan di era Presiden Gus Dur.Senada dengan Rizal, Sahetapy mengatakan untuk mengubah Indonesia agar menjadi negara dan bangsa yang maju, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuang budaya nepotisme. Namun langkah itu memerlukan waktu yang lama. Padahal saat ini kita tidak punya cukup waktu. Budaya nepotisme kita berkali-kali membuktikan sebagai suatu hal yang buruk.Tidak ada sistemMenyangkut pengangkatan Pramono sebagai KASAD, baik Wayan, Aris maupun Adhie berpendapat hal itu terjadi karena tidak adanya sistem yang jelas. Penunjukan KASAD selama ini cenderung tidak jelas, dan lebih banyak ditentukan oleh selera dan kepentingan presiden.Padahal, kalau sistemnya jelas, bisa jadi Pramono memang layak menjadi KASAD. Misalnya, ada kriteria pemilihan yang jelas yang antara lain ditunjukkan melalui scoring tertinggi di antara sejumlah calon yang ada, ujar Wayan.Soal tiadanya sistem yang jelas di TNI ini juga diakui Aris. Namun dia menyangsikan apakah sistem ini bisa diterapkan di kalangan tentara. Menurut dia, TNI memiliki tradisi soal kepangkatan dan jabatan sendiri. Bagi mereka, jabatan bukan sekadar perkara prestasi atau kinerja semata. Jabatan ini punya arti politis yang akan sangat menentukan nasib rekan-rekan angkatan atau korpsnya.Pencitraan hancurkan demokrasiSementara itu, Adhie menilai politik pencitraan yang dilakukan SBY telah benar-benar menghancurkan demokrasi. Lewat pencitraan, rekam jejak dan integritas yang dibangun selama belasan bahkan puluhan tahun, bisa dikalahkan hanya dalam tempo beberapa bulan saja.Namun, politik pencitraan memerlukan dana besar. Antara lain untuk membiayai survei yang pertanyaannya sudah diatur sedemikian rupa, iklan di media massa, baliho, money politic, dan lainnya. Untuk memperoleh dana besar itu, politisi harus melakukan kolusi. Nanti setelah terpilih, dia harus kembali meakukan korupsi untuk menggantikan investasi yang telah dikeluarkan selama pencalonan dan pemilihan, tutur Adhie.

Nepotisme Penyebab Praktik Korupsi SumutMEDAN Banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Sumatera Utara (Sumut) dikarenakan praktik nepotisme yang mendarah daging.Hal ini dikatakan, Analis Hukum, Ikhwaludin Simatupang. Pola rekrutmen di Sumut yang selama ini mengandalkan kekeluargaan dan uang membuat Sumut susah memberantas korupsi.Selain itu, lanjut Ikhwaludin, lambannya kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam menangani korupsi juga membuat kasus korupsi seperti mandeg.Ada dua pengaruh pertama kejatisu memang aktif atau memang kasusnya yang terlalu banyak,ucapnya.Untuk itu, Ikhwaludin mengimbau agar semua pihak harus bekerja sama memberantas korupsi di Sumut. Jangan sampai kita semakin malu dikatakan provinsi terkorup di Indonesia, tegasnya.