TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

54
ATRESIA ANI MAKALAH oleh kelompok 2

Transcript of TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

Page 1: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

ATRESIA ANI

MAKALAH

oleh

kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

MARET, 2016

Page 2: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

ATRESIA ANI

MAKALAH

oleh

Velinda Dewi Lutfiana NIM 142310101004

Vidya Fajrin Ningtyas NIM 142310101038

Septyana Mila Arifin NIM 142310101089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

MARET, 2016

2

Page 3: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Atresia Ani” dapat

terselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklain

untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban Mata Kuliah Keperawatan

Klinik III B serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas

yang diberikan.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kes. selaku dosen pengampu serta semua

pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

kami harapkan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi

referensi bagi pembaca.

Terimakasih.

WassalamualaikumWr. Wb

i

Page 4: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB 1. PENDAHULUAN.........................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Tujuan...................................................................................................2

1.3 Implikasi Keperawatan.......................................................................2

BAB 2. TINJAUAN TEORI......................................................................3

2.1 Pengertian.............................................................................................3

2.2 Epidemiologi.........................................................................................3

2.3 Etiologi..................................................................................................4

2.4 Klasifikasi.............................................................................................4

2.5 Tanda dan gejala..................................................................................8

2.6 Patofisiologi...........................................................................................8

2.7 komplikasi dan prognosis....................................................................9

2.8 Pengobatan...........................................................................................10

2.9 Pencegahan...........................................................................................12

BAB 3. PATHWAYS.................................................................................13

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................15

4.1 Pengkajian............................................................................................15

4.2 Diagnosa................................................................................................22

4.3 Intervensi dan Implementasi...............................................................23

4.4 Evaluasi.................................................................................................29

BAB 5. PENUTUP......................................................................................30

5.1 Kesimpulan...........................................................................................30

5.2 Saran.....................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31

ii

Page 5: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Atresia ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup

secara abnormal. Atresia ani atau anus imperforate memiliki anus tampak

rata, cekung ke dalam, atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang

ada tidak terbentuk secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak terhubung

dengan saluran rectum. Rectum yang tidak terhubung dengan anus maka

feses tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh secara normal. Tidak adanya

lubang anus ini karena terjadi gangguan pemisahan kloaka pada saat

kehamilan.

Indonesia memiliki angka kejadian atresia ani sangat tinggi yaitu 90%.

Masyarakat pada daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan kepadatan

penduduk dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang kumuh dapat

menjadi factor pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang rendah dan pola nutrisi yang kurang baik memungkinkan

bahwa keluarga dengan ibu hamil kurang memperoleh informasi mengenai

kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.

Lingkungan yang terpapar dengan zat zat racun seperti asap rokok, alcohol

dan nikotin dapat mempengaruhi perkembangan janin. Atresia ani merupakan

suatu penyakit yang terjadi karena factor genetic, lingkungan dan atau

keduanya. Kelainan ini harus segera ditangani, jika tidak maka akan terjadi

komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.

Maka dari itu untuk menambah wawasan khususnya keluarga dengan

ibu hamil penulis mengangkat tema atresia ani ini untuk mengurangi angka

kejadian atresia ani di Indonesia. Makalah ini ditulis bertujuan untuk

mengetahui komplikasi, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan mengenai

atresia ani.

1

Page 6: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui definisi atresia ani.

1.2.2 Mengetahui epidemiologi atresia ani.

1.2.3 Mengetahui etiologi atresia ani.

1.2.4 Mengetahui tanda dan gejala atresia ani.

1.2.5 Mengetahui patofisiologi atresia ani.

1.2.6 Mengetahui komplikasi dan prognosis atresia ani.

1.2.7 Mengetahi cara pengobatan pada atresia ani.

1.2.8 Mengetahui pencegahan atresia ani.

1.2.9 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien atresia ani.

1.3 Implikasi keperawatan

Penerapan asuhan keperawatan pada penyakit atresia ani dapat menyajikan

suatu lingkup praktik keperawatan secara professional. Penggunaan asuhan

keperawatan pada penderita atresia ani sangat bermanfaat bagi pasien dan

keluarga. Dalam hal ini pasien dan keluarga diharapkan dapat berpartisipasi

secara aktif dalam proses keperawatan. Bagi perawat, proses keperawatan ini

dapat meningkatankan kepuasan dalam bekerja dan meningkatkan

perkembangan profesionalisme dan meningktkan suatu pengembangan dan

kreatifitas dalam menangani masalah atresia ani.

2

Page 7: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.

Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada

anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperforata adalah

malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang ke luar

(Wong,2004). Pada Atresia ani bentuk anus tampak rata, cekung ke dalam,

kadan berbentuk seperti anus tetapi tidak ada lubang atau lubang abnormal

sehingga tidak terhubung dengan rectum. Atresia ani terjadi karena gangguan

pemisahan kloaka pada saat kehamilan.

2.2 Epidemiologi

Atresia Ani adalah kegagalan pemisahan kloaka saat embrional dalam

kandungan ibu yang sehungga tidak terbentuknya lubang anus. Sebenarnya

kelainan ini sangat mudah diketahui, tetapi bisa juga terlewatkan karena

kurangnya pemeriksaan pada perineum. Malformasi anorektal lebih banyak

ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Dengan angka kejadian rata-

rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 pada setiap

kelahiran.

Dari data yang ditemukan kelainan yang paling banyak ditemui pada

bayi laki-laki adalah Fistula rektouretra lalu diikuti oleh fistula perineal.

Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling

banyak ditemui adalah anus imperforate kemudian diikuti fistula

rektovestibular dan fistula perineal.

Pada Orang tua yang mempunyai gen karier terhadap Atresia ani

mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan kepada anaknya dan 30%

Anak dengan kelainan genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital

lain yang juga beresiko untuk menderita atresia ani.

Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadi pada 1,5%-2% atresia ani

adalah Atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:0.

Kejadian yang tinggi terjadi pada daerah India selatan (M Kisra, 2005).

3

Page 8: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

Malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan

dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi itu adalah hasil penelitian

Boocock dan Donna di Manchester.

2.3 Etiologi

Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada beberapa

penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetic maupun factor

lingkungan yang terpapar oleh zat-zat beracun, lingkungan yang kumuh dan

pola nutrisi bayi selama dalam kandungan.

Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :

1. Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga bayi

lahir tanpa lubang dubur.

2. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna karena

gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan

embrionik.

3. Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan

pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

4. Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang tua

menjadi carier maka 25%-30% menjadi peluang untuk terjadinya atresia

ani, kemudian adanya kelainan sindrom genetic, kromosom yang tidak

normal dan kelainan congenital lainnya juga dapat beresiko menderita

atresia ani.

5. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus

urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital

pada minggu ke-5 sampai ke-7 pada usia kehamilan,

2.4 Klasifikasi

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) dijelaskan bahwa, atresia ani

dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.

a. Golongan I yaitu pada anak penderita berjenis kelamin laki-laki dibagi

menjadi 4 kelainan yaitu

4

Page 9: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

1. Kelainan pada fistelurin

2. Atresia rectum,

3. Perineum yang datar

4. Tidak adanya Fistel.

Namun jika ada fistelurin, tampak mekonium keluar dari orifisium

eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika

urinaria. Cara menentukan letak fistelnya adalah dengan memasang kateter

urin. Dan jika kateter telah terpasang kemudian urin yang keluar jernih, itu

pertanda bahwa fistel terletak di uretra karena fistel tersebut tertutup kateter.

Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesika

urinaria kemudian pengeluaran feses tersebut tidak lancar, itu pertanda

penderita memerlukan kolostomi segera agar fases keluar dengan semestinya.

Pada perempuan penderita atresia rectum, tindakannya sama seperti laki-laki

yaitu harus dibuat kolostomi dan Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari

kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi juga.

b. Golongan II yaitu pada penderita berjenis kelamin laki-laki dibagi 4

kelainan yaitu

1. Kelainan pada fistel perineum

2. Membran anal

3. Stenosis anus

4. Fisteltidakada.

Fistel perineum yang ada pada laki-laki ini sama dengan pada

wanita yaitu lubangnya terdapat anterior dari letak anus yang normal.

Sedangkan pada membran anal, biasanya terlihat bayangan mekonium di

bawah selaput. Saat evakuasi feses sedang tidak ada sebaiknya dilakukan

terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan

perempuan yaitu tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel

dan udara.

c. Golongan I pada perempuang dibagi 5 kelainan yaitu :

1. Kelainan kloaka

2. Fistel vagina

5

Page 10: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

3. Fistel rektovestibular

4. Atresia rectum

5. Fistel tidak ada

6. Invertogram : udara >1 cm dari kulit

Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi

fecesnya menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.

Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi

feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai

terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat

direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka

maka tidak perlu ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis

dan jalan cernanya. Evakuasi pengeluaran feses yang umumnya tidak

sempurna sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Pada atresia rectum,

anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan dubur, jari tidak dapat

masuk lebih dari 1-2 cm. Dan tidak ada evakuasi mekonium sehingga

perlu juga segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuatin

vertogram.

d. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu

Kelainan pada fistel perineum,

Stenosis anus

Fistel tidak ada

Invertogram : udara <1 cm dari kulit.

Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan

tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu

menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat

yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga

biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan

pada invertogram udara.

Selanjutnya klasifikasi atresia ani juga dibagi menjadi ada 4 yaitu :

1. Anal stenosis yaitu terjadinya penyempitan anus sehingga feses tidak

dapat keluar pada semestinya.

6

Page 11: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

2. Membranosus atresia adalah terdapat membrane pada anus.

3. Anal agenesis yaitu penderita masih memiliki anus tetapi ada daging

diantara rectum dengan anus.

4. Rectal atresia adalah penderita yang tidak memiliki rektum.

Kemudian Kalsifikasi pasien penderita Atresia ani diklasifikasikan lebih

lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :

1. Anomali rendah / infralevator

Pada anomaly rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang normal

melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang

berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan

dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Pada anomaly intermediet, rektum berada pada atau di bawah tingkat otot

puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang

normal.

3. Anomali tinggi / supralevator

Pada anomaly tinggi ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter

internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula

genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak

antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

7

Page 12: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

Gambaran malforasi anorektal pada perempuan

2.5 Tanda dan gejala

1. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula

2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.

3. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam

4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.

5. Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.

6. Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi

bertahap

7. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

8. Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyai kelainan congenital

lain.

9. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir. (Betz. Ed 7. 2002)

2.6 Patofisiologi

Atresia ani terjadi dikarenakan kegagalan penurunan septum

anorektal pada embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik

bagian belakang. Kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan

struktur anorektal berkembang awalnya dari ujung ekor dari bagian

belakang. Penyempitan pada kanal anorektal menyebabkan terjadinya

stenosis anal. Atresia ani sendiri terjadi karena tidak ada kelengkapan

migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam

perkembangan fetal. Kegagalan migrasi tersebut juga diakibatkan karena

kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan

8

Page 13: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

vagina. Di usus besar yang keluar hingga anus tidak terjadi pembukaan

sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal

mengalami obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi

dan adanya fistula. Obstruksi tersebut berakibat distensi abdomen,

sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.

Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin

akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses

mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada

keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ

sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau

perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi,

umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.

(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra

(rektourethralis).

2.7 Komplikasi & prognosis

2.7.1 Komplikasi

a. Asidosis hiperkloremia.

b. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet

training.

d. Komplikasi jangka panjang yaitu

a) eversi mukosa anal,

b) stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).

c) Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan

d) Prolaps mukosa anorektal.

e) Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

f) Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan

dan infeksi).(Ngastiyah, 2005).

Factor factor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi pada

atresia ani adalah kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan

operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, dan

9

Page 14: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

keterampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang

buruk.

2.7.2 Prognosis

Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki

dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk

kontinensia fekal. Sedangkan beda dengan kelainan anorektal letak

tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau

abdominoperineal. Adapun pada kelainan ini, sfingterani eksternus

tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka

kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer

1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan hasil

penelitian klinis, dalam jangka panjang dari kelainan anorektal

letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90%

penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat

diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun

lebih rendah dibanding penderita yang lebih muda. Pada kelainan

anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang baik, 1/3 lagi dapat

mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik

daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet.

Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat

dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith,

1990). masalah-masalah kontinensia biasanya terjadi pada

beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi terutama

ketika dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.

2.8 Pengobatan

Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak ketinggian

akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987) menganjurkan pada:

1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau

TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif

(PSARP)

10

Page 15: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas

otot sfingter ani ekternus

3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan

pembedahan untuk membuat lubang anus pada anus malformasi fistel

rendah misalnya pada anocutan fistel, anus vestibular yang tidak adekuat

dan pada anus membranaseus

4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin

Pelaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu sebagai berikut:

a. Kolostomi

Kolostomi adalah suatu tindakan membuat lubang pada dinding

abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya

sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Saat ini

tatalaksana atresia ani yang paling ideal adalah divided descending

colostomy karena kolostomi ini memungkinkan terjadinya dekompresi

yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional yang pendek

namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi

definitive. Kolostomi pada sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan

dibanding dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan

kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah. Loop

colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma proksimal ke

distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi rektal, dan

impaksi feses. Kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah sering terjadi

kesalahan karena proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu

pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.

b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)

PSARP adalah suatu tindakan membelah muskulus sfingter

eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi

kantong rectum dan pemotongan fistel. PSARP umumnya ditunda 9

sampai 12 bulan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada

11

Page 16: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi

untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.

c. Tutup kolostomi

Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari

setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Awalnya BAB akan

sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan

agak padat.

d. Perawatan Postoperasi

Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien menjalani

anal dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi sesuai dengan umur

pasien dan saat businasi terasa lancar dan tidak terasa sakit. Kemudian

dilakukan tappering businasi dengan menurunkan frekuensi sampai

beberapa bulan, biasanya sekitar 6 bulan. Orang tua pasien harus

diikutsertakan dalam program ini karena orang tua yang menjalankan dan

orang yang paling dekat dengan anak.

2.9 Pencegahan

1. Melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamil

mengenai informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam kandungan.

2. Promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan.

3. Menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun seperti asap rokok, nikotin,

dan zat yang berbahaya lainnya.

12

Page 17: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

BAB 3 PATHWAYS

13

Gangguan pertumbuhan Fusi Pembentukan anus dari

tonjolan embriogenik

Feses tidak keluar

Feses menumpuk

Factor lingkungan

Atresia Ani

anxietas

Operasi kolostomi

Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh

Kelainan kongengital

Peningkatan tekanan intra abdominal

Mual, muntah

Keracunan

Reabsorbsi sisa metabolism tubuh

Vistel rektrovaginal

Feses masuk uretra

Mikroorganisme masuk ke saluran kemih

Gangguan rasa nyaman

Dysuria Gangguan eliminasi urinPerubahan defekasi:

- pengeluaran tak terkontrol

- iritasi mukosa

Page 18: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

14

Resiko kerusakan integritas kulit

Trauma jaringan Abnormalitas spinter rektal

Resiko infeksi

Perawatan tidak adekuat

Nyeri

Page 19: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

4.1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : -

Demografi: lingkungan yang kumuh dan pemukiman yang padat

dapat mempengaruhi terjadinya atresia ani

Umur: 1 hari

Jenis Kelamin: laki-laki

Atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki laki

daripada perempuan

No. Reg: -

Tanggal Masuk RS: -

Diagnosa Medis: Atresia Ani

4.1.2 RIWAYAT KESEHATAN

a. Keluhan Utama

Pasien tidak memiliki anus sejak lahir

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama

kelahiran, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air

besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat

dalam urin

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kedua orang tua merupakan carier dari atresia ani, adanya

kelainan sindrom genetic, kromosom yang tidak normal dan

kelainan congenital lainnya. Riwayat penggunaan obat-obatan

tanpa resep, konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada

perut disangkal.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat keluarga yang juga memiliki kelainan tidak

memiliki anus sejak lahir.

15

Page 20: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

e. Riwayat Kesehatan Lingkungan

umumnya kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi secara

langsung kasus atresia ani ini. Hanya saja, lingkungan yang

kumuh dan padat tidak menutup kemungkinan menyebabkan

awalan terjadinya penyakit atresia ani pada janin yang masih

didalam kandungan.

4.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN

a. Pola persepsi terhadap kesehatan

Pasien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang

apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan karena pasien

merupakan bayi.

b. Pola aktifitas kesehatan/latihan

Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri

karena masih bayi.

c. Pola istirahat/tidur

Pasien merasakan nyeri sehingga mengganggu waktu

istirahatnya. Diperoleh dari keterangan ibu bayi atau keluarga

yang lainnya, ketika saat jam istirahat, pasien gelisah dan rewel.

d. Pola nutrisi metabolik

Pasien yang merupakan bayi hanya minum ASI atau susu

kaleng, namun bisa saja dimuntahkan kembali ketika perut

terasa penuh, dan akibat terhambatnya melakukan konstipasi.

e. Pola eliminasi

Pasien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium

yang seharusnya dikeluarkan melalui anus.

f. Pola kognitif perseptual

Pasien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi

dengan baik pada orang lain dikarenakan masih bayi. Keluarga

pasien pun belum terlalu paham mengenai penyakit yang

diderita pasien.

g. Pola konsep diri

16

Page 21: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

1) Identitas diri : belum bisa terkaji

2) Ideal diri : belum bisa terkaji

3) Gambaran diri : belum bisa terkaji

4) Peran diri : belum bisa terkaji

5) Harga diri : belum bisa terkaji

h. Pola seksual Reproduksi

Pasien masih bayi dan belum menikah

i. Pola nilai dan kepercayaan

Belum bisa dikaji karena pasien belum mengerti tentang

kepercayaan.

j. Pola peran hubungan

Belum bisa dikaji karena pasien belum mampu berinteraksi

dengan orang lain secara mandiri.

k. Pola koping

Belum bisa dikaji karena pasien masih bayi dan belum mampu

berespon terhadap adanya suatu masalah.

4.1.4 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Head to toe

1. Tanda-tanda vital

• Nadi : 110 X/menit.

• Respirasi : 32 X/menit.

• Suhu axila :37º Celsius.

2. Kepala

Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak

ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada

chepal hematom.

3. Mata

Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan

subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus,

conjungtiva tampak agak pucat.

17

Page 22: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

4. Hidung

Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada

pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

5. Mulut

Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak

macroglosus, tidak cheilochisis.

6. Telinga

Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago

berbentuk sempurna

7. Leher

Tidak ada webbed neck.

8. Thorak

Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel

shest, pernafasan normal

9. Jantung

Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

10. Abdomen

Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi

feses positif.

Auskultasi : bising usus positif, normal

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.

Perkusi : timpani

11. Genetalia

Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak

ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.

12. Anus

Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar,

kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang

dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada

auskultasi terdengar peristaltic.

13. Ektrimitas atas dan bawah

18

Page 23: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan

maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat.

14. Punggung

Tidak ada penonjolan spina gifid

15. Pemeriksaan Reflek

a. Suching +

b. Rooting +

c. Moro +

d. Grip +

e. Plantar +

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa

menggunakan cara sebagai berikut:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin

bila:

a) Jika Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau

anal membran berarti atresia ini termasuk atresia letak

rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital

Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi.

b) Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan

kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggu kemudian

dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas

meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1

cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum >

1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa

rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal

PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau

rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila

fistel (-) maka dilakukan invertrogram. Apabila akhiran < 1

19

Page 24: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti,

apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi

terlebih dahulu.

Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila

mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel

perianal maka kelainan adalah letak rendah. Bila Pada pemeriksaan

fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.

Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar

usus terisi oleh udara, dengan cara Wangenstein Reis yaitu kedua

kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah atau

knee chest position yaitu posisi sujud yang bertujuan agar udara

berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan

fistulografi (Faradilla, 2009).

Pada pemeriksan klinis, pasien dengan atresia ani tidak selalu

menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Pada pemeriksaan

klinis harus segera ditegakkan diagnosis setelah lahir dengan

inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer

melalui anus. (Levitt M, 2007)

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi

dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen

tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan

mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau

fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada

bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga

rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus

cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi

rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk

menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah

akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007).

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat

perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple

20

Page 25: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang

sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak

tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2007).

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan

atresia ani letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum,

"bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan

adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt

M, 2007).

4.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diketahui sebagai berikut:

1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan

diagnostik yang umum.

2. Pemeriksaan urin, jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk

memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)

dapat menunjukkan adanya gas dalam ujung rectum yang buntu

pada mekonium yang mencegah gas sampai keujung kantong

rectal.

4. Ultrasound terhadap abdomen, dapat digunakan untuk

menentukan letak rectal kantong. Digunakan juga untuk melihat

fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan

mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena

massa tumor.

5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan

menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika

mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm

Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius,

misalnya suatu sistrouretrogram mikturasi akan memperlihatkan

hubungan rektrourinarius dan kelainan urinarius.

21

Page 26: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

7. CT Scan digunakan untuk menentukan lesi.

4.2 Diagnosa

a. Gangguan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan abnormalitas

organ.

b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan feses masuk ke uretra.

c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi

f. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit,

vistel retrovaginal, dysuria, trauma jaringan post operasi.

g. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan perawatan tidak adekuat,

trauma jaringan post operasi.

h. Ansietas berhubungan dengan pembedahan dan mempunyai anak yang

tidak sempurna.

22

Page 27: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

4.3 Perencanaan dan pelaksanaan

No Diagnosa Tujuan dan

Kriteria hasil

Intervensi Implementasi

1 Gangguan

pola

eliminasi

konstipasi

b.d

abnormalit

as organ

Setelah

dilakukan

3x24 jam pola

eliminasi

pasien cuku

baik.

Kriteria Hasil:

Eliminasi

konstipasi bayi

bisa, walau

hanya melalui

anus buatan

1. Monitor tanda

dan gejala

konstipasi

2. Monitor feses:

frekuensi,

konsistensi dan

volume

3. Monitor bising

usus

4. Monitor tanda

dan gejala

peritonitis(di

usus)

5. Pantau tanda

dan gejala

konstipasi

6. Jelaskan

rasionalisasi dari

tindakan yang

dilakukan

kepada keluarga

pasien (bayi)

7. Dukung intake

cairan

1. Memonitor

tanda dan

gejala

konstipasi

2. Memonitor

feses:

frekuensi,

konsistensi

dan volume

3. Memonitor

bising usus

4. Memonitor

tanda dan

gejala

peritonitis(di

usus)

5. Memantau

tanda dan

gejala

konstipasi

6. Menjelaskan

rasionalisasi

dari tindakan

yang

dilakukan

kepada

keluarga

23

Page 28: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

pasien (bayi)

7. Mendukung

intake cairan

2 Nyeri akut

b.d trauma

jaringan

Setelah

dilakukan

perawatan

1x24 jam nyeri

pasien

berkurang

Kriteria Hasil:

Nyeri pada

pasien(bayi)

berkurang

pada skala

nyeri1 setelah

dilakukan

penanganan

nyeri yang

tepat serta

didampingi

dengan

lingkungan

yang bersih

1. Lakukan

pengkajian nyeri

secara

komprehensif,

termasuk lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitasnya.

2. Observasi reaksi

nonverbal dari

ketidaknyamanan

(misalnya: bayi

menangis)

3. Kontrol

lingkungan yang

dapat

mempengaruhi

nyeri seperti suhu

ruangan,

pencahayaan,dll

4. Pilih dan

lakukan

penanganan

nyeri

1. Melakukan

pengkajian

nyeri secara

komprehensif,

termasuk

lokasi,

karakteristik,

durasi,

frekuensi,

kualitasnya

2. Mengobservas

i reaksi

nonverbal dari

ketidaknyama

nan

(misalnya:

bayi

menangis)

3. Mengontrol

lingkungan

yang dapat

mempengaruh

i nyeri seperti

suhu ruangan,

pencahayaan,

dll

4. Memilih dan

24

Page 29: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

melakukan

penanganan

nyeri

3 Gangguan

rasa

nyaman

b.d gejala

terkait

penyakit,

vistel

retrovagin

al, dysuria,

trauma

jaringan

post

operasi

Setelah

dilakukan

perawatan

1x24 jam nyeri

berkurang

Kriteria hasil:

Pasien

(bayi) tidak

lagi rewel

karena

area/lokasi

penyakit

dan trauma

bersih dan

selalu

dipantau

1. Dorong

keluarga untuk

menemani

pasien (bayi)

2. Jaga kebersihan

daerah

penyakit/trauma

, pantau respon

pasien

3. Beri pendidikan

kesehatan pada

keluarga pasien

(bayi)

1. Mendorong

keluarga

untuk

menemani

pasien (bayi)

2. Menjaga

kebersihan

daerah

penyakit/trau

ma, pantau

respon pasien

3. Beri

pendidikan

kesehatan

pada keluarga

pasien (bayi)

4 Ketidaksei

mbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh b.d

ketidakma

mpuan

mencerna

makanan

Selama

dilakukan

perawatan

2x24 jam

kebutuhan

nutrisi pasien

tercukupi

Kriteria Hasil:

Nutrisi pasien

sedikit demi

sedikit

1. Kolaborasi

dengan ahli gizi

untuk

menentukan

jumlah nutrisi

yang dibutuhkan

pasien (bayi)

2. Monitor jumlah

nutrisi

3. Kaji kemampuan

pasien untuk

1. Melakukan

kolaborasi

dengan ahli gizi

untuk

menentukan

jumlah nutrisi

yang

dibutuhkan

pasien (bayi)

2. Memonitor

25

Page 30: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

terpenuhi mendapatkan

nutrisi yang

dibutuhkan

4. Berikan

informasi tentang

kebutuhan nutrisi

kepada keluarga

pasien

jumlah nutrisi

3. Mengkaji

kemampuan

pasien untuk

mendapatkan

nutrisi yang

dibutuhkan

4. Memberikan

informasi

tentang

kebutuhan

nutrisi kepada

keluarga pasien

5 Resiko

kerusakan

integritas

kulit b.d

kolostomi

Selama

dilakukan

perawatan

selama 3x24

jam tidak ada

kerusakan

jaringan pada

kulit.

Criteria hasil:

1. Tidak

ada

tanda-

tanda

infeksi

pada

kulit

2. Ketebal

1. Jaga kebersihan

dan pantau

didaerah yang di

kolostomi pada

pasien (bayi)

2. Oleskan lotion

atau minyak/baby

oil pada daerah

yang beresiko

3. Monitor status

nutrisi pasien

4. Monitor tanda

dan gejala infeksi

pada area insisi

1. Menjaga

kebersihan dan

pantau didaerah

yang di

kolostomi pada

pasien (bayi)

2. Mengoleskan

lotion atau

minyak/baby

oil pada daerah

yang beresiko

3. Memonitor

status nutrisi

pasien

4. Memonitor

tanda dan gejala

infeksi pada

26

Page 31: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

an dan

tekstur

jaringa

n

normal

area insisi

6 Resiko

tinggi

infeksi b.d

perawatan

tidak

adekuat,

trauma

jaringan

post

operasi

Setelah

dilakukan

perawatan

3x24 jam

resiko tinggi

infeksi pasien

berkurang

Kriteria Hasil:

Resiko infeksi

berkurang

karena

lingkungan

yang bersih

serta penangan

cepat yang

dilakukan.

1. Jaga kebersihan

lingkungan

2. Pertahankan

teknik isolasi

3. Berikan terapi

antibiotic bila

perlu infection

protection

4. Monitor tanda

dan gejala infeksi

sistemik dan local

5. Berikan

perawatan pada

lokasi infeksi

6. Inspeksi kondisi

luka

7. Inspeksi kulit dan

membran mukosa

terhadap

kemerahan,

panas, drainase

8. Dorong

masukkan nutrisi

yang cukup

9. Ajarkan keluarga

1. Menjaga

kebersihan

lingkungan

2. Mempertahanka

n teknik isolasi

3. Memberikan

terapi antibiotic

bila perlu

infection

protection

4. Memonitor

tanda dan gejala

infeksi sistemik

dan local

5. Memberikan

perawatan pada

lokasi infeksi

6. Melakukan

inspeksi kondisi

luka

7. Melakukan

inspeksi kulit

dan membran

mukosa

terhadap

27

Page 32: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

pasien (bayi)

tanda dan gejala

infeksi

kemerahan,

panas, drainase

8. Mendorong

masukkan

nutrisi yang

cukup

9. Mengajarkan

keluarga pasien

(bayi) tanda dan

gejala infeksi

7 Ansietas

b.d

pembedah

an dan

mempunya

i anak

yang tidak

sempurna

Selama

dilakukan

perawatan

1x24 jam

ansietas

keluarga

pasien teratasi

Kriteria Hasil:

Keluarga

pasien sedikit

berkurang rasa

cemas setelah

diberi penkes

yang

berhubungan

dengan

penyakit sang

anak

1. Gunakan

pendekatan yang

menenangkan

2. Jelaskan semua

prosedur

3. Pahami

prespektif

keluarga pasien

terhadap situasi

stress

4. Bantu keluarga

pasien mengenal

situasi yang

menimbulkan

kecemasan

5. Dorong keluarga

pasien untuk

mengungkapkan

perasaan,

ketakutan,

1. Menggunakan

pendekatan

yang

menenangkan

2. Menjelaskan

semua prosedur

3. Memahami

prespektif

keluarga pasien

terhadap situasi

stress

4. Membantu

keluarga pasien

mengenal

situasi yang

menimbulkan

kecemasan

5. Mendorong

keluarga pasien

untuk

28

Page 33: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

persepsi mengungkapka

n perasaan,

ketakutan,

persepsi

4.4 Evaluasi

Evaluasi dalam asuhan keperawatan merupakan respon pasien terhadap

intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan,

dan perbaikan. Penulis menggunakan evaluasi SOAP dalam asuhan

keperawatan atresia ani sebagai berikut :

S: subjectiv

O: objektif

A: assesment

P: plan

Berikut evaluasi dari 3 diagnosa yang kami ambil:

DX 1: Gangguan pola eliminasi konstipasi b.d abnormalitas organ

S: Bayi rewel ketika tidak dapat melakukan konstipasi

O: Keringat dingin, suhu tubuh tinggi, bising usus pekak

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi

DX 2: Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit, vistel retrovaginal,

dysuria, trauma jaringan post operasi

S: Bayi gelisah dan rewel

O: Kebersihan area penyakit/trauma belum terpenuhi, tidak ada keluarga

yang mendampingi saat itu

A: Masalah teratasi

29

Page 34: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

P: Hentikan intervensi

DX 3: Nyeri akut b.d trauma jaringan

S: Bayi menangis ketika bergerak atau lokasi penyakit tersentuh

O : Skala nyeri bayi di angka 4

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Atresia ani merupakan suatu penyakit dimana tidak ada lubang anus

pada tempat yang seharusnya. Penyakit ini biasanya terjadi pada bayi

baru lahir. Atresia ani ini dapat disebabkan oleh kelainan genetic dan

lingkungan. Untuk mencegah terjadinya atresia ani ini dapat dilakukan

melalui pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamil

mengenai informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam kandungan, promosi kesehatan mengenai

sanitasi lingkungan, dan menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun

seperti asap rokok, nikotin, dan zat yang berbahaya lainnya. Untuk

penanganannya dapat dilakukan dengan kolostomi, yaitu pembuatan

lubang pada abdomen yang fungsinya sebagai pengganti anus.

5.2 Saran

Untuk mencegah penyakit atresia ani ini sebaiknya keluarga dengan ibu

hamil memperbaiki pola nutrisi saat kehamilan, serta menjaga

kebersihan lingkungan sekitar. Dan bagi perawat, sebaiknya dapat

memberikan asuhan keperawatan secara professional.

30

Page 35: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

Daftar Pustaka

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediarik” Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta: EGC

Sri Kurnianingsih (ed), Monica Ester (Alih bahasa). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.. Edisi ke-4. Jakarta: EGC

Faradilla, dkk. 2009. Anastesi pada tindakan posterosagital anorektoplasti pada kasus malforasi anorektal. Faculty of Medicine – University of Riau Pekanbaru. [serial online]https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/malformasi_anorektal_files_of_drsmed.pdf

Hidayat, A. Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

[serial online]https://www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI [diakses pada tanggal 29 Februari 2016]

[serial online]http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/767/bab21.PDF?sequence=6 [diakses pada tanggal 1 Maret 2016]

[serial online]

31

Page 36: TUGAS KK 3B ATRESIA ANI KELOMPOK 2.docx

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-babii.pdf [diakses pada tanggal 1 Maret 2016]

[serial online]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23480/3/Chapter%20II.pdf [diakses pada tanggal 1 Maret 2016]

32