Atresia Ani New

38
1 BAB 1 PENDAHULUAN Atresia ani adalah ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau anus. Kondisi ini merupakan salah satu kelainan kongenital yang lebih umum dijumpai pada saluran pencernaan. Atresia ani sering terdeteksi pada bayi baru lahir. Frekuensi kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus. 1 Angka kejadian kasus di Amerika Serikat adalah 1 dalam 5000 kelahiran.. Berdasarkan data yang didapatkan, kasus atresia ani yang terjadi dijawa tengah khasusnya semarang yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. 1 Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadi pada 1,5%-2% atresia ani adalah atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:0. Kejadian yang tinggi terjadi adalah di daerah India selatan. 3 Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari

description

makalah atresia ani

Transcript of Atresia Ani New

Page 1: Atresia Ani New

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Atresia ani adalah ketiadaan, penutupan, atau konstriksi rektum atau anus.

Kondisi ini merupakan salah satu kelainan kongenital yang lebih umum dijumpai

pada saluran pencernaan. Atresia ani sering terdeteksi pada bayi baru lahir.

Frekuensi kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000

kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital

pada neonatus.1

Angka kejadian kasus di Amerika Serikat adalah 1 dalam 5000 kelahiran..

Berdasarkan data yang didapatkan, kasus atresia ani yang terjadi dijawa tengah

khasusnya semarang yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. 1

Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadi pada 1,5%-2% atresia

ani adalah atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:0.

Kejadian yang tinggi terjadi adalah di daerah India selatan.3

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani

dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki

golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum,

perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit.

Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,

membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara < 1 cm

dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu

kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada

dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan

dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada.

dan pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.4

Page 2: Atresia Ani New

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak

sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.

Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL

(Vertebra, Anal, Cardial, Tracheal, Esofageal, Renal, Limb).5

2.2. Embriologi

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan

hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,

esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.

Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon

asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut

hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan

ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat

disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum

urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan

anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan

proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani

perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus

dapat tidak ada atau rudimenter.5

2.3. Etiologi.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah

komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi

meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1

dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000

kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani

dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut

Page 3: Atresia Ani New

3

menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat

menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat

multigenik.6

2.4. Klasifikasi 7

1. Secara fungsional

a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis

dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini melibatkan bayi

perempuan dengan fistula rektovagina dimana fistula ini sering dengan

bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat

untuk sementara waktu

b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat dengan jalan

keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk

menghasilkan dekompresi kolon dan memerlukan beberapa bentuk

intervensi bedah segera

2. Berdasarkan letak

a. Anomali rendah rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot

puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang

baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran

genitourinarius.

b. Anomali intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot

puborektalis.

c. Anomali tinggi Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter

internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula

genitourinarius-retrouretral (pria) atau rektovagina (perempuan). Jarak

antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

Page 4: Atresia Ani New

4

Gambar 1. Lesi rendah (kiri) dan lesi tinggi (kanan) dengan atresia ani.

3. Klasifikasi Wingspread

a. Jenis Kelamin Laki-Laki

i. Golongan I

Kelainan fistel urin

Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium

eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke

vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah

dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin

jernih berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.

Bila kateter urin mengandung mekonium maka fistel ke vesika

urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer maka penderita

memerlukan kolostomi segera.

Atresia rectum

Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada

atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan

colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada

evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi

Page 5: Atresia Ani New

5

Perineum datar

Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram maka perlu segera dilakukan kolostomi

ii. Golongan II

Kelainan fistel perineum

Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya

terletak lebih anterior dari letak anus normal tetapi tanda anus

yang buntu menimbulkan obstipasi

Membran anal

Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di

bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya

dilakukan terapi definitif secepat mungkin

Stenosis anus

Pada stenosis anus sama dengan perempuan. Pada stenosis

anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya tetapi

sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya

harus segera dilakukan terapi definitif.

Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara < 1 cm dari kulit pada

invertogram maka perlu dilakukan kolostomi.

b. Jenis Kelamin Perempuan

i. Golongan I

Kelainan kloaka

Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus

urinarius, traktus genitalis dan jalan cerna. Evakuasi feses

umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan

kolostomi.

Fistel vagina

Page 6: Atresia Ani New

6

Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.

Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya

dilakukan kolostomi

Fistel rektovestibular

Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.

Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya

minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai

makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila

penderita dalam keadaan normal

Atresia rectum

Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada

atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan

colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada

evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan

kolostomi.

Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada

invertogram maka perlu dilakukan kolostomi.

Gambar 2. Vestibular fistula (kiri) dan Kloaka (kanan) dengan atresia ani.

ii. Golongan II

Page 7: Atresia Ani New

7

Kelainan fistel perineum

Lubang fistel perineum biasanya terdapat di antara vulva dan

tempat letak anus normal, tetapi tanda anus yang buntu

menimbulkan obstipasi.

Stenosis anus

Pada stenosis anus sama dengan perempuan. Pada stenosis

anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya tetapi

sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya

harus segera dilakukan terapi definitif.

Fistel tidak ada

Jika fistel tidak ada dan udara < 1 cm dari kulit pada

invertogram maka perlu dilakukan kolostomi.

2.5. Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1

dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak

ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan

kelainan yang paling banyak ditemukan pada bayi laki-laki diikuti oleh fistula

perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling

banyak ditemukan adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan

fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan

bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan

malformasi letak tinggi.1,8

2.6. Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada

kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian

belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang

merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal

karena ada penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada

Page 8: Atresia Ani New

8

kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke 7 dan ke

10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat terjadi karena kegagalan

dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada ureter dan vagina. Tidak adanya

pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak bisa

dikeluarkan sehingga usus mengalami obstruksi.1,9

Manifestasi klinis ini diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.

Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan

segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum maka urin

akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremi, sebaliknya feses yang

mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan

ini biasanya terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita

90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum

(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya ke vesika

urinaria atau ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju ke uretra

(rektouretra).1,9

Page 9: Atresia Ani New

9

Gambar 3. Pathway Atresia Ani

2.7. Diagnosis

Diagnosis atresia ani ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yaitu inspeksi

head to toe pada bayi baru lahir dan biasanya dijumpai tidak adanya anus dan

kemungkinan juga ditemukan adanya fistula, kemudian juga bisa didapatkan bayi

mengalami distensi abdomen 4-8 jam setelah lahir.10

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah foto sakral PA dan lateral

digunakan untuk mengukur ratio sakral dan melihat defek sakral, hemivertebra

dan massa presakral. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat digunakan untuk

mendeteksi malformasi spinal seperti meningokel atau meningomielokel atau

Page 10: Atresia Ani New

10

teratoma. Augmented-pressure distal colostography merupakan pemeriksaan

diagnostik yang paling penting untuk mendeteksi kelainan malformasi anatomi

yang akan menjalani kolostomi. Dengan fluoroskopi, balon kateter dimasukkan ke

distal stoma dan dikembangkan kemudian dimasukkan kontras, biasanya tekanan

diperlukan untuk melawan tekanan dari M. levator ani dan kontras akan menuju

bagian terbawah kolon dan mendeteksi adanya fistel. Dengan adanya fistel ke

vesika urinaria maka vesika urinaria akan terisi.1

Menurut Pena untuk mendiagnosa dsengan menggunakan cara berikut:10

a. bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perium dan urin bila:

- fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal

membrane berati atresia letak rendah, maka dilakukan minimal

Postero Sagital Anorektoplasty (PSARP) tanpa kolostomi

- bila meconium (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan

kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 inggu kemudian dilakukan

tindakan definitif .

b. bayi perempuan 90% atresia ani disertai fistel

- bila ditemukan fistel perianal (+) maka dilakukan minimal Postero

Sagital Anorektoplasty (PSARP) tanpa kolostomi

- bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi

terlebih dahulu

- bila fistel (-) aka dilakukan invertogram apabila akhiran <1 cmdari

kulit dilakukan postero sagittal anorectoplasty, apabila akhiran <1

cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

Leape (1987) menyatakan bila meconium didapatkan pada perineum,

vestibulum, atau fistel perianal maka kelahiran adalah letak rendah. Bila pada

pmeriksaan tidak dijumpai fistel maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.

Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara

dengan cara knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul di

daerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.10

Page 11: Atresia Ani New

11

2.8. Diagnosis Banding

Pada perempuan dapat ditemukan fistula dan kutaneus, fistula

rektoperinium dan fistula rektovagina. Pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk

fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. 11

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani

letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu

penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,

tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus

yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode

operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara

membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk

memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.10

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara

jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta

antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan

ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain

dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca

operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi,

persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta

ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari

berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian

akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.10

Leape (1987) menganjurkan pada: 10

1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau

TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif

(PSARP)

2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi

batas otot sfingter ani ekternus

Page 12: Atresia Ani New

12

3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion

4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena

dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan

intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan

diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling

banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited

atau full postero sagital anorektoplasti. 10

Penatalaksanaan malformasi anorektal 12

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-

laki12

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal

pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip

penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan

bayi laki-laki.7

Page 13: Atresia Ani New

13

Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan 12

Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus

perempuan12

Anoplasty

PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan

anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada

usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus

fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk

menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien

kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.7

Hal ini berupa memposisikan pasien dengan posisi pronasi jackknife,

membagi otot levator ani dan kompleks sphincter eksternal pada posterior

midline, memisahkan komunikasi antara traktus gastrointestinal dengan traktus

Page 14: Atresia Ani New

14

urinari, dan menarik kebawah rektum setelah ukuran yang dikehendaki tercapai.

Otot tersebut kemudian direkonstruksi dan dijahit ke rektum.3

Gambar 6. Posisi Prone Jackknife

Pasien dengan lesi letak tinggi memiliki resiko inkontinensia postoperatif,

sedangkan pasien dengan lesi letak rendah memiliki resiko konstipasi.

Tatalaksana pasien dengan lesi letak tinggi dapat difasilitasi dengan pendekatan

laparoskopi, dimana pasien diposisikan supine dan rektum dimobilisasi kebawah

di bagian koneksi fistula menuju leher kandung kemih. Fistula lalu dipisahkan dan

rektum dimobilisasi dibawah tepat di bawah refleksi peritoneal. Prosedur tersebut

lalu dilanjutkan di bagian perineum, dan lokasi otot ditentukan menggunakan

stimulator saraf. Jarum Veress ditelusuri melalui kulit pada tempat yang

diindikasikan, dengan pedoman laparoskopi menuju bagian intrapelvik. Dilator

menggantikan jarum Veress, rektum ditarik melalui pembukaan perioneal ini dan

anoplasti telah terbentuk.3

Page 15: Atresia Ani New

15

Gambar 7. Bidang diseksi pada PSARP (kiri), proses penjahitan pada anoplasti

(kanan A) dan penjahitan subkutikuler (kanan B)

Gambar 8. Prosedur PSARP

2.10. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:1

1. Perforasi intestinal: dapat terjadi pada fase manapun. Perforasi dapat

terjadi selama proses dilatasi anus.

Page 16: Atresia Ani New

16

2. Komplikasi selama operasi: fistula postoperasi yang terbuka, fistula yang

tidak ketahuan, iskemik, perlukaan urologi

3. Stenosis (anus baru yang menyempit)

4. Hidrokolpos yang tak habis

5. Konstipasi

2.11. Prognosis

Prognosis sebaiknya ditentukan berdasarkan kemungkinan kembalinya

kontinensia fekal primer karena pasien yang mengalami malformasi anorektal

tanpa komorbid yang mengancam nyawa biasanya dapat bertahan hidup. Fungsi

kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan spingter dan sensibilitasnya,

tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.1

Page 17: Atresia Ani New

17

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis

Identitas Pribadi

Nama : YT

Jenis Kelamin : Laki laki

Usia : 3 hari

Suku Bangsa : Batak

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kiwi 20 No. 304 Kec Medan Denai

Tanggal Masuk : 28 September 2015

3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama : Tidak ada lubang anus

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak lahir. Mual dan muntah tidak

dijumpai. Demam tidak dijumpai. Riwayat BAK dalam

batas normal. Riwayat persalinan : Os lahir dengan BB

3600gram, cukup bulan, spontan, langsung menangis dan di

tolong oleh bidan 7 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat ANC 5x ke bidan. Os merupakan anak ke-3, usia

saat ibu hamil 40 tahun. Saat hamil ibu menderita demam,

riwayat hipertensi dan diabetes mellitus saat hamil

disangkal. Riwayat pemakaian obat – obatan sewaktu hamil

(-).

RPO : -

RPT : -

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Presens

Sens : CM Anemis : tidak diumpai

HR : 158x/i Sianosis : tidak dijumpai

Page 18: Atresia Ani New

18

RR : 60 x/i Edema : tidak dijumpai

Temp : 37,2 Dispnue : tidak dijumpai

Stattus Lokalisata

Kepala : Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-)

T/H/M : dbn/dbn/dbn

Leher : Pembesaran KGB : tidak dijumpai

Thorax : Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem Fremitus ka=ki, kesan : normal

Perkusi : Sonor pada paru kanan dan kiri

Auskultasi : SP : Vesikuler

ST : -

Abdomen : Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : Soepel, H/L/R : tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal

Anus : Anus (+), fistula (-), bucket handle (+)

Ekstremitas : Edema (-/-), CRT < 3”

3.4. Pemeriksaan Tambahan

Hasil Laboratorium tanggal 28 September 2015

Pemeriksaan 28/09/15 Nilai normal

Darah lengkap

Hb (gr%) 21,1 11,30-14,10

RBC (106/mm3) 5,4 4,40-4,48

WBC (103/mm3) 25,1 4,50-13,50

HT (%) 59,20 37-41

PLT (103/mm3) 114 (150-450)

MCV (fL) 109,20 81-95

Page 19: Atresia Ani New

19

MCH (pg) 38,90 25-29

MCHC (gr%) 35,60 29-31

RDW (%) 23,00 11,60-14,80

PCT (%) 0,40 -

PDW (fL) 9,40 -

Neutrofil (%) 47,00 37-80

Limfosit (%) 13,00 20-40

Monosit (%) 11,00 2-8

Eosinofil (%) 0,00 1-6

Basofil (%) 0,00 0-1

Faal Hemostasis

PT (detik) 104,9 (14,2) -

APTT (detik) 100,9 (33,8) -

TT (detik) 29,3 (17,5) -

INR 8,28

Faal Ginjal

Ureum (mg/dL) 10,50 <50

Kreatinin (mg/dL) 0,64 0,32-0,59

Met. Karbohidrat

KGD adr (mg/dL) 92,00 <200

Elektrolit

Na (mEq/L) 134 135-155

K (mEq/L) 4,6 3,6-5,5

Cl (mEq/L) 107 96-106

Hati

Albumin 3,4 3,8-5,4

Page 20: Atresia Ani New

20

Foto (28/09/2015)

Page 21: Atresia Ani New

21

3.5. Diagnosis : Atresia Ani + NCB-SMK

3.6. Tatalaksana

Inj. Ceftazidine 195 mg/ 12 jam/IV

Inj. Gentamycin 19,5 mg/30 jam/IV

Inj. Vit K 3 mg selama 3 hari

Transfusi FFP 10 cc//kg = 30 cc

Kebutuhan cairan 60cc/kg/BB/ hari = 216 cc / hari

Parenteral : 60 cc/kg/BB/ hari IVFD D10% = 9cc/jam

3.7. Follow up :

Tanggal S O A P

2

8/09/201

5

Demam

(+)

Sensorium:

Compos mentis

Keadaan umum:

Stabil

Atresia Ani +

NCB -SMK +

Sangkaan

sepsis

Inj. Ceftazidine 195

mg/ 12 jam/IV (H1)

Inj. Gentamycin 19,5

mg/30 jam/IV (H1)

Page 22: Atresia Ani New

22

Nadi: 160 x/i

Pernafasan: 42 x/i

Suhu: 38,6 0C

Abdomen:

Inspeksi: Distensi (+)

Auskultasi: Peristaltik

(+)

Palpasi: Soepel

Perkusi: Timpani

Inj. Vit K 3 mg

selama 3 hari (H1)

IVFD D10% 9cc/jam

Rencana operasi

emergency

colostomy hari

selasa (29/09/2015)

2

9/09/201

5

Demam

(-)

Sensorium:

Compos mentis

Keadaan umum:

Stabil

Nadi: 135 x/i

Pernafasan: 40 x/i

Suhu: 36,8 0C

Abdomen:

Inspeksi: Distensi (-),

tampak stoma viable,

produksi (+)

Auskultasi: Peristaltik

(+)

Palpasi: Soepel

Perkusi: Timpani

Atresia Ani + NCB + SMK + Sangkaan sepsis

Inj. Ceftazidine 195

mg/ 12 jam/IV (H2)

Inj. Gentamycin 19,5

mg/30 jam/IV (H2)

Inj. Vit K 3 mg (H2)

IVFD D10% 9cc/jam

R/ Operasi colostomy

emergency hari ini

3

0/09/201

5

- Sensorium:

Compos mentis

Keadaan umum:

Stabil

Nadi: 140 x/i

Pernafasan: 40 x/i

Suhu: 36,9 0C

Post op

sigmoidecto

my a/i

malformasi

anorektal

letak tinggi

tanpa fistula

Inj. Ceftazidine 19,5

mg/ 12 jam/IV (H3)

Inj. Gentamycin 19,5

mg/30 jam/IV (H3)

Inj Metronidazole 28

mg/12 jam/ IV

Inj. Vit K 3 mg (H3)

Page 23: Atresia Ani New

23

Abdomen:

Inspeksi: Distensi (-),

stoma (+) berwarna

merah, produksi

colostomy (+)

Auskultasi: Peristaltik

(+) lemah

Palpasi: Soepel

Perkusi: Timpani

+ NCB-SMK IVFD D10% 9cc/jam

Diet ASI/ PASI

3cc/2jam/OGT bila

peristaltik usus (+).

BAB 4

MASALAH DAN PEMBAHASAN

Page 24: Atresia Ani New

24

TEORI KASUS

Atresia ani adalah suatu kelainan

kongenital tanpa anus atau anus tidak

sempurna, termasuk didalamnya

agenesis ani, agenesis rektum dan

atresia rektum. Insiden 1:5000

kelahiran yang dapat muncul sebagai

sindroma VACTRERL (Vertebra,

Anal, Cardial, Trachea, Esofageal,

Renal, Limb).

Pasien dengan kelainan kongenital

atresia ani dengan keluhan utama tidak

ditemukan anus sejak lahir.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

dapat ditemukan:

Bayi cepat kembung antara 4-8 jam

setelah lahir

Tidak ditemukan anus,

kemungkinan juga ditemukan

adanya fistula

Bila ada fistula pada perineum maka

meconium (+) dan kemungkinan

kelainan adalah letak rendah

Pasien datang dengan keluhan utama

tidak ada lubang anus sejak lahir (7 jam

sebelum masuk RSUP HAM)

Pemeriksaan penunjang antara lain

radiologi dengan foto sakral, MRI

spinal, augmented-pressure distal

colostography dan pemeriksaan

lainnya seperti voiding

cystourethrography, USG dan

anorektal manometri

Pada pasien yang direncanakan

colostomy emergency dilakukan

pemeriksaan invertogram dengan hasil

Penatalaksanaan pasien tergantung

klasifikasinya. Pada atresia ani letak

tinggi harus dilakukan kolostomi

terlebih dahulu. Penatalaksanaan

Pada pasien telah dilakukan colostomy 1

hari setelah lahir

Page 25: Atresia Ani New

25

berbeda tergantung pada letak

ketinggian akhiran rektum dan ada

tidaknya fistula

Page 26: Atresia Ani New

26

BAB 5

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 1 hari, masuk ke IGD

RSUP HAM pada tanggal 28 September 2015 dengan keluhan tidak ada anus.

Pasien dilakukan sigmoidectomy pada tanggal 29 September 2015. Pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pasien didiagnosa

dengan Atresia Ani + NCB-SMK.

Pasien dirawat dengan rencana kolostomi emergensi dan dipuasakan, serta

diberikan ceftazidine dan gentamisin.

Page 27: Atresia Ani New

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Rosen, N.G., 2013. Pediatric Imperforate Anus. Medscape. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/929904-overview#a0199 [Accessed

Sept 23, 2015]

2. Forrester M, and Merz R. Descriptive epidemiology of anal atresia in Hawaii,

1986-1999. Teratology 66: S12-S16, 2002.

3. Kisra M, Alkadi H, Zerhoni H, Ettayebi F, Benhammou M. Rectal atresia

Department of Pediatric Surgery, Rabat University Children’s Hospital, Rabat,

Morocco, 2005

4. Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku-

ajar ilmu bedah. editor, Peter J,.-Ed.2.-Jakarta : EGC.

5. Faradilla N, Damanik R.R, Mardhiya W.R.2009. Anestesi pada Tindakan

Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorektal. Universitas

Riau.

6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare

Diseases 2007, 2:33. Available from : http://www.ojrd.com/content/2/1/33

[Accessed Sept 23, 2015]

7. Oldham K., Colombani P., Foglia R., Skinner M. Principles and Practice of

Pediatric Surgery Vol 2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;

1395-1434

8. Boocock G., Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and

Associated Anomalies. Archive of Disease in Childhood, 2007.

9. Behrman, R.E., et al, 2011. Anorectal Malformation. In: Nelson Textbook of

Pediatrics 19th ed. Elsevier Saunders; 1355-1359.

10. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [Accessed Sept 23,

2015].

11. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

12. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery

University of Michigan available from :

http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalfor

mation [Accessed Sept 23, 2015]