TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

60
DAFTAR ISI DAFTAR ISI................................................... 1 BAB I........................................................ 2 1.1. Latar Belakang...............................................2 1.2. Konsep dan Teori.............................................4 BAB II....................................................... 5 PEMBAHASAN.................................................. 5 A. Komunikasi Politik dan Media Massa..........................5 1. Kehadiran Media ..........................................6 2. Pentingnya Media Massa...................................7 2.1........... Media Massa Sebagai Sumber Pengaruh Politik 8 2.2..........................Media Massa dan Pesan Politik 9 2.3...........Hubungan Media dengan Politisi dan Pemerintah 10 2.4..........Media Massa sebagai Saluran Propaganda Politik 20 2.5. Urgensi Media Massa.............................21 3. Media dan Privasi.......................................22 4.. Konsenkuensi Hukum Hubungan Antara Media dengan Politik 25 B. Ragam Teori atau Sistem Normatif Media Massa..............28 1

Transcript of TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Page 1: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1

BAB I.........................................................................................................................................2

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................2

1.2. Konsep dan Teori.........................................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN....................................................................................................................... 5

A. Komunikasi Politik dan Media Massa........................................................................................5

1. Kehadiran Media ..............................................................................................................6

2. Pentingnya Media Massa.................................................................................................7

2.1. Media Massa Sebagai Sumber Pengaruh Politik...........................................................8

2.2. Media Massa dan Pesan Politik......................................................................................9

2.3. Hubungan Media dengan Politisi dan Pemerintah.......................................................10

2.4. Media Massa sebagai Saluran Propaganda Politik......................................................20

2.5. Urgensi Media Massa................................................................................................21

3. Media dan Privasi..............................................................................................................22

4. Konsenkuensi Hukum Hubungan Antara Media dengan Politik.................................25

B. Ragam Teori atau Sistem Normatif Media Massa...................................................................28

1. Teori atau Sistem Massa Otoriter......................................................................................28

2. Teori/Sistem Media Massa Bebas...................................................................................28

3. Teori/Sistem Media Massa Tanggung Jawab Sosial......................................................29

4. Teori/Sistem Media Massa Soviet...................................................................................30

1

Page 2: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

5. Teori/Sistem Media Massa Pembangunan....................................................................31

6. Teori/Sistem Media Massa Demokratik Partisipan.......................................................31

C. Media Massa Dalam Realitas Politik........................................................................................32

D. Peran Media Massa.....................................................................................................................33

1. Peran Media Massa Membentuk Citra Politikus ...............................................................33

2. Peran Media Massa Mendukung Kegiatan Komunikasi Politik....................................33

a. Retrorika Politik ......................................................................................................35

b. Agitasi Politik ..........................................................................................................35

c. Propaganda Politik ..................................................................................................35

d. Public Relation Politik .............................................................................................36

e. Kampanye Politik ....................................................................................................36

f. Lobi Politik ...............................................................................................................37

g. Pola Tindakan Politik................................................................................................37

2. Peran Wartawan/Media Massa Dalam Komunikasi Politik..........................................38

BAB II......................................................................................................................................39

KESIMPULAN............................................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 40

1

Page 3: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

1

Page 4: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

BAB I

LATAR BELAKANG

Komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang berisikan informasi tentang politik oleh aktor-aktor atau pelaku politik kepada orang lain. Kegiatan ini bersifat empiris karena dilakukan secara nyata dalam kehidupan social. Sedangkan sebagai kegiatan ilmiah maka komunikasi politik adalah suatu kegiatan politik dalam system politik. Politik adalah proses dan politik melibatkan pembicaraan. Pembicaraan di sini amat luas artian nya yang berarti segala cara orang bertukar symbol, kata-kata yang di tuliskan dan di ucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh, perangai, dan pakaian.

Termasuk di dalamnya adalah komunikasi yang di lakukan oleh para pelaku politik melalui media massa. Salah satu saran atau alat berkomunikasi politik yang pada saat ini biasa di pergunakan yaitu media massa selain penyebaran yang luas dan alat control social masyarakat. Ilmuan politik Mark Roelofs mengatakan dengan sederhana “ politik adalah pembicaraan, atau lebih tepat kegiatan politik adalah berbicara”. Ia menekankan politik hanya pembicaraan dan juga tidak semua pembicaraan adalah perpolitikan.

Setiap actor atau elit politik yang berkuasa dalam setiap kebijakannya selalu di awali dengan berbagai bentuk komunikasi politik yang baik yang berupa propaganda maupun yang berbentuk retrorika yang dimuat dalam media massa cetak maupun elektronik. Komunikasi merupakan sarana dari para tokoh atau elit politik untuk mencapai tujuan dengan menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran maupun kontrol terhadap lawan. Oleh karena itu di sini media massa sangat berperan penting dalam proses berkomunikasi politik.

Kesamaan utama antara politik dan media ada pada hubungannya dengan orang

banyak. Kedua ranah tersebut membutuhkan dan dibutuhkan oleh masyarakat, yang anonim,

dalam melakukan operasi-operasi rutinnya. Politik berurusan dengan ideologi, dan topik

ideologi tentu saja menyangkut kehidupan sosial rakyat. Sementara media adalah jembatan

antara topik atau tema yang diangkat dengan rakyat yang tersebar.

Secara teoritis, keduanya bisa berjalan dengan harmoni. Media massa bisa memediasi

kegiatan politik dari para politisi kepada masyarakat. Dan sebaliknya, media juga bisa

memediasi opini, tuntutan, atau reaksi masyarakat kepada para politisi. Media massa adalah

ruang lalu lintas bagi segala macam ide-ide yang menyangkut kepentingan orang banyak.

1

Page 5: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Namun demikian, permasalahannya adalah, sejauh apa media bisa bertindak adil atas berbagai kepentingan yang dimediasinya? Ada begitu banyak kepentingan yang terjadi, dan bagaimana media massa menempatkannya secara proporsional? Apa yang menyebabkan sebuah kegiatan politik dari golongan tertentu lebih dikedepankan ketimbang kepentingan politik lain dari golongan yang lain juga?

Lingkup permasalahannya terletak pada bagaimana media massa bertindak sebagai peran penting dalam komunikasi politik bagai mana aktifitas politik itu bisa selaras dengan empat fungsi media massa yakni yakni memberikan informasi, memberikan pendidikan, memberikan hiburan, dan melakukan kontrol sosial. Dan bukan hanya itu juga termasuk di dalam nya apakah media massa bertindak adil terhadap pemberitaan politik yang di sampaikan nya, apakah itu sesuai dengan realitas di kehidupan atau hanya kepentingan beberapa golongan semata.

Dalam menghadapi dunia politik, media massa tak jarang menemui kesulitan-kesulitan tersendiri. Di satu sisi, media massa dituntut untuk melaksanakan fungsinya agar pembaca, pemirsa, atau pendengar kian memiliki sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir. Namun di sisi lain, pragmatisme ekonomi memaksa media mengadopsi logika politik praktis yang terpatri pada spektakuler, sensasional, superfisial, dan manipulatif. Menurut lembaga survei di Indonesia media massa yang terdapat di Indonesia hanya sekitar dua puluh persen dari semua media massa yang ada bersifat independent yang mengelontarkan pemberitaan tentang perpolitikan tanpa adanya kepentingan dan interpensi dari suatu golongan.

Politik dan media memang ibarat dua sisi dari satu mata uang. Media memerlukan politik sebagai makanan yang sehat. Media massa, khususnya harian dan elektronik, memerlukan karakteristik yang dimiliki oleh ranah politik praktis: hingar bingar, cepat, tak memerlukan kedalaman berpikir, dan terdiri dari tokoh-tokoh antagonis dan protagonis.

Politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak diciptakan. Tidak ada gerakan sosial yang tidak memiliki divisi media. Apapun bidang yang digeluti oleh sebuah gerakan, semuanya memiliki perangkat yang bertugas untuk menciptakan atau berhubungan dengan media.

Dunia politik sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak berarti apa-apa. Bahkan menurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir atau Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media. Media memang memiliki kemampuan reproduksi citra yang dahsyat. Dalam reproduksi citra tersebut, beberapa aspek bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas aslinya (simulakra). Kemampuan mendramatisir ini pada gilirannya merupakan amunisi yang baik bagi para politisi, terutama menjelang pemilu.

1

Page 6: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Yang menjadi masalah bagi politisi adalah bagaimana ia menjalin hubungan muatualisme dengan pihak media; bagaimana ia membangun kesan tertentu dengan memilih latar belakang (pada televisi) saat bercakap-cakap dengan media; bagaimana ia mampu meyakinkan media bahwa ia dan aksinya adalah penting. Semua dilakukan dengan mengharapkan imbalan berupa publisitas.

Namun pada saat yang sama, media massa juga harus berpikir bahwa ia tidak diperkenankan mengadopsi kepentingan-kepentingan tersebut secara berlebihan. Salah-salah, ia akan menjadi bagian dari program politik sebuah golongan politik. Dan tak mudah memang membuat garis demarkasi apakah sebuah media prorakyat atau tengah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang juga mengklaim sebagai pejuang kerakyatan.

KONSEP DAN TEORI

Dalam makalah ini mengedepan kan permasalahan politik yang berhubungan saliang bergantungan langsung dengan media massa. Di dalam makalah ini terdapat perkembangan perpolitikan dalam media massa dalam perkembangannya.

Pada awal prademokrasi kemerdekaan Indonesia menganut system media massa otoriter yang pada masa itu system pemerintahan masih di dominasi oleh kekuasaan otoriter atau penekanan. Selanjut nya masuk kepada system media massa bebas dan system media massa demokratik partisipan.

1

Page 7: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Komunikasi politik dan media massa

Hubungan antar ilmu media dan politik sudah berlangsung lama, jauh sebelum ilmu politik menemukan jati dirinya sebagai ilmu yang berdiri sendiri dari Filsafat. Akan tetapi, politik sebagai disiplin ilmu yang baru diakui pada tahun 1880 setelah School of Political Science berdiri di Columbia College. Karena hubungan yang begitu erat antara media dengan politik, studi tentang pengaruh pers dalam pembentukan pendapat umu (opini publik) selalu mendapat tempat dalam kurikulum ilmu politik, 70 tahun sebelum ilmu komunikasi melembaga sebagai ilmu di Amerika Serikat.

Namun, studi tentang pengaruh media terhadap aktivitas politik baru menarik bagi para ahli ilmu-ilmu sosial nanti dalam tahun 1930-an, terutama dalam hubungannya dengan pernyataan para negarawan dan pemimpin partai politik yang memengaruhi opini publik. Kini media massa memainkan peranan yang sangat penting dalam proses politik, bahkan menurut Lichtenberg (1991) media telah menjadi aktor utama dalam bidang politik. Ia memiliki kemampuan untuk membuat seseorang cemerlang dalam karier politiknya. Hal itu diakui oleh Robert W. McChesney dalam Thomas (2004) bahwa “in nearly all variants of social and political theory that media and communication system are cornerstones of modern societies. In political term, they serve to enhance democracy.

Komunikasi politik adalah suatu usaha untuk mempersuasi orang lain agar sependapat dengan dirinya. Oleh karena itu tujuan dan proses komunikasi politik pun sangat erat dengan hal persuasif. Persuasi itu sendiri memiliki banyak definisi yaitu mengubah sikap dan perilaku orang dengan menggunakan kata-kata baik lisan maupun tertulis, menanamkan opini baru, dan usaha yang disadari untuk merubah sikap, kepercayaan, atau perilaku orang melalui transmisi pesan. Persuasi biasanya melibatkan tujuan suatu usaha komunikator untuk mencapai tujuan melalui pembicaraan. Pada umumnya komunikasi politik dilakukan untuk mengkondisikan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menerima informasiinformasi baru yang belum diyakini oleh masyarakat. Dalam pemilu 2009 ini komunikasi politik lebih cenderung diartikan sebagai kampanye politik.

Sering orang mengartikan komunikasi politik sebagai cara para politisi menyampaikan pesan. Itu betul, tapi hanya sebagian. Komunikasi politik secara keseluruhan memerlukan kematangan pada dua pelaku komunikasi, yaitu pemberi pesan dan penerima pesan. Untuk

1

Page 8: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

mencapai komunikasi yang efektif, diperlukan bukan hanya cara pidato seperti Obama tapi juga cara mendengarkan seperti pemilih di negara maju.

Kebiasaan politisi Indonesia untuk berkampanye tanpa komunikasi yang jernih masih kuat. Politisi lebih senang bersikap tertutup daripada terbuka. Masalahnya, selama warga pemilih tidak bersikap kritis terhadap sikap calon-calon dalam pemilu atau pilkada, tidak ada insentif bagi para calon itu untuk memperbaiki sikap. Bisa saja ada orang terpilih menjadi Gubernur tanpa membuka diri terhadap pers. Kalaupun mau ketemu media, tapi tidak banyak terjadi dialog terbuka. Politikus seperti ini bisa menang karena banyak warga pemilih yang mendukung dia karena dia menggunakan dana besar untuk billboard, poster dan spanduk, ditambah dengan pembagian rezeki berupa fasilitas dan uang sembako. Menghadapi pemilih yang seperti itu, tidaklah mengherankan bahwa calon yang cerdas dan jujur bisa tetap kalah dalam penghitungan suara.

Kualitas komunikasi politik terlihat sekali dalam debat beberapa kali antara Barrack Obama dan Hillary Clinton beberapa bulan gterakhir ini. Bukan saja kita kagum lihat kualitas penyampaian kalimat politik kedua calon, tapi kita juga senang melihat pertanyaan yang diajukan atas nama publik. Dan akhirnya, peristiwa politik ini menjadi lengkap ketika televisi, internet dan koran menyampaikan analisa perdebatan melalui tanggapan instan di televisi dan blog, dan kemudian ulasan yang reflektif di koran-koran seluruh dunia.

Peran media yang aktif sangat terasa pada setiap hari primary dimana proyeksi sudah mulai dilakukan sebelum pengambilan suara ditutup. Pada saat penghitungan suara baru sampai 5%, proyeksi kemenangan sudah berani diumumkan, dan pada saat suara terhitung 90%, para calon sudah langsung menyampaikan pidato kemenanganatau mengakui kekalahan, walaupun hasil perhitungan belum dinyatakan resmi oleh komisi pemilihan umum.

Ini mengingatkan kita bahwa selain pemberi pesan dan penerima pesan, ada unsur ketiga dalam sistem komunikasi yang efektif, yaitu medium atau perantara penyampaian pesan. Peran medium komunikasi sudah lama dijalankan oleh Radio, tapi pada masa Soeharto peran itu dijalankan secara salah. Bukan mendidik masyarakat untuk mengikuti proses politik secara kritis, tapi malah mempertebal kebohongan politik yang disampaikan oleh penguasa.

Kini keadaan sudah berubah secara pasti. Media tidak lagi membela penguasa dengan membabi buta. Ada yang mendukung pemerintah, itu sah-sah saja. Tapi banyak juga yang kritis terhadap otoritas. Publik mendapat manfaat dari keduaduanya. Kehadiran media dalam proses

1

Page 9: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

politik secara konstruktif banyak dibantu oleh menguatnya media massa dalam hal ini adalah radio. Selain menyediakan infrastruktur komunikasi publik, media baru juga menjadi forum untuk materi yang diciptakan oleh pemakai (user-generated content). Bentuk yang paling relevan adalah citizen journalism dan menjamurnya opini masyarakat di Indonesia mengikuti negaranegara demokrasi lain.

Keragaman media komunikasi dan meningkatnya suara publik melalui penerbitan yang bebas muncul dan citizen journalism, dan makin kritisnya konsumen komunikasi, menimbulkan kompetisi sehat yang niscaya akan meningkatkan mutu proses demokrasi di Indonesia, setelah mekanisme demokrasi berhasil kita ciptakan dalam waktu singkat yaitu sembilan tahun.

1. Kehadiran Media

Mc Luhan (1964) menyebut media merupakan perluasan alat indera manusia. Dengan kata lain, kehadiran media dalam komunikasi, merupakan upaya untuk melakukan perpanjangan dari telinga dan mata. Semisal televise dan Koran adalah perpanjangan dari mata. Pandangan Mc Luhan tersebut dikenal sebagai teori perpanjangan alat indera (sense extension Theory).

Mc. Luhan juga menyebut bahwa media atau medium adalah pesan (the medium is the message). Artinya, media saja sudah menjadi pesan. Menurutnya, yang mempengaruhi khalayak adalah bukan apa yang disampaikan oleh media, tetapi jenis media komunikasi yang dipergunakan, yaitu antarpersona, media cetak, atau media elektronik. Pada prinsipnya media adalah segala sesuatu sebagai saluran bagi seseorang yang menyatakan gagasan, isi jiwa, atau kesadarannya. Atau media adalah alat untuk mewujudkan gagasan manusia.

Media massa dating menyampaikan pesan yang aneka ragam dan actual tentang lingkungan social dan politik. Surat kabar dapat menjadi medium untuk mengetahui berbagai peristiwa politik yang actual yang terjadi di seluruh penjuru dunia. Lebih lebih lagi pada zaman sekarang dengan hadirnya media massa online yang sayang actual dalam menyajikan berita yang selalu update setiap jam bahkan menit. Sehingga semua itu menjawab akan kehausan tentang berita dari masyarakat luas.

Komunikasi politik dengan menggunakan media massa, disebut komunikasi massa, dengan ciri-ciri dasar yang bersifat umum, terbuka, dan aktual. Menurut Bittner (1980:10) komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah orang. Sedangkan Maletze (1963) menulis bahwa komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyatakan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara langsung dan satu arah kepada publik yang tersebar. Ciri lain dari media massa

1

Page 10: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

adalah penggunaan dan isinya bersifat terbuka dan umum, selain itu pesan komunikasi massa bersifat aktual dari segi waktu dan substansi. Itulah sebabnya komunikasi massa sangat erat kaitannya dengan politik dan komunikasi politik.

2. Pentingnya Media Massa

Media massa, mulai dari pers, televisi, radio dan lain-lain, serta proses komunikasi massa (peran yang dimainkan) semakin banyak dijadikan sebagai objek studi. Memahami komunikasi massa ini ada beberapa asumsi yang menjadi titik tolak bahwa media memiliki fungsi penting. Asumsi tersebut ditopang oleh lima contoh seperti ditulis McQuail (1987;3).

- Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait.

- Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat.

- Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat.

- Media sering berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian perkembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.

- Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif.

Peran media massa dapat dirumuskan secara ringkas antara lain: - Media massa memberikan informasi dan membantu kita mengetahui secara jelas

ikhwal tentang dunia sekelilingnya kemudian menyimpannya ke dalam ingatan kita.- Media massa membantu kita menyusun agenda, menyusun jadwal kehidupan setiap

hari.- Media massa berfungsi membantu berhubungan dengan berbagai kelompok

masyarakat lain di luar masyarakat kita.- Media massa membantu mensosialisasikan pribadi manusia. Media mengajarkan

berbagai sistem nilai baru yang harus dianut dan ditolak.- Media digunakan untuk membujuk khalayak yang mencari kentungan dari pesan-pesan

yang diterimanya.- Media massa sebagai media hiburan, sebagian besar media melakukan fungsi sebagai

media yang memberikan hiburan.

2.1 Media Massa Sebagai Sumber Pengaruh Politik

Perilaku dan orentasi politik dapat dipelajari dari media massa jika materi-materinya terdapat dalam media massa jika audiens memeberikan perhatian terhadap materi dari media itu. Astrid (1981) mengatakan “ semua media yang dimiliki swasta atupun pemerintah, sebenarnya merupakan aparatur ideology karena kemampuannya untuk menyebarluaskan

1

Page 11: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

pendapat, dinilai sebagai sumber kekuasaan ”. Hal sulit di alami oleh media pemerintah adalah sebagai ideology state apparatus ( aparat ideology Negara ), masyarakat terutama kaum terpelajar akan segera mengidentifikasi apa yang disampaikan melalui media pemerintah sebagai pendapat partai atau golongan yang sedang memerintah.

Ditinjau dari penguasaan media massa, struktur politik suatu negara mengenal sebagai berikut :

1. Fase pengaruh politik melalui aparatur ideology (ditinjau dari segi kepemilikan media massa)

2. Fase informasi oleh aparatur ideology (ditinjau dari kegiatan komunikasinya sendiri dan pelaian komunikan terhadap komunikator serta kesadaran komunikator akan kehadiran komunikan)

3. Fase pembentukan/perwujudan pemupukan pengaruh politik aparatur ideology yang bersangkutan.

Di tinjau dari kepemilikan media, keseimbangan kepemilikan media massa antara pemerintah dan swasta merupakan situasi yang sehat yang pada gilirannya menentukan keobjektifan serta keseimbangan isi pesan. Jadi, pengaruh social politik dari media massa adalah :

1. Dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran politik masyarakat melalui informasi kepada calon pemilih

2. Dapat mengubah system nilai, antara lain inovasi3. Dapat meningkatkan konsumsi atau suatu model sikap baru dalam bidang ekonomi

serta dapat mempengaruhi kebudayaan. Walaupun sebaliknya juga di arahkan oleh kebudayaan setempat karena media massa sendiri bergerak dalam system komunikasi dan system nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat tersebut.

2.2 Media Massa dan Pesan Politik

Salah satu pesan yang hingga kini sangat eksis menggunakan media massa adalah pesan politik, pesan politik melalui media massa akan sangat kuat mempengaruhi perilaku politik masyarakat. Dahlan (1999) mengatakan tolak ukur komunikasi adalah kriteria komunikasi, yaitu adanya wacana public, pertukaran pendapat, gagasan dan perbedaan secara terbuka, arus informasi yang tidak di batasi, serta hak dan kebebasan memilih.

Brownhill dan smart (1989) mengatakan political literacy mengacu kepada sebuah kapasitas intelektual, moral, dan perilaku yang memungkinkan warga Negara yang fungsional dalam system pemerintahan yang demokratis. Kapasitas intelektual berkenaan dengan pemahaman tentang fungsi pemerintahan dan proses pembuatan keputusan serta penghayatan terhadap nilai-nilai dan etika yang essensial bagi pengembangan berbagai kemahiran politik (political skill).

Political skill merujuk kepada kemampuan menghargai hak, kewajiban dan pandangan orang lain, prosedur demokrasi serta aturan hukum, serta kemauan dan kemampuan untuk

1

Page 12: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

turut dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi bangsa. Peranan komunikasi politik yang banyak di dukung media massa, tidak di imbangi dengan upaya pembebasan (media massa) dan kasus ini pernah terjadi di Indonesia.

Meril (1971) mengatakan media massa tunduk pada system pers, sedangkan system pers tunduk terhadap system politik tempat system pers tersebut di kembangkan. Untuk kasus Indonesia, sejak reformasi lahir sangat tampak media massa memiliki pernanan besar dalam upaya meningkatkan pendidikan dan kesadaran politik masyarakat seperti contoh berita politik yang terbuka, debat politik, opini, editorial, laporan khusus politik, wawancara tokoh, dan aksi-aksi demokrasi.

Peran media yang terbuka itu memungkinkan masyarakat untuk mengsosialisasikan symbol-symbol politik yang hadir setiap saat, mulai dari symbol yang kongkrit (wajah presiden, kasus kasus koruopsi, dll). Kebijakan pemerintah pusat dalam upaya pembebasan kehidupan pers sangat berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah daerah. Jika pada massa orba seluruh kehidupan pers seolah berada dalam kerangkeng dan dalam kontrol penuh pemerintah. Sekarang kontroversi dan konflik sering dilihat sebagai isu-isu politik nyata bagi wartawan.

2.3 Hubungan Media dengan Politisi dan Pemerintah

Hubungan antara media dengan politisi atau pemerintah sudah berjalan sekian lama, dan hubungan itu bisa dikatakan tidak bisa dipisahkan antar keduanya, bukan saja karena wartawan membutuhkan para politisi atau pejabat pemerinyah sebagai sumber informasi (make of news), tetapi juga para politisi maupun pejabat pemerintah memerlukan media untuk menyampaikan pikiran-pikirannya maupun kebijakan uang mereka ambil untuk kepentingan orang banyak. Tidak heran jika para wartawan sering tampak bergerombol didepan gedung istana, parlemen, kantor kementrian, kantor gubernur atau bupati menunggu kesempatan uantuk mewawancarai para politisi atau para pejabat tersebut. Selain dengan cara itu, para politisi atau pejabat sering mengundang para wartawan untuk makan malam, berkunjung ke kantor redaksi untuk diwawancarai dan dipublikasikan.

Meski ada hubungan yang saling membutuhkan antara media dengan politisi, namun hubungan ini kadang menimbulakan gesekan yang kurang harmonis. Oleh karena itu, ada yang mengatakan hubungan antara keduanya seperti benci, tetapi rindu (hate and love), seperti ucapan Senator Orlando Marcado bahwa “It is clear that media needs politician, as politician needs media. There are inextricably joined together in a :love-hate” realtionship.”

Hubungan antara media dan pemerintah biasanya lebih banyak bersifat negatif. Sifat negatif inilah yang sering menimbulkan miscommunication dan misinformation. Konsep terakhir

1

Page 13: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

yang muncul adalah kriteria penyimpangan (deviance), yakni sesuatu mempunyai nilai berita jika menyimpang dari norma rata-rata, baik yang menyangkut peristiwa, orang, perilaku, arah perkembangan dan sebagainya (Shoemaker dkk. Dalam Dahlan, 1990). Dengan demikian, pers cenderung untuk menyiarkan berita yang tidak nyaman bagi pejabat, namun disukai oleh pembaca. Sementara itu, pemerintah sendiri mempunyai kriteria tentang berita, yaitu sering dikaitkan dengan keberhasilan, ketertiban, dan pembangunan. Perbedaan persepsi ini merupakan sumber benturan yang selalu terjadi dalam interaksi antar media dan pemerintah dan sering dimanfaatkan oleh pihak lain untuk kepentingan politik. Menurut penasihat publikasi Raegan, pemerintah yang sukses, mestinya dapat menyusun agenda apa yang harus dilakukan untuk masyarakat, dan bukannya media yang harus membuatkan agenda apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk masyarakat (Gurevitch dan JG. Blumler dalam Lichtenberg, 1991).

Hubungan yang kurang harmonis antara media dengan pemerintah dapat dilihat dalam berbagai kasus di beberapa negara seperti berikut ini:

Di Prancis, para wartawan tidak bisa melaksanakan investigative reporting karena takut

pemerintah akan melakukan tindakan balasan untuk menekan media. Ketika media

mengungkap skandal almarhum Presiden Francois Miterrand yang punya anak luar

nikah, rakyat Prancis jadi marah dan tidak senang pada pers yang terlalu bebas dalam

mengungkapkan hal-hal yang bersifat privasi pemimpin negara.

Di Inggris, ada Code of Conduct yang dikeluarkan pada tanggal 19 Agustus 1997 tentang

sanksi hukuman atas pelanggaran yang dilakukan oleh para wartawan, serta

diberlakukan-nya kode etik jurnalistik yang paling keras dalam sejarah Inggris sejak 1

Januari 1998. Dalam kode etik jurnalistik itu wartawan dilarang mengambil foto

seseorang di lobby hotel, kolam renang, restoran, taman, dan geraja tanpa izin terlebih

dahulu kepada yang bersangkutan.

Di Jepang, media tidak boleh mengekspos kesehatan Kaisar Hirohito.

Di Singapura, Perdana Menteri Lee Kuan Yew menutup surat kabar Eastern Sun dan

Singapore Hearld. Dalam kasus ini Lee bertanya , apakah masyarakat Singapura mau

bebas, tetapi kurang sejahtera, atau mau sejahtera tetapi kurang memiliki kebebasan

pers. Menurut Lee “Suatu bangsa yang kaya dapat saja menikmati kebebasan persnya,

sebaliknya suatu bangsa yang miskin dapat juga mengalami ketidakbebasan pers”. Oleh

1

Page 14: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

karena itu, menurut Lee, sangat aneh jika ada bangsa yang miskin, tetapi menikmati

kebebasan pers. There is no significant relationship between the wealth of country and

freedom of the Press. Di Singapura ada larangan bagi media untuk mengekspos masalah

SARA (suku, agama, dan ras), hal-hal negatif pemimpin negara-nagara ASEAN. Bahkan

ketika di berbicara di depan Perhimpunan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Amerika di

Washington DC (1988), Lee menegaskan “American concept of freedom of the press

could bring turmoil to Singapore. I am Asia, I am not American. I am not allow American

correspondents ti decide my national agenda for me.” (Time, May 22, 1988).

Di Korea Selatan pada tahun 1957 ada 60 persen dari 42 surat kabar harian anti

pemerintah, dan ketika terjadi pembunuhan Presiden Park Chung Hee (Oktober 1979),

tokoh pengekangan pers di mana banyak sekali surat kabar ditutup, organisasi pers

dilarang, dan diperkirakan ada 600 orang wartawan dinyatakan hilang.

Di Indonesia, mengenai hubungan antara media dengan pemerintah di Indonesia, diuraikan oleh Edward C. Smith dalam bukunya Pembredelan pers di Indonesia (1986), sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda sudah ada larangan untuk menerbitkan surat kabar, terutama setelah terbitnya Bataviase Nouvelles (1744) yang bisa bertahan selama dua tahun setelah organisasi dagang Belanda VOC melarang terbit. Larangan itu diberlakukan karena ada kekhawatiran pemerintah Belandaatas berita-berita perdagangan yang dipublikasi surat kabar Bataviase Nouvelles bisa jatuh ke tangan para saingan perusahaan dagang Belanda. Demikian juga etika H.J. Lion dari Bataviaasch Handelsblad (1858) menulis artikel pegawai pemerintah, dibayar setengah gaji bulanan dijatuhi hukuman satu setengah tahun penjara, sementara J.J. Nosse diusir dari Hindia Belanda (Indonesia) karena tulisannya yang tajam dalam Nieuwsbode (1864).

Memasuki masa penduduk Jepang, semua penerbit surat kabar dan siaran radio yang ada sebelumnya ditutup dan digantikan dengan surat kabar baru dibawah pengawasan militer Jepang. Untuk wilayah pulau-pulau besar misalnya diterbitkan surat kabar Jawa Shimbun, Sumatra Shimbun, Borneo Shimbun, dan Celebes Shimbun. Selain dari itu ada juga surat kabar Asia Raya terbit di Jkarta, Tjahaja di Bandung, Sinar Baru di Semarang, Sinar Matahari di Yogyakarta, dan Suara Asia di Surabaya. Surat-surat kabar ini sehari-hari pendudukan militer Jepang di Asia, termasuk Indonesia.

Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tahun 1945, terbit beberapa surat kabar yang menyuarakan kepentingan partai, misalnya Harian Pedoman (1948)

1

Page 15: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

yang dipimpin oleh Rosihan Anwar diidentikkan sebagai Mochtar lubis dipandang sebagai surat kabar independen nonpartai, Harian Abadi yang dipimpin oleh Suardi Tasrif menyuarakan Partai Nasional Indonesia (PNI). Mengenai hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah RI dengan media, sevara kronologis Edward C. Smith (1986) mengemukakan sebagai berikut:

Tahun 1954, surat kabar Sumber mengritik dengan pedas sikap Soekarno yang condong

ke Komunis denga tulisan “Dinilai dari kepribadiannya, cara hidupnya.... Soekarno bukan

seorang komunis. Tetapi, seseorang yang sudah terpojok dapat saja berkawan dengan

setan jika persahabatan itu akan membawa keselamatannya.”

Harian Indonesia Raya pada tanggal 29 April 1955 mengangkat kasus “Hospitality

Committee” yang disiapkan untuk memberi hiburan jasmaniah bagi para peserta

Konferensi Asia Afrika yang membutuhkan. Berita ini menjadi heboh dan diangkat oleh

hampir semua surat kabar di Indonesia membuat penitia konferensi kelabakan.

Tanggal 14 September 1965 surat kabar Times of Indonesia memberitakan bahwa

pimpinansurat kabar Java Bode telah dipanggil ke Markas Besar Komando Militer

Ibukota untuk ditanya tentang dimuatnya berita mantan Wlikota Presiden Muhammad

Hatta sebagai satu-satunya peserta Musyawarah Nasional yang tidak berdiri ketika

Presiden Soekarno memasuki ruangan pertemuan.

Tanggal 22 Maret 1958 surat kabar Bara di Makassar dibredel karena dianggap sebagai

juru bicara kaum pemberontakan di Sumatra. Demikina pila surat kabar Peristiwa da

Tegas di Banda Aceh ditutup tanpa batas waktu di Pdang yang diperoleh lewat radio

pemberontak

Oktober 1960, pemimpin redaksi Warta di Medan, dijatuhi hukuman penjara tiga bulan

karena memuat gambar Presiden Soekarno dengan teks “Pengecut, Politikus, dan

Koruptor Besar.”

Dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 yang memberikan legitimasi kepada Letnan Jenderal Soekarno untuk mengambil tindakan dalam rangka penciptaan stabilitas nasional, teruama di bidang keamanan, politik, dan perekonomian, maka sejak itu Soeharto mulai melakukan pembenahan dengan melepaskan para tahanan politik orde lama, termasuk Mochtar Lubis pada Mei 1966, Undang-Undang Pokok Pers No. 11 Tahun 1966 diberlakukan,

1

Page 16: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

dan semua surat kabar yang pernah dilarang diperbolehkan terbit kembali, kecuali surat kabar yang berhaluan komunis dan cina karena keterlibatannya dalam Gerakan 30 September 1965.

Sejak tahun 1966 industri surat kabar mulai marak dengan hadirnya kembali surat-surat kabar yang tadinya dilarang terbit oleh rezim Orde Lama Soekarno, misalnya Indonesia Raya. Pedoman, Abadi, Nusantara, serta munculnya beberapa surat kabar baru, antara lain Harian Kami. Sinar Harapan, Berita Yudha, Kompas, Suara Karya, Mercu Suar, Duta Masyarakat. Surat-surat kabar ini adayang independen dan ada pula yang berhaluan dengan partai-partai. Sayangnya, ketika peristiwa Malaria Januari 1974, Soeharto kembali menutup sebagian besar surat kabar tersebut karena dinilai terlalu vulgar dalam memberitakan kerusuhan. Begitu ketanya pemerintah dibawah pengausa Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), budaya telepon sejarah kewartawanan Indonesia. Jurnalistik kepiting adalah model pemberitaan yang keluar untuk menggi-git sedikit sedikit-sedikit, tetapi jika diburu lari kembali bersembunyi di balik batu.

Selama 32 tahun pemerintahan Soekarno, kehidupan media bisa dikatakan mengalami pasang surut dalam hubungannya dengan pemerintah, terutamaupaya mengatur para wartawan dengan mengangkat tokoh wartawan BM. Diah dan Harmoko sebagai Menteri Penerangan. Namun, dalam kenyataannya tekanan pada pers tidak berhenti dengan dalih oleh Laksus Kopkamtib sehingga antara tahun 1982 sampai tahun 1997 ada enam surat kabar dan majalah yang dilarang terbit, yakni Prioritas, Sinar Harapan, Tempo, Detik, Editor, dan Tabloid Monitor, sementara wartawannya ditahan untuk interogasi. Uniknya, Menteri Penerangan pada waktu itu, Harmoko yang sekaligus sebagai ketua Dewan Pers semestinya memperjuangkan kebebasan pers justru merekomendasikan SIUP Tempo dicabut, tetapi Jacob Utama sebagai anggota Dewan Pers mengatakan tidak demikian. Dewan pers juga berada dalam suasana yang sangat dilematis. Saat wartawan Sidney Morning Herald, David Jenkins, melaporkan bisnis keluarga Cendana, Menteri Penerangan, Harmoko, segera melarang peredaran harian tersebut di Indonesia. Bukan cuma itu, Hamoko juga menuduh bahwa para wartawan asing di Jakarta mempraktikkan jurnalistik alkohol, yakni menulis tidak berdasar fakta, tetapi lebih banyak menulis berdasar ngerumpi sambil minum samapi mabuk di pub atau kafe (Stanley, 2006).

Ketika soeharto lengser sebagai Presiden RI terlama pada tahun 1998 dan digantikan oleh Prof. Dr. Baharuddin Jusuf pers melalui Menteri Penerangan Letnan Jenderal Yunus Yosfiah dengan mengizinkan semua media bisa terbit tanpa surat izin terbit. Demikian pila regulasi pendirian stasiun penyiaran televisi dipermudah. Sejak itu jumlah penerbitan meningkat sangat tajam, demikian pula stasiun-stasiun penyiaran televisi muncul di daerah-daerah sebagai sebuah euforia reformasi. Meski dalam suasana yang penuh dengan kebebasan, tidak berarti gesekan antara media dan pemerintah tidak ada. Hanya saja frekuensi konflik antara keduanya dapat dikatakan mengalami penurunan. Catatan tentang hubungan media dan pemerintah

1

Page 17: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

selama dua tahun dalam era reformasi dari 3 Mei 1999 sampai 3 Mei 2001 (Salahuddin; 2001) dapat dikemukakan sebagai berikut:

2 September 1999, Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (BAKIN) Letnan Jenderal

Z.A. Maulani mengadukan Sriwijaya Post karena harian itu menulis berita “Kabakin

Terima Rp400 miliar” pada tanggal 25 Agustus 1999, meski Sriwijaya Post pada akhirnya

minta maaf.

28 Maret 2000, M. Iqbal Andi Maga, Wartawan harian Tinombala Palu dipecat oleh

pimpinan perusahaan secara sepihak karena Iqbal sering kali mengkritik kebijaka

Gubernur Sulawesi Tengah Paliuju. Pemberitaan Iqbal membuat kelangsungan hidup

harian Inombala dalam keadaan sulit karena tekanan Gubernur.

17 Mei 2000, 150 wartawan yang biasa bertugas di Binagraha memutuskan untuk

memboikot peliputan di istana karena pihak Sekretariat Kepresidenan dinilai

menghalangi akses informasi dari sumber berita, yakni para wartawan dilarang

mewawancarai para menteri yang akan mengikuti sidang kabinet di Istana Negera.

24 Maret 2001, Gubenur Maluku Utara Abdul Muhyie selaku Penguasa Darurat Sipil

(PDS) mengancam akan melarang wartawan RCTI dan TPI meliput di wilayahnya.

Ancaman ini tertuang dalam maklumat PDS No. 196/PDS-20032001 yang dibacakan oleh

Gubernur pada hari Sabtu 24 Maret 2001. Maklumat itu menyebutkan kedua

korespondentelevisi tersebut terkesan menciptakan informasi yang keliru di

masyarakat. Keduanya juga diperingatkan tidak lagi membuat berita provokatif yang

merongrong wibawa pemerintah. Media lokal, yakni Tabloid Ternate Pos, Harian Fokus

dan Harian Mimbar Kieraha juga diberi peringatan agar tidak lagi membuat berita-berita

yang meresahkan masyarakat. Jika mereka masih bandel, ketiga surat kabar itu akan

dilarang terbit dan iedarkan dalam wilayah provinsi Maluku Utara.

Permusuhan antara pers dengan pemerintah menurut Meriil dikarenakan media menjalankan fungsinya watchdog dalam mengontrol jalannya pemerintah. Meriil justru mempertanyakan kenapa hubungan antara media dan pemerintah mesti bermusuhan. Karena tidak bisa bersahabat dan bekerja sama untuk kepentingan orang banyak. Bukankah keduanya bekerja untuk kepentingan publik? Tampak media atau wartawan senang jika memiliki sikap berlawanan dengan pemerintah, padahal hubungan antara keduanya sesungguhnya tidak

1

Page 18: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

dibentuk atas dasar permusuhan, melainkan hidup dalam satu kehidupan yang simbiosis dan saling membutuhkan. Media and politician can be te best of friends.

Mengenai format hubungan antar media dengan pemerintah (politisi) serta masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut:

Masyarakat Media

Pemerintah

Gambar 1 Pola Hubungan Kerja Sama antara Masyarakat, Media, dan Pemerintah

Dari gambar ini terlihat adanya mitra kerja sama segitiga antara masyarakat, media, dan pemerintah. Demikian pula dalam hal pengawasan, bukan hanya media yang memiliki hak pengawasan terhadap pemerintah dan masyarakat, tetapi antara ketiganya saling mengawasi satu sama lain. Tentu saja menjadi persoalan jika media tidak memiliki kesedian untuk diawasi oelh pemerintah atau masyarakat. Ini berarti media menuntut adanya hak-hak khusus atau keistimewaan, padahal sebagai suatu lembaga kemasyarakatan ia memiliki kedudukan yang sama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya atau individu di depan hukum. Pengawasan tidak diartikan sama dengan pembredelan atau kontrol dalam bentuk sensor, melainkan pengendalian agar tetap berada dalam landasan cita-cita bangsa untuk menciptakan suatu negara adil, makmur, dan sejahtera.

Pada akhirnya diharapkan peran media bukan hanya memberitakan, tetapi juga dalam koridor pembangunan bengsa (nation building). Pemerintah menginginkan media dapat memelihara hegemoni, dengan tidak perlu memproteksi struktur sosial melalui tekanan atau kekuatan bersenjata, melainkan masyarakat bisa hidup dalam situasi yang konduksif untuk bekerja dan mencari penghidupan. Untuk media sedapat mungkin berperan untuk memelihara kondisi masyarakat yang demikian (hegemony). Jadi wartawan dan organisasi-organisasi media tidak bisa dilihat secara sederhana, yakni hanya melaporkan peristiwa sebagai berita, melainkan bisa berpartisipasi di dalamnya dan bertindak sebagai pelaku dan pendukung terwujudnya hegemoni tersebut (McNair: 2003).

Disini dapat dilihat betapa sulitnya tugas para karyawan di semua negara, khususnya di negara-negara sedang berkembang, sebab ia berhadapan pada dua sisi kepentingan, yakni kepentingan pada profesionalisme yang bisa sinergi dengan harapan negara, dimana kedua-nya menjadi bagian dari tugas nasional. Jadi media dalam memberitakan suatu kejadian sedapat

1

Page 19: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

mungkin bisa melayani kebutuhan masyarakat akan “hak untu mengetahui”, serta menawarkan opsi terhadap pilihan politik dengan menyuburkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam urusan-urusan pemerintahan dan kemanusiaan (Guravitch dan J.G. blumler dalam Lichtenberg: 1991).

Dalam hal penegakan demokrasi, Gurevitch dan J.G. blumler dalam Lichtenberg (1991) mengharapkan media massa bisa berperan untuk:

Mengawasi lingkungan sosial politik dengan melaporkan perkembangan hal-hal yang

menimpa masyarakat, apakah masyarakat makin sejatera atau tidak;

Melakukan agenda setting dengan mengangkat isu-isu kunci yang perlu dipikirkan dan

dicarikan jalan keluar oleh masyarakat;

Menjadi platform dalam rangka menciptakan forum diskusi antara politisi dan juru

negara terhadap kelompok kepentingan dan kasus lainnya;

Membangun jembatan dialog antara pemegang kekuasaan pemerintahan dan

masyarakat luas;

Membangun mekanisme sehingga masyarakat memiliki keterlibatan dalam hal

kebijakan publik;

Merangsang masyarakat untuk belajar, memilih, dan melibatkan diri, dan tidak hanya

semata pengikut dalam proses politik;

Menolak upaya dalam bentuk campur tangan pihak-pihak tertentu agar pers keluar dari

kemerdekaan dan integritasnya;

Mengembangkan potensi masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan politiknya;

Untuk mengembangkan harapan media massa dalam perjuangan demokrasi, sudah tentu tidak begitu mudah. Ada empat hal yang bisa menjadi rintangan dalam pencapaian peran media dalam mendorong demokrasi, antara lain: (1) Konflik yang terjadi di antara nilai-nilai demokrasi itu sendiri, demikian pula konflik antar pendapat mayoritas dan pandangan kelompok marginal yang haus didengar. (2) para komunikator poliyik yang berwewenang sering muncul sebagai elite dunia atau nasional sehingga jauh dari lingkungan dan perspektif orang biasa. (3) tidak semua anggota masyarakat tertarik pada politik. Dalam pandangan demokrasi liberal orang berusaha memiliki kemerdekaan untuk menentukan dirinya dan menentukan jarak terhadap sistem politik yang ada, termasuk hak untuk menentukan selera politik. (4) media

1

Page 20: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

dalam mendorong nilai-nilai demokrasi hanya dengan cara yang sesuai lingkungan politik yang berjalan.

Di AS media sebagai perusahaan bisnis harus hidup dalam pompetisi pasar, seperti Rupert Murdoch yang mengendalikan kebijakan editorial surat-surat kabar yang berada dalam kekuasaannya, termasuk menggiring pemerintah kota dan General Electric sebagai pemilik modal stasiun-stasiun TV di AS. Selain itu, kendala politik juga menjadi masalah, di mana “national interest” sering kali di canangkan oleh presiden, terutama dalam hal hubungan luar nereri, perbankan, dan masalah pertahanan dan militer. Oleh karena itu, Hallin dalam McNair (2003) menekankan agar media dalam memelihara hegemoni antara kekuatan-kekuatan yang berperan dalam masyarakat, temasuk media massa di harapkan bisa lebih fleksibel dan mudah beradap tasi dalam pencairan kondisi sehingga system politik yang ada dalam masyarakat tidak membeku dan tersumbat, melainkan bisa lebih dinamis. Untuk itu media harus membuka dari sebagai ruang public (public sphere) dan menjadi wacana bagi semua pihak.

Berbeda dengan pandangan yang menginginkan adanya kerjasama antara dengan pemerintah, mahaguru komunikasi, dari university of Oregon Everett E. dennis, justru melihat media sebaliknya bersikap kritis dan argumentative terhadap pemerintah. Alasannya, karena informasi yang di sebarkan media dapat menimbulkan kekuatan untuk melawan penguasa yang ada. Oleh karena itu, pers sebagai lambang kekuasaan di perebutkan oleh para elite sejak dulu sampai sekarang guna mengendalikan informasi yang di se dan mendukung kebijakannya. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Robert W. McChesney dalam Thomas (2004) bahwa tanpa campur tangan pemerintah, media akan sehat dan tumbuh subur untuk mendukung terwujudnya apa yang di sebut kebebasan politik.

Usaha pemerintah untuk menjaga stabilitas dalam negri dengan mencoba mendekati media dapat di pahami karena bisa di katakana hampir semua pemerintah di dunia tidak ada yang menginginkan media mengacaukan masyarakat. Mereka berusaha menjinakkan media dengan berbagai macam alat penekan, melalui penggunaan tekanan hokum (legal pressure ), ekonomi dan political pressure, undang- undaang kerahasiaan Negara, dan yang palingg buruk adalah sensor. Selain itu, pemerintah menggunakan media untuk mempromosikan diri dengan program dan kebijakannya, sekaligus untuk mengontrol dan mengetahui apa yang terjadi dalam masyarakat. Persoalan yang timbul, bagaimana profesionalisme pers bisa memahami hal ini, apakah tujuan pemerintah sejalan dengan tujuan pers.

Menurut kalangan pers, suatu hal yang agak keliru dan salah kaprah adalh jika media pers selalu di asosiasikan dengan sifat menyerang kepada pemerintah. Pers menginginkan pemerintah harus jujur, pers akan terpancing untuk mencari ketidakjujuran itu. Sebaliknya pers juga harus jujur dan tidak mencari-cari kesalahan yang tidak benar untuk kepentingan tertentu atau di peralat. Pers harus selalu waspada untuk tidak di jadikan kuda tunggangan dalam

1

Page 21: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

mengejar ambisi seseorang. Pers harus berusaha untuk menghindari agar iya tidak di jadikan moncong oleh para politisi, meski selama ini pers tidak pernah menjadikan para politisi sebagai moncongnya.

Meski hubungan antara pers dan pemerintah (termasuk politisi) mengalami pasang surut dalam perjuangan menegakakn demokrasi, terutama dalam mengingatkan para petugas Negara yang di beri legitimasi sebagai wakil rakyat untuk mengurus kepentingan rakyat, namun kondisi itu tidak mengurangi nyali para wartawan untuk melaksanakan profesionalisme dengan rambu-rambu hukum yang bisa menjerat mereka dalam bentuk delik pidana. Idealisme profesionalisme untuk mendudukkan mereka sebagai watchdog (anjing penjaga) seperti istilah Sayed Arabi Idiid sebagai inspektur jenderal yang bertugas mengkritisi jalannya pemerintah agar tidak melenceng dari cita-cita demokrasi. Pers sekali-kali perlu menggigit, tetapi kalau bisa jangan sampai melukai. Bahkan dalam posisi yang lebih penting pers atau media di tempatkan pada posisi the fourth branch of government, yakni sebagai pilar keempat demokrasi selain perlemen (legislative), pemerintah (eksekutif), dan peradilan (yudikatif).

Di sini bisa di lihat betapa sulit memahami kebebasan pers suatu Negara tanpa memahami system yang berlaku dalam Negara itu, sebab free press can also lead to bad government “kata kishore Mahbubini (1993). Membangun hubungan antara media dan dengan pemerintah tidak mudah sebab media selain berfingsi sebagai peredictor of political change, juga berperan sebagai political actor dalam suatu Negara. Media tidak hanya melihat dalam proses pemilu, tetapi juga dalam tugas-tugas rutin pemerintah sampai kepada pesan-pesan iklan dan program hiburan yang bernuansa politik. Keterlibatan media sebagai actor politik dapat di lihat selain perannya dalam membuat agenda untuk mendapatkan perhatian public, juga melalui berbagai bentuk publikasi yang dapat di jadikan sebagai wacana politik. Misalnya kolom yang di tulis oleh orang tertentu, feature tentang figure politisi, karikatur, sementara dalam media siaran selain dalam bentuk iklan politik, juga di sediakan program debat dan talk show yang bisa di isi oleh para politisi sebagai peluang untuk beriklan tanpa bayar.

Meskipun konflik antara pers dengan pemerintah, khususnya pemerintah pusat tidak begitu banyak selama reformasi, konflik antara mdia dengan partai politik bayak terjadi, termasuk dengan aparat TNI dan polri. Konflik itu tampaknya lebih banya di warnai dendam pribadi dan tidak lagi dalam bentuk intervensi lembaga kemiliteran terhadap pers pada massa rezim Soekarno dan Soeharto. Contoh konflik antara media dan massa p parpol serta aparat dapat di sebutkan sebagai berikut.

24 November 1999, Majalah Tempo No. 38, 22 November 1999 menurunkan laporan

“Hamzah Haz dan Tuduhan Korupsi.” Gerakan pemuda Ka’bah (GPK) kelompok

pendukung PPP jadi berang. Mereka berunjuk rasa mengetuk Tempo, Sekjen GPK Emron

1

Page 22: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Pangkati menuduh pers, termasuk Tempo terlibat dalam konspirasi yang bertujuan

merusak nama baik Hamzah Haz yang ujung-ujungnya bertujuan mmecah belah PPP.

6-7 Mei 2000, Harian Jawa Pos edisi minggu 7 Mei tidak bisa terbit karena kantor media

ini di duduki Benser-Ansor dari sore hari hingga tengah maam menyebabkan wartawan

tidak bisa bekerja. Insiden pendudukan Kantor Jawa Pos di picu berita yang berjudul

“PKB gerah, PBNU bentuk tim klasifikasi.”para demonstran menuntut tiga hal, yakni

memecat wartawan yang menulis berita tersebut, minta maaf melalui iklan selama satu

bulan penuh, dan membangun masjid senilai Rp 35 miliar.

23 Juni 2000, komandan lascar Jihat Djafar Umar Thalib mengancam akan membunuh

para wartawan Siuwalima danakan menghancurkan kantor harian yang bertiras 5.000

eksemplar itu. Pasalnya, menurut Djafar isi surat kabar Siuwalima banyak

mendiskreditkan umat islam di Ambon. Akibat ancaman itu, para wartawan siuwalima

menyembunyikan diri selama beberapa hari.

Dari uraian di atas, kita memperoleh kesan bahwa hubungan antara media dan politik selama masa reformasi, kalaupun tidak lagi terlalu banyak tekanan dan campur tangan dari pihak pemerintah dan militer., konflik dengan partai politik frekuensinya cukup tinggi terutama dalam hubunganya dengan gerakan amuk masa yang banyak di gerakkan oleh partai-partai politik. Baik itu di tingkat pusat maupun di daerah-daerah.

Maraknya tampilan berita tentang korupsi, illegal logging dan unjuk rasa di gedung-gedung pemerintah, markas kepolisian, kejaksaan, dan parlemen tidak lagi menjadi momok bagi para pejabat Indonesia karena hal itu di pandang memberi peluang kepada media untuk mencoba memerankan diri dalam membantu pemerintah menciptakan good governance yang transparan dan akuntabel. Kebiasaan-kebiasaan yang tadinya di anggap sensitive dan peka dalam budaya birokrasi Indonesia semasa pemerintahan Soeharto melalui berbagai macam euphemism, makin di sadari sebagai upaya rezim orde baru mengemas diri untuk membunuh sifat-sifat kritis masyarakat. Oleh karena itu, keberania masyaraka untuk mengkritik para birokrat bukan hanya dalam bentuk berita Koran dan televise atau unjuk rasa, tetapi secara terang-terangan di lakukan dalam bentuk parody dan tayang”Republik Mimpi” menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat untuk melihat perangai para pemimpin bangsa.

Tayangan seperti ini tentu saja memiliki nilai plus minus atau pro dan konta, tetapi di sisi lain memiliki manfaat agar jabatan-jabatan birokrasi kenegaraan seperti presiden dan menteri tidak lagi di lihat sebagai posisi yang sacral dari masyarakat, melainkan pendekatan dan menteri

1

Page 23: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

kpepada rakyat sehingga tidak terlihat jarak yang begitu jauh. Dalam huubungannya dengan keberanian mereka melakukan kritik, mereka melihat para pejabat adalah representasi public yang memiliki legitimasi. Karena itu, mereka harus siap menerima kritik dari masyarakat. Kata Thomas Jafferson; Politician who complain about media are like sailors who complain about the sea, atau dengan pepatah lama “ jangan berubah di tepi pantai jika takut di lebur ombak, jangan jadi pejabat public jika takut di kritik oleh media.”

2.4 Media Massa Sebagai Saluran Propaganda Politik

Kalau merujuk kepada pendapat Blumler dan Gurevitch, ada empat komponen yang perlu diperhatikan dalam mengkaji sistem komunikasi politik. Pertama institusi politik dengan aspek-aspek komunikasi politiknya. Kedua institusi media dengan aspek-aspek komunikasi politiknya. Ketiga orientasi khalayak terhadap komunikasi politik. Keempat aspek-aspek komunikasi yang relevan dengan budaya politik. Pendapat hampir senada dikemukakan Suryadi, menurutnya sistem komunikasi politik terdiri dari elit politik, media massa dan khalayak. Dari kedua pendapat tadi dapat kita temui posisi penting media dalam propaganda politik. Setiap persuasi politik yang mencoba memanipulasi psikologis khalayak sekarang ini, sangat mempertimbangkan peranan media massa.

2.5 Urgensi Media Massa

Untuk memperkuat argumen bahwa media sangat penting dalam proses propaganda politik, baiknya kita memahami dulu karakteristik media massa. Media massa merupakan jenis media yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Perkataan “dapat” menjadi sangat rasional karena seperti dikatakan Alexis S.Tan, komunikator dalam media massa ini merupakan suatu organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara simultan kepada sejumlah besar masyarakat yang secara spasial terpisah.

Dengan daya jangkau yang relatif luas dan dalam waktu yang serentak, mampu memainkan peran dalam propaganda. Relevan dengan pendapat Cassata dan Asante, seperti dikutip Jalaluddin Rakhmat, bila arus komunikasi massa ini hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya bila khalayak dapat mengatur arus informasi, siatusi komunikasi akan mendorong belajar yang efektif. Dalam konteks era informasi sekarang ini, institusi media massa seperti televise dan surat kabar dipercaya memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan produksi, reproduksi dan distribusi pengetahuan secara signifikan.

Serangkaian simbol yang memberikan makna tentang realitas “ada” dan pengalaman dalam kehidupan, bisa ditransformasikan media massa dalam lingkungan publik. Sehingga bisa diakses anggota masyarakat secara luas. Tentu saja dalam perkembangnnya, banyak pihak yang terlibat dalam pemanfaatan media massa sebagai instrumen pemenuhan kepentingannya. Sebut saja negara (state), pasar (market), kelompok kepentingan (interest group), kelompok

1

Page 24: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

penekan (pressure group) dll. Menurut Denis McQuail, terdapat ciri-ciri khusus media massa antara lain :

1. Memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi, pandangan dan budaya. Upaya tersebut merupakan respons terhadap kebutuhan social kolektif dan permintaan individu. Dalam konteks propaganda, kerja produksi dan distribusi ini akan efektif untuk wujud informasi, pandangan dan budaya sesuai dengan yang diharapkan propagandis.

2. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dari pengirim ke penerima dan dari khalayak kepada anggota khalayaklainnya. Dalam konteks propaganda sangat urgen dalam proses pengidentifikasian diri khalayak sebagai anggota kelompok, entah itu partisan partai, anggota ideology tertentu atau dalam nasionalisme sebuah negara.

3. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik. Ini dalam konteks propaganda merupakan suatu hal yang strategis, karena tujuan dari persuasinya ini juga adalah manipulasi psikologi khalayak.

4. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Ini relevan dengan sifat persuasi yang bukan berupa pembicaraan kekuasaan, bukan ancaman yang mengatakan “jika anda melakukan (tidak melakukan ) X, maka saya akan melakukan Y. Menurut Dan Nimmo mengutip Harold D. Lasswell, pembicaraan kekuasaan lebih dekat kepada kekerasan dan ancaman ketimbang kepada persuasi. Persuasi juga bukan pembicaraan kewenangan atau autoritas yang memerintahkan “lakukan X”. Namun, persuasi merupakan pembicaraan pengaruh yang bercirikan kemungkinan (“jika anda melakukan X, maka anda akan melakukan Y”), diidentifikasi melalui saling memberi dan menerima diantara pihak-pihak yang terlibat, meskipun dalam kenyataannya tidak sesederhana itu.

5. Institusi media dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan. Ini merupakan tuntutan yang seringkali mengarahkan media massa untuk lebih menonjolkan aspek komersialnya.

6. Meskipun media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media. Dalam konteks propaganda, media massa menjadikan dirinya sebagai medium pesan politik sehingga kenyataannya kekuasaan dan pengaruh secara terus menerus diproduksi dan didistribusikan oleh media massa.

3. Media dan Privasi

1

Page 25: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Meskipun gerakan reformasi di Indonesia telah melahirkan kebebasan pers yang begitu besar, di sisi lain dampak kebebasan ini juga telah menimbulkan berbagai macam masalah. Jika semasa pemerintah Soekarno dan Soeharto banyak menimbulkan gesekan antara media dan pemerintah, hal itu bisa di pahami karena posisi pejabat public pada tempatnya mendapat sasaran kritik agar bisa menjalankan pemerintah yang baik. Campur tangan media trhadap privacy seorang pejbat public menjadi sasaran kritik karena pejabat yang di duduki merupakan presentasi dari legitimasi orang banyak.

Kasus Gari Hart misalnya mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika, dan Joseph Kenndy yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Massachusett, harus mundur karena usil media. Kasus Bill Clinton dengan Monika Lewensky yang menjadi hangat sehingga hampir melahirkan impeach buat Presiden Amerika yang fotogenik itu. Demikian juga halnya dengan calon partai Republik untuk Presiden AS 2008 McCain pernah memiliki hubungan romantic dengan Vicki Iseman menurut harian The New York Times. Vicki adalah seorang perempuan yang punya kerja sebagai pelobi dan sering muncul di kantor McCain ketika ia menjabat sebagai Ketua Komite Perdagangan Senat AS.

Kasus yang sama juga menimpa Presiden RI pertama Ir. Soekarno ketika surat-surat kabar Indonesia pada Juni 1953 ramai memberitakan perkawinannya dengan seorang jandavberanak satu yang bernama Hartini. Presiden Soekarno yang menjadi sasaran para ibu-ibu ketika itu menjawab bahwa hal itu bisa saja terjadi antara seorang laki-laki dan seorang anak perempuan.” Begitu gencarnya serangan media sampai Wakil Jaksa Agung merasa perlu memperingatkan persatuan waartawan agar tidak mempergunakan kejadian itu sebagai dalih untuk menghina preasiden. Bahkan kasus terakhir adalah perguncingan yang melibatkan Presiden RI ke-4 Abdurrachman Wahid (Gusdur) dengan Aryanti Sitepu, yang di tembus oleh para lawan politiknya melalui media sehingga Dewan Pres Indonesia harus turun tangan.

Dari kejadian itu bisa di tarik pelajaran bahwa para tokoh yang menjadi sasaran tembak adalah public figur sehingga sangat sulit di pisahkan sebagai individu dalam posisi penting, tetapi di sisi lain sebagai individu yang memiliki privasi dengan jabatan public yang di dudukinya. Suatu hal yang tidak bisa di abaikan adalah sikap pers yang kadang menjadi isu atau gosip para publik figur memiliki nilai komersial sehingga media kadang mendramatisasi masalah-masalah kecil menjadi berkepanjangan karena unsure komersialisasi tersebut. Tentu saja hal ini tidak ada larangan, tetapi salah sedikit dapat menyentuh privasi sehingga bisa menimbulkan delik hukum karena rasa malu di mana masalah pribadi yang bersangkutan di buka untuk umum.

Memang dalam banyak hal pers Indonesia sejak reformasi cenderung menyerempet hal-hal bersifat privasi sehingga di anggap melakukan fitnah dan pencemaran nama baik orang lain. Laporan terakhir Dewan Pers Indonesia bahwa mulai dari April 2000 sampai Mei 2003 telah

1

Page 26: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

masuk 349 macam pengaduan dari anggota masyarakat tentang hak jawab dan klarifikasi. Pengaduan ini di libatkan 189 surat kabar harian dan mingguan Indonesia atau 33 persen dari total jumlah penerbitan surat kabar dan majalah di Indonesia, serta 3 surat kabar asing.

Pengaduan dari anggota masyarakat yang di nilai telah melanggar hak-hak privasi mereka, tidak saja dalam bentuk klarivikasi dan hak jawab, melainkan banyak kasus secara terpaksa harus di selesaikan di depan meja hijau, misalnya sebagai berikut.

Warta Republik, 25 Agustus 1999 menurunkan berita “cinta Segitiga Dua Jenderal; Try

Sutrisno dan Edy Sudrajat berebut janda.” Laporan ini di muat pada edisi pertama

November 1998, tanpa wawancara kepada yang bersangkutan, melainkan hanya

bersumber dari desas-desus. Pemimpin Redaksi Warta Republik di adukan kepengadilan

dan di jatuhi hukuman percobaan karena pencemaran nama baik.

Akibat tulisan Kontan, edisi 13 Maret 2000, raja property Ir. Ciputra berniat

mengadukan tabloid itu ke pengadilan. Pasalnya Kontan memuat tulisan mengenai aksi

para konglomerasi yang di tengarai turut membiayai kasus 27 Juli termasuk Ciputra.

29 Agustus 2000, polisi berencana memeriksa Gatra. Hal itu di sebabkan karena Gatra

telah menurunkan berita dugaan skandal Gus Dur dengan Aryanti Sitepu. Hal itu di

sampaikan Kasubdisnum Mabes Polri Senior Superintenden Saleh Saaf dua hari setelah

majalah Gatra terbit dengan judul cover “heboh Foto Intim Gus Dur- Aryanti.”kegiatan

yang di lakukan oleh Gatra maupun Aryanti Sitepu dapat di kategorikan melanggar

hukum dan etika kesantunan yang secara tendensius menyerang pribadi presiden.

Letnen TNI Djadja Suparman mengajukan pengaduan terhadap The Jakarta Post, Jawa

Pos, Radar Bali, Sumatra express, pelita, dan dan Rakyat Merdeka tentang berita

“Misterius , Dua Jenderal berada di Bali Saat Ledakan.” Masing-masing pada tanggal 28

dan 29 Desember 2002.

Surat kabar Rakyat Merdeka, 8 Januari 2002 menurunkan berita “Akbar Sengaja

Dihabisi, Golkar Nangis Darah.” Akbar tersinggung dengan ilustrasi karikatur yang

menyertai laporan itu dalam keadaan telanjang dada dengan peluh bercucuran, serta

muka menahan tangis. Akbar merasa terhina dan mengajukan tuntunan atas

pembertiaan itu.

1

Page 27: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Tempo memuat berita 22 Februari 2003 dengan judul “Polisi Bantah Menangkap Anak

Wakil Presiden Saat Berpesta Narkoba.” Berita ini di tanggapi oleh M. Said Baidury, staf

khasus Walpres Hamzah Haz, sementara anak yang di tangkap adalah anak dari istri ke

tiga Hamzah Haz dari suami sebelumnya.

20 Januari 2004, Pengadialan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap Koran

Tempo untuk membayar ganti rugi sebesar US$ 1 Juta kepada Tomy Winata atau berita

sepanjang tahun 2003 dengan berbagai judul, antara lain ada Tomy di tanah abang.

Tomy membantah dan marah di juluki sebagai “Pemulung Besar.” Akibat pemberitaan

itu Tomy marah dan mengerahkan lebih 200 orang pendukungnya berunjuk rasa dengan

kekerasan ke kantor redaksi Tempo.

Jika kita perhatikan kasus-kasus yang yang menyebabkan terseretnya media dalam privasi seseorang, serta tuntutan yang bisa terjadi pada media, hal itu tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di Negara-negara yang telah maju. Model Dunia Naomi Campbll misalnya, pernah menuntut sebuah Koran di Amerika Serikat sebesar 3 juta dollar AS karena Koran itu memberitakan Naomi telah melakukan operasi plastic di pinggulnya. Merasa tidak pernah melakukan hal itu, dan merasa berita tersebut merusak reputasinya, akhirnya tuntutan ini di menangkan oleh Naomi dan Koran tersebut harus membayar US$ 3 juta. Mengenai privasi seseorang, sebuah survey pernah di laksanakan di Amerika Serikat dalam tahun 1982, ternyata hasilnya menunjukkan 6 dari 10 orang menyatakan menolak di wawancara oleh para wartawan, dan memandang masalah privasi seseorang jauh lebih penting dari pada kbebasan pers.

4. Konsenkuensi Hukum Hubungan Antara Media dengan Politik

Hubungan antara media dengan politik dapat di lihat sebagai suatu hal yang sangat menarik, terutama ketergantungan antara suumber berita dengan pihak yang memberitakan. Namun, di sisi lain hubungan itu cukup rawan jika para pekerja media tidak hati-hati menjalankan tugas kewartawanannya secara professional sebab hal itu bisa menimbulkan delik hukum. Ada beberapa faktor yang bisa menyeret para pekerja media di dalam delik hukum, antara lain:

Arogansi profesi, terutama para pekerja media yang berusia muda;

Tidak menjaga profesi orang lain;

Memandang profesi wartawan sebagai profesi istimewa (merangsang oraang muda

untuk aktualisasi diri);

1

Page 28: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Melakukan malpraktik jurnalistik;

SDM yang tidak professional-untuk bisa membedakan mana yang seharusnya di

beritakan, dan mana yang tidak seharusnya di beritakan;

Melakukan character assassination;

Mengacaukan masyarakat;

Menabrak rambu-rambu Undang- Undang Pers dan penyiaran serta etika jurnalistik.

Hal yang di uraikan di atas perlu mendapat perhatian bagi para pekerja media dalam menjalankan profesinya. Menurut Prof. Crispin C. Maslog, guru besar jurnalistik dari university of the Philippines Los Banos, hidup sebagai pekerja media penuh dengan resiko. Resiko itu kalau bukan dari bentuk iming-iming hadiah untuk memberitakan atau tidak memberitakan sesuatu menurut kepantingan orang tertentu, seorang wartawan juga tidak luput dari bentuk-bentuk kekerasan seperti pemukulan, penculikan sampai pembunuhan. Dari catatan yang di buat oleh IPI di sebutkan sejak tahun 1997 sampai 2003, sudah ada 352 wartawan terbunuh di seluruh dunia, atau rata-rata hampir 5 orang tiap bulannya. Dari jumlah itu 109 orang di benua Amerika, 85 orang di Eropa, 75 di Asia, 43 di Afrika dan 39 di Timur Tengah (Unesco, 2003).

Di Indonesia, keadaan yang sama juga banyak di alami oleh para wartawan, sebagai mana di alami wartawan Bernas Yogyakarta, Muh. Syafruddin (udin) yang di bunuh karena kasus impress Dana Tretinggal (IDT), Ersa Siregar kameramen RCTI yang terbunuh dalam konflik bersenjata antara GAM dengan TNI di Axceh, dan penculikan reporter televisi Metro, Mautya Hafisd dan Budiyanto oleh pasukan Al-Mujahideen di Irak Februari 2005.

Efek ketidak profesionalan liputan media sudah tentu akan membawa konsenkuensi hukum dari hubungsn politik dengan media. Menurut Ginting dalam Dewan Pers (2003), ada tiga arah yang dapat di lakukan dalam mengatasi keblabasan media dan juga sealigus sebagai kendali agar media terhindar dari privacy invasion. Pertama adalah swaregulasi yang di lakukan oleh media itu sendiri, kedua melalui hukum: dan ketiga control melalui lembaga pengaduan masyarakat (ombudsmen). Banyaknya keluahan masyarakat terhadap pemberitaan pers yang diproses melalui jalur hukum, terutama dalam hal pencemaran nama baik berita indiakasi bahwa masyarakat tidak terlalu percaya terhadap kontrol internal yang ada dalam lembaga-lembaga media. Jalur hukum sengaja di tempuh sebagai bentuk “memberikan pelajaran” pada media. Dalam memberitakan suatu media suka membesar-besarkan (mem-blow up), dan ketika berita yang di siarkan itu terbukti tidak akurat, maka hak jawab atau relatnya dibuat pada kolom yang tersembunyi dalam ukuran yang sangat kecil. Suatu sikap yang oleh masyarakat di nilai tidak fair sehingga masyarakat cenderung menempuh jalur hukum dari pada hak jawab.

1

Page 29: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Menurut Harkristuti Harkrisnowo (Unisco, 2002), rambu-rambu hukum yang bisa menjerat wartawan, penerbit atau stsiun peyiaran, cukup banyak (lihat table 2 ). Banyaknya pasal yang dapatm nenjerat wartawan dalam menjalankan profesinya dalam Undang- Undang hukum pidana Indonesia, juga dalam Undang- Undang perlindungan konsumen, undang- undang telekomunikasi dan audiovisual, Undang- Undang pers, dan Undang-Undang penyiaran merupakan rambu-rambu yang harus di perhatikan oleh setiap wartawn Indonesia agar tidak terseret masuk dalam delik hukum. Oleh karena itu, kebebasan pers yang selalu di gunakan di perjuangkan boleh di kata hanya sebuah idealism, sebagai mana di nyatakan oleh Merril (1983) bahwa di seluruh dunia, kebebasan per situ adalah suatu hal yang ideal, dan boleh di kata tidak ada satupun Negara yang mencapainya, apalagi untuk Negara- negara yang sedang berkembang. The Free in developing countries in particular is still more an ideal than reality. Lebih lanjut Merril menyatakan bahwa “freedom does not simpli mean to be free from everything, freev from other people, free from law, free from morality, free from thought, free from emotion.

Tabel 1 Rambu-rambu Tindak Pidana (Delik) Pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Jenis Pasal Sanksi Maksimal

Penghinaan 310 dst 9 bulan

Pengaduan Fitnah 317 4 tahun

Penghinaan Terhadap Kepala Negara/ Wakil Kepala Negara

134, 136 bis, 142, 143 6 tahun

Penghinaan terhadap golongan tertentu

156 5 tahun

Penghinaan terhadap pemerintah 154 5 tahun

Penghinaan terhadap penguasa umum

207 7 tahun

1

Page 30: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Penghinaan terhadap agama tertentu 156 a 1 tahun 6 bulan

Penghasutan 5 tahun

Penawaran kejahatan 161 6 tahun

Pembocoran rahasia negara 112 4 tahun

Pembocoran rahasia 32 7 tahun

Pornografi 282 9 tahun

Penyiaran kabar bohong Pasal XIV UU 1/1946 1 tahun 6 bulan

Sumber: Harkristuti Harkrisnowo dalam Unesco (2002)

Kebebasan pers tidak berarti harus meakukan intervensi dengan mudah para privasi seseorang.Demikian juga perlakuan hukum kepada pers tidak berarti pengekangan terhadap kebebasan pers, melainkan untuk mendidik para wartawan agar lebih profesional dan peka terhadap hal-hal sensitive yang bisa merugikan orang lain atau bangsa dalam arti luas. Untuk itu pers memiiki tanggung jawab kepada kemanusiaan, temasuk tanggung jawab terhadap demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa kebebasan berbicara dan tidak mungkin ada kebebasan berbicara tanpa demokrasi. If democracy fail, it is the foult of the press.

Sangat aneh jika dalam suatu Negara hukum ada orang tidak mau di kenai aturan hukum. Oleh karena itu, di depan hukum wartawan tidak ada bedanya dengan warga Negara yang lain. Wartawan tidak memiliki keistimewaan dalam mendapatkan akses untuk hidup seperti halnya dengan orang lain. Bahkan dalam rancangan revisi KUHP yang di susun sejak tahun 1998, pasal-pasal refresif untuk pers bukannya di hapus sifat pidananya, justru di tambah menjadi 42 pasal, sedangkan rancangan yang di buat oleh Departemen Hukum dan HAM di tambah lagi menjadiv48 pasal. Jangan harap ada kebebasan pers yang lepas dari undang-undang, sebab para hakim tidak akan membiarkan aturan itu hilang dari Undang-Undang dengan belajar dari banyak kasus yang terjadi.

1

Page 31: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Untuk menjalankan tugas-tugas jurnalistik secara profesional dan terhindar dari rambu-rambu delik aduan, maka di perlukan Undang-Undang Pers dan Kode Etik untuk di jadikan pegangan terhadap wartawan. Dengan Undang-Undang pers yang mengatur tentang fungsi, kewajiban dan peranan pers itu, secara kode etik yang dapat di pedomani oleh stiap wartawan (lihat Undang–Undang Pers dan Kode Etik Warawan Indonesia, Bab III), maka wartawan Indonesia di harapkan dapat melaksanakan tugas jurnalistiknya dengan baik sesuai dengan standar profesionanya. Untuk itu, seorang wartawan dalam mewancarai seorang sumber, perlu bersikap mawas diri dalam mengajukan pertanyaan yang tidak memojokkan sehingga menimbulkan rasa antipati dan kehilangan sumber berita. Seorang wartawan harus memiliki daya antisipasi terhadap efek dari apa yang di tulisnya, apalagi dalam situasi reformasi, dimana satu kata saja bisa menimbulkan implikasi hukum, dengan kata lain, semua sudut pemberitaan (angle) harus di cermati. Sebab untuk menciptakan sebuah surat kabar yang baik, harus memiliki komitmen, tanggung jawab, dan integritas yang tinggi terhadap profesi jurnalistik.

B. RAGAM TEORI ATAU SISTEM NORMATIF MEDIA MASSA

1. Teori/Sistem Media Massa Otoriter

Teori atau sistem ini lazim diterapkan dalam masyarakat prademokrasi dan masyarakat yang masih didominasi oleh kekuasaan otoriter atau penekanan. Secara umum beberapa prinsip yang menjadi ciri dari teori/sistem pers ini adalah:

Media tidak boleh melakukan hal yang dapat wewenang yang berlaku.

Media harus tunduk pada pemegang otoritas kekuasaan.

Media harus menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai moral dan politik dari kalangan dominan.

Sensorship (penyensoran) dapat dibenarkan untuk menegakkan prinsip yang dianut.

Kalangan wartawan dan profesional media lainnya tidak memiliki independensi dalam organisasi medianya.

2. Teori/Sistem Media Massa Bebas

Pola ini muncul sejak abad ke 17 sebagai reaksi atas kontrol penguasa terhadap pers, dan kini diterapkan secara meluas di berbagai negara di dunia khususnya yang menganut system demokrasi liberal. Beberapa prinsip dari teori/sistem ini adalah:

1

Page 32: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Publikasi harus bebas dari setiap upaya penyensoran yang dilakukan pihak ketiga.

Kegiatan penerbitan dan pendistribusiannya harus terbuka bagi setiap orang atau kelompok tanpa memerlukan izin atau lisensi.

Kecaman terhadap pemerintah, pejabat, atau partai politik (yang berbeda) seyogyanya tidak dapat dipidana.

Tidak perlu ada kewajiban untuk mempublikasikan segala macam hal.

Publikasi mengenai ”kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasitentang”kebenaran” khususnya yang berkaitan dengan opini dan keyakinan.

Tidak diperlukan adanya pembatasan-pembatasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk keperluan publikasi.

Tidak diperlukan adanya pembatasan-pembatasan dalam pengiriman dan penerimaan“pesan” di dalam negeri atau pun antarnegara.

Wartawan harus memiliki otonomi profesional yang kuat dalam organisasi medianya.

3. Teori/Sistem Media Massa Tanggung Jawab Sosial

Prinsip-prinsip utama dari sistem ini adalah:

Media seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat

Kewajiban-kewajiban tersebut perlu dipenuhi dengan menetapkan standar standar

profesionalisme yang menyangkut keinformasian, kebenaran, akurasi, objektifitas, dan keseimbangan.

Dalam menerima dan melaksanakan kewajiban tersebut, media seyogyanya dapat mengatur diri sendiri sesuai kerangka hukum dan kelembagaan yang berlaku.

Media seyogyanya menghindarkan diri dari setiap upaya yang dapat menjurus ke tindak kejahatan, kekerasan, merusak tatanan sosial, atau menyakiti kelompok-kelompok minoritas.

Media secara keseluruhan hendakya bersifat pluralistis dan merefleksikan kebinekaan masyarakat, memberikan kesempatan yang sama untuk mengekspresikan berbagai sudut pandang serta memberikan jamina hak jawab.

1

Page 33: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Masyarakat dan publik, memiliki hak untuk menuntut standar kinerja yang tinggi darimedia masa, karena intervensi dapat dibenarkan mengingat media massa merupakan public good.

Wartawan dan kalangan profesional media lainnya bertanggung jawab terhadapo masyarakat, pihak majikan, serta pasar.

4. Teori/Sistem Media Massa Soviet

Sistem ini menganut beberapa prinsip sebagai berikut:

Media harus melayani kepentingan diri, dan berada dalam kontrol kelas pekerja.

Kalangan swasta tidak dibenarkan memiliki media.

Media harus selalu melakukan fungsi positif bagi masyarakat dengan cara melakukan upaya sosialisasi norma-norma, pendidikan, penerangan, motivasi, dan mobilisasi yang diinginkan.

Dalam menjalankan seluruh tugasnya kepada masyarakat, media harus tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan khalayaknya.

Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya dalam upaya mencegah dan memberikan hukuman setelah terjadinya peristiwa publikasi yang bersifat antisosial.

Media harus memberikan pemikiran dan pandangan yang lengkap dan obyektif mengenai masyarakat dan dunia yang sesuai dengan ajaran Marxisme Leninisme.

Wartawan adalah kalangan profesional yang bertanggung jawab yang memiliki cita-cita yang selaras dengan kepentingan utama masyarakat.

Media harus mendukung gerakan gerakan progresif di dalam dan di luar negeri.

5. Teori/Sistem Media Massa Pembangunan

Prinsip-prinsip dari sistem ini adalah:

1

Page 34: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Media seyogyanya menerima dan melaksanakan tugas-tugas positif pembangunan sesuai dengan kebijakan nasional yang ditetapkan

Kebebasan media perlu dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan kebutuhan masyarakat akan masyarakat.

Isi media perlu memprioritaskan kebudayaan dan bahasa nasional

Media perlu memprioritaskan isi berita dan informasinya kepada negara-negara berkembang lainnya yang memiliki kedekatan secara geografis, budaya, atau politik.

Wartawan dan pekerja media lainnya mempunyai tanggung jawab dan kebebasanmenjalankan tugasnya mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi.

Demi kepentingan pembangunan, negara berhak ikut campur, atau mengeluarkan pembatasan-pembatasan, dan pengoperasian media, melakukan penyensoran, memberikan subsidi, dan pengadilan secara langsung dapat dibenarkan

6. Teori/Sistem Media Massa Demokratik Partisipan

Prinsip-prinsip dari sistem ini adalah:

Setiap individu warga negara dan kelompok minoritas berhak memperoleh akses terhadap media (right to communicate) dan hak untuk dilayani sesuai kebutuhan yang mereka tentukan sendiri.

Organisasi dan isi media tidak perlu tunduk pada pengendalian birokrasi negara atau sentral kekuasaan politik

Eksistensi media terutama lebih ditunjukkan untuk kepentingan khalayaknya, bukan untuk kepentingan pihak organisasi media, kalangan profesional, atauy pihak klien media.

Organisasi-organisasi, kelompok-kelompok, dan komunitas lokal hendaknya memiliki media sendiri.

Bentuk-bentuk media berskala kecil, interaktif, partisipatif lebih baik ketimbang media yang berskala besar, satu arah, dan professional

Kebutuhan sosial tertentu yang terkait dengan media tidak cukup dikemukakan baik melalui tuntutan konsumen secara individual, ataupun melalui negara dan berbagai sarana utama kelembagaaannya.

Komunikasi terlalu penting untuk hanya diserahkan kepada kalangan profesional.

1

Page 35: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

C. Media Massa dalam Realitas Politik

Dewasa ini, media massa mempunyai peran strategis dalam kehidupan politik bangsa. Peran media massa dalam menyalurkan informasi tentang peristiwa politik yang terjadi, sering memberikan dampak signifikan bagi perkembangan dinamika politik. Bahkan, seringkali peran media tidak sekedar sebagai penyalur informasi atas peristiwa politik yang sungguh terjadi, lebih dari itu media massa mempunyai potensi untuk membangun pendapat umum ( opini public ) yang bias mendorong terjadinya perubahan atas konstruksi realitas politik.

Sebagai contoh, dalam kasus perseteruan KPK dan Polri, yang sempat membuat berang banyak orang. Melalui kekuatan pemberitaannya, semakin membuktikan bahwa media punya kekuatan untuk mengarahkan opini public dimana KPK dicitrakan seolah sebagai pihak yang terdzalimi sehingga mengundang simpati dari masyarakat luas.

Peristiwa politik memang selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan. Hal ini terjadi karena dua factor yang saling terkait. Pertama, dewasa ini politik berada di era mediasi ( politics in the age of mediation ), media massa mempunyai peran signifikan sebagai mediator antara actor politik dan konstituennya, sehingga mustahil memisahkan kehidupan politik dari media massa.

Dalam konteks ini, sajian informasi media massa mempunyai efek ganda, yaitu dalam hal pemuas kehausan mayarakat akan informasi politik, sekaligus sebagai media sosialisasi actor politik untuk memperoleh dukungan public. Bahkan actor politik seringkali berusaha menarik perhatian media massa untuk meliput aktivitas politiknya. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan politik para actor politik lazimnya mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa tersebut hanya rutinitas belaka. Apalagi jika peristiwa tersebut sesuatu yang luar biasa, alhasil liputan politik senantiasa menghiasi berbagai edia massa setiap hari.

Peranan media masa tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari arti keberadaan media itu sendiri. Marshall McLuhan, seorang sosiolog Kanada mengatakan bahwa ”media is the extension of men”. Pada awalnya, ketika teknologi masih terbatas maka seseorang harus melakukan komunikasi secara langsung. Tetapi, seiring dengan peningkatan teknologi, maka media massa menjadi sarana dalam memberikan informasi, serta melaksanakan komunikasi dan dialog. Secara tidak langsung, dengan makna keberadaan media itu sendiri, maka media menjadi sarana dalam upaya perluasan ide-ide, gagasan-gagasan dan pemikiran terhadap

1

Page 36: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

kenyataan sosial (Dedy Jamaludi Malik, 2001: 23).

Dengan peran tersebut, media massa menjadi sebuah agen dalam membentuk citra di masyarakat. Pemberitaan di media massa sangat terkait dengan pembentukan citra, karena pada dasarnya komunikasi itu proses interaksi sosial, yang digunakan untuk menyusun makna yang membentuk citra tersendiri mengenai dunia dan bertukar citra melalui simbol-simbol (Nimmo, 1999). Kesuksesan pencitraan politik SBY yang begitu kental merupakan hasil dari kesuksesannya memanfaatkan media. Dalam konteks tersebut, media memainkan peranan penting untuk konstruksi realitas sosial.

D. PERAN MEDIA MASSA MEMBENTUK CITRA POLITIKUS DAN MENDUKUNG KEGIATAN KOMUNIKASI POLITIK

1. Peran Media Massa Membentuk Citra Politikus

Dalam komunikasi politik mekanistis, politikus dan aktivis disebut sebagai komunikator politik oleh Dan Nimmo (1999:30-37). Politikus adalah pekerja politik yang melakukan aktifitas politik, baik di dalam pemerintahan maupun di luar atau di dalam parlemen. Sedangkan aktivis adalah para penggiat atau pemimpin organisasi masyarakat yang memiliki perhatian dan kegiatan yang berkitan dengan politik. Politikus dan aktivis harus melakukan komunikasi politik untuk memperoleh dukungan massa atau pendapat umum.

1

Negara OtoriterMedia massa Dikendalikan Negara Sebagai alat politik

Negara DemokrasiMemiliki kepribadian masing-masing atau

tidak kaku serta fleksibel

Penyampaian berita

Realitas media Fakta dilapangan

Dapat dimanfaatkan pejabat sebagai penggalang dukungan kemudian dilemparkan sebagai isu publik

Page 37: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Pembentukan citra politikus dalam mendukung kegiatan komunikasi politik. Media massa di negara demokrasi dan negara otoriter memiliki perbedaan, di Negara otoriter media massa di gunakan pemerintah sebagai alat politik untuk mengendalikan opini rakyatnya hal ini sebagaimana dapat di lihat pada negara unisoviet serta keberlangsungan media massa tergantung kebijakan yang ada pada pemerintah. Sedangkan di negara demokrasi peran media massa lebih luas karena memiliki kepribadian sendiri berdasarkan latar belakang redaktur dan wartawan yang melakuan peliputan berita,

sehingga hal ini bagaikan koin yang tidak dapat di pisahkan. Di satu pihak dapat mendukung program pemerintah, dilain pihak dapat menimbulkan opini publik yang dapat menghambat program pemerintah. Dalam hal ini pejabat atau pemerintah dapat memanfaatkan media massa sebagai alat politik untuk menimbulkan opini baru di masyarakat sehingga kepentingan pemerintah dapat berjalan dengan baik atau pejabat dapat memanfaatkan pemberitaan di media massa untuk memperoleh dukungan publik. Pada penyusunan berita kadang media massa lebih mengedepankan kepentingan profitnya yakni dengan memberitakan peristiwa di luar fakta yang terjadi sehingga menimbulkan spekulasi baru di masyarakat. Sehingga perlu adanya koordinasi antara narasumber dengan pencari berita sehingga tidak menimbulkan persepsi baru yang akan merugikan berbagai pihak.

2. Peranan Media Masa Mendukung Kegiatan Komunikasi Politik

Bentuk komunikasi politik sangat terkait dengan perilaku politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan politiknya. Tekhnik komunikasi yang digunakan untuk mencapai dukungan legitimasi (otoritas sosial) meliputi tiga level, yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku khalayak. Kegiatan komunikasi politik meliputi juga upaya untuk mencari, mempertahankan, dan meningkatkan dukungan politik. Media massa juga berperan membentuk citra politikus dan kegiatan komunikasi politik. Dengan demikian disimpulkan bahwa media massa sangat mendukung kegiatan komunikasi politik. Hal ini berkaitan dengan fungsi komunikasi massa.

Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter,dan encoder. Komunikasi massa mencode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan efek hiburan. Komunikasi massa mengintrepetasikan hal-hal yang dikode sehingga dapat mengambil kebijakan terhadap effek, menjaga berlangsungnya interaksi, serta membantu masyarakat menikmati kehidupan. Komunikasi massa juga mencode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada masyarakat.

a. Retorika Politik

1

Page 38: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetorica yang berarti seni bicara. Retorika adalah komunikasi yang bersifat dua arah atau dialogis, yaitu antara satu dengan yang lain. Atau satu orang berbicara kepada satu orang atau beberapa orang, untuk saling mempengaruhi dengan secara persuasive dan timbal balik (dua arah). Dale Carnage mengatakan “we are judged each day by our speech” yang artinya setiap hari kita dihakimi oleh perkataan kita sendiri. Cara bicara mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau kurang ajar.

b. Agitasi Politik

Agitasi berasal dari bahasa Latin yaitu agitare (bergerak, menggerakkan). Menurut Herbert Blumer (1969) agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat pada gerakan tertentu terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah upaya untuk menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Orang yang melakukan agitasi itu dinamakan agitator. Napheus Smith menyebut agitator sebagai orang yang berusaha menimbulkan ketidakpuasan, kegelisahan, atau pemberontakan orang lain. Dengan demikian, agitasi bersifat negatif karena sifatnya yang menghasut, mengancam, menggelisahkan, membangkitkan rasa tidak puas khalayak, dan mendorong adanya pemberontakan.

c. Propaganda Politik

Propaganda berasal dari kata latin propagare (menyemai tunas tanaman). Propagandis adalah orang yang melaksanakan kegiatan propaganda, yang mampu menjangkau khalayak kolektif yang lebih besar. Propagandis merupakan politikus atau kader partai politik yang memiliki kemampuan dalam melakukan sugesti kepada khalayak dan menciptakan suasana yang mudah terkena sugesti (suggistible). Propaganda menurut para ahli:

1. Lenin, propaganda yaitu mengemukakan banyak gagasan atau pikiran secara mendalam kepada sedikit orang. Propaganda di lakukan dalam bentuk pendidikan dikelas atau ceramahceramah yang jumlah khalayaknya sangat terbatas dan terpilih.

2. Leonard W. Dobb (1966), dipahami sebagai individu atau kelompok yang berkepentingan mengontrol sikap kelompok individu lain dengan menggunakan sugesti.

3. Harbert Blumer (1969) propaganda dianggap sebagai kampanye politik yang dengan sengaja mengajak dan membimbing untuk mempengaruhi/membujuk orang guna menerima pandangan, sentimen, atau nilai tertentu.

4. Jacques Ellul (1965) membagi propaganda ke dalam dua tipe, yaitu:

a. Propaganda politik adalah kegiatan yang di lakukan oleh pemerintah, partai politik (strategis atau taktis) dengan pesan-pesan yang khas yang lebih berjangka pendek.

1

Page 39: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

b. Propaganda sosiologis biasanya kurang kentara dan lebih berjangka panjang, dengan pesan-pesan cara hidup, yang selanjutnya akan mempengaruhi lembaga-lembaga sosial, ekonomi, dan politik.

5. Doob (1966) membedakan:

a. Propaganda Tersembunyi terjadi jika propagandis menyelubungi (membungkus) tujuan-tujuannya ketika berbicara.

b. Propaganda Terang-terangan menyingkap tujuan politiknya tatkala berusahamemperoleh dukungan suara.

c. Propaganda Disengaja adalah propaganda yang memang dipersiapkan dengan cermat untuk memperoleh dukungan politik.

d. Propaganda Tidak Disengaja adalah propaganda yang terjadi secara spontan, dalam suasana atau kondisi yang tidak direncanakan sebelumnya.

6. Ellul (1965) juga membedakan antara propaganda vertikal dan propaganda horizontal.

d. Public Relations Politik

Secara umum public relations dipahami sebagai usaha atau kegiatan atau badan atau organisasi untuk menciptakan dan menjaga hubungan yang harmonis dan menguntungkan dengan golongan-golongan tertentu atau masyarakat, guna mendapat dukungan dan penghargaan. Hartono (1966:45) menguraikan bahwa public relations adalah fungsi manajemen dengan tugas melakukan penelitian terhadap pendapat, keinginan dan sikap publik, melakukan usaha-usaha penerangan dan hubungan-hubungan untuk mencapai saling pengertian, kepercayaan, dukungan, dan integrasi dengan publik.

e. Kampanye Politik

Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seseorang atausekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat. Kampanye politik merupakan kegiatan yang bersifat formal dalam perebutan jabatanjabatan politik tertentu. Dalam kampanye politik, biasanya semua bentuk komunikasi politik dikembangkan seperti agitasi politik, propaganda politik, public relations politik, dan retorika politik. Namun, dapat diingat pula bahwa di Negara demokrasi termasuk Indonesia penggunaan agitasi politik dan propaganda politik yang mengabaikan nilai-nilai kebenaran, etika, dan moral harus ditinggalkan.

f. Lobi Politik

1

Page 40: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Menurut Dan Nimmo (1999), karakteristik percakapan politik yang terjadi dalam lobi politik, antara lain adalah koorientasi, yaitu orang saling bertukar pandangan tentang suatu masalah. Dalam pertukaran pandangan itu diperlukan kemampuan negosiasi karena pesan yang dipersoalkan itu memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan yang memerlukan kesepakatan. Dalam lobi politik itu pengaruh pribadi sangat penting. Dalam hal ini kompetensi, penguasaan masalah, jabatan, dan kepribadian (kharisma) politikus sangat berpengaruh. Lobi politik merupakan gelanggang terpenting pembicaraan para politikus atau kader partai politik tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas, konflik, dan konsensus. Tidak salah jika para pakar seperti Laswell dan Kaplan menyebut bahwa pembicaraan dibelakang layar para politik itu lebih memberi gambaran tentang kondisi politik yang sesungguhnya, ketimbang yang dikatakan melalui media.

g. Pola Tindakan Politik

Sesungguhnya lobi politik, retorika politik, dan kampanye politik merupakan peristiwa-peristiwa politik yang dapat diamati dari waktu ke waktu, yang dalam waktu lama membentuk pola. Dengan demikian, lobi politik, retorika politik, dan kampanye politik, dapat disebut sebagai tindakan politik. Tindakan politik dalam peristiwa komunikasi politik bertujuan membentuk citra (image) politik bagi khalayak (masyarakat), yaitu gambaran tentang realitas politik yang memiliki makna. Secara umum citra adalah peta seseorang tentang realitas. Citra merupakan gambaran tentangrealitas, kendatipun tidak harus selalu sesuai dengan realitas yang sesungguhnya, citra adalah dunia menurut persepsi kita.

Walter Lippman (1965) menyebutnya picture in pada dasarnya citra politik berbentuk berdasarkan informasi (verbal dan nonverbal) yang kita terima baik langsungmaupun melalui media politik termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik.

3. Peran Wartawan/Media Massa Dalam Komunikasi Politik

1

Page 41: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

Wartawan merupakan gambaran dari peran penting media dalam suatu pemilihan umum (election) seperti dikemukakan oleh Oskamp & Schultz (1998), yakni memusatkan perhatian pada kampanye, menyediakan informasi akan kandidat dan isu seputar pemilu. Pertanyaan besar yang sering dilemparkan ialah, bagaimana media mempengaruhi wawasan politik, sikap dan perilaku masyarakat, berikut empat pengaruh media dalam politik bagi masyarakat yaitu:

a. Penambahan Informasi

Wartawan memiliki peran yakni memberi informasi politik kepada masyrakat mengenai pilihan mereka akan perilaku politiknya, Hampir sebagian besar orang dewasa menyatakan bahwa mereka mendapatkan hampir seluruh informasi tentang berbagai peristiwa dunia maupun nasional dari media massa.

b. Kontrol Masyarakat

Wartawan memberi informasi kepada masyrakat mengenai kondisi politik sehingga masyrakat mampu mengontrol situasi politik yang ada

c. Perilaku Memilih

Wartawan lebih cenderung menguatkan tujuan-tujuan yang ada dalam pemungutan suaradaripada merubahnya. Seperti telah disinggung diawal bahwa peran utama media dalam suatu pemilihan umum ialah menfokuskan perhatian masyarakat pada kampanye yang sedang berlangsung serta berbagai informasi seputar kandidat dan isu politik lainnya. tetap mampu mempengaruhi banyaknya suara yang terjaring dalam suatu pemilu.

d. Efek Dalam Sistem Politik

Wartawan tidak hanya mempengaruhi politik dengan fokus tayangan, kristalisasi atau menggoyang opini publik, namun secara luas berdampak pada para politisi yang memiliki otoritas dalam memutuskan kebijakan publik. Dengan publisitas, pemasangan iklan dan ulasan beritanya, wartawan juga memiliki kemampuan yang kuat untuk secara langsung mempengaruhi meningkatnya jumlah dana dalam suatu kampanye politik.

1

Page 42: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

BAB III

KESIMPULAN

1. Politik dan media memang ibarat dua sisi dari satu mata uang. Media memerlukan

politik sebagai makanan yang sehat. Media massa, khususnya harian dan elektronik,

memerlukan karakteristik yang dimiliki oleh ranah politik praktis: hingar bingar, cepat,

tak memerlukan kedalaman berpikir, dan terdiri dari tokoh-tokoh antagonis dan

protagonis.

2. Politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang

hendak diciptakan. Tidak ada gerakan sosial yang tidak memiliki divisi media. Apapun

bidang yang digeluti oleh sebuah gerakan, semuanya memiliki perangkat yang bertugas

untuk menciptakan atau berhubungan dengan media.

3. Dunia politik sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak

berarti apa-apa. Bahkan menurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir

atau Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak

disorot media.

4. Hubungan media dan perpolitikan sangat kompleks

5. Selama 32 tahun pemerintahan Soekarno, kehidupan media bisa dikatakan mengalami

pasang surut dalam hubungannya dengan pemerintah,

6. Media memang memiliki kemampuan reproduksi citra yang dahsyat. Dalam reproduksi

citra tersebut, beberapa aspek bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas aslinya

(simulakra). Kemampuan mendramatisir ini pada gilirannya merupakan amunisi yang

baik bagi para politisi, terutama menjelang pemilu.

1

Page 43: TUGAS KELOMPOK Komunikasi Politik

DAFTAR PUSTAKA

1