Definisi Komunikasi Politik

58
Jika mendeng ar kata politik, maka pertama kali yang terpikirkan dibenak kita adalah pemerintah, karena kegiatan politik secara resmi dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan maupun para intelektual yang memiliki pemahaman dibidang politik. Namun secara umumkegiatan politik ini secara tidak sadar telah kita lakukan jauh sebelum kita mengenal apa itu politik. Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “polis” yang berarti kota yang berstatus negara. Sedangkan menurut teori klasik Aristoteles, politik adalah usaha yang dit emp uh war ga neg ara untuk mew uju dkan kebaikan ber s ama. Politik ber kai tan den gan penyelenggaraan pemerintahan dan negara, sehingga tidaklah salah jika kita menghubungkanantara politik dan pemerintahan. A. Definisi Komunikasi Politik Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Sedangkan politik adalah proses, dan seperti komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Ini bukan pembicaraan dalam arti sempit seperti kata yang diucapkan, melainkan pembicaraan dalam arti yang lebih inklusif, yang berarti segala cara orang bertukar simbol kata-kata yang dituliskan dan diucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh, perangai, dan pakaian. Oleh karena banyak aspek kehidupan politik yang dapat dilukiskan dengan komunikasi, sehingga disebut dengan komunikasi politik.[1] B. Konsep komunikasi politik Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari sumber komunikasi kepada penerima, baik dengan menggunakan alat maupun tatap muka. Kemudian dari kejadian tersebut ada dan terjadinya umpan balik untuk menilai akibat dari penerimaan pesan yang disampaikan. Hal tersebut berguna sebagai dasar dari proses komunikasi masyarakat. Menurut Fagen komunikasi politik berjalan satu arah dari sumber kepada penerima komunikasi tersebut. Agar memenuhi tujuan, rumusan tersebut perlu dimodifikasi. Fagen menambah usulan bahwa untuk kepentingan penelitian terdapat 3 hal yang penting:

description

Kesimpulan ini memberikan pengertian bahwa komunikasi politik merupakan segenap tindakan berupa penyebaran aksi, makna, atau pesan yang terkait dengan fungsi suatu sistem politik, yang melibatkan unsur-unsur komunikasi (komunikator, pesan, media, komunikan dan efek). Bisa digarisbawahi bahwa komunikasi politik, sebagaimana juga dinyatakan oleh Itzhak Galnoor (1980), pada akhirnya merupakan bagian dari infrastruktur politik, sebuah kombinasi dari interaksi sosial dimana informasi digabungkan ke dalam karya kolektif dan hubungan kekuasaan yang saling mengisi.

Transcript of Definisi Komunikasi Politik

Jika mendengarkata politik,maka pertama kaliyang terpikirkan dibenak kita adalahpemerintah, karena kegiatan politiksecara resmidilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahanmaupun para intelektual yang memiliki pemahaman dibidang politik. Namun secara umumkegiatan politik ini secara tidak sadar telah kita lakukan jauh sebelum kita mengenal apa itupolitik.Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis yang berarti kotayang berstatus negara. Sedangkan menurut teori klasik Aristoteles, politik adalah usaha yangditempuhwarganegarauntukmewujudkankebaikanbersama.Politikberkaitandenganpenyelenggaraan pemerintahandan negara,sehingga tidaklahsalah jikakita menghubungkanantara politik dan pemerintahan.A. Definisi Komunikasi PolitikKomunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Sedangkan politik adalah proses, dan seperti komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Ini bukan pembicaraan dalam arti sempit seperti kata yang diucapkan, melainkan pembicaraan dalam arti yang lebih inklusif, yang berarti segala cara orang bertukar simbol kata-kata yang dituliskan dan diucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh, perangai, dan pakaian. Oleh karena banyak aspek kehidupan politik yang dapat dilukiskan dengan komunikasi, sehingga disebut dengan komunikasi politik.[1]B. Konsep komunikasi politikKomunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari sumber komunikasi kepada penerima, baik dengan menggunakan alat maupun tatap muka. Kemudian dari kejadian tersebut ada dan terjadinya umpan balik untuk menilai akibat dari penerimaan pesan yang disampaikan. Hal tersebut berguna sebagai dasar dari proses komunikasi masyarakat. Menurut Fagen komunikasi politik berjalan satu arah dari sumber kepada penerima komunikasi tersebut. Agar memenuhi tujuan, rumusan tersebut perlu dimodifikasi.Fagen menambah usulan bahwa untuk kepentingan penelitian terdapat 3 hal yang penting:1.Komunikasi sebagai proses mengisi politik sebagai suatu kegiatan.2.Apabila hal-hal itu tidak jelas benar, maka dapat digambarkan beberapa aspek kehidupan politik sesuai tipe-tipe komunikasi.3.Karena proses komunikasi memiliki kemampuan mengisi dan elastis dari perbendaharaan konsep ilmu politik, maka ada suatu literatur yang mungkin relevan bagi studi politik dan komunikasi.Sebagai tambahan Kaid mengemukakan tak satupun konsep tentang komunikasi politik bisa diterima secara luas, tetapi kecuali apa yang disampaikan Chaffe yang secara sederhana menyampaikan bahwa komunikasi politik adalah peranan komunikasi dalam proses politik.[2]

C. Terminologi Komunikasi Politik1.Opini Publik (public opinion)Opini publik adalah kumpulan pendapat orang mengenai hal ihwal yang mempengaruhi atau menarikminat komunitas.Secara sederhana, opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan diharapkan seseorang dari objek-objek dan situasi tertentu. Tindakan itu bisa merupakan pemberian suara, pernyataan verbal, dokumen tertulis, atau bahkan diam. Singkatnya, tindakan apa pu yang bermakna adalah ungkapan opini. Dengan kata lain, seseorang yang mengungkapkan opininya menunjukkan makna yang diberikan oleh orang itu kepada hal-hal yang bersangkutan.Proses opini adalah hubungan atau kaitan antara (1) kepercayaan, nilai, dan usul yang dikemukakan oleh perseorangan di depan umum dan (2) kebijakan yang dibuat oleh pejabat terpilih dalam mengatur perbuatan sosial dalam situasi konflik, yakni dalam politik. Dalam proses itu ada tiga tahap yait, konstruksi personal, konstruksi sosial dan konstruksi politik.

2.Media MassaKomunikasi massa termasuk dalam kegiatan media massa dalam melakukan beberapa hal membantu menyusun agenda pokok masalah untuk perdebatan publik, menetapkan konteks untuk penilaian rakyat tentang kejadian, mengubah kejadian menjadi peristiwa, mempengaruhi pengharapan rakyat tentang bagaimana akhirnya peristiwa itu, dan dengan berbagai cara melukiskan citra tentang pemimpin politik.Meskipun berbagai studi tidak sepakat tentang bagaimana eratnya asosiasi antara penggunaan media massa dan tingkat pengetahuan politik, yang menjadi konsensus ialah bahwa terpaan televisi dan surat kabar mempunyai hubungan ynag positif dengan jumlah informasi tentang politik yang dimiliki oleh kaum muda.[3]Tiap-tiap lembaga media massa memiliki politik redaksi atau kepribadia masing-masing, yang menjadi kerangka acuan para pekerja media, dalam meliput, menyaring, dan memproduksi pesan. Dengan demikian media massa tidak mudah dipengaruhi oleh siapapun utnuk kepentingannya sendiri. Justru itu, para politikus, pejabat atau siapa saja yang ingin memanfaatkan media massa sebagai media komunikasi politik, harus memiliki kemampuan yang prima dalam menciptakan berita, yaitu peistiwa (fakta dan opini) yang aktual. Media massa sebagai industri informasi (pesan) bekerja berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.[4]3.Kampanye PolitikKegiatan komunikasi politik yang paling semarak dan melibatkan banyak orang, adalah kampanye politik. Kegiatan ini dilakukan menjelang pemilihan, terutama pemilihan anggota legislatif (parlemen) yang disebut Pemilihan Umum (pemilu) atau pilihan raya. Selain pemilihan anggota parlemen yang tidak kalah pentingnya adalah pemilihan jabatan-jabatan politik, terutama pemilihan presiden, gubernur, dan bupati.Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat. Pada umumnya, kampanye politik diatur dengan peraturan tersendiri, yaitu waktu, tata caranya, pengawasan dan sanksi-sanksi jika terjadi pelanggaran oleh penyelenggara kampanye.[5]4.Quick Count dan Exit PollQuick Countatau biasa dikenal sebagai tabulasi suara paralel (parallel Vote Tabulation)adalah metode perhitungan suara yang baru dikenal di Indonesia sejak pemilu 2004. MetodeQuick Countdigunakan untuk mencatat hasil perhitungan suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dipilih secara acak. Unit analisis TPS sehingga penarikan sampel tidak dapat dilakukan sebelum daftar TPS yang akan dipantau tersedia. Metode ini dapat memprediksi perolehan suara pemilu secara cepat sehingga dapat memverifikasi hasil resmi KPU, di samping mampu mendeteksi dan melaporkan penyimpangan jika terjadi kecurangan dalam perhitungan suara.SelainQuick count,juga dikenalexit poll.Metodeexit polldigunakan untuk mengumpulkan informasi dari pemilih yang baru saja memberikan suara atau baru saja memberikan suara atau baru keluar dari bilik pemungutan suara. Metodeexit pollbiasanya dilakukan dengan mengambil empat orang (dua pria dan dua perempuan) dari TPS yang dipilih menjadi sampelquick count. Exit pollmembantuquick countuntuk mengetahui preferensi dan karakter pemilih, yakni siapa memilih siapa dan mengapa mereka memilih calon tertentu. Persoalan yang tidak mudah adalah sering kali orang yang diwawancarai tidak mau memberi informasi tentang hal tersebut karena dianggap rahasia pribadi, taukah bisa saja ia membohong, lain yang ia sampaikan dan lain yang ia pilih. Karena itu,quick countmemiliki keakuratan yang lebih tingg. Namun,exit pollmemiliki kelebihan karena dari hasil wawancara itu bisa dilihat arus pengalihan suara dari satu partai ke partai lain, atau dari satu calon ke calon lain, termasuk jika pemilih yang diwawancarai tidak mau memberi keterangan.[6]5.Komunikasi GlobalSelamabertahun-tahun hampir semua orang seolah tersihir oleh mantra globalisasi. Boleh dikatakan, tak ada pidato tanpa selipan kata globalisasi kendati yang mengucapkannya sering kali tidak terlalu paham betul akan esensi, arti, dampak, dan implikasinya. Istilah globalisasi pertama kali muncul 1986 dalamOxford English Dictionary.Dalam penggunaan populerglobalizationdikaitkan dengan peningkatan kapital, bantuan teknologi elektronik dan digital, menghancurkan tradisi lokal, menciptakan homogen sebagai budaya dunia. Dalam banyak hal, globalisasi sering dikaitkan dengan berkurangnya peran negara serta hilangnya batas-batas negara berkat kemajuan teknologi komunikasi.Transformasi telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu sebagaimana dinyatakan oleh Anthony Gidden bahwa kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal yang sama.[7]KesimpulanKomunikasi dan politik merupakan suatu kajian yang saling mencakupi dan menyatu. Komunikasi politik telah ada sejak manusia berpolitik dan berkomunikasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwasanya komunikasi politik membahas mengenai pendapat umum, media massa, kampanye dan lain sebagainya. Komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik, karena di dalam pelaksanaannya komunikasi politik saling memiliki hubungan di antara sub-sub yang terdapat dalam sistem politik. Di dalam melaksanakan sebuah sistem politik maka diperlukan adanya suatu komunikasi politik dalam pelaksanaannya. Bisa dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan suatu fungsi dalam sistem poltik dan juga sebagai syarat bagi terciptanya dan berlangsungnya fungsi-fungsi lainnya. Oleh karena itu komunikasi politik sangat mempengaruhi suatu negara.Daftar PustakaNimmo, Dan. 2005.Komunikasi Politik.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Arifin, Anwar. 2003.Komunikasi Politik.Jakarta: Balai Pustaka.Cangara, Hafied. 2009.Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi.Jakarta: Rajawali Pers.http://mysteriouxboyz90.blogspot.com/2011/01/komunikasi-politik-konsep-konsep-dalam.html,

[1]Dan Nimmo,Komunikasi Politik(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Hal: 6-8.[2]Dikutip dari:http://mysteriouxboyz90.blogspot.com/2011/01/komunikasi-politik-konsep-konsep-dalam.html, Tanggal: 24 September 2011, Pukul: 22.25.[3]Nimmo,Ibid.,Hal: 119-120.[4]Anwar Arifin,Komunikasi Politik(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Hal: 100.[5]Arifin,Ibid.,Hal: 83.[6]Hafied Cangara,Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Hal: 196-202.[7]Cangara,Ibid.,Hal: 465-466.

DEFINISI KOMUNIKASI POLITIK (A-IK-5)

BABI1. Pendahuluan1.2 Latar BelakangDi era Suharto, DPR sering dijuluki Tiga-D: Duduk, Dengar, Duit. Komunikasi yang berlaku di masa itu adalah komunikasi searah, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (top-down). Presiden memberikan petunjuk dan pengarahan, langsung disetujui oleh DPR (yang selalu didominasi oleh Golkar) dan para menteri serta gubernur. Kemudian Gubernur memberi petunjuk dan pengarahan kepada DPRD tingkat I dan para Bupati, dan Bupati ke DPRD tingkat II dan para camat, dan begitu seterusnya sampai pada tingkat desa.

Untuk mengelola negara sebesar Indonesia, dengan jumlah penduduk yang meningkat terus dari hampir 200 juta, sampai sekarang sudah mencapai 210 juta, dan heterogenitas penduduk yang sangat luar biasa, sistem komunikasi politik searah ini sudah terbukti sangat efektif selama 32 tahun. Tetapi sistem komunikasi ini terbukti tidak bisa bertahan selamanya. Bersamaan dengan Krisis Moneter yang berkembang juga menjadi Krisis Politik, rezim Suharto pun tumbang, dan pola komunikasi langsung berubah arah: dari bawah ke atas (bottom-up).

Namun pola komunikasi bawah-atas ini, langsung terbukti sama tidak efektifnya. Bahkan lebih tidak efektif, karena jika semasa Suharto yang terasa adalah keluhan pihak-pihak yang frustrasi karena aspirasinya tidak tersalur (misalnya: kelompok PDI Mega, Petisi 50, mahasiswa dsb.), pada era pasca-Suharto, yang terjadi adalah anarkhi yang tidak habis-habisnya, sehingga dalam tempo singkat presiden RI berganti 4 kali. Masalahnya, dalam pola atas-bawah, maupun bawah-atas, sama-sama tidak terjadi dialog (komunikasi dua arah), yang terjadi hanya monolog (komunikasi searah).

1.3 Rumusan Masalah Definisi komunikasi? Definisi politik ? definisi komunikasi politik?1.4 Tujuan Untuk mengetahui memgetahui dasar pengertian dari komunikasi politik Untuk mengetahui kegunaan dari komunikasi politik Untuk mengetahui implementasi komunikasi politik

1.5 ManfaatKami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa ilmu politik guna menambah wawasan tentang Komunikasi Politik

BAB II2. ANALISISKomunikasi Politik (Political Communication) merupakan gabungan dua disiplin ilmu yang berbeda namun terkait sangat erat, yakni Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik. Oleh karena itu, sebelum memasuki pembahasan tentang pengertian dan proses komunikasi politik, dibahas lebih dulu tentang pengertian komunikasi dan politik.2.1 DEFINISI KOMUNIKASIBerbagai definisi komunikasi dari para pakar komunikasi dikaji dan didiskusikan, antara lain: Who says what in which channel to whom and with what effects Siapa mengatakan apa melalui saluran mana kepada siapa dan dengan pengaruh apa (Harold Lasswell) dan Saling berbagi informasi, gagasan, atau sikap (Wilbur Schramm). Dibahas pula tentang fungsi, jenis, komponen, dan proses komunikasi secara umum. Unsur-unsur komunikasi yaitu Komunikator/Sender (Pengirim pesan), Encoding (Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan), Message (Pesan), Media/Channel (Saluran), Decoding (Proses pemecahan/penerjemahan simbol-simbol), Komunikan/receiver (Penerima pesan), dan Feed Back/Effect (Umpan balik, respon, atau pengaruh).Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung.Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Websters New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.Ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, tidak bisa menghindari perspektif dari beberapa ahli yang tertarik pada kajian komunikasi, sehingga definisi dan pengertian komunikasi menjadi semakin banyak dan beragam. Masing-masing mempunyai penekanan arti, cakupan, konteks yang berbeda satu sama lain, tetapi pada dasarnya saling melengkapi dan menyempurnakan makna komunikasi sejalan dengan perkembangan ilmu komunikasi.Menurut Frank E.X. Dance dalam bukunya Human Communication Theory terdapat 126 buah definisi tentang komunikasi yang diberikan oleh beberapa ahli dan dalam buku Sasa Djuarsa Sendjaja Pengantar Ilmu Komunikasi dijabarkan tujuh buah definisi yang dapat mewakili sudut pandang dan konteks pengertian komunikasi. Definisi-definisi tersebut adalahs ebagai berikut:Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).Hovland, Janis & Kelley:1953Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.Berelson dan Stainer, 1964Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?)

Lasswell, 1960Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.Gode, 1959Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.Barnlund, 1964Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan.Ruesch, 1957Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.Weaver, 1949Kita lihat dari beberapa definisi tersebut saling melengkapi. Definisi pertama menjelaskan penyampaian stimulus hanya dalam bentuk kata-kata dan pada definisi kedua penyampaian stimulus bisa berupa simbol-simbol tidak hanya kata-kata tetapi juga gambar, angka dan lain-lain sehingga yang disampaikan bisa lebih mewakili yaitu termasuk gagasan, emosi atau keahlian.Definisi pertama dan kedua tidak bicara soal media atau salurannya, definisi ke tiga dari lasswell melengkapinya dengan komponen proses komunikasi secara lebih lengkap. Pengertian ke-empat dan seterusnya memahami komunikasi dari konteks yang berbeda menghasilkan pengertian komunikasi yang menyeluruh mewakili fungsi dan karakteristik komunikasi dalam kehidupan manusia.Ke-tujuh definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing definisi mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.Setiap pelakuk komunikasi dengan demikian akan melakukan empat tindakan: membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Ke-empat tindakan tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan. Ini terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain. Baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bentuk dan mengirim pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain. Pesan yang diterimanya ini kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan, pesan tersebut dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut. Apabila ini terjadi, maka si orang tersebut kembali akan membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah ke empat tindakan ini akan terus-menerus terjadi secara berulang-ulang.Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambang-lambang yang menjalankan ide/gagasan, sikap, perasaan, praktik atau tindakan. Bisa berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda, gerak-gerik atau tingkah laku dan berbagai bentuk tanda-tanda lainnya.

2.2 DEFINISI POLITIK Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.Politik adalah kajian tentang kekuasaan (power) atau seni memerintah. Dibahas dan didiskusikan berbagai pendapat tentang definisi politik, antara lain who gets what, when, and how (Harold Laswell), Authoritative allocation of values alokasi nilai-nilai secara otoritatif/sah/sesuai dengan kewenangan (David Easton), Kekuasaan dan pemegang kekuasaan (G.E.G Catlin), Pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya (Joyce Mitchell), Seni memerintah; Penggunaan pengaruh, perjuangan kekuasaan, dan persaingan alokasi nilai-nilai dalam masyarakat (Kamus Analisa Politik, Jack Plano dkk.), dan Proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan , khususnya dalam negara; Seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional; Hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara; Kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat; Segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik (Wikipedia).Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional dan nonkonstitusional. merujuk pada semua langkah politik yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Karena Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dalam suatu negara maka suatu tindakan konstitusional adalah semua langkah yang sesuai hukum .Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Partisipasi kita sebagai warga adalah ikut memperhatikan jalannya pemerintahan, turut kritis mengikuti jalannya pemerintahan dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentunya dengan menjadi warga yang baik terlebih dahulu dengan menjalankan kewajiban-kewajiban dan berhak memilih wakil rakyat yang mereka percaya tentunya untuk kebaikan bersama.

2.3 PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIKSecara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara yang memerintah dan yang diperintah.Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR.Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.Political communication is a process by which a nations leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).

Political communication is communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.Political communication is communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems (Fagen, 1966). Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa -penggabungan kepentingan (interest aggregation) dan perumusan kepentingan (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: komunikasi politik adalah penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.Wikipedia: Political communication is a field of communications that is concerned with politics. Communication often influences political decisions and vice versa. The field of political communication concern 2 main areas: (1) Election campaigns Political communications deals with campaigning for elections; (2) Political communications is one of the Government operations. This role is usually fullfiled by the Ministry of Communications and or Information Technology.

BAB III3. KESIMPULANKomunikasi politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh actor-aktor politik yang berisi pesan tentang keinginan dari komunikator dan biasa berhubungan erat dengan pemerintahan atau Negara. Komunikasi politik juga dapat sebagai media untuk menyalurkan pendapapat atau kepentingan . Komunikasi politik juga sangat berperan dalam keputusan politik yang biasa di gunakan lebih kepada tehnik penyampaian.Komunikasi Politik adalah Komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut dapat mengikat semua kelompok atau warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik

DAFTAR PUSTAKABuku :Blake, Reed H., and Haroldsen, Edwin O. Taksonomi Konsep Komunikasi. Cetakan Ke-1. Terj. Hasan Bahanan. Surabaya: Papyrus, 2003.Suprapto, Tommy. Pengantar Teori Komunikasi. Cetakan Ke-1. Yogyakarta: Media Pressindo, 2006.Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008Internet :Zubair, Agustina. Definisi Komunikasi. WordPress.com 17 Oktober 2006. 10 Juni 2010. .Riswandi. Definisi Komunikasi dan Tingkatan Proses Komunikasi. WordPress.com 17 Oktober 2006. 10 Juni 2010. .

PENGERTIAN DARI KOMUNIKASI POLITIK DARI BEBERAPA AHLISecara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara yang memerintah dan yang diperintah.Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.adapula pendapat mengenai Komunikasi Politik dari beberapa ahli :Mueller (1973:73)mengetengahkan bahwa Komunikasi Politik didefinisikan sebagai hasil yang bersifat politik apabila menekankan pada hasil. Sedangkan definisi Komunikasi Politik jika menekankan pada fungsi komunikasi politik dalam sistem politik, adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya.

AlmonddanPowellmendefinisikan Komunikasi Politik sebagai fungsi politik bersama-sama fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekruitmen yang terdapat di dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik merupakan prasyarat (prerequisite) bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang lain.

Menurut David Easton- Sistem politik merupakan alokasi nilai-nilai, dimana pengalokasian nilai-nilai itu bersifat paksaan atau dengan kewenangan, dan mengikat masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Robert A. Dahl- Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan-hubungan antar manusia yang melibatkan, sampai pada tingkat yang berarti, kontrol, pengaruh, kekuasaan, atau wewenang.

Pengertian Komunikasi PolitikBanyak definisi mengenai komunikasi politik yang telah diberikan oleh para pakar, tapi tentunya tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Definisi bagus dan paling sederhana adalah definisi yang diberikan oleh Chaffee, sebagaimana dikutip oleh Lynda Lee Kaid (2004), Political communication is the role of communication in the political process (komunikasi politik adalah peran komunikasi di dalam proses politik).Definisi singkat yang ditawarkan oleh Chaffee mengandung pengertian bahwa semua aktivitas komunikasi, verbal maupun non-verbal, yang berada dalam proses politik merupakan komunikasi politik. Pengertian proses politik dalam definisi tersebut tidak menunjukkan pada proses politik sebagaimana yang terdapat dalam konsepsi sistem politik, melainkan pada semua kegiatan politik.Menurut Denton dan Woodward, sebagaimana dikutip Brian McNair (2003), komunikasi politik adalah diskusi murni mengenai alokasi sumber daya publik (pendapatan, pajak atau penghasilan), otoritas pemerintah (pihak yang diberikan kekuasaan untuk merancang, membuat dan menjalankan hukum dan keputusan), serta diskusi mengenai sanksi-sanksi pemerintah (penghargaan atau hukuman dari negara).Michael Rush dan Phillip Althoff mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan.Menurut Richard M. Perloff (1998) komunikasi politik merupakan proses dimana kepemimpinan nasional, media dan masyarakat saling bertukar dan memberi makna terhadap pesan-pesan yang berhubungan dengan kebijakan publik.Definisi Perloff di atas mengandung beberapa unsur; Pertama, Komunikasi politik merupakan sebuah proses. Komunikasi politik tidak dapat terjadi secara otomatis begitu saja, di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan yang kompleks dan dinamis. Di samping itu, proses tersebut juga mengandung adanya tarik-menarik pengaruh. Pemerintah mempengaruhi media dengan menawarkan bahan untuk pemberitaan, sementara media mendesak para politisi melalui serangkaian mekanisme institusional sebagai deadline dan nilai berita. Pada sisi yang lain media juga dapat mempengaruhi masyarakat, namun masyarakat juga dapat membentuk agenda media.Kedua, pesan dalam komunikasi politik terkonsentrasi pada lingkungan pemerintahan atau yang berhubungan dengan kebijakan publik. Komunikasi politik, dengan demikian, tidak hanya concern dengan persoalan pemilu, namun pada segenap hal yang berkaitan dengan politik. Dengan kata lain, komunikasi politik terjadi ketika masyarakat, media dan pemerintah saling berdialog mengenai isu-isu seputar elit dan publik.Pippa Norris menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan sebuah proses yang interaktif mengenai transmisi informasi di antara para politisi, media dan publik. Proses tersebut bersifat downward dari institusi pemerintah kepada masyarakat, bersifat horizontal di antara para aktor politik, dan bersifat upward melalui opini publik kepada penguasa.Tiga bagian penting dalam komunikasi politik menurut Norris adalah produksi pesan, isi pesan dan efek pesan. Proses produksi pesan adalah bagaimana pesan dihasilkan oleh politisi seperti partai atau kelompok kepentingan, lalu ditransmisikan menggunakan saluran langsung (seperti iklan politik) atau saluran tidak langsung (seperti koran, radio dan televisi). Isi pesan mencakup jumlah dan bentuk reportase politik yang ditampilkan dalam berita di televisi, keseimbangan partisan dalam pers, ulasan mengenai kampanye dan event tertentu dalam pemilihan, reportase agenda setting dalam isu-isu politik, dan representasi kaum minoritas dalam pemberitaan media. Efek pesan menaruh perhatian pada tingkat masyarakat. Isu kuncinya terfokus pada analisis dampak potensial yang mungkin muncul di tengah masyarakat seperti pada pengetahuan politik dan opini publik, sikap politik dan nilai-nilai politik, serta pada tingkah laku politik. Metode yang digunakan umumnya dengan menggunakan survey atau studi eksperimen.Sebagai sebuah kesimpulan, komunikasi politik dalam blog ini didefinisikan sebagai sebuahproses penyampaian informasi atau transmisi pesan politik dan konstruksi makna oleh aktor-aktor politik melalui media yang mempunyai pengaruh dan efek dalam interaksi sosial dan politik. Dalam perkembangannya di lapangan, komunikasi politik yang dilakukan secara terarah, efektif dan berkisanbungan dapat membangun opini publik dan mampu membentuk sikap indivual atau kelompok.Kesimpulan ini memberikan pengertian bahwa komunikasi politik merupakan segenap tindakan berupa penyebaran aksi, makna, atau pesan yang terkait dengan fungsi suatu sistem politik, yang melibatkan unsur-unsur komunikasi (komunikator, pesan, media, komunikan dan efek).Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang, hingga ruang lingkup yang lebih luas dan massif.Bisa digarisbawahi bahwa komunikasi politik, sebagaimana juga dinyatakan oleh Itzhak Galnoor (1980), pada akhirnya merupakan bagian dari infrastruktur politik, sebuah kombinasi dari interaksi sosial dimana informasi digabungkan ke dalam karya kolektif dan hubungan kekuasaan yang saling mengisi.Menurut Franklin B, seperti dikutip Ioannis Kolovos dan Phil Harris, komunikasi politik terfokus pada analisis dari; (1) Konten politik pada media; (2) Para aktor dan agen yang terlibat dalam memproduksi konten politik; (3) Dampak konten politik media pada audiens dan/atau pada kebijakan pembangunan; (4) Dampak sistem politik pada sistem media; dan (5) Dampak sistem media pada sistem politik.Dari argumentasi Franklin di atas terdapat gambaran bahwa bidang analisis komunikasi terpetakan pada empat unsur, yakni media, aktor politik, sistem politik dan audiens. Empat unsur tersebut bisa dijadikan acuan untuk melihat cakupan komunikasi politik. Namun dalam studi komunikasi politik, ada beberapa pakar yang secara eksplisit memberikan cakupan dalam komunikasi politik, misalnya Dan Nimmo dan Kraus dan Davis.Dan Nimmo (2005) menyatakan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media, khalayak komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik. Sementara Kraus dan Davis membaginya menjadi komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi massa dan proses pemilu, komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, serta konstruksi realitas politik di tengah masyarakat. Dari keduanya terlihat bahwa cakupan yang diberikan Kraus dan Davis tampak terbatas pada pembahasan komunikasi melalui media massa atau komunikasi massa. Berbeda dengan cakupan yang dikonseptualisasikan Dan Nimmo yang tampak lebih luas.(Materi ini saya publikasikan juga dihttp://kuliahilmusosial.blogspot.com/)Bahan Bacaan:Brian McNair, An Introduction to Political Communication, Third Edition (New York: Routledge, 2003).Dan Nimmo, Communication Yearbook 4 (New Jersey: ICA, 1980).Dan Nimmo, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan dan Media (Bandung: Rosdakarya, 2005).Lynda Lee Kaid, Handbook of Political Communication Research (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2004).Richard M. Perloff, Political Communication; Politic, Press and Public in America (New Jersey: Lawrence Erlbaum, 1998).http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/01/komunikasi-politik/, Tanggal 7 November 2010.Pippa Norris, Political Communication,http://www.hks.harvard.edu/fs/pnorris/Acrobat/Political%20Communications%20encyclopedia2.pdf, Tanggal 1 Desember 2010.Ioannis Kolovos and Phil Harris, Political Marketing and Political Communication: The Relationship Revisited,http://eprints.otago.ac.nz/32/1/pm-pc.pdf, Tanggal 7 Desember 2010.

Komunikasi Politik : Konsep-Konsep dalam Komunikasi politik

Berkaitan dengan konsep komunikasiNimmo mengemukakan, bahwa komunikasi merupakan proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak), dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Letak ciri utama dari komunikasi adalah pertama: makna dari berbagai hal bagi orang-orang muncul karena tindakan bersama yang dilakukannya. Kedua, tindakan itu berupa pengamatan berbagai hal dan penempatan arah perbuatan berdasarkan interpretasi pribadinya. Dengan demikian orang melakukan pengamatan tentang berbagai hal, melakukan interpretasi, menyusun makna, dan bertindak atas dasar makna yang dipahaminya. Berkaitan dengan pemaknaan ituDean Barlundmengemukakan bahwa makna merupakan sesuatu yang diciptakan, ditentukan dan diberikan, bukan sesuatu yang diterima begitu saja. Komunikasi bukanlah reaksi terhadap sesuatu, juga bukan interaksi dengan sesuatu, melainkan transaksi yang melibatkan penciptaan dan pemberian makna menurut tujuan orang-orang yang terlibat. Definisi di atas didasari pemahaman tentang proses. Proses merupakan arus perubahan yang memiliki sifat berkembang, dinamis, berkesinambungan, sirkular, tidak dapat diulang, tidak dapat dibalikkan, kompleks. Sebagai proses komunikasi tidak memiliki titik tolak (Nimmo, 1989).

Pada setiap peristiwa komunikasi selalu ada lima unsur yang memungkinkan berlangsungnya suatu proses komunikasi, yaitu : sumber (source), pesan (message), dan penerima (receiver), medium (saluran), umpan balik (feedback). Walaupun tiga unsur yaitu: sumber, pesan dan penerima, selalu harus ada dalam proses komunikasi. Sumber atau sering disebut sebagai komunikator, sender, atau pengirim, adalah pihak yang memprakarsai komunikasi. Pesan atau message, komunike merupakan isi komunikasi berwujud informasi, pengetahuan, ide dan lain-lain yang disampaikan melalui proses komunikasi. Sedangkan penerima, receiver atau komunikan bisa audience maupun perorangan merupakan pihak yang dituju atau sasaran komunikasi. Proses komunikasi bisa dilihat melalui tingkatan analisis (level of analysis), yang menurut Chaffee (1975) digunakan untuk mempermudah pemahaman terhadap proses komunikasi manusia. Level pertama merupakan bentuk komunikasi antar pribadi, komunikasi terjadi bila melibatkan dua orang berlangsung secara bertatap muka terus menerus dalam waktu tertentu. Level kedua berupa komunikasi kelompok, yaitu komunikasi terjadi bila melibatkan minimal 3 orang atau lebih, berlangsung secara tatap muka dan membentuk suatu kelompok kecil, misalnya dalam rapat atau diskusi. Level ketiga diperkenalkan sebagai komunikasi organisasi. Pada tingkatan ini komunikasi berlangsung dalam organisasi yang lebih besar misalnya perusahaan-perusahaan yang di dalamnya memungkinkan tercakup level komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Misalnya komunikasi yang berlangsung antara pimpinan perusahaan dengan staf di bawahnya yang berlangsung secara vertikal, atau komunikasi antar bagian yang berlangsung secara horizontal. Level keempat adalah komunikasi massa, bentuk komunikasi ini menggunakan channel atau saluran media massa seperti koran, majalah, TV, Film, untuk bisa berkomunikasi dengan jumlah orang yang sangat besar, di berbagai tempat di dunia ini secara visual, audial, maupun audiovisual. Walaupun demikian, kini bersamaan dengan kemajuan teknologi komunikasi, keempat level yang dikemukakan oleh Chaffe tersebut bisa diramu dalam satu bentuk komunikasi interaktif melalui teknologi informasi yang dikenal dengan Internet.Konsep PolitikKonsep politik sangat beraneka ragam dan karena kajian politik sudah sangat tua tentu disetiap era memiliki paradigma yang berbeda-beda. Konsep politik yang lebih umum, yang barangkali bisa dipakai untuk memahami komunikasi politik dikemukakan oleh Nimmo: politik adalah siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana; pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang; kekuasaan dan pemegang kekuasaan; pengaruh; tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan atau memperluas tindakan lainnya. Dari semua pandangan itu ada kesepakatan bahwa politik mencakup sesuatu yang dilakukan orang; politik adalah kegiatan. Tetapi kegiatan yang berbeda dari kegiatan-kegiatan lain seperti ekonomi, keagamaan, atletik, dan lain-lain (Nimmo, 1989).

Berikutnya Hafied Cangara (2009) merangkum beberapa definisi tentang politik seperti dari P.Eric Laouw bahwa: di tengah kelangkaan sumber daya yang tersedia, masyarakat akan berusaha mendapatkan akses untuk memperoleh sumber daya yang terbatas untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Jika masyarakat tidak bisa memperoleh kepuasan yang maksimal untuk memenuhi tuntutan hidupnya, diperlukan keputusan alokasi sumber daya. Misalnya siapa yang akan memperoleh apa, bagaimana sumber daya yang terbatas itu dikelola dengan baik, siapa yang diberi wewenang (legitimasi) untuk mengambil keputusan karena keputusan yang diambil bisa menghasilkan ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah, diperlukan mekanisme untuk mengajak mereka agar bisa menerima keputusan tersebut. Selanjutnya dikemukakan Laouw sejak keputusan itu mempengaruhi kesempatan hidup orang, akan terjadi perebutan, baik antar pribadi maupun antar kelompok untuk menentukan siapa yang akan menduduki posisi kunci ketika dilakukan pengambilan keputusan. Perebutan juga terjadi saat memperebutkan nilai-nilai pondasi organisasi dan alokasi sumber daya. Oleh karena itu, elemen paling penting bagi politik adalah: suatu proses pengambilan keeputusan, perebutan untuk memperoleh akses pada posisi pengambilan keputusan, proses kewenangan untuk menjalankan keputusan-keputusan itu. Politik, dengan demikian mengandung sejumlah konsep seperti: kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), dan pembagian atau alokasi sumber daya (resources). Miriam Budiardjo (2002) mengemukakan politik adalah kegiatan yang dilakukan dalam suatu negara menyangkut proses menentukan tujuan dan melaksanakan tujuan tersebut. Untuk melaksanakan tujuan tersebut, diperlukan kebijaksanaan umum (public policy) yang mengatur alokasi sumber daya yang ada. Dan untuk melaksanakan tujuan itu perlu ada kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai, baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang bisa terjadi suatu saat. Tujuan politik untuk memenuhi kepentingan seluruh masyarakat, bukan pribadi maupun swasta (dalam Cangara, 2009,hal. 27-29)

Konsep Komunikasi politikSeperti yang pernah dikemukakan oleh banyak ahli, terutama Harold D Laswell dengan formula Who says what, in which channel, to whom, with what effect, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari sumber komunikasi kepada penerima, yang berlangsung bisa menggunakan saluran (medium) maupun secara bertatap muka. Umpan balik sebagai balikan atas pesan yang telah diterima oleh penerima dalam proses komunikasi tersebut sangat berguna untuk menilai bagaimana akibat yang terjadi dari proses komunikasi. Komponen-komponen komunikasi tersebut merupakan basis bagi terjadinya proses komunikasi politik dalam suatu masyarakat. Untuk memperjelas pemahaman berikutnya tentang komunikasi politik, Alwi Dahlan mengemukakan bahwa, sebagai bidang kajian ilmu, komunikasi politik merupakan bidag atau disiplin yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikai yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik (Dahlan, 1990). Berbasis pada formulasi komunikasi demikian saja menurut Fagen nampaknya terlalu sederhana, karena alur yang komunikasi politik berjalan satu arah (linier) dari sumber komunikasi sebagai pemrakarsa kepada orang lain sebagai penerimanya. Namun demikian agar memenuhi tujuan, rumusan tersebut perlu dimofifikasi.. Tanpa ada teori politik umum yang didasarkan pada komunikasi, akan muncul kesulitan bagi suatu pendekatan untuk studi politik, suatu pendekatan di mana komunikasi sebagai suatu proses menjadi inti pemahaman, sehingga secara hipotetik nampak berkembang. Fagen menambah usulan bahwa untuk kepentingan penelitian terdapat 3 hal yang penting:1.Komunikasi sebagai proses mengisi politik sebagai suatu kegiatan.2.Apabila hal-hal itu tidak jelas benar, maka dapat digambarkan beberapa aspek kehidupan politik sesuai tipe-tipe komunikasi.3.Karena proses komunikasi memiliki kemampuan mengisi dan elastis dari perbendaharaan konsep ilmu politik, maka ada suatu literatur yang mungkin relevan bagi studi politik dan komunikasi (Fagen,1966).Sebagai tambahan Kaid (2004) mengemukakan tak satupun konsep tentang komunikasi politik bisa diterima secara luas, tetapi kecuali apa yang disampaikan Chaffe (1975) yang secara sederhana menyampaikan bahwa komunikasi politik adalah peranan komunikasi dalam proses politik.

Alfian (1990), peneliti politik LIPI, berkaitan dengan peran komunikasi dalam proses politik itu menjelaskan dengan gamblang menggunakan contoh: setelah menerima informasi dari berbagai pihak, mereka yang bertugas melaksanakan fungsi legislatif membuat UU yang dianggap perlu dan relevan, yang kemudian dikomunikasikan kepada yang berwenang (eksekutif dengan aparatnya) untuk melaksanakannya. Proses pelaksanaannya dikomunikasikan kepada masyarakat dan dinilai oleh masyarakat, penilaian itu kemudian dikomunikasikan lagi. Dalam seluruh proses komunikasi politik ini media massa, baik cetak maupun elektronika, memainkan peranan penting, di samping bentuk-bentuk komunikasi lain seperti bertatap muka, surat-menyurat, media tradisional, keluarga, organisasi, pergaulan (Alfian, 1990, hal. 2). Berkaitan dengan peran komunikasi politik dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kehandalan suatu sistem politik yang sudah mapan, maka ia berperan memelihara dan mengembangkan budaya politik yang sudah menjadi landasan sistem itu. Oleh karena itu komunikasi politik berperan mentransmisikan nilai-nilai budaya politik yang bersumber dari pandangan hidup atau ideologi bersama masyarakatnya kepada generasi penerusnya dan mempekuat proses pembudayannya dalam diri generasi yang lebih tua. Jadi, budaya politik itu terpelihara dengan baik, bahkan mungkin berakar dan terus berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Komunikasi politik yang ada menjadi bagian integral dari budaya politik tersebut (Alfian, 1990, hal. 4).

Pembidangan Komunikasi PolitikAlwi Dahlan menunjukan bahwa pembidangan atau pengelompokan kajian komunikasi politik ditempuh melalui beberapa cara. Pertama, adalah kategorisasi mengikuti disiplin utama komunikasi politik dilihat dari praktek atau oprasional komunikasi.Larson dan Wiegelmembagi atas komunikasi ujaran, jurnalistik, dan ilmu politik. Kedua, menurut akar atau disiplin yang non teknis tetapi yang dapat memberikan pemahaman mengenai proses komunikasi politik seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain-lain. Ketiga, berdasarkan proses dan efek komunikasi, Mansfield dan Weaver (1982) membagi kajian-kajian dalam bidang ini menurut unsur-unsur yang terdapat dalam proses komunikasi, dilengkapi dengan metode kajian itu sendiri sebagai berikut:

KomunikatorBerkaitan dengan sub-bab tentang komunikator, khalayak, dan saluran komunikasi politik, seluruh materi dikutip dari Zulkarimen Nasution (1990, hal 44-71). Menurutnya komunikator adalah pihak yang memprakarsai (yang bertindak sebagai sumber) penyampaian pesan kepada pihak lain. Komunikator ini disebut juga source, encoder, sender atau actor, mencerminkan pihak yang memulai dan mengarahkan suatu tindak komunikasi. Ada dua bentuk komunikator dalam komunikasi politik yaitu individual dan kolektif.

IndividualKolektif

Pejabat (birokrat)Pemerintah (birokrasi)

PolitisiPartai Politik

Pemimpin opiniOrganisasi kemasyarakan

JurnalisMedia Massa

AktivisKelompok penekan

LobbyistKelompok elite

PemimpinBadan/perusahaan komunikasi

Komunikator profesional

Komunikator tersebut memiliki ciri-ciri, misalnya pejabat atau birokrat, bila mengutip Katz dan Kahn diketahui bahwa seorang birokrat adalah anggota suatu birokrasi yang merupakan suatu organisasi dengan tugas melaksanakan suatu kebijakan yang ditentukan oleh pembuat kebijakan tersebut. Oleh karena itu seorang birokrat hanya dapat bekerja dalam bidang yang sudah ada aturannya. Apabila ada sesuatu hal yang belum ada peraturannya sebagai dasar pengurusannya, maka seorang birokrat tidak akan merasa dirinya kompeten untuk mengurusnya. Peran birokrat dalam komunikasi dijelaskan oleh Almond dan Powell bahwa .... Akhirnya, birokrasi merupakan sesuatu yang teramat penting dalam performansi fungsi komunikasi dalam suatu sistem politik. Bahkan dalam sistem-sistem politik yang demokratis sekalipun, birokrasi merupakan satu dari sumber informasi yang penting jika bukan yang terpenting tentang isu-isu publik danh kejadian-kejadian politik yang signifikan.

Dengan demikian jelaslah bahwa birokrat sebagai anggota dari suatu birokrasi mempunyai banyak cara pengendalian terhadap berbagai macam informasi yang ditransmisikan dan caranya informasi tersebut ditafsirkan. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh elite politik, baik eksekutif maupun legislatif juga cukup banyak kalau bukan sebagian besar yang didasarkan pada jenis informasi yang diperoleh dari birokrasi. Sama dengan itu kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, dan publik sebenarnya tergantung pada informasi yang dikirimkan para pejabat administrasi tersebut. Komunikator lain yang bisa disebutkan adalah Partai Politik dan Politisi. Keduanya dipandang sebagai artikulator kepentingan yang bersifat institusional dan struktur khusus untuk penggerakan politik dalam suatu masyarakat modern. Dalam suatu sistem politik yang kompetitif, partai menggerakkan kepentingan tertentu menjadi seperangkat usulan kebijakan, dan berusaha mengungguli pada pengumpulan pendapat untuk mengijoni para pengambil kebijakan, yang akan menggunakan struktur kebijakan yang telah digerakkan seblumnya sebagai basis bagi pembentukan peraturan. Sedangkan dalam sistem yang non komptetitif, partai dapat menggerakkan kepentingan dalam cara yang mirip dengan apa yang dilakukan oleh suatu birokrasi yang hebat, meskipun struktur dan kegiatannya memungkinkannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi lain lebih efektif dari pada suatu birokrasi..Jadi memang kelihatan bahwa sekalipun tidak semua yang disampaikan oleh partai maupun para politisinya adalah sesuatu yang orisinal dari mereka, namun ketika mereka menyuarakannya, dianggap partai dan para politisilah yang berperan sebagai komunikator/sumber, atau yang memprakarsai peristiwa komunikasi politik yang dimaksud. Hal ini terasa manakala orang menyebut bahwa sesuatu hal yang tertentu merupakan suara atau pesat partai tertentu, ataupun pendirian partai dalam masalah-masalah yang sedang hangat misalnya.

KhalayakSecara umum dalam komunikasi, pihak yang menjadi tujuan disampaikannya sesuatu pesan disebut sebagai penerima atau receiver, khalayak atau audience. Khalayak sebenarnya merupakan peran yang sifatnya sementara, karena saat tiba gilirannya penerima pesan tersebut memberikan umpan balik, ataupun pada kesempatan atau peristiwa komunikasi lain ia memprakarsai penyampaian suatu pesan, maka pada saat itu sebenarnya pihak yang tadinya disebut sebagai khalayak itu telah berubah peran menjadi sumber atau komunikator.Seperti halnya tidak semua warga negara di suatu sistem demokrasi mempunyai minat atau perhatian secara inteligent dan kontinyu terhadap urusan kepemerintahan (govermental affairs), sehingga tidak semua warga negara dianggap sebagai khalayak komunikasi politik dengan intensitas yang sama. Davison (1969) membedakan khalayak sebagaigeneral publik, attentive public, dan elite opini dan kebijakan.Di antara semuanya, elite opini dan kebijakan merupakan kalangan yang paling aktif minatnya terhadap masalah kepemerintahan. Sedangkan publik atentif merupakan khalayak untuk diskusi-diskusi yang terjadi antar elite dan sewringkali dimobilisasi untuk bertindak dalam kaitan suatu issu politik. Publik umum yang meliputi lebih dari sebagian besar penduduk kenyataan jarang berkomunikasi dengan para pembuat kebijakan.Publik yang attentif, oleh Almond (1960) disebut sebagai attentive stratum atau lapisan masyarakat yang berperhatian, merupakan suatu sub-kultur yang khusus di mana kelompok-kelompok kepentingan jenis-jenis tertentu berkembang dengan subur,yaitu kelompok-kelompok kepentingan yang merasa berkepentingan dengan masalah-masalah kebijakan umum ketimbang dengan kepentingan yang khusus. Khalayak yang berperhatian terhadap perkembangan yang berlangsung yang menyangkut kepemerintahan dan politik, merupakan suatu faktor yang amat diperlukan bagi terlaksananya sistem politik yang sehat. Lapisan masyarakat inilah yang mau tahu dan menaruh minat pada perkembangan keadaan negaranya.Publik attentive menempati suatu posisi yang penting dalam proses opini. Pentingnya posisi tersebut menurut Nimmo (1978) didasarkan pada kenyataan bahwa:(a)Lapisan publik inilah yang berperan sebagai saluran komunikasi antar pribadi dalam arus pesan yang timbal balik antara para pemimpin politik dengan publik umum. Publik berperhatian ini merupakan khalayak utama (key audience) baik bagi komunikator massa maupun komunikator organisasional.(b)Publik attentif menyertai para pemimpin politik sebagai pembawa (carrier) konsensus politik yakni orang-orang yang dideskripsikan dalam bagian terakhir yang besar kemungkinannya dari pada orang lain menunjang aplikasi spesifik aturan dan nilai-nilai umum demokrasi.(c)Publik attentive membentuk surrogate electorate atau pemilih bayangan dalam periode antara masa pemilihan. Para politisi biasanya mempersepsikan gelombang arus opini di kalangan publik attentive sebagai representasi dari apa yang diyakini, dinilai dan diharapkan oleh publik umum (yang kurang berperhatian kepada politik selama semasa periode di antara dua pemilu). Dengan kata lain, khalayak yang mempunyai perhatian itu merupakan lapisan masyarakat yang berkemauan untuk mengikuti dalam perkembangan politik yang berlangsung.

Almond dan Verba telah melakukan penelitian tentang khalayak politik ini yang kemudian dikelompokkan menjadihigh subjective political competence, medium political competence, dan low competence.Untuk kelompok yang masuk kategori tinggi kompetensi politik subyektifnya merupakan orang-orang yang memang membiarkan dirinya dikenai (exposed) komunikasi politik. Orang-orang ini setia mengikuti politik dan kampanye pemilu secara teratur. Mereka juga disebut sebagaiself confident citizenyang berkemungkinan tidak sekedar menjadi penerima (khalayak) dalam komunikasi politik, melainkan besar pula kemungkinannya untuk mengambil bagian dalam proses politik itu sendiri. Dibandingkan dengan warga negara yang kompetensi subyektifnya lebih rendah, maka golongan yang lebih tinggi berkemungkinan besar menjadi warga negara yang aktif, yakni mengikuti perkembangan politik, mendiskusikan politik, atau menjadi seorang partisan yang aktif. Masalah keikutsertaan dan keaktifan warga negara dalam mewujudkan partisipasi bernegara telah menjadi bahan pemikiran sejak jaman Yunani Kuno, terutama karena dalam sistem demokrasi, peran orang biasa sebagai partisipan di bidang politik merupakan hal yang mempunyai makna penting. Warga negara yang dalam hubungannya dengan pemerintahnya hanya sekedar sebagai subyek yaitu seorang warga negara yang pasif atau korban dari tindakan rutin pemerintahnya- tidak akan membutuhkan partisipasi, seperti yang berlangsung pada suatu masyarakat tradisional non-demokratis.

Khalayak yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan keadaan politik, memiliki informasi mengenai perkembangan tersebut, dan mau aktif berpartisipasi, merupakan kebutuhan suatu sistem politik. Menurut pandangan aktifis-rasionalitas suatu demokrasi yang sukses membutuhkan warga negara yang mau melibatkan diri dan aktif dalam politik, mempunyai dan memperoleh informasi politik, dan mempunyai pengaruh. Selanjutnya jika warga negara itu mengambil keputusan, khususnya keputusan penting tentang bagaimana memberikan suara (vote), mereka harus mendasarkannya pada penilaian yang cermat atas dasar bukti-bukti dan pertimbangan yang teliti mengenai alternatif-alternatif dari keputusan tersebut.

Sedangkan warga negara yang pasif, tidak memberikan suara, tidak memperoleh dan mengetahui informasi, ataupun warga negara yang apatis, merupakan suatu indikasi yang lemah. Namun pendapat demikian masih juga dikritik karena kenyataan memang warga negara pada suatu sistem demokrasi jarang yang persis seperti itu. Warga yang dimaksud, memang banyak yang tidakwell informedatau mengetahui secara keseluruhan, tidak pula banyak yang aktif.

komunikasi politikWajah Komunikasi Politik di IndonesiaDunia politik kini tidak lepas dari dunia komunikasi. Pasalnya, kegiatan politik dilandasi oleh komunikasi dalam menyampaikan ide, gagasan, pendapat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan negara.Menurut Almond (1960), komunikasi politik adalah bagian dari tujuh sistem politik yang tidak berjalan sendiri, karena komunikasi membantu sistem-sistem politik lainnya.Komunikasi politik juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, karena komunikasi selalu ditemui di belahan dunia manapun. Untuk lebihmemahami lagi apa itu komunikasi politik, ada baiknya hal ini dijabarkan dalam beberapa contoh peristiwa komunikasi politik di Indonesia.Tulisan dapat dilihat juga dihttp://catatankomunikasi.blogspot.com/Pemilihan UmumPemilu (Pemilihan Umum)Presidensudah tentu merupakan salah satu contoh komunikasi politik di Indonesia.Mengapa? Karena salah satu definisi politik adalah seni memperebutkan sesuatu, dalam hal ini jabatan sebagai presiden.Strategi dalam memperebutkan bangku presiden ini salah satunya terdapat dalam pencitraan para calon presiden yang mengikuti pemilu.Pencitraan politik sebenarnya sudah merebak mulai Pemilu 1999 yang makin lama semakin berkembang hingga kini.Masih ingat euforia Pemilu tahun 2009 lalu? Pencitraan Sutrisno Bachir, dari partai Partai Amanat Nasional (PAN), yang memanfaatkan momentum 100 tahun Kebangkitan Nasional dapat kita lihat dari iklan berslogan Hidup adalah Perbuatan. Wiranto, dari partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), secara dramatis ikut makan nasi aking bersama warga miskin dan mengiklankan tiga seri iklan bertema kemiskinan. Megawati Soekarno Putri, dari partai PDIP Perjuangan, yang dulu jarang berkomentar bahkan mengkritik pemerintah dalam ungkapan-ungkapannya, hingga mengukuhkan citranya sebagai figur yang peduli dengan wong cilik. Jusuf Kalla, dari partai Golongan Karya (Golkar), hadir dengan slogan Lebih Cepat Lebih Baik dan Beri Bukti, Bukan Janji yang mengklaim keberhasilan pembangunan infrastruktur dan swasembada beras adalah hasil kontribusinya pada partai Golkar. Juga pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono, dari partai Demokrat, yang mencitrakan hasil-hasil positif dari kinerjanya sebagai presiden di tahun sebelumnya, seperti penurunan harga Bahan Bakar Minyak, beras untuk rakyat miskin, peningkatan angka pendidikan, dan lain-lain.Dalam bukunya, Komunikasi Politik (1993), Dan Nimmo menjelaskan bahwa setidaknya ada empat macam pencitraan politik, yaitupure publicity(publisitasmelalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial apa adanya) yang dapat dilihat dalam pencitraan politik Sutrisno Bachir dengan slogan Hidup adalah Perbuatan dan memanfaatkan momentum 100 tahun Kebangkitan Nasional,free ride publicity(memanfaatkan akses untuk publisitas)yang banyak terlihat pada kampanye dalam mensponsori kegiatan sosial di masyarakat,tie-in publicity(memanfaatkan kegiatan luar biasa untuk publisitas), danpaid publicity(publisitas berbayar lewat pembelian rubrik di media massa) yang terpampang pada advertorial di berbagai media massa dan spanduk-spanduknya.Akan tetapi, politik akan berjalan dengan baik apabila komunikasi verbal dan nonverbal terjalin dengan baik pula. Citra yang sebenarnya akan dinilai bukan hanya dari tahap pendekatan tetapi juga tahap pacaran, yaitu ketika para calon presiden yang telah terpilih menjadi presiden itu membuktikan apa yang telah dijanjikan dan dicitrakan sebelumnya.Kebijakan Pembangunan Gedung DPRPemilu memang merupakan aktivitas komunikasi politik yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak hanya itu, kasus-kasus kecil dalam negara ini juga tak luput dari peristiwa komunikasi politik. Beberapa bulan silam peristiwa pembangunan gedung DPR baru bernilai milyaran rupiah sempat menuai banyak komentar dari masyarakat, terlebih komentar-komentar berbau negatif. Kebanyakan masyarakat menilai pembangunan gedung DPR baru merupakan suatu keborosan, karena banyak hal-hal tidak penting, seperti kolam renang dan fasilitas mewah lainnya, yang akan diadakan untuk memfasilitasi para petinggi negara tesebut. Masyarakat jelas menuai berbagai protes, apalagi melihat kinerja DPR yang masih dipandang negatif oleh mayoritas masyarakat.Namun, nyatanya, Pramono Anung, wakil ketua DPR RI, dalam kuliah umum di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada beberapa bulan lalu menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar dan hanya terjadi kesalahan komunikasi oleh konsultan yang menjelaskan sehingga menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.Komunikasi politik di atas menjadi salah satu komunikasi politik yang kurang efektif sehingga menimbulkan kesalahpahaman informasi antara pemerintah dan masyarakat.StatementFoke Soal Pemerkosaan yang Dipicu Cara Berpakaian PerempuanSelain itu, komunikasi politik juga terjadi pada pernyataan Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta, saat menanggapi masalah tindak pemerkosaan yang kini marak terjadi di angkutan umum dipicu oleh cara berpakaian perempuan. Foke, begitu Fauzi Bowo kerap disapa, pun langsung meralatstatement-nya itu. Foke, yang dikutip dari Kompas Online, 17 September 2011, berkata, Saya minta maaf, bahwa pernyataan saya sebelumnya salah tafsir, Saya sama sekali tidak bermaksud melecehkan kaum perempuan. Saya justru mengutuk aksi pemerkosaan tersebut, pelaku harus dihukum seberat-beratnya.Permintaan maafnya itu ia sampaikan karena pernyataan sebelumnya tentang rok mini menuai demo dari sekitar 50 perempuan yang menggelar aksinya di Bundaran HI, Jakarta, dengan memakai rok mini. Mereka menyatakan kekecewaannya terhadap ucapan Foke. Untungnya, Foke cepat menyatakan permohonan maaf.Peristiwa tersebut termasuk dalam komunikasi politik, karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik juga adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Hal ini menunjukan adanya komunikasi dalam dunia politik dalam menghadapi suatu masalah, yang mana komunikasi itu telah mewujudkan ruang dialog antara kalangan pemerintah dan kalangan masyarakat.SBY Menanggapi Peristiwa SMS dan BBM GelapSusilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia, juga merupakan salah satu orang yang berperan dalam dunia komunikasi politik di Indonesia. Bagaimana tidak, ia adalah orang yang dalam mewujudkan politik itu sendiri. Politik di sini, menurut Plato, adalah cara mewujudkan dunia cita masyarakat menjadi dunia nyata, dan tentunya ia sangat berpengaruh, bukan?Maka ketika ada persoalan SMS (Short Message Service) dan BBM (BlackBerry Messenger) gelap yang menyerangnya pada 28 Mei 2011 yang mengaku sebagai Nazarudin dengan bunyi, Demi Allah, saya M Nazarudiin telah dijebak, dikorbankan, dan difitnah. Karakter, karier, masa depan saya dihancurkan. Dari Singapore saya akan membalas, masyarakat banyak yang membicarakan hal itu.Daniel Sparingga, Staf Khusus Presiden bagian Politik, menegaskan,SMS penuh tudingan tak berdasar ini sangat baik bagi sebuah dorongan yang lebih besar untuk tetap rendah hati dan berbuat lebih banyak lagi untuk kebajikan. Lebih penting dari semua itu, negeri ini memiliki banyak persoalan serius dan Pak SBY adalah pribadi serius yang diperlukan negeri ini. Tidak satupun SMS semacam itu akan mengalihkan perhatian SBY dari hal-hal serius. (dikutip dari detikcom, pada 29 Mei 2011)Komunikasi politik dalam peristiwa ini terlihat pada presiden SBY dan stafnya yang angkat bicara dan mengomunikasikan pada masyarakat tentang permasalahan presiden yang diangkat secara berlebihan di berbagai media massa saat itu.Melihat dari berbagai peristiwa di atas, komunikasi politik di Indonesia memang belum sepenuhnya efektif.Kebebasan berpendapat yang seharusnya digunakan dengan baik tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga oleh pemerintah, masih saja menuai konflik. Walaupun begitu, tanpa adanya komunikasi, politik di Indonesia akan pincang karena kehilangan salah satu sistemnya.Diposkan olehEVA NURUS SOBAHdi20.400 komentarKirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestKomunikasi Politik

Pluralisme Pemilihan Gubernur DKIMasih ingat bagaimana kecewanya warga Jakarta pada pemilukada tahun 2007 silam. Ya, ketika ibukota yang seharusnya menjadi barometer pluralisme dan demokrasi ini ternyata hanya memiliki dua pasang calon yang bertarung dalam pemilihan gubernur. Keduanya juga bukanlah orang yang punya record kepemimpinan yang mengesankan dan populer di mata masyarakat Jakarta. Alhasil seperti bisa ditebak, golput merajai banyak TPS pada waktu itu. Yang menang adalah oligarki partai yang selalu bergerombol untuk mencari celah transaksi politik. Outputnya, pasangan Fauzi Bowo dan Priyanto yang digadang-gadang koalisi mayoritas partai, harus pecah kongsi di tengah jalan karena kawin paksa politik.

Lima tahun berselang, kekhawatiran akan terulangnya kejadian serupa terus membayangi banyak warga Jakarta. Mengingat dari survei beberapa lembaga, popularitas dan elektabilitas incumbent Fauzi Bowo masih yang tertinggi. Harapan mulai tampak dari munculnya dua pasang calon independen yaitu Faisal Basri Biem Benyamin dan Hendardji Soepandji Riza Patria, yang keduanya kini sedang menghadapi verifikasi faktual akhir dari KPUD. Setelah pada pilkada 2007, calon independen masih harus menonton dari pinggir lapangan saat partai politik beraksi dan bertransaksi. Kini mereka bisa ikut meramaikan pertarungan di tengah lapangan, meskipun persyaratannya sangat tidak mudah.Calon Independen menstimulus hadirnya calon terbaik

Buruknya komunikasi politik incumbent, serta hadirnya bursa calon independen ternyata menjadi salah satu pemicu partai politik untuk berlomba memunculkan calon terbaiknya. Kekhawatiran akan kembalinya dominasi Foke ternyata tidak terbukti. Proses penentuan bakal calon gubernur dan wakil gubernur oleh partai politik memang memunculkan tarik menarik hingga akhir batas tenggat waktu yang menarik untuk diikuti. Disinilah partai politik seakan terpacu untuk mengusung kader terbaiknya yang memiliki pengalaman memimpin daerah, populer, dinilai bersih dan berintegritas untuk bertarung.

Golkar yang sejak jauh hari mengatakan akan memilih cagubnya lewat survei, ternyata memilih sosok Alex Noerdin dan Nono Sampono yang tidak masuk dalam peredaran rekomendasi survei. Alex dipilih selain karena dinilai sukses sebagai bupati dua periode dan Gubernur Sumsel, dia juga mampu menggandeng dukungan dari dua partai yakni PPP dan PDS.

Meskipun masih bimbang di tingkat grass root karena nama Alex dan Nono sekonyong konyong muncul, para elit kedua partai ini sepakat untuk mendukung penuh. Dari beberapa sumber dan media, diketahui bahwa mahar agar PPP mendukung Alex ternyata bernilai puluhan milyar. Sponsor kabarnya datang dari pengusaha dan penguasa tanah abang yang kini jadi menteri. Sang menteri diketahui publik memang sudah lama terlibat cekcok dengan Foke terkait penguasaan blok A tanah abang, yang amat menggiurkan dari segi bisnis itu.

Partai Demokrat yang mengalami kegalauan stadium lanjut terkait pilkada DKI, setelah sempat mengeluarkan statement akan menduetkan Foke dengan Adang Ruchiatna akhirnya menjatuhkan pilihan pada pasangan jeruk makan jeruk Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Keduanya asal Betawi, separtai , serta menjadi Pembina berbagai orgnisasi keBetawian seperti Bamus Betawi, FBR, Forum Betawi Bersatu dll. Namun Golkar dan Demokrat tetap percaya bahwa komposisi sipil militer tetap jadi pilihan, meskipun terbukti gagal jika berkaca pada duet Foke Prijanto.

PKSpun yang selama ini menggadang nama Triwaksana, ketika mulai melihat pihak Demokrat menutup pintu koalisi dengan PKS, maka mereka mengeluarkan amunisi terakhirnya yaitu mencalonkan Hidayat Nurwahid, yang dipasangkan dengan Prof.Didik J Rachbini salah satu Ketua DPP PAN. Meskipun tidak didukung secara formal oleh PAN yang sudah menyatakan dukungan ke Foke, sosok Hidayat dinilai punya daya jual yang tinggi di Jakarta. Pada pemilu 2004, Hidayat Nurwahid adalah satu dari dua orang anggota parlemen terpilih yang berhasil mendapat suara mencapai bilangan pembagi pemilih.

Yang menarik adalah pilihan PDIP yang memutuskan untuk berkoalisi dengan Gerindra. Setelah hampir terjebak pada pragmatisme yang didorong Taufik Kiemas untuk berkoalisi mendukung Foke dengan potensi kemenangan dan uang yang besar , akhirnya pilihan jatuh pada Joko Widodo dan Ahok. Walikota Solo dan mantan Bupati Belitung Timur yang dikenal bersih dan sukses memimpin daerahnya. Jokowi misalnya, selain berhasil merelokasi PKL yang sudah puluhan tahun membuat semrawut dengan damai, juga sukses dengan program reformasi birokrasi pelayanan publiknya. Sementara Ahok seorang keturunan tionghoa disamping sukses memberikan jaminan asuransi kesehatan dan pendidikan untuk masyarakatnya di Belitung Timur, kehadirannya juga memperkuat identitas pluralitas Jakarta.

Adanya 6 pasangan calon pemimpin Jakarta yang sudah mendaftar, selain mampu memperkuat nilai demokrasi juga mampu mengakomodasi keberagaman warna etnis, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan warna politik warga Jakarta. Sejak era reformasi , tidak ada partai yang secara terus menerus bertahan menjadi penguasa di Jakarta. Di pemilu 1999 PDIP yang unggul, sementara PKS menjadi nomor satu di 2004, dan yang terakhir mendapat giliran menang di ibukota adalah Partai Demokrat. Tidak ada teori yang secara pasti bisa menjawab, selain fakta begitu dinamisnya politik Jakarta.

Menurut Survei terakhir Indobarometer, setelah melihat ada 6 calon yang akan bertarung, lebih dari 80 persen warga Jakarta menyatakan berniat memakai hak pilihnya di Pilkada bulan Juli nanti. Diharapkan di pilkada yang akan diprediksi dua putaran ini, warga DKI betul betul menggunakan hak pilihnya secara bijak. Karena jika semakin banyak yang golput, maka calon incumbent yang kini berkuasa diprediksi akan makin mudah melenggang.

Wimar Witoelar pernah mengatakan, jika anda bingung atau bahkan tidak tahu mau memilih calon yang mana dalam sebuah pemilu, maka lihatlah siapa saja orang yang mendukung atau berdiri bersama calon itu. Karena setiap calon yang baik, pasti akan didukung oleh orang orang yang baik pula.Diposkan olehEVA NURUS SOBAHdi20.240 komentarKirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestKomunikasi PolitikKomunikasi Politik diIndonesiaDi era Suharto, DPR sering dijuluki Tiga-D: Duduk, Dengar, Duit. Komunikasi yang berlaku di masa itu adalah komunikasi searah, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (top-down). Presiden memberikan petunjuk dan pengarahan, langsung disetujui oleh DPR (yang selalu didominasi oleh Golkar) dan para menteri serta gubernur. Kemudian Gubernur memberi petunjuk dan pengarahan kepada DPRD tingkat I dan para Bupati, dan Bupati ke DPRD tingkat II dan para camat, dan begitu seterusnya sampai pada tingkat desa.Untuk mengelola negara sebesar Indonesia, dengan jumlah penduduk yang meningkat terus dari hampir 200 juta, sampai sekarang sudah mencapai 210 juta, dan heterogenitas penduduk yang sangat luar biasa, sistem komunikasi politik searah ini sudah terbukti sangat efektif selama 32 tahun. Tetapi sistem komunikasi ini terbukti tidak bisa bertahan selamanya. Bersamaan dengan Krisis Moneter yang berkembang juga menjadi Krisis Politik, rezim Suharto pun tumbang, dan pola komunikasi langsung berubah arah: dari bawah ke atas (bottom-up).Namun pola komunikasi bawah-atas ini, langsung terbukti sama tidak efektifnya. Bahkan lebih tidak efektif, karena jika semasa Suharto yang terasa adalah keluhan pihak-pihak yang frustrasi karena aspirasinya tidak tersalur (misalnya: kelompok PDI Mega, Petisi 50, mahasiswa dsb.), pada era pasca-Suharto, yang terjadi adalah anarkhi yang tidak habis-habisnya, sehingga dalam tempo singkat presiden RI berganti 4 kali. Masalahnya, dalam pola atas-bawah, maupun bawah-atas, sama-sama tidak terjadi dialog (komunikasi dua arah), yang terjadi hanya monolog (komunikasi searah).Dari Monolog ke DialogSemangat dialog nampak sangat mencuat sejak reformasi. Salah satu jargon yang sangat sering diucapkan dalam menyikapi berbagai masalah adalah duduk bersama. Seakan-akan semua masalah, dari kasus tawuran antar agama di Ambon dan Maluku Utara, konflik antar etnik di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, sampai kasus DOM Aceh, Tanjung Priok dan Timor Timur, dapat diselesaikan asalkan semua pihak mau duduk bersama.

Tetapi fakta juga membuktikan bahwa duduk bersama saja tidak bisa menyelesaikan apa-apa, jika semuanya hanya mau bicara dan mau didengarkan. Padahal menurut ilmu psikologi, salah satu syarat paling utama untuk sebuah dialog adalah kemampuan untuk mendengar aktif. Mendengar aktif, artinya bukan hanya bisa mendengar (to hear), tetapi juga mencari makna dari balik apa yang didengar (to listen), bahkan orang yang mendengar aktif, mampu menduga hal-hal yang tidak terungkapkan dalam kata-kata maupun perbuatan. Buat seorang yang mendengar aktif, diam adalah juga jawaban yang mengandung makna. Karena itu tidak sulit diterka, bahwa untuk mendengar aktif, yang merupakan prasyarat dari komunikasi yang dialogis, diperlukan kesiapan mental tertentu, yaitu kesiapan untuk berbagi (sharing), melepaskan sebagian pendapat, bahkan haknya untuk bisa menerima pendapat atau hak orang lain. Sikap yang ngotot, mau menang sendiri dan merasa benar sendiri, jelas bukan hal yang kondusif untuk mendengar aktif.Kesiapan MentalDari pengalaman selama ini, kiranya sulit untuk dibantah bahwa kesiapan mental untuk berdialog antara lembaga eksekutif dan legislatif di negara kita masih jauh dari kenyataan. Istilah yang digunakan pun adalah hearing oleh DPR, bukan listening. Demikian pula DPR (DPRD) memanggil pemerintah (pemerintah daerah), persis seperti polisi memanggil tersangka. Sedangkan tata letak kursi-meja di ruang-ruang sidang komisi adalah sedemikian rupa sehingga ketua dan para wakil ketua, disertai para anggota duduk berhadapan dengan pemerintah (atau pihak lain yang didengar), persis sama dengan para hakim dan panitera, menghadapi terdakwa dan para saksi. Pendek kata, dalam tata-tertib hubungan pemerintah dan DPR, yang ada adalah hubungan a-simetris (DPR lebih tinggi dari pemerintah), bukan hubungan simetris (sejajar).

Hubungan a-simetris tidak selalu berarti jelek. Di lingkungan militer, dan perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi yang menuntut zero error (misalnya: anjungan penambangan minyak, pesawat terbang atau kapal laut), dialog tetap bisa terjadi, walaupun pola komunikasinya a-simetris (tentunya melalui prosedur yang baku dan diberlakukan dengan sangat ketat). Syaratnya hanya satu: kedua pihak (atasan maupun bawahan) sama-sama menyadari peran dan posisinya masing-masing.

Masalahnya, anggota-anggota DPR kita, tidak siap untuk menerima peran dan posisi setara dalam komunikasi dialogis dengan pemerintah. Walaupun selalu kita dengar ucapan para politisi itu tentang kemitraan dan kesetaraan Pemerintah-DPR, yang ada justru pola komunikasi yang a-simetris seperti yang sudah diutarakan di atas.

Bahkan lebih memprihatinkan lagi, para anggota DPR ini tidak hanya menganggap pemerintah sebagai pihak yang statusnya lebih rendah, melainkan juga sesama anggota DPR sendiri. Itulah sebabnya sebulan pertama, DPR tidak bisa mulai bekerja, karena dua fraksi besar dalam DPR saling berselisih dan salah satu fraksi memilih untuk tidak masuk kantor saja selama sebulan. Lebih hebat lagi, pada saat membahas tentang kenaikan harga BBM, para anggota DPR bukannya saling adu argumentasi dengan pemerintah, tetapi malah saling berkelahi di antara mereka sendiri.Tidak Siap Jadi ElitYang menarik, sebagian dari anggota DPR itu, beberapa saat sebelum dilantik adalah anggota masyarakat biasa. Ada yang artis, LSM, dosen, kiai dsb. Sebagai anggota masyarakat biasa, banyak (walaupun tidak semua) yang mempunyai reputasi yang baik: tidak punya track-record yang jelek, berintegritas, punya komitmen yang tinggi, pandangan-pandangannya mewakili pendapat rakyat dan seterusnya. Tetapi justru semuanya berubah setelah beliau-beliau menjadi anggota badan legislatif. Di daerah pun gejalanya sama.

Di lingkungan pemerintah (pusat maupun daerah), ternyata gejalanya tidak jauh berbeda. Kasus KPU misalnya, kalau pelanggaran pidananya benar terbukti, menunjukkan kepada kita betapa orang-orang berintegritas tinggi, bisa berubah sikap begitu masuk ke jajaran elite. Demikian pula halnya dengan para kepala daerah dan pejabat-pejabat daerah (tingkat propinsi maupun kabupaten) yang dikenal sebagai orang yang berintegritas tinggi, namun disuruh turun oleh rakyat begitu mereka menduduki jabatannya. Di tingkat partai politik, hampir tidak ada orang yang bisa terpilih menjadi ketua umum, tanpa menuai protes dari kelompok pesaingnya. Dan sikap yang diambil oleh yang menang maupun yang kalah adalah sikap konfrontatif (adu otot), karena memang rata-rata orang Indonesia masih lebih mengandalkan otot ketimbang hati sanubari.

Kesimpulannya, nampaknya watak bangsa Indonesia hanya baik jika mereka menjadi rakyat jelata, namun segera berubah ketika mereka masuk ke tingkat elit. Dengan perkataan lain, sebagian terbesar masayarakat Indonesia hanya siap jadi rakyat, tetapi tidak siap untuk menjadi elit. Begitu menjadi elit (apa pun, tidak hanya anggota DPR dan Pemerintah) maka akan terjadi perubahan mental yang signifikan. Karena itulah orang Indonesia lebih disiplin kalau dipimpin atau dimanajeri oleh seorang bule, ketimbang oleh pribumi sendiri.UpayaMenurut para pakar, ada dua macam jalan keluar dari komunikasi yang macet ini. Sebagian pakar (seperti John Naisbit, penulis buku Milenium ke-Tiga, dan Tu Weiming, Guru Besar Sejarah Agama-agama dari Universitas Harvard) berpendapat bahwa proses chaos ini akan berakhir sendiri, karena hanya merupakan bagian dari proses evolusi teknologi komunikasi dan informasi yang berskala jauh lebih besar, yang pada satu titik akan mencapai keseimbangan (equilibrium) sendiri secara alamiah (nilai baru, norma baru, tatanan masyarakat baru dsb. yang lebih adil, lebih manusiawi dsb.). Tetapi kapan saat itu akan tiba? Tidak ada yang bisa memastikan.

Pendapat kedua adalah dengan intervensi yang sistimatis dan terprogram. Paradigma inilah yang ditawarkan Suharto dulu, tatkala ia akan lengser. Dia menyatakan akan menata dulu pemerintahan selama 6 bulan ke depan, dan setelah itu ia tidak akan mencalonkan diri lagi menjadi presiden. Namun rupanya tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh masyarakat yang sedang haus demokrasi. Pasalnya, memang intervensi atau social engineering menuntut pengorbanan, seperti: rakyat harus diatur dengan ketat, beberapa kebebasan ditarik dari masyarakat dsb. (seperti yang terjadi di Malaysia dan Singapura), padahal hal-hal yang harus dikorbankan itu, justru yang baru kita peroleh melalui reformasi dan pengorbanan jiwa. Maka terjadilah seperti yang kita alami sekarang.

Mana dari kedua strategi itu yang akan diikuti, kiranya akan sangat tergantung kepada kemampuan dan kemauan pemerintah, khususnya presiden dan wakilnya. Presiden dan wapres hasil Pemilu langsung sebenarnya mempunyai posisi yang sangat kuat dan tidak bisa begitu saja di dikte, apalagi di-impeach oleh DPR. Karena itu ia cukup punya legitimasi untuk menentukan pola permainan dan komunikasi politik yang akan berlaku. Kalau perlu dengan sedikit ketegasan. Gejolak pasti terjadi, tetapi tidak akan lama, karena kalau rakyat sudah melihat manfaatnya, maka protes akan berhenti dengan sendirinya (analoginya: Busway di DKI, awalnya sempat mengundang protes, tetapi sekarang hampir semua orang pernah menikmatinya, dan protes pun segera terhenti dengan sendirinya).

Namun kalau presiden masih tetap lebih suka mendengarkan dan mempertimbangkan suara-suara sumbang yang tidak habis-habisnya, termasuk dari golongan yang sudah jelas-jelas bersalah di mata hukum (seperti pedagang kaki lima, pengunjuk rasa yang membakar foto Presiden dsb.) demi demokrasi itu sendiri, maka memang kita tidak bisa mengharapkan banyak dari komunikasi-komunikasi antara DPR dan pemerintah di masa yang akan datang.Diposkan olehEVA NURUS SOBAHdi20.140 komentarKirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestKomunikasi Politik

DAMPAK KOMUNIKASI POLITIK PARA POLITISICara komunikasi para politisi dalam berkampanye belakangan ini, menurut penilaian pakar komunikasi politik Effendi Gazali, memiliki dampak negatif dan positif, ataufifty-fifty. Komunikasi yang dilakukan untuk menggambarkan nilai-nilai atau pesan moral para politisi melalui media massa, tidak sepenuhnya positif, dan tidak pula sepenuhnya negatif. Pencitraan diri yang berusaha diciptakan para kader partai politik tersebut bisa sampai kepada masyarakat. Namun tidak selamanya cara tersebut yang paling efektif, apalagi dana yang dikeluarkan begitu besar.

Pernyataan tersebut disampaikan dosen yang juga menjabat sebagai Koordinator Program Master Komunikasi Politik Universitas Indonesia itu kepadaSPseusai memberikan sebuah pidato ilmiah di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Jumat (18/7). Pidato ilmiah diadakan juga dalam rangka Dies Natalis ke-48 Unika Atma Jaya, sekaligus dibentuknya Jurusan Komunikasi di Fakultas Ilmu Administrasi Unika Atma Jaya, yang diperkirakan akan dibuka pada tahun 2009 mendatang.

Kendati Effendi tak menyebutkan secara detail mengenai apa yang menjadi dampak negatif dan positif dari komunikasi politik yang terjadi belakangan ini, namun secara garis besar ia menjabarkan beberapa analisisnya terhadap fenomena tersebut.

Dalam pidato ilmiahnya yang bertajukMencari Kejernihan di Tengah Tingginya Kegairahan: Peran Komunikasi dalam Bisnis dan Politik di Indonesia Masa Kini, Effendi mengambil salah satu contoh cara komunikasi yang marak digunakan oleh para politisi dalam berkampanye akhir-akhir ini, yaitu iklan dengan tema "Hidup itu adalah perbuatan", milik kader Partai Amanat Nasional, Sutrisno Bachir.

Mengkonfirmasi jumlah tersebut, dengan mengutip perkataan Sutrisno Bachir, yang mengatakan bahwa dirinya hanya meminta jajaran partai tidak merasa iri.

Toh Anda tak akan mampu menghitung," demikian kata Sutrisno Bachir, seperti yang ditiru Effendi.

Melihat kenyataan tersebut, Effendi mengutarakan pula rasa herannya menyangkut masyarakat yang menurut pengamatannya, justru seolah-olah tidak heran lagi dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang sudah berjalan ratusan kali serta menghabiskan biaya untuk membayar tiket akomodasi dari partai-partai politik. Belum lagi biaya kampanye dan dukungan tim sukses serta sukarelawan, sampai antara Rp 5 hingga Rp 100 miliar lebih.

Padahal, katakanlah gaji resmi gubernur dan berbagai tunjangannya diperkirakan maksimal sekitar Rp 15 juta rupiah per bulannya, maka jumlah biaya yang dikeluarkan untuk berkampanye dapat dikatakan setara dengan total 60 bulan masa jabatan dikalikan dengan 15 juta. Bahkan itu pun masih baru berjumlah sekitar Rp 900 juta dan belum dipakai untuk kehidupan sehari-hari.

KomunikasiKembali meminjam perkataan seorang pakar komunikasi, Victor Menayang, bahwa pada tahun-tahun jatuhnya rezim Soeharto, terdapat minat yang meningkat terhadap pendekatan kritikal dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk komunikasi dan studi-studi media, sebagai alat atau senjata untuk memerangi kekuasaan otoriter.

Tren-tren tersebut, menurut Effendi juga masih berlangsung hingga saat ini, mahasiswa Ilmu Komunikasi dalam jumlah yang juga meningkat, tertarik mempertanyakan kekuasaan, distribusinya, dan bagaimana pembacaan atau interpretasi terhadap media yang sedang dilakukan oleh khalayak.

Segera setelah kejatuhan Soeharto, gerakan-gerakan reformasi memaksa pemerintah baru untuk melakukan deregulasi industri media. Liberalisasi ini memungkinkan industri untuk berkembang baik berupa media. Ilmu Komunikasi dengan cepat menjadi salah satu dari lapangan perguruan tinggi yang paling kompetitif di Indonesia.

Bahkan mahasiswa membanjiri sekolah-sekolah Ilmu Komunikasi, memperebutkan terutama kursi-kursi di program-program seputar penyiaran.

Di Universitas Indonesia, imbuhnya, komunikasi politik memiliki tujuan utama sebagaiwell-informed voteratauwell-informed citizen.

Pada akhir pidato ilmiahnya, Effendi mengatakan bahwa beberapa pendidikan Ilmu Komunikasi, menurutnya, tidak secara langsung menangkap esensi komunikasi bisnis dan meletakkannya pada entitas studistrategic communicationyang di dalamnya dapat menaungi mata kuliah atau kekhususan, seperti Komunikasi Pemasaran, Komunikasi Bisnis, Komunikasi Korporat, bahkan Manajemen Komunikasi Politik. Dengan demikian, ia berharap masukan tersebut dapat berguna bagi Jurusan Komunikasi yang akan segera dibuka dalam Fakultas Ilmu Administrasi, Unika Atma Jaya.[WWH/R-8]Diposkan olehEVA NURUS SOBAHdi20.080 komentarKirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestKomunikasi PolitikKomunikasi Politik yang RasionalBELUMlagi sehari berlalu ketika banyak orang takjub, bangga, dan sebuncah perasaan optimistis menyimak kabar Wali Kota Solo Joko Widodo dan Wakil Wali Kota Hadi Rudyatmo menjadikan mobil Esemka sebagai mobil dinas, sudah muncul kontroversi seputar keputusan tersebut. Adalah Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang menyatakan langkah itu merupakan tindakan sembrono. Tanpa tedheng aling-aling khas Bibit, dia mengatakan, keputusan pejabat tidak perlu didasari cari muka.Bangga itu boleh. Bangga bahwa anak-anak kita bisa berkarya luar biasa. Tapi kebanggaan itu yang terukur dong. Lha ini belum apa-apa, teruji saja belum kok sudah ada yang berani pasang pelat nomor (untuk kendaraan dinas ). Sembrono itu namanya. Kalau nanti sampai nabrak kebo gimana. Tidak usah cari muka lah, sergah Bibit saat ditanya wartawan menanggapi penggunaan mobil Esemka itu.Mobil Esemka adalah hasil rakitan siswa-siswa SMKN 2 dan SMK Warga Surakarta, yang 80 persen komponennya dibuat di Batur, Klaten. Dua mobil bertipe Super Utility Vehicle (SUV) warna hitam metalik itu diciptakan para siswa dengan dukungan Kiat Motor dan Autocar Industri Komponen.Setelah media massa memberitakan bahwa mobil rakitan siswa itu sebagai mobil dinas wali kota Solo, tiba-tiba saja Esemka bukan lagi sebagai mobil sebagai alat mobilitas. Ucapan Bibit Waluyo jelas menyiratkan bahwa oleh Jokowi, mobil itu telah dimanfaatkan sebagai bahan komunikasi politik dengan harapan muncul pencitraan tentang sosok Jokowi yang apresiatif dan mendukung karya anak bangsa.Ada kerangka teori yang bisa menjelaskan hal itu, yakni teori komunikasi politik empati. Menurut teori ini, komunikasi politik diukur dari keberhasilan komunikator (subjek komunikasi) memproyeksikan diri dalam sudut pandang orang lain. Komunikasi politik berhasil apabila dapat menanamkan citra diri si komunikator dalam suasana alam pikiran masyarakat, atau secara ringkas, membangun empati masyarakat.Jika Bibit seorang teoretikus, mungkin dia akan mengatakan kalau keputusan menggunakan Esemka sebagai mobil dinas lebih pas dipandang sebagai bagian dari komunikasi politik simbolik dan bukan sebagai keputusan kebijakan publik. Dalam komunikasi politik itu, elemen-elemen simbolik lebih kuat dibandingkan elemen-elemen rasional. Pertimbangan-pertimbangan rasional-teknis seperti misalnya aspek uji kelayakan, sertifikasi produk berada di belakang pertimbangan-pertimbangan pesan simbolik seperti apresiasi terhadap kreativitas, nasionalisme, kebanggaan pada karya anak bangsa, dan semacamnya.***Apakah Jokowi dan Hadi Rudyatmo keliru dalam keputusannya? Apakah Bibit Waluyo keliru dalam penilaiannya? Persoalan sebetulnya terletak pada komunikasi politik kedua belah pihak. Kasus mobil Esemka menjadi pelajaran yang menarik tentang betapa rumit dan kompleksnya praktik-praktik komunikasi, khususnya dalam hal ini adalah komunikasi politik antara pejabat publik dengan rakyat. Masyarakat tentu tidak dapat disalahkan ketika membingkai pernyataan Bibit dengan fakta sejarah perseteruan antara Jokowi dan Bibit beberapa bulan lalu. Karena itu, sekali lagi bingkai komunikasi politik sebetulnya bisa menjernihkan pandangan, melengkapi yang tidak utuh, dan mengoreksi cara komunikasi yang tidak tepat.Komunikasi adalah berkah sekaligus kutukan. Seperti disimbolkan dalam kisah Menara Babel, umat manusia terpecah-belah ketika berkomunikasi tetapi tidak saling memahami karena masing-masing menggunakan bahasa yang berbeda.Kemampuan bahasa dan reproduksi saluran-saluran komunikasi adalah lompatan peradaban manusia, mendekatkan jarak sehingga muncul istilah global village tetapi juga