TUGAS KELOMPOK

55
TUGAS KELOMPOK MAKALAH MATA KULIAH FEASIBILITY STUDY INDUSTRI TELUR ASIN Disusun Oleh :

Transcript of TUGAS KELOMPOK

Page 1: TUGAS KELOMPOK

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH MATA KULIAH FEASIBILITY STUDY

INDUSTRI TELUR ASIN

Disusun Oleh :

Page 2: TUGAS KELOMPOK

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaana. Profil Usaha

3. Aspek Pemasarana. Permintaan & Penawaranb. Persaingan dan Peluangc. Hargad. Jalur Pemasarane. Kendala Pemasaran

4. Aspek Produksia. Lokasi Usahab. Fasilitas Produksi dan Peralatanc. Bahan Bakud. Tenaga Kerjae. Teknologif. Proses Produksig. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksih. Produksi Optimumi. Kendala Produksi

5. Aspek Keuangana. Pemilihan Pola Usahab. Asumsic. Biaya Investasi dan Biaya Operasionald. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerjae. Produksi dan Pendapatanf. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Pointg. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyekh. Analisis Sensitivitas

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungana. Aspek Sosial Ekonomib. Dampak Lingkungan

7. Penutupa. Kesimpulanb. Saran

Daftar Pustaka

Page 3: TUGAS KELOMPOK

BAB 1

PENDAHULUAN

Pengasinan telur merupakan salah satu cara penambahan umur simpan

telur yang umum dilakukan oleh masyarakat. Telur asin merupakan salah satu

sumber protein yang mudah didapat dan berharga relatif murah. Telur asin

sebagai bahan makanan yang telah diawetkan mempunyai daya tahan terhadap

kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan telur mentah. Telur umumnya

mengandung protein 13%, lemak 12%, mineral dan vitamin. Selain lebih awet

telur asin juga digemari karena rasanya yang relatif lebih lezat dibandingkan telur

tawar biasa.

Photo 1.1. Telur Asin

Konsumen terbesar produk telur asin adalah masyarakat menengah ke

bawah, karena telur asin dapat dijadikan sumber protein hewani yang murah.

Sebagian besar konsumen telur asin adalah penduduk di kota-kota besar.

Disamping untuk konsumen rumah tangga, konsumen lainnya yang sangat

potensial adalah restoran, rumah makan, kapal-kapal laut, rumah sakit, asrama-

asrama, perusahaan jasa boga dan sebagainya.

Perkembangan industri telur asin akan mendorong perkembangan

Page 4: TUGAS KELOMPOK

peternakan itik akan berdampak kepada peningkatan pendapatan para peternak itik

yang umumnya merupakan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, industri telur

asin dapat dijadikan salah satu usaha yang dapat diandalkan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat menengah dan bawah serta dapat mengurangi

ketergantungan terhadap sumber protein mahal seperti daging.

Pusat-pusat produksi telur asin umumnya berlokasi sama dengan sentra-

sentra penghasil telur itik. Pada tahun 2012 produsen telur itik terbesar di

Indonesiia adalah Provinsi Jawa Barat dengan jumlah produksi 70.447 ton diikuti

dengan Provinsi Jawa Tengah 35.465 ton dan Provinsi Jawa Timur 27.470 ton.

Gambaran tentang industri telur asin ini yang meliputi aspek pasar dan pemasaran,

aspek produksi, aspek keuangan, aspek ekonomi dan aspek lingkungan.

BAB 2

PROFIL USAHA

1. Profil Usaha.

Usaha pembuatan telur asin adalah salah satu jenis industri makanan yang

umumnya berskala mikro dan kecil. Bahan baku utama yang akan dijadikan telur

asin adalah telur itik, sedangkan jenis telur lainnya tidak lazim dilakukan karena

kebiasaan dari masyarakat kita yang menganggap telur asin berasal dari telur itik.

Lokasi industri telur asin umumnya cukup dekat dengan daerah peternakan itik

dan merupakan daerah pesawahan yang luas seperti di Kabupaten Karawang

Di Kabupaten Karawang terdapat dua buah sentra peternakan bebek, yaitu

Kecamatan Jati Sari, dan Kecamatan Tirta Mulya.

Page 5: TUGAS KELOMPOK

Industri telur asin di wilayah Kabupaten Karawang umumnya berbentuk usaha

perorangan dan usaha dagang dengan skala usaha mikro dan kecil. Pengelola

usaha ini umumnya adalah keluarga dengan pelaksana usaha dilakukan sendiri

dengan sebagian besar tenaga kerja tetap merupakan anggota keluarganya. Secara

formal izin-izin yang diperlukan meliputi HO, NPWP, SIUP, dan TDP.

Teknologi yang diperlukan untuk memproduksi telur asin secara umum

merupakan teknologi yang sederhana. Oleh karena itu perbedaan proses produksi

dan kualitas produk telur asin ditentukan berdasarkan cara pengolahannya.

Pada umumnya budidaya ternak itik dilakukan dengan pengembalaan bebas,

dimana mereka mendapatkan pakan dari sisa panen hasil pertanian, sehingga

ketersediaan telur itik sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kegiatan

pertanian yang ada. Kekeringan yang menyebabkan kegagalan panen, akan

mengancam pasokan telur itik ke produsen telur asin dimana akan terjadi

penurunan pasokan telur asin akibatnya terjadi peningkatan harga telur asin di

pasar. Resiko jangka panjang adalah beralihnya pembeli ke produk-produk

makanan yang lain.

Page 6: TUGAS KELOMPOK

BAB 3

ASPEK PEMASARAN

1. Permintaan & Penawaran

a. Permintaan

Industri telur asin mempunyai peranan yang cukup penting bagi industri

pangan nasional terutama dalam memenuhi kebutuhan protein dan lemak

masyarakat. Persentase telur sebagai sumber protein adalah sebesar 2,08% dari

seluruh bahan pangan yang umum dikonsumsi.

Menurut data dari BPS Karawang, produksi telur itik di Kabupaten

Karawang tahun 2011 adalah sebanyak 269.067.395 butir dengan lebih dari 30%

diolah menjadi telur asin.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data mentah dari Survei Sosial

Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BADAN PUSAT STATISTIK

pada tahun 1999, 2002 dan 2005, untuk Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa

Timur, DIY dan Indonesia. Data tersebut kemudian diolah berdasarkan tingkat

wilayah (desa, kota) serta berdasarkan tingkat pendapatan (rendah,sedang dan

tinggi).

Dalam table 3.1 menyajikan perubahan konsumsi telur asin menurut wilayah desa

dan kota . Informasi yang didapat dari tabel ini yaitu bahwa secara agregat tingkat

konsumsi telur asin pada tahun 2005 untuk wilayah kota adalah 0,22

kg/kapita/tahun sementara di desa tingkat konsumsi sebesar 0,09 kg/kapita/ tahun.

Page 7: TUGAS KELOMPOK

Kondisi tertinggi terjadi di Wilayah Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

yaitu 0,40 kg/kapita/tahun . Perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun terlihat

terus meningkat baik pada wilayah kota maupun desa, di semua provinsi .

Di Indonesia, tingkat konsumsi telur asin meningkat seiring dengan tingkat

pendapatan. Pada tahun 2005, konsumsi telur asin untuk masyarakat

berpendapatan tinggi, tercatat 0,52 kg/tahun/kapita (label 9). Angka ini lebih

tinggi dibanding masyarakat berpenghasilan sedang (0,15 kg/tahun/kapita) dan

yang berpenghasilan rendah yaitu 0,07 kg/tahun/ kapita . Hal ini dapat dipahami

karena untuk masyarakat berpenghasilan tinggi secara otomatis memiliki daya beli

yang lebih besar. Namun bila dilihat perkembangan dari tahun ke tahun nampak

bahwa tingkat konsumsi telur berfluktuatif untuk semua tingkat pendapatan.

Tabel 3.1 Perubahan konsumsi telur asin menurut wilayah (kg/th/kapita)

ProvinsiKota Desa

1999 2002 2005 1999 2002 2005

Jawa Barat 0.13 0.19 0.24 0.13 0.25 0.23

Jawa Tengah 0.14 0.25

0.30 0.07 0.12 0.14

DIY 0.18 0.24

0.40 0.08 0.09 0.12

Jawa Timur 0.14 0.29 0.29 0.06 0.08 0.10

Indonesia 0.09 0.22 0.22 0.05 0.08 0.09

Page 8: TUGAS KELOMPOK

Tabel 3.2 Perubahan tingkat konsumsi telur asin menurut kelompok pendapatan

(kg/th/kapita).

Provinsi

Pendapatan Rendah Pendapatan Sedang Pendapatan Tinggi

1999 2002 2005 1999 2002 2005 1999 2002 2005

Jawa Barat 0.13 0.15 0.12 0.10 0.24 0.28 0.16 0.32 0.30

Jawa Tengah 0.17 0.11 0.10 0.10 0.18 0.23 0.16 0.32 0.42

Jawa Timur 0.06 0.07 0.06 0.10 0.17 0.20 0.16 0.35 0.17

DIY 0.07 0.10 0.14 0.15 0.32 0.39 0.72 0.34 0.37

Indonesia 0.07 0.11 0.07 0.07 0.16 0.15 0.10 0.19 0.52

Meskipun dari sisi statistik tidak terjadi perubahan jumlah konsumsi per

kapita yang drastis, berdasarkan informasi dari pengusaha industri telur asin di

Jawa Barat, diperoleh gambaran bahwa prospek pasar produk telur asin masih

baik, karena ketersediaan bahan baku, jaminan pasar serta dinilai sebagai usaha

yang menguntungkan. Selain itu perluasan pasar dari daerah sentra telur asin ke

daerah-daerah baru semakin meningkat seiring dengan semakin baiknya sarana

dan prasarana transportasi.

b. Penawaran

Analisa pasar terhadap penawaran produk telur asin secara langsung masih

belum dilakukan secara nasional. Perhitungan tidak langsung dapat dilakukan

dengan memperkirakan persentase jumlah telur itik yang diasinkan dibandingkan

produksi telur itik nasional. Data produksi total telur itik di Indonesia dapat dilihat

Page 9: TUGAS KELOMPOK

pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3.

Produksi Telur Itik Indonesia

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%)

2000 144.306

2001 157.578 9,2

2002 169.651 7,66

2003 185.037 9,07

2004 194.004 4,85

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan

Pada Tabel 3.3. dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan produksi telur itik

setiap tahun dari tahun 2000 sampai 2004, meskipun dari tahun 2003 hingga tahun

2004 peningkatan produksi tidaklah setinggi tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan jumlah produksi telur itik menunjukkan penggunaan dan konsumsi

telur itik dalam negeri oleh masyarakat maupun industri makanan (termasuk

industri farmasi dan jamu) mengalami peningkatan.

2. Persaingan dan Peluang.

Persaingan yang terjadi pada industri telur asin tidak tajam, karena para

pengusaha umumnya telah mempunyai pelanggan tetap. Upaya yang harus

dilakukan pengusaha adalah menjaga mutu sehingga pelanggan puas dan tidak

pindah ke pengusaha lain. Persaingan yang mungkin akan terjadi adalah

persaingan untuk mendapatkan bahan baku yang murah, dimana petani itik

petelur dapat saja memilih untuk menetaskan telur dibandingkan menjual telur

tawar kepada produsen telur asin.

Permintaan telur itik di Kabupaten Karawang sebanyak 2.553.934 butir

Page 10: TUGAS KELOMPOK

pertahun.

Perluasan pasar umumnya dilakukan dengan pencarian pelanggan baru.

Untuk mencapai tujuan ini pengusaha akan memperkerjakan beberapa orang agen

pemasaran.

Telur asin yang memiliki rasa lezat umumnya memiliki keunggulan pemasaran

yang jauh lebih baik dibandingkan dengan telur asin dengan rasa biasa. Faktor

rasa bagi pembeli menjadi hal yang sangat penting, oleh karena itu produsen yang

mampu memproduksi telur asin dengan rasa yang lezat sangat dimungkinkan

untuk melakukan penjualan ke luar daerah.

3. Harga

Harga bahan baku utama industri ini adalah telur itik tawar yang dibeli

dengan harga Rp 1300 - Rp 1500 per butir. Harga bahan baku telur itik tidak

mengalami perubahan yang signifikan selama tidak terjadi kegagalan panen pada

suatu daerah yang akan mengakibatkan berkurangnya stok telur itik yang

menyebabkan meningkatkan harga telur itik tawar.

Harga telur asin yang dijual kepada konsumen berkisar antara Rp 2500 – Rp 3000

per butir. Perbedaan harga ditentukan berdasarkan ukuran telur asin, harga telur

asin dengan ukuran lebih besar dapat mencapai Rp 3000 lebih mahal

dibandingkan dengan telur yang berukuran lebih kecil. Daerah penjualan turut

mempengaruhi perbedaan harga, sehingga harga telur asin di kota-kota besar

relatif lebih mahal dibandingkan harga telur asin di kota-kota kecil atau daerah

pedesaan

4. Jalur Pemasaran

Penjualan produk industri telur asin ini dapat dilakukan sendiri oleh

pengusaha maupun melalui jasa agen penjualan, dengan pembeli konsumen

langsung, rumah-rumah makan dan perkantoran. Pola pemasaran produk telur

asin ini secara umum terbagi tiga, yaitu :

Page 11: TUGAS KELOMPOK

1. Pengusaha menjual langsung produknya ke pasar-pasar setempat. Pada

pola ini daerah pemasaran hanya berkisar pada pasar-pasar yang terdapat

pada kabupaten yang sama dengan daerah produsen telur asin yang

bersangkutan. Misalkan untuk Kabupaten Karawang daerah pemasaran

berlokasi dapat di Pasar Karawang, Pasar Johar, dan Pasar Cikampek.

2. Pengusaha memperkerjakan tenaga-tenaga pemasaran di kota-kota besar

untuk mendapatkan pesanan dalam jumlah yang besar dan harga yang

cukup baik. Para tenaga pemasaran tersebut akan menjual telur asin ke

rumah-rumah makan atau konsumen secara langsung. Kota yang menjadi

daerah pemasaran utama untuk produksi telur asin dari wilayah ini adalah

DKI Jakarta dan sekitarnya.

3. Pemesanan langsung dari agen-agen penjual telur asin yang berada dari

luar daerah produsen telur asin, dimana para agen tersebut akan memasok

telur asin ke restoran, kapal dan perkantoran.

Dari ketiga jenis pemasaran di atas, untuk pemesanan yang hanya memerlukan

angkutan darat semua produk diangkut dengan kendaraan yang dimiliki oleh

produsen telur asin, sedangkan untuk pemesanan lintas pulau dapat pula

menggunakan sarana angkutan udara.

Gambar 3.1. Skema Jalur Pemasaran Telur Asin

5. Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran yang dihadapi oleh industri telur asin adalah harga

bahan baku yang meningkat setiap saat manakala terjadi kegagalan panen padi.

Page 12: TUGAS KELOMPOK

Lonjakan harga bahan baku memaksa produsen untuk menaikan harga, akan

tetapi kenaikan harga dapat menyebabkan konsumen beralih ke produk pangan

lain.

Selain masalah harga kendala pemasaran yang lain adalah persepsi

masyarakat akan bahaya dari konsumsi garam yang berlebihan. Telur asin yang

memiliki kandungan garam yang cukup tinggi menjadi makanan yang cukup

dijauhi oleh mereka yang ingin mengurangi konsumsi garamnya.

BAB 4

ASPEK PRODUKSI

a. Lokasi Usaha

Lokasi usaha industri telur asin harus berorientasi pada daerah produksi

telur itik sebagai sumber bahan baku utama, yaitu pada umumnya daerah

persawahan. Wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang

merupakan salah satu sentra industri telur asin terbesar di Jawa Barat Pada Tahun

2011, karena pada daerah persawahan yang besar ini terdapat cukup banyak usaha

peternakan itik.

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Ruangan proses produksi industri telur asin tidak harus memenuhi suatu

standar tertentu, namun diperlukan beberapa ruangan dengan tingkat pencahayaan

yang berbeda. Ruangan untuk melakukan penyortiran dan pencucian telur harus

ruangan yang terang, sedangkan ruangan untuk pengasinan telur diharapkan

cukup tertutup dan hangat.

Peralatan yang banyak digunakan dalam proses produksi telur asin adalah

ember atau baskom untuk tempat pencampuran adonan dengan telur serta tempat

untuk mencuci telur. Adapun peralatan lainnya berupa panci tempat perebusan

telur dan kompor minyak tanah. Disamping itu dibutuhkan tempat penyimpanan

Page 13: TUGAS KELOMPOK

telur untuk menyimpan telur asin pada proses pengasinan.

c. Bahan Baku

Bahan baku utama industri telur asin adalah telur itik yang diperoleh dari

peternak lokal dengan cara membeli di tempat peternakan itik. Untuk menjaga

mutu dari telur asin yang dihasilkan, maka bahan baku telur itik umumnya

berukuran besar, masih segar dan tidak retak.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang terlibat dalam industri telur asin sebanyak 10 orang

dengan upah Rp 500.000 – Rp 600.000 per bulan, 2 orang tenaga pemasaran

dengan upah Rp 2.400.000 per bulan, seorang tenaga administrasi untuk

mengawasi dan bertanggung jawab terhadap keuangan umum dan pemesanan

dengan upah Rp 2.500.000 per bulan. Untuk membina dan menjalin hubungan

dengan klien dan bank serta bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan

usaha adalah seorang manajer dengan upah Rp 3.000.000 per bulan. Pada

umumnya tenaga kerja tersebut berasal dari daerah sekitar lokasi usaha (ada ikatan

keluarga atau tetangga). Kecuali untuk manajer, maka seluruh pekerja tidak

diharuskan mempunyai spesialisasi keahlian atau tingkat pendidikan minimum

tertentu selama mereka mampu mengerjakan tugas yang telah menjadi tanggung

jawabnya.

e. Teknologi

Telur asin dapat dibuat melalui beberapa teknik penggaraman yang secara

umum dibagi menjadi tiga macam proses, yaitu :

1. Cara penyuntikan, yaitu memasukkan larutan garam ke dalam telur dengan

teknik penyuntikan,

2. Cara perendaman, yaitu telur direndam dalam larutan garam atau adonan

lumpur garam,

Page 14: TUGAS KELOMPOK

3. Cara pemeraman, yaitu pembungkusan atau penyalutan telur yang

dilumuri dengan adonan pengasin (garam dan tanah liat).

Teknik penyuntikan merupakan teknik yang paling mudah dan cepat untuk

menghasilkan telur asin, tetapi cara ini sangat beresiko dalam menghasilkan telur

asin yang baik dan mulus, karena adanya proses pelubangan kulit telur guna

memasukkan cairan garam. Jika pengusaha belum trampil dan belum menguasai

cara ini, maka teknik ini dianjurkan untuk tidak dilakukan.

Cara pengasinan dengan perendaman dalam larutan garam atau adonan

adalah proses pembuatan telur asin yang paling sederhana. Pada proses ini

dilakukan pembuatan larutan garam dengan cara mencampur air dan garam dapur

sampai jenuh, dimana air tidak mampu lagi melarutkan garam atau pembuatan

adonan tepung bata merah dengan garam. Perendaman telur yang sudah dicuci

kedalam larutan tersebut selama 8 hari. Keunggulan pembuatan telur asin dengan

cara ini adalah prosesnya lebih singkat, meski kualitas telur asin yang dihasilkan

kurang bagus dibandingkan proses pemeraman. Untuk menghindari telur tidak

mengapung jika menggunakan larutan jenuh garam maka diberi pemberat pada

permukaannya, sedangkan untuk adonan bata merah dan garam tidak perlu diberi

tutup pemberat.

Cara pengasinan telur dengan metode pembungkusan dapat dilakukan melalui dua

cara, yaitu :

1. Pembungkusan dengan menggunakan adonan garam, yang akan

menghasilkan telur asin yang jauh lebih bagus mutunya, warna lebih

menarik, serta cita rasa yang lebih enak, tapi prosesnya lebih rumit,

2. Pembungkusan dengan menggunakan adonan garam dan tanah liat

merupakan cara yang lazim digunakan pada industri telur asin.

Page 15: TUGAS KELOMPOK

f. Proses Produksi

Proses produksi telur asin yang dilakukan adalah proses pemeraman

melalui pembungkusan dengan adonan garam dan tanah liat. Diagram alir proses

pembuatan telur asin adalah sebagai berikut :

Page 16: TUGAS KELOMPOK

Grafik 4.1. Diagram Alir Proses Pengolahan Telur Asin

Proses produksi dengan cara pembungkusan dengan adonan dan pemeraman yang

digunakan pada industri telur asin adalah sebagai berikut:

a. Penseleksian telur itik

Penseleksian telur itik dilakukan pada saat pembelian telur di peternak itik

dimana telur dengan kualitas jelek tidak akan diterima/dibeli. Sedangkan

penyeleksian telur di lokasi pabrik dilakukan pada saat akan melakulan

pencampuran dengan adonan. Tingkat kegagalan proses ini sangat rendah, dimana

dari 1000 butir telur hanya terdapat 1 butir yang tidak layak untuk dijadikan telur

asin (satu permil).

Proses penseleksian telur itik pada saat akan melakukan pencampuran dengan

adonan terbagi menjadi dua macam pengamatan, yaitu pengamatan kekuatan kulit

telur (dites dengan membenturkan dua butir telur satu sama lain) serta pengamatan

keutuhan kulit telur (diamati secara visual apabila terdapat keretakan) (Photo 4.1).

Page 17: TUGAS KELOMPOK

Photo. 4.1. Proses Seleksi Telur Itik

b. Pembuatan adonan

Adonan yang digunakan dalam proses pemeraman telur itik adalah

campuran antara garam, tanah liat atau serbuk bata merah. Garam menjadi bahan

pembantu utama karena berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan

pengawet serta dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh

bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan

menyerap air dari dalam telur. Perbandingan kebutuhan bahan adonan untuk

garam dan tanah liat adalah 1 : 3 (Tabel 4.1), kemudian dilakukan pengadukan

hingga rata dan berbentuk seperti bubur kental.

Tabel 4.1.

Komposisi Bahan Penyusun Adonan Pengasin (Kapasitas 150.000 butir)

Bahan Adonan Satuan Jumlah

1. Garam kg 1.500

2. Tanah Liat kg 4.500

Sumber : Hasil Penelitian dan Pengamatan Lapang

Page 18: TUGAS KELOMPOK

c. Pemeraman

Proses perendaman dalam adonan pengasin adalah salah satu faktor

penentu derajat keasinan telur asin (Photo 4.2). Proses ini diawali dengan

memasukkan telur itik yang telah diseleksi ke dalam wadah/ember yang telah

berisi adonan. Setelah seluruh lapisan telur tertutup oleh adonan, maka telur

tersebut dipindahkan kedalam kotak kayu yang telah disiapkan untuk proses

pemeraman (Photo 4.3). Pemeraman yang baik adalah selama 10 hari. Namun

demikian lamanya proses pemeraman dalam bungkus adonan akan disesuaikan

dengan selera masyarakat yang akan mengkonsumsinya.

karena semakin lama dibungkus dengan adonan maka akan banyak garam

yang merembes masuk ke dalam telur sehingga telur menjadi semakin awet dan

asin.

Photo 4.2. Proses Pengolesan Adonan Pengasin Pada Telur

Page 19: TUGAS KELOMPOK

Photo. 4.3. Proses Pemeraman Telur

d. Pencucian

Pencucian telur dilakukan dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa adonan

pengasin yang masih melekat pada telur. Pencucian ini dilakukan dengan cara

menggosok kulit telur dengan sikat yang telah dibasahi cairan sabun (Photo 4.4).

Photo 4.4. Proses Pencucian Telur Asin

Setelah dicuci diakukan perendaman untuk menjamin hilangnya sisa-sisa adonan

dan sabun yang masih menempel pada kulit telur (Photo 4.5).

Photo 4.5. Proses Perendaman Telur Asin

e. Perebusan

Page 20: TUGAS KELOMPOK

Proses perebusan bertujuan untuk mematangkan telur asin mentah. Proses

ini dilakukan pada panci perebus dengan ukuran yang bervariasi dengan kapasitas

panci berkisar antara 500 - 1.500 butir untuk sekali rebus (Photo 4.6). Proses

perebusan sendiri dilakukan selama kurang lebih 3-5 jam. Setelah direbus telur

asin dapat dikonsumsi hingga 21 hari.

Photo. 4.6. Proses Perebusan Telur Asin

f. Penirisan dan Pemberian Cap

Setelah dilakukan perebusan, telur asin dikeluarkan dari panci perebus dan

dilakukan proses penirisan. Proses ini dilakukan di atas wadah dimana telur

diangin-anginkan hingga kering dan tidak terlalu panas. Proses selanjutnya adalah

pemberian cap merek dagang dan kode produksi.

Photo 4.7. Penirisan Telur Asin

Page 21: TUGAS KELOMPOK

Photo 4.8. Pemberian Cap Merek dan Kode Produksi

g. Penyimpanan

Pada tahapan akhir proses produksi, telur asin yang telah diberi cap merek

akan dikemas dalam berbagai macam bentuk pengemas, seperti pengemas plastik

(Photo 4.9). Namun hanya sekitar 25% dari total produksi telur asin dikemas

dalam pengemas plastik tersebut. Selanjutnya untuk keperluan pengiriman ke

konsumen, sebelum dibawa menggunakan mobil pengangkut, dilakukan

pengepakan dan penyimpanan dalam kotak-kotak kayu (Photo 4.10)

Photo 4.9. Pengemasan

Page 22: TUGAS KELOMPOK

Photo 4.10. Pengepakan Telur Asin Sebelum Diangkut

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Jumlah telur asin yang diproduksi oleh pengusaha tergantung permintaan

dan pasokan bahan baku dari peternak itik. Berdasarkan peneltian dan pengamatan

di lapangan, produsen kelas menengah dapat memproduksi sebanyak 2.000 –

5.000 butir telur asin per hari sedangkan produsen kecil memproduksi 100 - 300

butir telur perhari.

Tidak ada klasifikasi yang jelas untuk membedakan jenis telur asin yang

dijual. Perbedaan harga jual telur asin sangat ditentukan oleh besar kecilnya telur

asin, dimana. perbedaan harga telur asin untuk ukuran besar dan kecil berkisar

antara Rp 100 - Rp 300.

Konsep jaminan mutu diterapkan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Pada

umumnya, kualitas telur ditentukan oleh :

1. Kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning

telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning

telur), dan

Page 23: TUGAS KELOMPOK

2. Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan,

dan kebersihan kulit telur).

Persyaratan mutu telur asin berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-01-

4277-1996) adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2.

Tabel Standar Mutu Telur Asin (SNI-01-4277-1996)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Warna - Normal

1.3 Penampakan - Normal

2 Garam b/b % Min. 2,0

3 Cemaran Mikroba

- Salmonella Koloni/25 g Negatif

-Staphyloccocus aurous Koloni/g <10

Sumber : Standarisasi Nasional

h. Produksi Optimum

Tingkat produksi ditentukan oleh ketersedian bahan baku. Secara teknis

berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi telur asin sebanyak 150.000

butir per bulan menjadi produksi optimum usaha ini. Namun demikian, sebagai

suatu usaha yang banyak menggunakan tenaga manusia maka skala optimum dari

industri telur asin ini belum dapat ditentukan secara pasti. Pabrik berproduksi

selama 8 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu.

i. Kendala Produksi

Faktor kritis industri telur asin ini adalah ketersediaan dan kontinuitas

bahan baku, dimana bila terjadi kegagalan panen pasokan bahan telur itik tidak

akan cukup. Oleh karena itu pengusaha harus mendatangkan telur itik dari daerah

Page 24: TUGAS KELOMPOK

lain.

Pada proses produksi, faktor kritis lain terdapat pada waktu penseleksian

telur, karena mutu telur yang akan diolah merupakan hal dominan dalam

penentuan mutu produk telur asin.

BAB 5

ASPEK KEUANGAN

a. Pemilihan Pola Usaha

Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha

dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit

yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan

pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri telur asin.

Pola usaha yang dipilih adalah industri pengolahan telur asin yang

mendapatkan bahan baku dengan cara membeli telur itik ke peternak secara

langsung. Pembelian bahan baku secara langsung dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan kualitas bahan baku yang baik serta menjamin kesinambungan

ketersediaan pasokan telur itik. Biaya investasi sebagian besar diperlukan untuk

pembelian sarana transportasi, yang terdiri dari satu unit mobil pick up untuk

pembelian telur itik, tanah liat dan garam, satu unit mobil boks untuk

pengangkutan produk telur asin ke konsumen dan satu unit sepeda motor untuk

keperluan operasional lain. Adapun produk yang dipilih untuk usaha ini adalah

telur asin yang telah direbus.

b. Asumsi

Untuk analisa kelayakan usaha diperlukan adanya beberapa asumsi

mengenai parameter teknologi proses maupun biaya, sebagaimana terangkum

dalam Tabel 5.1. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap industri telur

Page 25: TUGAS KELOMPOK

asin di Kabupaten Karawang serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan

pustaka.

Tabel 5.1.

Asumsi untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Nilai/Jumlah1 Periode proyek Tahun 32 Bulan kerja per tahun Bulan 123 Produksi telur asin per bulan Butir 150.0004 Harga jual telur asin Rp/Butir 20005 Suku bunga % 146 Proporsi kredit % 07 Jangka waktu kredit Tahun 3

Penentuan usia proyek selama 3 tahun didasarkan atas pertimbangan investasi

peralatan yang digunakan dalam proses produksi telur asin, selain bangunan dan

kendaraan, memiliki umur ekonomis selama 3 tahun, sehingga pada saat proyek

selesai maka peralatan tersebut perlu dilakukan.

re-investasi. Melalui asumsi produksi sebanyak 5.000 butir per hari dan selama 30

hari kerja perbulan, maka total produksi telur asin diproyeksikan sebanyak

150.000 butir dengan tingkat kerusakan bahan baku/produksi sebesar 1O/1oo

Page 26: TUGAS KELOMPOK

(satu per mil). Perincian lengkap asumsi dapat dilihat pada Lampiran 1.

c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional

Komponen biaya dalam analisis kelayakan industri telur asin dibedakan

menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah

komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal

pendirian usaha yang meliputi lahan/areal usaha, peralatan dan sarana

pengangkutan. Biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan

dalam proses produksi.

Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal industri telur asin ini meliputi

tanah dan bangunan serta prasarana angkutan dan peralatan, dengan total biaya

sebesar Rp 173.525.000. Komponen terbesar adalah kendaraan (64,83%) yang

terdiri dari mobil pick up untuk sarana angkutan bahan baku telur itik dari

peternak, mobil boks untuk sarana angkutan pemasaran telur asin dan sepeda

motor untuk operasional harian, bangunan industri seluas 150 m2 (21,61%) serta

peralatan produksi dan pengemas (9,23%) (Tabel 5.2). Selengkapnya ditampilkan

pada Lampiran 2.

Tabel 5.2.

Kompisisi Biaya Investasi (Rp)

No Komponen Biaya Jumlah Persen

1 Perizinan 2.500.000 1,44

2 Tanah 4.000.000 2,31

3 Bangunan 37.500.000 21,61

4 Kendaraan 112.500.000 64,83

5 Alat produksi dan pengemas 16.025.000 9,23

6 Peralatan lainnya 1.000.000 0,58

Jumlah 173.525.000 100

Page 27: TUGAS KELOMPOK

Biaya operasional dalam industri telur asin meliputi biaya tetap dan biaya

variabel. Total biaya operasional pertahun sebesar Rp 1.343.385.000 dengan

asumsi bahwa pada tahun pertama hingga tahun ke tiga usaha ini sudah dapat

beroperasi dengan kapasitas 100%. Biaya operasional tersebut terdiri dari biaya

tetap Rp 49.920.000 dan biaya variabel Rp 1.293.465.000. Selengkapnya rincian

kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada Lampiran 3 dan

Lampiran 4.

Tabel 5.3.

Komponen Biaya Operasional (Rp)

No Komponen Biaya Perbulan Pertahun1 Biaya Variabel 107.788.750 1.293.465.002 Biaya Tetap 4.160.000 49.920.0003 Jumlah Biaya Operasi 111.948.750 1.343.385.000

Total kebutuhan biaya proyek (untuk investasi dan modal kerja) adalah

sebesar Rp 341.448.125. Diproyeksikan 70% biaya tersebut diperoleh dari bank

dan sisanya dari modal sendiri. Biaya investasi yang diperlukan dalam industri

telur asin sebesar Rp 173.525.000 dan Rp 121.467.500 diantaranya (70%) berasal

dari kredit bank. Kredit investasi ini seluruhnya diterima pada masa konstruksi

dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14% pertahun

(Tabel 5.4).

d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja

Modal kerja yang dibutuhkan untuk produksi dan penjualan telur asin

adalah sebesar Rp 167.923.125. Sebesar Rp 117.546.188 (70%) diperoleh dari

kredit bank dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14%

pertahun. Kebutuhan modal kerja tersebut dihitung dari kebutuhan biaya variabel

dan biaya tetap selama 1,5 bulan. Penetapan jangka waktu tersebut didasarkan atas

perhitungan bahwa pendapatan dari penjualan telur asin diperoleh paling cepat

pada hari ke 41 sejak proses produksi dilakukan.

Page 28: TUGAS KELOMPOK

Tabel 5.4.

Komponen dan Struktur Biaya Proyek

No Komponen Biaya Proyek Presentase Total Biaya(Rp)

1 Biaya Investasi >173.525.000a. Kredit 70 121.467.500b. Modal Sendiri 30 52.057.500

2 Biaya Modal Kerja 167.923.125

a. Kredit 70 117.546.188

b. Modal Sendiri 30 50.376.938

3 Total Biaya Proyek 341.448.125

a. Kredit 70 239.013.688

Kewajiban pengusaha dalam melakukan angsuran pokok dan angsuran

bunga dilakukan setiap bulan selama jangka waktu kredit. Rekapitulasi jumlah

angsuran kredit pertahun dapat dilihat pada Tabel 5.5, sedangkan perhitungan

jumlah angsuran kredit perbulan selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6 dan

Lampiran 7.

Tabel 5.5.

Perhitungan Angsuran Kredit

Tahun

Angsuran Angsuran TotalSaldo Awal

Saldo Akhirpokok bunga Angsuran

239.013.688 239.013.6881 79.671.229 28.349.679 108.020.908 159.342.458 239.013.6882 79.671.229 17.195.707 96.866.936 159.342.458 79.671.2293 79.671.229 6.041.735 85.712.964 79.671.229 0

e. Produksi dan Pendapatan

Berdasarkan kapasitas yang ada, produksi telur asin per bulan sebanyak

150.000 butir dengan asumsi kerusakan produk sebesar 1O/1oo (satu permil).

Usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi secara optimal mulai tahun

Page 29: TUGAS KELOMPOK

pertama hingga akhir tahun ketiga (sesuai umur proyek). Dengan harga jual telur

sebesar Rp 2000 per butir, maka untuk satu tahun produksi diproyeksikan untuk

memperoleh pendapatan sebesar Rp 3.600.000.000, namun dengan asumsi

kerusakan yang ada, maka setiap tahun diperoleh pendapatan sebesar Rp

3.598.000.000. Proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan

ditampilkan pada Tabel 5.6 dan Lampiran 5.

Tabel 5.6.

Proyeksi Produksi dan Pendapatan

No Produk Volume Unit Harga Jual(Rp)

Penjualan1 Bulan

Penjualan1 Tahun

1 Telur Asin 149.850 Butir 2000 299.700.000 3.596,400,000

Total 299.700.000 3.596,400,000

f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point

Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan usaha telur asin telah

menghasilkan laba (setelah pajak) pada tahun pertama (kapasitas 100%) sebesar

Rp 22.804.559 dengan nilai profit on sales 1,59%, dan mengalami peningkatan

laba hingga tahun ke-3 yang berjumlah Rp 41.766.311 dengan profit on sales

2,90% (Tabel 5.7).

Tabel 5.7.

Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha

No UraianTahun

1 2 3

1 Total Penerimaan Rp 3,596,400,000 Rp 3,596,400,000 Rp 3,596,400,000

2 Total Penguluaran Rp 1,411,731,108 Rp 1,400,577,136 Rp 1,389,4233 Laba/Rugi Sebelum Pajak Rp 2,184,668,892 Rp 2,195,822,864 Rp 3,595,010,5774 Pajak ( 30 % ) Rp 655,400,668 Rp 658,746,859 Rp 1,078,503,1735 Laba Setelah Pajak Rp 2,840,069,560 Rp 2,854,569,723 Rp 4,673,513,7506 Profit On Sales 1,98% 1,99% 3,27%7 BEP : Rupiah

Butir

Page 30: TUGAS KELOMPOK

Seperti terlihat pada Tabel 5.8, selama kurun waktu 3 tahun proyek industri telur

asin secara rata-rata akan menghasilkan keuntungan bersih per tahun sebesar Rp

32.285.435 dan profit margin rata-rata 2,24%. Dengan membandingkan

pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya variabel dan total penerimaan, maka

BEP usaha ini terjadi pada penjualan senilai Rp 1.053.586.766 pada tahun ke-1

hingga Rp 832.412.251 pada tahun ke-3, dengan BEP rata-rata sebesar Rp.

942.999.509 untuk 1.178.749 butir telur asin. Selengkapnya proyeksi rugi laba

usaha ditampilkan pada Lampiran 8.

Tabel.5.8.

Rata-rata Laba Rugi dan BEP Usaha

Uraian Nilai

Laba per tahun 2,854,569,723

Profit margin 1,99%

BEP : Rupiah

Butir

g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua

aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk

diperoleh dari penjualan telur asin selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi

biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran

bunga.dan pajak penghasilan.

Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria

investasi untuk mengukur kelayakan pendirian industri yaitu meliputi NPV (Net

Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost

Ratio). Industri telur asin dengan menggunakan asumsi yang ada menghasilkan

Page 31: TUGAS KELOMPOK

NPV Rp 65.535.618 pada tingkat bunga 14% dengan nilai IRR adalah 32,65%

dan Net B/C Ratio 1,38. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan

bahwa usaha telur asin ini layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period

(PBP) selama 28,9 bulan atau 2,4 tahun. Proyeksi arus kas untuk kelayakan

industri telur asin selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 9.

Tabel 5.9.

Kelayakan Industri Telur Asin

No Kriteria NilaiJustifikasi Kelayakan

1 NVP (Rp) 65.535.618 > 02 IRR 32,65% > 14%

3Net B/C ratio 1,38 > 1

4 PBP (bulan) 28,9 < 36 bulan

Dalam suatu analisis kelayakan suatu proyek, biaya produksi dan

pendapatan biasanya akan dijadikan patokan dalam mengukur kelayakan usaha

karena kedua hal tersebut merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha,

terlebih lagi bahwa komponen biaya produksi dan pendapatan juga didasarkan

pada asumsi dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup

tinggi. Untuk mengurangi resiko ini maka diperlukan analisis sensitivitas yang

digunakan untuk menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan harga

input maupun output. Dalam pola pembiayaan ini digunakan tiga skenario

sensitivitas, yaitu:

(1). Skenario I

Sensitivitas kenaikan biaya variabel dimungkinkan dengan melihat

perkembangan ekonomi saat ini dan kenaikan harga BBM sehingga memunculkan

asumsi peningkatan biaya produksi/variabel, sedangkan pendapatan dianggap

tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional terjadi antara lain karena bahan baku

Page 32: TUGAS KELOMPOK

dan bahan pembantu maupun upah tenaga kerja mengalami kenaikan

Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel ditampilkan pada Tabel

5.10 serta perhitungan arus kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran

10 dan Lampiran 11.

Tabel 5.10.

Analisis Sensitivitas Biaya Variabel Naik

No Kriteria Naik 2% Naik 3%

1 NPV (Rp) 5.476.623-

24.552.8752 IRR 15.58% 6,83%3 Net B/C ratio 1,03 0,864 PBP (bulan) 35,3 39,5

Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario I, biaya variabel mengalami kenaikan

2% dengan asumsi pendapatan tetap. Pada kenaikan biaya variabel sebesar 2%,

Net B/C Ratio masih lebih dari satu, NPV positif dan IRR mencapai 15,58% serta

PBP 35,3 bulan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada suku bunga

14% dengan kenaikan biaya variabel sebesar 2% maka proyek ini layak

dilaksanakan. Namun pada kenaikan biaya variabel mencapai 3% ternyata proyek

ini tidak layak dilaksanakan karena IRR kurang dari tingkat suku bunga, yaitu

6,83%, Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV negatif dan PBP melebihi umur

proyek.

(2). Skenario II

Sensitivitas penurunan pendapatan dimungkinkan karena penurunan produk telur

asin yang dapat terjual atau penurunan harga jual per butirnya, sedangkan biaya

Page 33: TUGAS KELOMPOK

pengeluaran dianggap tetap/konstan. Hasil analisis sensitivitas akibat penurunan

pendapatan ditampilkan pada Tabel 5.11 serta perhitungan arus kas untuk

sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.

Tabel 5.11.

Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun

No Kriteria Naik 1% Naik 2%1 NPV (Rp) 32.137.549 - 1.260.5212 IRR 23,23% 13,63%3 Net B/C ratio 1,19 0,994 PBP (bulan) 32,2 36,2

Analisis sensitivitas berdasarkan Skenario II, pada saat pendapatan turun sebesar

1% diperoleh NPV positif, Net B/C Ratio lebih dari satu dengan IRR mencapai

23,23%. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan sebesar 1%

proyek tersebut layak dilaksanakan. Penurunan pendapatan sebesar 2%

menyebabkan Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV negatif, IRR 13,63% atau

dibawah suku bunga, sehingga PBP yang diperoleh juga melebihi 3 tahun umur

proyek. Kondisi ini menyebabkan usaha tidak layak dilaksanakan.

(3). Skenario III

Sensitivitas ini dengan melakukan kombinasi terhadap sensitivitas pada

skenario I dan II, yaitu peningkatan biaya variabel dan penurunan pendapatan.

Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel dan penurunan

pendapatan secara bersamaan ditampilkan pada Tabel 5.12 serta perhitungan arus

kas untuk sensitivitas ini selengkapnya pada Lampiran 14 dan Lampiran 15.

Tabel 5.12.

Analisis Sensitivitas Kombinasi

Biaya variabel Biaya variabel

No Kriteria naik 1% dan naik 2 % dan

Page 34: TUGAS KELOMPOK

Pendapatan Pendapatan

turun 1% turun 1%

1 NPV (Rp) 2.108.051 - 27.921.447

2 IRR 14,61% 5,83%

3 Net B/C ratio 1,01 0,84

4 PBP (bulan) 35,7 40

Analisis sensitivitas menurut Skenario III, diasumsikan terjadi penurunan

pendapatan dan kenaikan biaya variabel. Pada penurunan pendapatan dan

kenaikan biaya variabel masing-masing sebesar 1%, proyek tersebut masih layak

dilaksanakan tingkat suku bunga 14% menghasilkan Net B/C Ratio lebih dari satu

dan NPV positif serta IRR 14,61%. Namun apabila biaya variabel naik menjadi

2% dengan pendapatan turun 1%, maka proyek ini menjadi tidak layak

dilaksanakan karena NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga yaitu hanya

5,83%, Net B/C Ratio kurang dari satu dan PBP melebihi umur proyek.

Hambatan dan Kendala

Hambatan dan kendala yang dihadapi oleh pengusaha telur asin adalah

cukup lamanya rentang waktu penerimaan hasil penjualan telur asin akibat dari

sistem pembayaran yang baru diterima 30 hari sejak proses produksi dilakukan,

sedangkan pembelian bahan baku telur itik tawar dari peternak dilakukan secara

tunai setiap dua kali seminggu. Kondisi ini mengharuskan pengusaha untuk

mencadangkan dana pembelian telur itik tawar untuk jangka satu setengah bulan

yang jumlahnya cukup besar.

BAB 6

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL

a. Aspek Sosial Ekonomi

Page 35: TUGAS KELOMPOK

Kabupaten Indramayu dan Cirebon dikenal sebagai daerah sentra padi dan

peternakan itik. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di bidang ini, baik

sebagai pengusaha ataupun menjadi buruh tani atau peternak. Keberadaan industri

telur asin meningkatkan nilai tambah telur-telur itik yang dihasilkan di daerah

yang bersangkutan. Adanya industri telur asin ini juga mendorong

berkembangnya usaha peternakan itik petelur, sehingga peningkatan permintaan

telur asin akan meningkatkan pula produk telur itik.

Dari segi pemenuhan gizi masyarakat telur asin dapat menjadi salah satu sumber

protein yang dapat dijadikan pengganti daging. Dengan harga yang murah dan

rasa yang lezat, telur asin akan memiliki pasar yang luas yang tidak saja ditujukan

bagi masyarakat menengah kebawah melainkan juga bagi masyarakat menengah

ke atas.

Secara umum keberadaan dan pengembangan industri telur asin memberi dampak

yang positif bagi wilayah sekitarnya, karena semakin terbukanya peluang kerja

serta peningkatan pendapatan masyarakat dan sekaligus peningkatan pendapatan

daerah. Satu unit usaha telur asin mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 12

orang, dengan upah Rp 400.000 - Rp 800.000 per orang per bulan. Pendapatan

daerah dari pajak industri telur asin ini mencapai Rp 12 juta per tahun.

b. Dampak Lingkungan

Proses produksi dalam industri telur asin akan menghasilkan limbah padat

dan limbah cair. Limbah padat umumnya berupa sisa-sisa telur yang tidak ikut

diproduksi atau sisa-sisa pecahan telur akibat proses produksi yang tidak ditangani

dengan hati-hati. Selain itu ada pula limbah padat yang berasal dari sisa-sisa

adonan pengasin yang dibuang setelah proses pengasinan. Limbah-limbah padat

ini umumnya tidak berbahaya bagi lingkungan. Penanganan limbah ini cukup

sederhana, yaitu dengan cara menguburkannya di dalam tanah dimana untuk

bahan organik akan terurai menjadi bahan-bahan anorganik unsur hara tanah.

Page 36: TUGAS KELOMPOK

Limbah cair yang dihasilkan dari air sisa pencucian telur yang mengandung sabun

pada umumnya langsung dibuang ke saluran air (sungai) tanpa pengolahan

terlebih dahulu. Dalam jangka waktu yang lama limbah sabun ini dikhawatirkan

dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan yang besar, karena itu tindakan

pengolahan limbah secara sederhana sepertinya sudah menjadi keharusan.

Pembuatan bak penampung limbah cair sederhana dapat menjadi salah satu

alternatif penanganan limbah cair yang dihasilkan dari industri telur asin.

Page 37: TUGAS KELOMPOK

BAB 7

PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Industri telur asin mempunyai peranan penting dalam rangka memenuhi

kebutuhan sumber protein dan lemak yang berharga murah bagi

masyarakat. Perkembangan peternakan itik petelur merupakan faktor

pendukung terbesar bagi industri telur asin agar dapat memasok telur asin

dengan harga yang murah dan bermutu tinggi.

2. Dua faktor terpenting bagi keberhasilan industri telur asin selain faktor

bahan baku adalah rasa telur asin dan kualitas pengangkutan produk. Rasa

telur asin akan menjadi faktor pembeda suatu produsen dengan produsen

lainnya, dimana akan timbul keterikatan antara konsumen dengan

produsen telur asin tertentu.

3. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk industri telur asin adalahRp

173.525.000, yang dibiayai dari pinjaman kredit 70% (Rp 121.467.500)

dan biaya sendiri 30% (Rp 52.057.500), dengan bunga pinjaman 14% dan

masa pinjaman kredit investasi selama 3 tahun. Biaya modal kerja adalah

sebesar Rp 167.923.125 yang dibiayai dari pinjaman kredit 70% (Rp

117.546.188) dan biaya sendiri 30%(Rp 50.376.938), dengan bunga

pinjaman 14% dan masa pinjaman kredit selama 3 tahun.

4. Analisis keuangan dan kelayakan proyek industri telur asin sesuai asumsi

yang digunakan adalah layak untuk dilaksanakan dengan nilai NPV Rp

65.535.618, IRR 32,65%, Net B/C 1,38dan PBP 28,9 bulan atau 2,4 tahun.

Industri ini juga mampu melunasi kewajiban angsuran kredit kepada bank

5. Industri telur asin ini sangat sensitif terhadap kenaikan biaya variabel

maupun penurunan pendapatan, karena usaha ini masih dianggap layak

Page 38: TUGAS KELOMPOK

bila kenaikan biaya variabel atau penurunan pendapatan hanya sampai 1%.

Kenaikan biaya variabel sebesar 3% atau penurunan pendapatan sebesar

2% menjadikan usaha tersebut tidak layak (NPV Negatif).

6. Pengembangan industri telur asin memberikan manfaat yang positif dari

aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang kerja serta

peningkatan pendapatan masyarakat, dan tidak menimbulkan dampak

lingkungan yang signifikan.

b. Saran

1. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi proses,

dan aspek finansial, industri telur asin ini, layak untuk dibiayai.

2. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan

seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini,

khususnya pada aspek keuangan, dan manajemen pembukuan.

Page 39: TUGAS KELOMPOK

DAFTAR PUSTAKA

http://jabar.bps.go.id/

http://www.karawangkab.go.id/

http://www.deptan.go.id/

http://www.karawangkab.go.id/

www.bi.go.id/