tugas kelompok
-
Upload
ulya-diana-hilma -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of tugas kelompok
BAGIAN I
1. Setting Ruang UGD
RS PDHI Kalasan berdiri pada tahun 2007 namun UGD RS PDHI
baru didirikan pada tahun April 2012 dan termasuk RS tipe D. dokter
umum yang berjaga di UGD RS tersebut sebanyak 15 orang terbagi dalam
tiga shift. Masing-masing shift terdiri dari tiga dokter umum yang berjaga.
Sedangkan perawat yang berjaga berjumlah 11 orang, terbagi menjadi 3
shift, pagi dan siang terdiri dari tiga perawat dan malam hari terdiri dari
satu perawat.
UGD RSIY PDHI Kalasan memiliki visi terwujudnya rumah sakit
yang berkualitas, modern, handal dan kebanggaan umat serta islami. Misi
yang dimiliki adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatanyang cepat,
akurat, professional, terakreditasi, mengedapankan kepuasan pasien.
Sedangkan mottonya adalah karena Allah kami sajikanyang terbaik untuk
kesembuhan anda.
Seting UGD RSIY PDHI Kalasan
Pintu masuk
Rontgen Lab Farmasi Triase
Ruang tunggu
Pendaftaran
Ruang dokter
defibrilator
Ruang nonbedah
kandungan
bedah
Resusitasi
CT Scan
Meja dokterperawat
Meja penjagaambul
ance
Toilet
2. Alur pelayanan di UGD RSIY PDHI Kalasan:
Triase
Obsgyn
Minor
Observasi
Tindakan bedah
dan non bedah
Rawat jalan Rawat Inap
Kasir Gedung Induk
RSIY PDHI
Apotek
Pulang
PASIEN
PENDAFTARAN
Tindakan Medis
Pemeriksaan Medis:LaboratoriumRadiologi
3. Ketersediaan Peralatan dan Obat-obatan Emergensi
Obat-obatan emegensi di UGD RSIY PDHI Kalasan sudah tersedia lengkap
namun peralatan yang belum dimiliki adalah defibrilator, bedah minor dan
inkubator. Ada tiga ambulance yang dimiliki oleh RS PDHI Kalasan, namun
hanya satu ambulance yang selalu bersiaga di UGD. Perlengkapan yang berada
di dalam ambulance adalah oksigen dan emergency kid.
BAGIAN II
II. 1 Anamnesis
a. Nama : An. P
Umur : 8 tahun
Berat badan : 21 kg
Alamat : Tirtomartani Sleman
Tanggal berobat : 10 November 2013
Keluhan utama : muntah
Pasien muntah pada pagi hari pukul 06.00 sebanyak dua kali berisi makanan
yang telah dimakan sebelumnya. Kemudian diolesi minyak angin oleh ibu
pasien. Setelah muntah pasien tidak ingin makan lagi karena merasa mual. Pada
hari Sabtu 9 November 2013 pasien terjatuh dari sapi saat menaikinya, namun
pasien lupa bagaimana kronologi kejadiannya. Menurut pengakuan adik
sepupunya, pasien terjatuh dari sapi dan sempat ditangkap oleh adiknya namun
karena tidak kuat akhirnya pasien jatuh dan terbentur aspal di bagian kepalanya.
Setelah itu, pasien mengeluhkan nyeri kepala serta benjol di kepala sebelah
kanan dan teraba hangat. Oleh ibu pasien diberikan obat pusing serta rivanol
yang dioleskan di bagian benjolan tersebut dan mengempis. Selain itu pasien
juga mengeluh badan menjadi lemas.
b. Anamnesis Sistim
Serebrospinal : pusing (+)
Kardiovaskuler : (-)
Respirasi : (-)
Digesti : mual (+) muntah (+) tidak nafsu makan (+)
Urogenital : (-)
Muskuloskeletal : lemas (+)
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mondok di RS sebelumnya
Tidak ada riwayat trauma
d. Riwayat penyakit keluarga
(-)
e. Kebiasaan dan lingkungan
Makan 3x sehari dengan lauk dan sayur.
II. 7 Pemeriksaan Fisik
Vital Sign : Tekanan darah : 100/80 mmHg (dbn)
Suhu : 36,8˚C (dbn)
Nadi : 80x/menit (dbn)
Respirasi : 18 x/menit (dbn)
Kepala : a. ditemukan benjolan (hematom) berdiameter sekitar 3 cm di
kepala kanan
krepitasi (-)
Badan : Pada punggung pasien ditemukan beberapa eritema tidak
nyeri.
Pergerakan kepala, lengan serta kaki dalam batas normal, tidak
ditemukan keterbatasan gerak.
GCS : didapatkan skor 15
II.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
2. Foto rontgen kepala
Foto rontgen kranium posisi AP Lateral
II.9 Diagnosis kerja
Cedera Kepala Ringan (CKR)
II.10 Penatalaksanaan
1. Injeksi Piracetam
2. Injeksi Ondancentron
3. Injeksi Citikolin
4. Infus
II.11 Prognosis
Dubia ad.bonam
BAGIAN III
PEMBAHASAN KASUS
III. 1. Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai macam hal seperti:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh misal karena kecelakaan olahraga
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Trauma tembak
Cedera kepala dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial meningkat dan
kerusakan otak. Mekanisme terjadinya kerusakan otak adalah:
1. Kerusakan saat impaksi
a. Kontusio dan laserasi kortek serebri, biasanya pada lobus frontal dan temporal
pada sisi impaksi atau yang berlawanan (cedera contre coup)
b. Lesi substansi alba difus sebagai akibat regangan akson dan disrupsi akibat
deselerasi (cedera aksonal difus)
2. Komplikasi sekunder
a. Hematoma (ekstradural, subdural, intraserebral)
b. Edema serebri
c. Iskemi serebri
d. Coning
e. Infeksi
(Ginsberg, 2007)
Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses
lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan
nutrient terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya
oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah otak menurun
missal akibat syok.oleh karena itu pada cedera otak harus dijamin bebasnya jalan
napas, gerakan napas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga
oksigenasi tubuh cukup. Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan
udem yang akan mengakibatkan hernia dan jaringan otak akan mengalami iskemi.
Gangguan oksigenasi
↓
Kekurangan suplai glukosa
↓
Gangguan metabolisme
↓
Udem jaringan otak
↓
Tekanan intrakranial meninggi
↓
Herniasi
Gambaran klinis peningkatan tekanan intrakranial adalah nyeri kepala, mual
bahkan muntah.nyeri kepala biasanya akan dipeberat dengan batuk, bersin dan
mengejan yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Mual dan
muntah yang terjadi diakibatkan oleh pusat muntah dekat ventrikel otak keempat
yang teriritasi (Sjamsuhidayat, 2010).
Joshua et al dalam penelitiannya tahun 2009 menyebutkan beberapa gejala
yang diakibatkan oleh trauma kepala. Gangguan memori yang terjadi disebabkan oleh
disfungsi kognitif akibat benturan pada kepala. Selain itu, nyeri kepala yang terjadi
merupakan tanda gejala somatic.
III. 2. Analisis pemeriksaan fisik
Pada pasien dengan trauma kepala ada beberapa hal yang perlu di observasi
pada pemeriksaan fisik, yaitu:
1. Vital sign
Berdasarkan hasil pemeriksaan vital sign pada pasien tidak ditemukan
adanya kelainan sehingga pasien dapat dikatakan dalam kondisi stabil.
2. Kepala
Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah terdapat luka,
hematoma, frakture. Bila terdapat nyeri atau kekakuan pada leher atau
perdarahan subarachnoid. Dari pemeriksaan ini pada kasus didapatkan
hasil ditemukan hematom pada bagian kanan kepala pasien dengan
diameter 3cm. Tidak ditemukan adanya krepitasi .
3. Badan
Pada bagian punggung pasien terdapat beberapa eritema namun tidak
nyeri. Badan pasien dapat digerakkan secara normal yang menandakan
bahwa tidak ada patah tulang leher, bahu, tulang belakang atau
ekstremitas.
4. Pemeriksaan neurologik
Glasgow Coma Scale (GCS) untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya cedera
kepala. Penilaian GCS terdiri dari tiga komponen yaitu: respon membuka
mata, respon motorik dan respon verbal.
a
Berdasarkan skor GCS tersebut beratnya cedera kepala dibedakan
menjadi:
1. Cedera kepala ringan (CKR) : skor GCS 14-15
2. Cedera kepala sedang (CKS) : skor GCS 9-13
3. Cedera kepala berat (CKB) : skor GCS 3-8
Dari hasil pemeriksaan pasien pada kasus didapatkan hasil skor GCS 15
sehingga pasien dinyatakan mengalami cedera kepala ringan.
III. 3. Analisis Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil tidak ada kelainan
yang berkaitan dengan cedera kepala yang dialami.
b. Foto Rontgen
Pada hasil pemeriksaan foto rontgen pasien dengan posisi AP-Lateral
didapatkan hasil bahwa terjadi cedera kepala yang terbatas pada bagian
luar kepala dan tidak ada fraktur. Sehingga hasil pemeriksaan ini turut
mendukung penegakan diagnosis bahwa kondisi yang dialami pasien
adalah cedera kepala ringan.
III. 4. Diagnosa Kerja
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan maka diagnosis cedera kepala ringan dapat ditegakkan.
III. 5. Analisis Penatalaksanaan
Pada kasus pasien mendapatkan penanganan di IGD berupa:
1. Injeksi Piracetam
Piracetam adalah suatu agen nootropik yangmeningkatkan
metabolisme sel dan memperbaiki mikrosirkulasi dengan cara vasodilatasi
dan memodulasi neurotransmisi serebral dan . Piracetam dapat
memperbaiki secara langsung fungsi otak yang berperan pada proses
kognitif, yaitu belajar, daya ingat, berpikir, dan kesadaran, baik dalam
keadaan normal maupun defisiensi, tanpa menimbulkan sedasi maupun
stimulasi psikis (Gunawan dkk, 2009). Salah satu indikasi pemberian
piracetam ialah mengatasi gejala pasca trauma, sehingga pemberian
injeksi piracetam pada kasus sudah tepat.
2. Injeksi Ondancentron
Ondancentron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah. Dosis obat ini berkisar dari 0,1-0,2
mg/kg IV. Obat ini dapat digunakan pada anak-anak (Gunawan dkk,
2009).
Pada kasus diketahui bahwa anak mengalami mual dan muntah
sehingga pemberian injeksi ondansentron pada anak tersebut sudah tepat.
3. Injeksi Citikolin
Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak pada
pengobatan gangguan serebrovaskuler sehingga dapat memperbaiki
gangguan kesadaran. Adapun mekanisme kerja citikolin adalah sebagai
berikut (Gunawan dkk, 2009):
a. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,
terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.
b. Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki
kelumpuhan sistem motoris.
c. Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki
metabolisme otak.
Indikasi citikolin (Gunawan dkk, 2009):
a. Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala atau operasi
otak dan serebral infark.
b. Percepatan rehabilitasi ekstremitas atas pada pasien pasca hemiplegia
apoplektik: pasien dengan paralisis ekstremitas bawah yang relatif ringan
yang muncul dalam satu tahun dan sedang direhabilitasi dan sedang diberi
terapi obat oral biasa (dengan obat yang mengaktifkan metabolisme
serebral atau yang memperbaiki sirkulasi).
Berdasarkan penjelasan mekanisme kerja serta indikasi citikolin maka
pemakaian citikolin pada kasus telah tepat.
4. Infus
Infus yang diberikan disini bertujuan agar lebih memudahkan pemberian
beberapa macam obat injeksi serta memberikan cairan sesuai kondisi
pasien mengingat pasien telah beberapa kali mengalami muntah.
Setelah penanganan di IGD rumah sakit dokter menyarankan pasien untuk melakukan
rawat inap dan pasien beserta keluarga setuju untuk di rawat inap.
Adapun indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah
(Satyanegara, 2010):
a. Amnesia antegrade/pascatraumatika
b. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
c. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai
berat.
d. Intoksikasi alkohol dan obat-obatan.
e. Adanya fraktur tulang tengkorak
f. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (otorre/rinorre)
g. Cedera berat bagian tubuh lain
h. Indikasi sosial (tidak ada keluarga/pendamping di rumah)
Adapun pertimbangan dokter agar pasien rawat inap adalah atas indikasi
sosial dan untuk memantau kondisi pasien lebih lanjut.
III. 6. Analisis Prognosis
Dubia ad bonam. Hal ini didasarkan bahwa kondisi yang dialami
pasien adalah cedera kepala ringan serta mendapatkan terapi yang tepat.
BAGIAN IV
REFLEKSI SIKAP PROFESIONALISME DOKTER DI IGD
Berdasarkan hasil observasi pada hari Minggu, 10 November 2013 di UGD
RSIY PDHI Kalasan maka penilaian kami tentang refleksi profesionalisme dokter di
IGD rumah sakit tersebut adalah sebagai berikut :
IV.1 Profesionalisme dokter dilihat dari aspek sikap:
Pada saat observasi di IGD kami bertemu dengan seorang dokter jaga
beserta tiga perawat lainnya yang bertugas untuk shift pagi. Setelah berkenalan
dengan dokter beserta perawat serta melihat cara bekerja mereka di IGD maka kami
berpendapat bahwa sikap dari dokter jaga IGD yang bertugas sudah professional. Hal
ini terlihat dari cara dokter tersebut memperlakukan pasien sejak awal kedatangan
hingga pasien meninggalkan ruang IGD. Beliau bersikap ramah dan lemah lembut
dalam menerima pasien. Sebelum memberikan penanganan terhadap pasien, beliau
juga melakukan informed consent kepada pasien atau keluarganya terlebih dahulu.
Pada saat melakukan pemeriksaan dan penanganan beliau juga terlihat cekatan dan
mengerjakan dengan tenang serta mampu menangani beberapa pasien dalam satu
waktu karena saat itu ada beberapa pasien yang datang ke IGD. Kerja sama antara
dokter dan tiga perawat lainnya juga terlihat solid. Mereka terlihat sebagai satu tim
yang saling mengerti tugasnya masing-masing dalam melayani pasien. Dokter
memperlakukan pasien dengan baik dan terlihat terjalinnya sambung rasa antara
dokter dan pasien. Semua pasien yang datang pada saat kami melakukan observasi di
IGD rumah sakit tersebut juga dapat ditangani dengan baik sehingga keadaan pasien
menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Namun jika dilihat dari segi etika
profesi dalam hal berpakaian, si dokter tidak menggunakan jas dokternya dalam
bertugas sehingga menurut kami sebaiknya beliau menggunakan jas dokter saat
bertugas agar lebih mudah dikenali sebagai seorang dokter.
IV.2 Penilaian mahasiswa tentang langkah profesional dokter dari segi:
a. Sidiq
Dokter jaga di UGD telah bersikap siddiq karena beliay menyampaikan
keadaan kondisi pasien dengan jujur. Tidak melebih-lebihkan, dikatakan
dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan kondisi pasien yang sesungguhnya.
b. Amanah
Beliau menjalankan tugas sebagai dokter dengan amanah. Beliau mengikuti
semua yang ada dalam etika kedokteran meskipun terkadang dalam hal
penampilan beliau tidak mengenakan jas praktek dokter yang seharusnya
selalu beliau kenakan di setiap prakteknya.
c. Fathanah
Beliau dapat mengetahui kondisi pasien di IGD dengan cepat dan tepat serta
melakukan penanganan sesuai kondisi pasien tersebut sehingga dapat
diketahui beliau bersikap fathanah.
d. Tabligh
Dokter tersebut bersikap tabligh karena beliau menjelaskan tentang kondisi
pasien dengan jelas. Beliau menyampaikan apa saja yang seharusnya
diketahui oleh pasien. Sebagai seorang dokter beliau menyampaikan dengan
jelas tentang kondisi pasien sehingga pasien beserta keluarga merasa puas
dengan penanganan yang dokter berikan saat itu.
IV.3 Hikmah yang dapat diambil:
Dari hasil observasi yang kami lakukan terhadap dokter jaga tersebut kami
dapat memahami tentang realita bagaimana dokter berpikir dan bekerja secara
professional. Kami mendapatkan hikmah bahwa menjadi seorang dokter diperlukan
suatu sikap bersiap diri atau siaga professional atau set up mind and body dalam suatu
sikap professional kedokteran pada setiap saat berhadapan dengan pasien, siapa pun
mereka, dengan menanggalkan sejenak emosi dan situasi psikis sebelumnya. Setiap
dokter harus siap berpikir dan berkonsentrasi dalam suatu transaksi terapeutik serta
diperlukan suatu sikap siaga penampilan fisiknya misalnya berpenampilan rapi atau
memakai seragam dokter.
BAGIAN V
DOKUMENTASI KUNJUNGAN
Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien
Hasil pemeriksaan rontgen kepala pasien
DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, L. 2007. Neurologi. Jakarta: Erlangga.
Satyanegara., 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT Gramedia.
Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Halbauer, J,. Ashford, W,. Zeitzer, J,. Adamson, M,. Lew, H,. Yesavage, J,. 2009. Neuropsychiatric diagnosis and management of chronic sequelae of war-related mild to moderate traumatic brain injury. Journal of Rehabilitation Research & Development: Vol 46 Pages 757–796