Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif
-
Upload
dyta-loverita -
Category
Documents
-
view
10 -
download
2
description
Transcript of Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif
![Page 1: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/1.jpg)
Absorpsi glisin pada histeroskopi operatif: dampak anestesi
Tujuan: Studi ini ditujukan untuk mengevaluasi dampak anestesi pada absorpsi
glisin pada histeroskopi operatif
Desain studi: studi kohort retrospektif dilakukan selama 2 tahun. Absorpsi glisin
dibandingkan antara anestesi umum, anestesi lokal dengan sedasi intravena,
dan anestesi spinal. Analisis regresi logistik multipel dilakukan.
Hasil: Secara total, 282 histeroskopi operatif ditinjau. Median absorpsi adalah
145 mL (sentile ke-10 hingga 90: 0-963 mL) untuk anestesi umum, 35 mL
(sentile ke-10 hingga 90: 0-389 mL) untuk anestesi lokal, dan 100 mL (sentile
ke-10 hingga 90: 0-500 mL) untuk anestesi spinal (P = .002). Dibandingkan
dengan anestesi umum, anestesi lokal dikaitkan dengan tingkat absorpsi yang
lebih rendah sebesar 500-1000 mL (4.2% dibanding 13.4%) dan 1000-1500 mL
(3.6% dibanding 9.8; P = .002). Ligasi tuba laparoskopik yang dilakukan selama
prosedur juga dikaitkan dengan absorpsi glisin yang lebih tinggi (rasio
kemungkinan, 3.63; 95% interval kepercayaan, 1.12-11.84).
Kesimpulan: Anestesi lokal dengan sedasi dikaitkan dengan penurunan
signifikan dari absorpsi glisin dan tingkat absorpsi yang lebih rendah > 500 mL
bila dibandingkan dengan anestesi umum
Kata kunci: reseksi endometrial, anestesia umum, absorpsi glisin, anestesi lokal
dan sedasi intravena, histeroskopi operatif
![Page 2: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/2.jpg)
Histeroskopi membantu dalam diagnosis sejumlah besar patologi uterin dan,
selama 2 dekade terakhir, telah semakin sering digunakan untuk prosedur
operatif. Histeroskopi operatif telah menjadi pengobatan pembedahan standar
untuk perdarahan uterin yang abnormal yang tidak berespon terhadap
manajemen medis konservatif karena terbukti sebagai alternatif yang aman dan
efektif dari histerektomi. Prosedur ini memerlukan distensi kavum uterin untuk
visualisasi yang adekuat dari bidang operatif. Glisin merupakan medium
distensi yang digunakan secara luas karena memiliki ciri optikal yang baik dan
karena non konduktif (kompatibel dengan energi elektrik, yang mengilatkan
jaringan uterin). Namun, absorpsi intraoperatif dari cairan bebas elektrolit dan
berviskositas rendah ini dapat menyebabkan kelebihan volume dan intoksikasi
air. Pada literatur urologi, komplikasi ini diketahui sebagai sindroma TURP
(transurethral resection of the prostate). Ketika absorpsi glisin sistemik adalah
penting, hal ini dapat menyebabkan hiponatremia, hipoosmolalitas, edema
serebral atau pulmonal, dan kematian pada kasus yang paling parah. Absorpsi
media cairan distensi yang berlebihan telah dilaporkan sebagai komplikasi yang
paling umum dari prosedur ini. Beberapa pengukuran diketahui mencegah
komplikasi hipervolemik pada histeroskopi operatif seperti memantau defisit
cairan, kontrol tekanan irigasi, dan penipisan endometrium preoperatif. Baru-
baru ini, telah disarankan bahwa tipe anestesi dapat memodifikasi absorpsi
cairan. Anestesi umum telah dikaitkan dengan absorpsi glisin yang lebih rendah
daripada anestesi epidural: anestesi epidural berkaitan dengan vasodilatasi
sistemik. Dalam hal ini, anestesi lokal dengan sedasi intravena dapat
memberikan alternatif yang menarik namun, sepengetahuan kami,
![Page 3: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/3.jpg)
penggunaannya belum pernah dibandingkan dengan anestesi umum untuk
histeroskopi operatif. Studi ini mengevaluasi dampak dari tipe anestesi pada
absorpsi glisin, pada pusat dimana pemilihan dari tipe anestesi diberikan pada
pasien.
Materi dan Metode
Studi kohort retrospektif dari semua pasien yang menjalani histeroskopi operatif
untuk perdarahan uterin yang abnormal pada pusat layanan tersier tunggal
(Centre Hospitalier de l’Universite Laval, Kota Quebec, Quebec, Kanada)
dilakukan dari Maret 2005 hingga April 2007. Selama periode ini, histeroskopi
operatif dilakukan oleh 2 senior ginekologis. Semua rekam medis ditinjau oleh 2
dokter independen (M-E.B. dan C.B.). Data dikumpulkan untuk karakteristik
demografik, riwayat obstetrik dan ginekologis, diagnosis preoperatif dan
intraoperatif, penipisan endometrium preoperatif, prosedur (myomektomi,
polipektomi, reseksi endometrial), prosedur penyerta, perkiraan kehilangan
darah, waktu operasi, dan komplikasi.
Anestesi umum dan sedasi dilakukan oleh anestesiologis berdasarkan praktek
medis standar. Anestesi lokal terdiri dari blok paraservikal yang dilakukan oleh
ginekologis dengan lidokain 1%. Histeroskopi operatif dilakukan dengan sebuah
resektoskop aliran kontinyu berukuran 27F yang memiliki lengkungan pemotong
dan bola roller pengoagulasi. Sebuah solusio glisin 1.5% digunakan untuk
irigasi dengan tingkat kecepatan yang variabel hingga 300 mL/menit di bawah
tekanan kontinyu 100 mmHg. Tekanan aliran keluar dikontrol secara elektronik
dengan irigator surgikal otomatis (Hamou canister, Karl Storz Endoscopy,
![Page 4: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/4.jpg)
Tuttlingen, Jerman) dan keseimbangan cairan diukur dengan kanister tandem
(Equimat and Endomat; Karl Storz Endoscopy).
Absorpsi glisin selama histeroskopi operatif dibandingkan diantara 3 tipe
anestesi yang berbeda (anestesi umum, anestesi lokal dengan sedasi
intravena, dan anestesi spinal). Hasil primer adalah median absorpsi glisin
(sentile ke-10 hingga 90). Hasil sekunder termasuk jumlah absorpsi (<500 mL,
500-1000 mL, dan >1500 mL) dan komplikasi intraoperatif dan postoperatif.
Prosedur statistik nonparametrik (x2, Mann-Whitney, dan Kruskal-Wallis)
dilakukan bila diperlukan. Analisis regresi linear dan regresi logistik multivariat
dilakukan untuk penyesuaian untuk potensi variabel perancu berikut: usia,
paritas, myomektomi intraoperatif, menopause, agen penipis endometrial
preoperatif, durasi prosedur, dan preoperatif dan intraoperatif sterilisasi tuba.
Analisis statistik dilakukan menggunakan software (SPSS 13.0; SPSS,
Chicago, IL). Signifikansi statistik diterima pada P < .05. Protokol disetujui oleh
komite etik medis dari Centre Hospitalier de l’Universite Laval (proyek nNo.
110.05.10) pada 26 Juni 2007.
Hasil
Diantara 282 histeroskopi operatif yang termasuk dalam studi ini, 82 (29%)
dilakukan di bawah anestesi umum, 192 (68%) di bawah anestesi lokal dengan
sedasi intravena, dan 8% (3) di bawah anestesi spinal. Karakteristik
demografis, klinis dan pembedahan adalah serupa pada kelompok anestesi
lokal dan umum (Tabel 1 dan 2). Tidak ada perbedaan signifikan yang
ditemukan antara durasi prosedur histeroskopik antara kelompok anestesi lokal
![Page 5: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/5.jpg)
dan umum. Namun, karakteristik demografis pasien yang menjalani anestesi
spinal berbeda: wanita tersebut lebih tua, lebih cenderung menopause, dan
memiliki paritas tinggi (Tabel 1). Waktu operatif untuk anestesi spinal juga
secara signifikan lebih lama daripada anestesi lokal atau umum (Tabel 2).
Median absorpsi adalah 145 mL (sentile ke 10 hingga 90: 0-963 mL)
untuk anestesi umum, 35 mL (sentile ke 10 hingga 90: 0-389 mL) untuk
anestesi lokal dan sedasi intravena, dan 100 mL (sentile ke 10 hingga 90: 0-500
mL) untuk kasus yang dilakukan di bawah anestesi spinal (P = .002).
Dibandingkan dengan anestesi umum, anestesi lokal dengan sedasi intravena
secara signifikan berkaitan dengan tingkat absorpsi yang lebih rendah sebesar
500-1000 mL (42% dibanding 13.4%) dan 1000-1500 mL (3.6% dibanding
9.8%, P = .002). Tidak ada pasien yang mengalami defisit glisin intraoperatif >
1500 mL. Kasus yang dilakukan di bawah anestesi spinal dieksklusi dari
analisis lanjut karena perbedaan mayornya dengan 2 kelompok lain. Tabel 3
melaporkan tingkat absorpsi glisin menurut tipe reseksi pembedahan yang
dilakukan (dengan atau tanpa myomektomi. Anestesi lokal dikaitkan dengan
median absorpsi yang lebih rendah dan tingkat absorpsi yang lebih rendah >
500 mL pada kedua situasi. Terlebih, setelah penyesuaian untuk variabel
perancu, anestesi lokal dengan sedasi intravena tetap terkait dengan absorpsi
glisin yang lebih rendah pada regresi linear (koefisien B = -85.0; 95% interval
kepercayaan [CI], -167.5 hingga -2.4; P < .05) dan dengan tingkat absorpsi
glisin yang lebih rendah > 500 mL bila dibandingkan dengan anestesi umum
pada analisis regresi logistik multivariat (rasio kemungkinan [OR], 0.37; 95% CI,
0.15-0.92) (Tabel 4). Analisis regresi multivariat diulang dnegan inklusi anestesi
![Page 6: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/6.jpg)
spinal sebagai variabel kategori dengan anestesi umum dan anestesi lokal
dengan sedasi. Anestesi lokal dengan sedasi tetap terkait dengan tingkat
absorpsi glisin yang lebih rendah > 500 mL dibandingkan dengan anestesi
umum (OR, 0.39, 95% CI, 0.16-0.97).
Terlebih ligasi tubal laparoskopik yang dilakukan selama prosedur
(sebelum histeroskopi operatif) dikaitkan dengan absorpsi glisin yang lebih
tinggi (OR, 3.46; 95% CI, 1.13-10.56) (Tabel 4). Perbedaan ini tetap signifikan
dalam analisis regresi linear setelah penyesuaian dengan variabel perancu (P <
.001). Tidak ada komplikasi intraoperatif mayor yang terdiagnosa kecuali untuk
3 perforasi uterin (1 dari tiap kelompok anestesi) yang tidak memerlukan
laparotomi. Tidak ada wanita yang mengalami kelebihan cairan berat yang
didefinisikan sebagai defisit glisin intraoperatif > 1500 mL. Namun, 15 wanita
(5%) memiliki absorpsi glisin berlebih (≥ 1000 mL) dan 3 dari mereka mendapat
diuretik untuk kecurigaan klinis kelebihan cairan yang tidak menyebabkan
komplikasi hipervolemik. Terlebihi, pada kelompok anestesi lokal dengan sedasi
intravena, hanya 15 (8%) pasien memerlukan konversi ke anestesi umum
karena ketidaknyamanan dan kecemasan berlebih selama prosedur.
Komentar
Prosedur invasif minimal untuk perdarahan uterin yang abnormal memiliki
beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan prosedur pembedahan
tradisional. Meskipun peningkatan penggunaannya, sedikit informasi yang
diketahui mengenai prediktor dari potensi komplikasinya. Absorpsi dari media
cairan distensi tetap menjadi komplikasi yang tidak terprediksi dari pembedahan
![Page 7: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/7.jpg)
endoskopik dan dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Penting
bahwa lebih banyak pengukuran harus diambil untuk meminimalkan insiden
dari komplikasi ini. Goldenberg et al melaporkan jumlah absorpsi glisin yang
secara signifikan lebih rendah selama reseksi endometrial pada pasien yang
menjalani prosedur dengan anestesi umum daripada epidural. Namun, tidak
ada informasi yang terpublikasi mengenai dampak dari anestesi lokal dengan
sedasi intravena pada absorpsi media cairan distensi.
Pada studi kami, anestesi lokal dengan sedasi intravena terkait dengan
absorpsi glisin intraoperatif yang menurun secara signifikan dan tingkat
absorpsi yang lebih rendah > 500 mL bila dibandingkan dengan anestesi
umum. Anestesi umum diketahui merelaksasi otot arteriol, sehingga,
menginduksi vasodilatasi yang penting yang dapat menjelaskan peningkatan
absorpsi cairan irigasi. Faktanya, cairan distensi terintravasasi ke pembuluh
uterin dari kavum uterin. Ini terjadi ketika cairan masuk ke pembuluh uterin yang
sangat bercabang. Sebagai tambahan terhadap penurunan absorpsi glisin,
anestesi lokal dengan sedasi intravena memiliki keuntungan memungkinkan
pasien berkomunikasi dengan ahli anestesi dan ahli bedah selama operasi.
Sehingga, pasien yang sadar dapat memberitahu dokter gejala dini dari
hiponatremia dilusional dan kelebihan cairan yang dapat mencegah komplikasi
yang lebih berat. Terlebih, anestesi lokal telah diketahui ditoleransi dengan baik
untuk histeroskopi operatif dan telah dikonfirmasi dengan tingkat konversi yang
rendah (8%) dari anestesi lokal ke anestesi umum yang ditemukan dalam studi
kami.
![Page 8: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/8.jpg)
Terlebih, berlawanan dengan kepercayaan umum, penelitian kami
menunjukkan bahwa ligasi tuba intraoperatif mungkin merupakan faktor resiko
untuk absorpsi glisin yang lebih tinggi pada histeroskopi operatif. Kebocoran
intraabdominal transtubal dengan absorpsi peritoneal adalah sebuah
mekanisme absorpsi pada histeroskopi operatif, namun ini mungkin tidak
sepenting yang kami duga. Pada pasien penelitian kohort kami, wanita yang
menjalani histeroskopi operatif dengan sterilisasi tubal secara laparoskopik
berada di bawah anestesi umum kecuali dikontraindikasikan. Ligasi tuba
intraoperatif dilakukan sebelum pembedahan histeroskopi dengan
pneumoperitoneum karbon dioksida. Meski fisiopatologi pengamatan ini tetap
tidak diketahui, absorpsi glisin yang lebih tinggi dapat dikaitkan dengan
karboperitoneum. Memang, absorpsi transperitoneal dari karbon dioksida
intraperitoneal dapat menyebabkan hiperkarbia ringan bahkan pada
pembedahan laparoskopik tanpa komplikasi pada pasien sehat. Hiperkarbia
menginduksi dilatasi arteriolar perifer (termasuk pembuluh darah pelvis) yang
menyebabkan penurunan resistensi vaskular perifer. Vasodilatasi ini dapat
menjelaska intravasasi glisin yang lebih besar bila dibandingkan dengan pasien
yang sebelumnya menjalani ligasi tubal. Mekanisme lain yang mungkin untuk
menjelaskan absorpsi glisin yang lebih tinggi setelah oklusi tubal intraoperatif
bisa juga karena peran tuba fallopi sebagai pipa pengaman dan membiarkan
glisin mencapai kavujm peritoneum dimana cairan perlahan diabsorpsi. Ketika
tuba fallopi secara pembedahan dioklusi, tekanan dalam kavum uteri lebih
tinggi dan memaksa lebih banyak glisin memasuki sistem vaskular. Hipotesis ini
![Page 9: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/9.jpg)
dapat menjelaskan pula mengapa sterilisasi tubal sebelumnya tidak menjadi
faktor protektif terhadap absorpsi glisin.
Dalam studi kami, tidak ada wanita yang mengalami kelebihan cairan
berat yang didefinisikan sebagai defisit glisin intraoperatif > 1500 mL. Ini
mungkin dikarenakan catatan keseimbangan cairan ketat dipertahankan dan
karena protokol standar untuk prosedur histeroskopi adalah untuk
mempercepat prosedur bila absorpsi cairan mencapai 750 mL dan
menghentikan operasi ketika defisit cairan melebihi 1000-1500 mL menurut
pedoman American College of Obstetricians and Gynecologic Laparoscopists.
Pada studi retrospektif, semua rekam medis memiliki informasi lengkap
mengenai absorpsi glisin, diagnosis preoperatif, tipe anestesi, dan waktu
operasi. Di sisi lain, studi kami memiliki beberapa batasan. Pertama, studi kami
terbatas pada potensi bias inheren dari semua studi retrospektif. Kedua, tipe
anestesi tidak terstandarisasi dan dilakukan oleh beberapa anestesiologis yang
mungkin menggunakan protokol yang berbeda dalam menginduksi anestesi.
Ketiga, absorpsi glisin hanya diukur dengan irigator surgikal, yang tidak selalu
menggambarkan perubahan pada sodium serum. Terlebih, mungkin terdapat
bias seleksi pada kelompok anestesi spinal. Memang, pasien yang menjalani
histeroskopi operatif di bawah anestesi spinal mungkin disarankan untuk
melakukannya untuk alasan lain. Ini dapat menjelaskan perbedaan demografis,
klinis, dan surgikal pada kelompok kecil pasien ini dibandingkan dengan
kelompok anestesi lokal dan anestesi umum. Dalam studi kami, penipisan
endometrium preoperatif tidak ditemukan berkaitan dengan penurunan absorpsi
![Page 10: Tugas Jurnal. Absorpsi Glisin Pada Histeroskopi Operatif](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082418/5695d0f41a28ab9b02948e1b/html5/thumbnails/10.jpg)
glisin. Pengamatan ini mungkin dijelaskan dengan bias informasi retrospektif.
Faktanya, kami menganggap bahwa pelaksanaan penipisan endometrial
preoperatif diikuti dengan benar oleh semua pasien sementara diketahui fakta
bahwa kepatuhan pasien tidak absolut. Maka, data kami mungkin menaksir
terlalu tinggi jumlah pasien yang benar-benar memakai agen penipis
endometrium preoperatif.
Kami menyimpulkan bahwa anestesi umum dikaitkan dengan
peningkatan absorpsi glisin pada prosedur histeroskopi. Observasi ini penting
secara klinis karena ini dapat menyebabkan penurunan tingkat komplikasi
hipervolemik pada prosedur histeroskopi. Terlebih, anestesi lokal dengan
sedasi intravena memungkinkan ahli anestesi memonitor tanda dan gejala
intoksikasi air dan kelebihan cairan dan dapat menyebabkan pengenalan dini
dari komplikasi tersebut karena pasien sadar. Anestesi aman dan penghindaran
kelebihan cairan juga penting karena semakin banyak pasien yang menjalani
pembedahan histeroskopik. Tampaknya beralasan untuk melakukan
histeroskopi operatif di bawah anestesi lokal dengan sedasi intravena untuk
menurunkan absorpsi glisin. Tambahan ligasi tubal secara laparoskopik
dikaitkan dengan peningkatan absorpsi glisin, namun mekanisme pasti tetap
tidak diketahui. Haruskah sekarang kita melakukan ligasi tuba intraoperatif
setelah histeroskopi operatif untuk membatasi absorpsi glisin?