Tugas jaga DM 5 mei

download Tugas jaga DM 5 mei

If you can't read please download the document

Transcript of Tugas jaga DM 5 mei

TUGAS JAGA DM IPD Junior, 5 MEI 2014

Harry Dwi Pratama (0910714036)

1 & 2 PERBEDAAN GTN & ISDN

Dilihat dari farmakokinetiknya, nitrat organik mengalami denitrasi oleh enzim glutation-nitrat organik reduktase dalam hati. Golongan nitrat lebih mudah larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya bersifat lebih larut dalam air sehingga efek vasodilatasi dari metabolitnya lebih lemah atau hilang. Eritritil tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami degradasi tiga kali lebih cepat daripada nitrogliserin (berat molekul rendah, bentuk seperti minyak). Sedangkan isosorbid dinitrat dan pentaeritritol tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami denitrasi 1/6 dan 1/10 kali dari nitrogliserin. Kadar puncak nitrogliserin terjadi dalam 4 menit setelah pemberian sublingual dengan waktu paruh 1-3 menit. Metabolitnya berefek sepuluh kali lebih lemah, tetapi waktu paruhnya lebih panjang, yaitu kira-kira 40 menit. Isosorbid dinitrat paling banyak digunakan, tetapi cepat dimetabolisme oleh hati. Penggunaan isosorbid mononitrat yang merupakan metabolit aktif utama dari dinitrat bertujuan untuk mencegah variasi absorpsi dan metabolisme lintas pertama dari dinitrat yang dapat diperkirakan.

3. TANDA DAN GEJALA CKD

Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji combs negative dan jumlah retikulosit normal.

Defisiensi hormone eritropoetin

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin Depresi sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia normokrom normositer.

Kelainan Saluran cerna

Mual, muntah, cegukan

dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.

Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

Kelainan mata

Kardiovaskuler :

Hipertensi

Pitting edema

Edema periorbital

Pembesaran vena leher

Friction Rub Pericardial

Kelainan kulit

Gatal

Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

a). Toksik uremia yang kurang terdialisis

b). Peningkatan kadar kalium phosphor

c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD

Kering bersisik

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.

Kulit mudah memar

Kulit kering dan bersisik

rambut tipis dan kasar

Neuropsikiatri

Kelainan selaput serosa

Neurologi :

- Kelemahan dan keletihan

- Disorientasi

- Kejang

- Kelemahan pada tungkai

- Rasa panas pada telapak kaki

- Perubahan Perilaku

Kardiomegali.

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

MANISFESTASI SINDROM UREMIK

Sistem tubuh Manifestasi

Biokimia

Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)

Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)

Hiperkalemia

Retensi atau pembuangan Natrium

Hipermagnesia

Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin

Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

Nokturia, pembalikan irama diurnal

Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010

Protein silinder

Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular

Hipertensi

Retinopati dan enselopati hipertensif

Beban sirkulasi berlebihan

Edema

Gagal jantung kongestif

Perikarditis (friction rub)

Disritmia

Pernafasan

Pernafasan Kusmaul, dispnea

Edema paru

Pneumonitis

Hematologi

Anemia menyebabkan kelelahan

Hemolisis

Kecenderungan perdarahan

Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)

Kulit

Pucat, pigmentasi

Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)

Pruritus

kristal uremik

kulit kering

memar

Saluran cerna

Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB

Nafas berbau amoniak

Rasa kecap logam, mulut kering

Stomatitis, parotitid

Gastritis, enteritis

Perdarahan saluran cerna

Diare

Metabolisme intermedier

Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun

Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular

Mudah lelah

Otot mengecil dan lemah

Susunan saraf pusat :

Penurunan ketajaman mental

Konsentrasi buruk

Apati

Letargi/gelisah, insomnia

Kekacauan mental

Koma

Otot berkedut, asteriksis, kejang

Neuropati perifer :

Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg

Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi

Perubahan motorik foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan rangka

Hiperfosfatemia, hipokalsemia

Hiperparatiroidisme sekunder

Osteodistropi ginjal

Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)

Konjungtivitis (uremik mata merah)

4. ETIOLOGI CKD

DM (44%)

Tipe 1 (7%)

Tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar (27%)

Glomerulonefritis (10%)

Nefritis interstitialis (4%)

Kista dan penyakit bawaan lain (3%)

Penyakit sistemik (lupus dan vaskulitis) (2%)

Neoplasma (2%)

Tidak diketahui

Di Indonesia berdasarkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia ( Pernefri) tahun 2000,

penyebab gagal ginjal tersering adalah glomerulonefritis, DM, obstruksi dan infeksi,

hipertensi, sebab lain.

5. MEKANISME LEUKOSITOSIS

6. AZOTEMIA

Azotemia prarenal merupakan satu-satunya penyebab tersering azotemia akut ( > 50% kasus). Petunjuk lazim penyebab prarenal ARF adalah iskemia ginjal yang lama akibat penurunan perfusi ginjal.Hipoperfusi ginjal berkaitan dengan berbagai keadaan yang menyebabkan deplesi volume intravaskuler, menurunnya volume sirkulasi arteri yang efektif, atau terkadang obstruksi vaskuler ginjal.Beberapa keadaan prarenal yang paling sering sering dengan peningkatan resiko ARF adalah pembedahan aorta abdominalis, operasi jantung terbuka ,syok kardigenik, luka baker berat, dan syok septic.Sebagian besar ini berkaitan dengan hipotensi sistemik dengan aktivasi kompensatorik system saraf simpatis dan system rennin angiotensin aldosteron.Angiotensin menyebabkan vasokonstriksi ginjal, kulit, dan jaringan vaskuler spalangnikus,dan oldosteron menyebabkan retensi garam dan air.Respon ini didesain untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata sistemik dan perfusi ke organ-organ yang penting.

Azotemia pascarenal merupakan penyebab ARF yang jarang terjadi ( 5% ).Mengarah pada obstruksi aliran urine di setiap tempat pada saluran kemih.Pembesaran prostate ( akibat hipertrofi jinak atau kanker ) merupakan penyebab tersering obstruksi aliran kandung kemih.Penting disadari bahwa obstruksi aliran keluar urine dalam waktu lama akan menyebabkan hidronefrosis, kerusakan berat parenkim ginjal, dan ARF.

GGA intrinstik

Nekrosis tubular akut ( ATN ) merupakan lesi ginjal yang paling sering menyebabkan ARF ( 75% ).ATN terjadi akibat iskemia yang lama.

Penyebab nefrotoksik adalah nefrotoksik endogen dan nefrotoksik eksogen.Nefrotoksik eksogen dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama: antibiotic, bahan kontras, logam derat, dan pelarut.

a.1. Terapi antibiotika minoglikosida dipersulit oleh ARF pada sekitar 10% perjalanan klinisnya ( misal, gentamisin, kanamisin, tobramisin ).

a.2. Berbagai logam berat merupakan nefrotoksik yang kuat menyebabkan terjadinya ARF dengan ATN.ATN akibat merkuri, arsen, kromium, atau uranium biasanya disebabkan oleh pemajanan okupasional.

a.3. Siklosporin ( untuk mengobati penolakan trasplantasi ) dan bahan kontras dapat berperan dalam menyebabkan ARF dengan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi intrarenal.

a.4. Cedera tubular nefrotik dapat terjadi akibat ingesti pelarut seperti etilene glikol ( antibeku ) atau methanol ( alcohol kayu ).Inhalasi uap dari karbon tetraklorida ( CCL4 ), yaitu bahan yang lazim digunakan dalam pelarut penghilang noda atau pembersih lainnya, disertai oleh ingesti etil alcohol ( CH3CH2OH ), sangat berbahaya karena reaksi kimia antara kedua senyawa ini yang membentuk suatu nefrotoksik yang kuat.

Nefrotoksik endogen mencakup hemoglobin, mioglobin, dan protein Bence Jones ( immunoglobulin abnormal yang dihasilkan dalam mieloma multiple ).Hemolisi eritrosit dengan lepasnya hemoglobin ke dalam serum darah biasanya disebabkan oleh ketidakcocokan transfusi darah.Sejumlah besar mioglobin terkandung didalam otot dan dapat dilepaska setelah cedera remuk berat.Bila hemoglobin, mioglobin, atau protein Bence Jones diekskresikan dalam urine,terjadi efek toksik lansung pada tubular ginjal dan menyebabkan ARF.

Kerusakan tubulus yang disebabkan oleh iskemia juga samgat bervariasi.

Hal ini bergantung pada luas dan durasi penurunan aliran darah ginjal dan iskemia.Kerusakan dapat berupa destruksi berbercak atau luas pada epitel tubulus dan membrane basalis, atau nekrosis korteks.Nekrosis dapat menyebabkan ARF.

7. ANTI DIABETIK ORAL (ADO)

Berdasarkan cara kerjanya ADO dibagi menjadi 4 golongan :

A. Pemicu sekresi insulin

Sulfonilurea

Merupakan oabat yang mempunyai efek hipoglikemik sehingga disebut juga sebagai obat hipoglikemik oral (OHO). Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Sampai saat ini sudah ada 3 generasi sulfonilrea yang beredar.

Generasi I : Acetohexamid, Chlorpropamid, Tolbutamid dan Talazamid

Generasi II : Gliclazid, Glipizid, gliburid dan Glibenklamid.

Generasi III : Glimepirid.

Di Indonesia, turunan generasi II adalah yang paling sering digunakan. hal ini dikarenakan lebih efektif dan generasi II ini mempunyai efek minimal. Adapun efek samping utama sulfonilurea yang sering dilaporkan adalah penambahan berat badan.

Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian sulfonilurea, umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.

Dosis permulaan sunfonilurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi glucosa puasa200 mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari, sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makanan porsi terbesar.

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu ; Repaglinid (derivate asam benzoate) dan nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini di absorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan dieksresikan secara cepat melalui hati. Pemberian dilakukan 2 3 kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat. Sedangkan nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak menurunkan gula darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus meurunkan glukosa posprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai efek terhadap glukosa puasa maka kekuatannya untuk menurunkan A1C tidak begitu kuat.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion (Glitazone)

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor gamma (PPAR) yaitu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena dapat mempercepat edema/retensi cairan dan juga gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal.

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1 2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3 4 jam bagi rosiglitazone dan 3 7 jam bagi pioglitazone.

Penggunaan dalam klinik. Rosiglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi dua kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan AIC sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45mg/dl dosis tunggal.

C. Penghambat Glukoneogenesis (metformin)

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) disamping juga memperbaiki ambilan gukosa perifer. Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskuler, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alpha glikosidase dan glitazone. Penelitian klinik memberikan hasil monoterapi yang bermakna dalam penurunan glucose darah puasa (60-70mg/dl) dan AIC (1-2%) dibandingkan dengan placebo pada pasien yang tidak dapat terkendali hanya dengan diet. Efektifitas metformin menurunkan glukosa darah pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan dibetes pada orang gemuk dengan disipledimia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetic lain.

D. Penghambat Glukoksidase alfa

Obat ini bekerja mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah keluhan kembung dan flatulen. Penggunaan dalam klinik. Acarbose dapat digunakan sebagi monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin, metformin, glitazone atau sulfonylurea. Untuk mendapat efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu karena merupakan penghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja ensimatik pada saat yang sama karbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau vsesudah makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa postprandial. Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata-rata glukosa postprandial sebesar 40-60 mg/dl dan glukosa puasa rata-rata 10-20 mg/dL dan AIC 0,5-1%. Dengan terapi kombinasi bersama sulfonylurea metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih banyak terhadap AIC sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa postprandial sebesar 20-30 mg/dL dari keadaan sebelumnya.

8.

9. Isolated Systolic Hypertension

ISH atau HST didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg dan Tekanan darah diastolic