tugas isbd peradaban'.docx
-
Upload
william-macdonald -
Category
Documents
-
view
267 -
download
0
Embed Size (px)
Transcript of tugas isbd peradaban'.docx

MAKALAH PERADABAN CHINA (ETINS TIONGHOA)Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
kelengkapan nilai pada mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
Disusun Oleh :
1. Ajmi Wiguna 8. Muhamad Ibnu
2. Devi kurnia 9. Isti Nurizqiyah
3. Cecep Maki 10.Ridwan nudin
4. Annisa Utami L 11.Rian Nurjaman
5. Firman F 12.Fatin N
6. Muhamad Alfiyan 13. Muhamad Setyadi
7. Muhamad Iqbal 14. Marta Subekti
15. Tatan Swt
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI GARUTJalan Mayor Syamsu No. 1 Telp. 0262-232773 Jayaraga Garut 44151

2014
2

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Perdaban China
(Tionghoa) sesuai batas waktu yang telah diberikan. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Dalam makalah ini dibahas mengenai masalah 7 unsur kebudayaan china,
tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Yeni Pariyatin, M.Si. - dosen
mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar - yang telah memberikan tugas ini
sebagai salah satu syarat kelengkapan nilai.
Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan adanya. Semoga makalah ini
memberikan informasi yang bermanfaat guna pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Garut, April 2015
Penyusun
3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam pramodern Cina, sebagian besar orang-orang yang memegang
kepercayaan dan praktek-praktek diamati terkait dengan kematian yang mereka
pelajari sebagai anggota keluarga dan desa-desa, bukan sebagai anggota agama-
agama terorganisir. Kepercayaan dan praktek-praktek semacam itu sering
dimasukkan di bawah payung “agama rakyat Cina.” Kelembagaan bentuk
Buddhisme, Konfusianisme, Taoisme, dan tradisi-tradisi lain menyumbang
banyak keyakinan dan praktik agama populer dalam varian lokal. Hadis-hadis ini,
terutama Buddhisme, termasuk ide budidaya pribadi untuk tujuan hidup dan
kehidupan yang ideal, sebagai akibatnya, semacam mencapai keselamatan akhirat,
seperti keabadian, pencerahan, atau kelahiran di alam surgawi. Namun,
keselamatan pribadi memainkan peran kecil dalam agama yang paling populer.
Dalam varian lokal khas agama rakyat, penekanan adalah pada berpindah dari
dunia ini menjadi wilayah leluhur bahwa dalam cara kunci mencerminkan dunia
ini dan interaksi antara orang-orang yang hidup dan nenek moyang mereka.
Agama Cina belum ditandai sebagai yang terorganisasi atau sistem terpadu
praktik dan kepercayaan. Sebaliknya telah ditandai sebagai pliralistik sejak awl
peradaban Cina tiga ribu tahun yang lali. Istilah agama di Cina digunakan untuk
menggambrkan hubungan yang rumit dari berbagai agama dan tradisi filsafat di
negeri ini.
Agama Cina terutma terdiri dari tiga tradisi utama : Buddhisme, Taoisme dan
Konfusianisme, walaupun yang terakhir ini adalah sekolah filsafat dan bukan
agama. Banyak sarjana termasuk empat tradisi, agama rakyat Cina. Prespektif
keagamaan mayoritas penduduk Cina adalah campuran dari kepercayaan dan
praktek dari tradisi keempat. Ini bukan praktik umum kecuali hanya satu agama
yang lain, bahkan ketika mereka sering mengandung unsur-unsur yan saling
bertentangan.
4

Jumlah orang yang mengikuti ajaran Budha lebih dari 1 miliyar (80%) dan
Taoisme 400 juta (30%). Perhatikan bahwa banyak orang Cina menganggap diri
mereka baik Budha dan Tao.
Agama-agama lain juga telah hadir dalam jumlah kecil di Cina selama
beberapa abad, seperti Kristen dengan sekitar 50 juta (4%), Islam dengan 20 juta
(1,5%), Hindu, Dongbaism, dan Bon. Ada juga agama-agama modern lainnya
yang meningkatkan jumlah pengikut mereka di negeri ini seperti Xiantianism dan
Falun Gong.
1.2. Tujuan
a. Sebagai media pengetahuan untuk masyarakat khususnya bagi mahasiswa/i
tentang unsur-unsur kebudayaan tionghoa (china).
b. Sebagai referensi bagi mahasiswa/i untuk membuat makalah ataupun makalah
tentang peradaban di negara china , dan
c. Untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.
1.3. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan
menggunakan metode tinjauan dari beberapa sumber yang berkompeten dalam
tujuh unsur peradaban negara china .
5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian peradaban ( kebudayaan )
Peradaban adalah bagian-bagian dari kebudayaan yang tinggi, halus,
indah, dan maju. Sedangkan Pengertian peradaban yang lebih luas adalah kumpulan
sebuah identitas terluas dari seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun
non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya maupun iptek), yang teridentifikasi
melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan,
institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subjektif. Istilah "peradaban" dalam
bahasa inggris disebut civilization atau dalam bahasa asing lainnya peradaban
sering disebut bescahaving (belanda) dan die zivilsation (jerman).
Istilah Peradaban ini sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan
penilaian kita pada perkembangan dari kebudayaan dimana pada waktu
perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya yang berwujud unsur-unsur
budaya yang halus indah, tinggi, sopan, luhur, dan sebagainya, maka masyarakat
pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.
2.2. Kebudayaan Negara China ( Tionghoa)
Dilihat dari segi unsur kebudayaan Negara china memiliki tujuh unsur
kebudayaan, di anatar sebagai berikut :
2.2.1. Bahasa Kebudayaan Etnis Tiongho
Bahasa berasal dari keinginan suatu suku bangsa untuk mewariskan
budaya dan pengetahuan mereka dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Bahasa yang digunakan oleh etnis Tionghoa dalam berkomunikasi dapat
dibedakan menjadi bahasa lisan dan bahasa tulisan seperti pada kebudayaan
umumnya.
6

Untuk bahasa lisan, terdapat beberapa macam bahasa yang digunakan oleh
etnis Tionghoa, antara lain bahasa Hokkien, bahasa Hakka, bahasa Tiochiu,
bahasa Khek dan bahasa Mandarin. Penggunaan bahasa yang beraneka ragam
ini dikarenakan nenek moyang etnis Tionghoa yang berasal dari China terdiri
atas berbagai suku-suku yang berbeda-beda. Masing-masing suku memiliki
bahasa-bahasa mereka masing-masing selain juga penggunaan bahasa
Mandarin sebagai bahasa nasional dan persatuan mereka. Untuk memperjelas
uraian diatas, Sayaakan menggunakan Indonesia sebagai contoh. Di Indonesia
selain terdapat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
persatuan, terdapat pula bahasa-bahasa tradisional yang digunakan oleh
berbagai suku bangsa di Indonesai seperti misalnya suku Betawa memiliki
bahasa Betawi sebagai bahasa tradisional, suku Sunda memiliki bahasa Sunda
sebagai bahasa tradisional, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan leluhur
etnis Tionghoa, mereka menggunakan beberapa bahasa sesuai dengan suku
asli mereka di China. Dalam perkembangannya di Indonesia, para etnis
Tionghoa lebih banyak menggunakan bahasa-bahasa tradisional mereka. Hal
ini berdampak pada semakin berkurangnya jumlah etnis Tionghoa yang
menguasai bahasa Mandarin, terutama generasi mudanya. Etnis Tionghoa
yang masih fasih menguasai bahasa Mandarin umumnya berasal dari golongan
Tionghoa totok. Pada masa sekarang ini, dimana asimilasi kebudayaan antara
etnis Tionghoa dengan kebudayaan setempat telah berlangsung selama ratusan
tahun, bahasa lisan yang dipergunakan oleh etnis Tionghoa bukan hanya
bahasa tradisional leluhur mereka namun etnis Tionghoa juga menggunakan
bahasa-bahasa daerah dimana mereka tinggal selain menggunakan juga bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional Indonesia. Sebagai
contoh, keluarga besar orang tua saya yang berasal dari Propinsi Bangka
Belitung, bahasa tradisional yang mereka gunakan merupakan pencampuran
antara bahasa Khek dengan bahasa Melayu.
7

Untuk bahasa tulisan, etnis Tionghoa tradisional menggunakan aksara
kanji China (Hanzi) dari bahasa Mandarin dan aksara Hanyu Pinyin sebagai
sistem alihaksara dari aksara kanji China ke aksara Latin. Aksara kanji inipun
terdapat beberapa jenis, yaitu aksara kanji tradisional (traditional Hanzi),
aksara kanji yang disederhanakan (simplified Hanzi).
Bahasa Yang di gunakan Oleh penduduk Negara cina adalah Bahasa
Putonghua adalah bahasa Lisan standar, kecuali di Hong Kong dan Makau
dimana bahasa Kantonis biasanya di gunakan. Bahasa Mandarin Merupakan
bahasa Resmi Bersama dengan Bahasa Inggris di Hongkong dan Bahasa
Portugis Di Makau. Di Daerah Minoritas, bahasa Mandarin digunakan secara
Resmi hingga Batas Tertentu bersama dengan Bahasa daerah lainnya seperti
bahasa Uyghur, bahasa Mongolia, dan bahasa Tibet.
2.2.2. Sistem Teknologi dan Alat Produksi Etnis Tionghoa
Sistem teknologi dan alat produksi yang dimiliki oleh etnis Tionghoa
pada umumnya merupakan warisan dari leluhur mereka, yaitu bangsa China.
Bangsa China sebagai salah satu bangsa tertua di dunia bisa dikatakan
merupakan bangsa yang maju teknologinya. Salah satu bukti kemajuan
teknologi bangsa China ialah penemuan kertas oleh Tsai Lun pada tahun 105
Masehi. Selain itu, kegiatan perekonomian bangsa China yang meliputi laut
dan darat juga telah memberikan suatu petunjuk pada kita bahwa teknologi
pelayaran bangsa China tidak kalah dengan bangsa-bangsa dari Eropa.
Sesungguhnya, bila dilihat secara mendetail, maka sistem teknologi dan alat
produksi suatu bangsa akan berkaitan erat dengan sistem pengetahuan bangsa
tersebut. Karena dengan pengetahuan tersebutlah maka suatu bangsa dapat
menciptakan sistem teknologi yang akan mempermudah kehidupan mereka.
Ketika leluhur etnis Tionghoa bermigrasi ke Indonesia, mereka turut pula
membawa sistem teknologi dan sistem pengetahuan bangsa China bersama
mereka. Sistem pengetahuan dan sistem teknologi ini kemudian berasimilasi
dengan sistem pengetahuan dan sistem teknologi bangsa Indonesia sehingga
melahirkan sistem pengetahuan dan sistem teknologi serta memperkaya
8

sistem teknologi dan sistem pengetahuan bangsa Indonesia yang sebelumnya
telah ada.
2.2.3. Sistem Mata Pencaharian Etnis Tionghoa
Sistem mata pencaharian berasal dari keinginan suatu suku bangsa untuk
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Di Indonesia terdapat stereotype
yang menganggap bahwa kegiatan ekonomi etnis Tionghoa ialah berdagang
atau di bidang keuangan. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai suatu hal tanpa
dasar. Sejak zaman dahulu kala, bangsa China memang dikenal luas di dunia
sebagai bangsa yang menggunakan perdagangan sebagai kekuatan
ekonominya. Dalam sejarah, kita mengenal adanya Jalur Sutera yang
merupakan jalur perdagangan darat yang menghubungkan China dengan
beberapa negara di Eropa Timur, Timur Tengah, Mesir bahka sampai ke
Afrika Selatan. Selain itu, satu hal yang tidak bisa kita lupakan ialah bahwa
leluhur etnis Tionghoa Indonesia merupakan para pedagang bangsa China
yang kemudian menetap di Nusantara, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa etnis Tionghoa memang erat kaitannya dengan perdagangan.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda-pun mayoritas pekerjaan etnis
Tionghoa ialah berdagang atau di bidang keuangan. Hal ini disebabkan
adanya kebijakan passenstelsel dan Wijkenstelsel yang bertujuan untuk
mencegah interaksi antara etnis Tionghoa dengan penduduk Indonesia.
Kebijakan ini meyebabkan konsentrasi kegiatan ekonomi etnis Tionghoa di
perkotaan, sehingga menciptakan suatu kawasan kegiatan finansial etnis
Tionghoa yang sekarang dikenal dengan nama Pinangsia di kawasan Glodok,
Jakarta Barat.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembatasan yang dilakukan oleh
pemerintah terrhadap aktivitas etnis Tionghoa telah meyebabkan
menyempitnya pilihan pekerjaan yang dapat ditekuni oleh etnis Tionghoa,
sehingga kembali etnis Tionghoa menekuni aktivitas dagang dan sektor
keuangan sebagai tulang punggung utama kegiatan ekonomi mereka.
Etnis Tionghoa memiliki prinsip dalam bekerja bahwa “Apa yang kami
9

lakukan hari ini, bukan untuk hari ini saja, tetapi untuk kedepan”. Dalam
keluarga etnis Tionghoa selalu diajarkan untuk tidak bergantung kepada
orang lain. Etnis Tionghoa selalu mengajarkan anak-anak mereka harus
mampu menguasai jenis pekerjaan dari yang paling mudah sampai yang sulit.
Bahkan etnis Tionghoa selalu beranggapan kalau pekerjaan itu tidak
permanen seperti layaknya roda berputar, suatu saat diatas, lain waktu
dibawah. Maka modal yang paling penting bagi etnis Tionghoa adalah sikap
dapat dipercaya, sehingga sudah menjadi semacam kewajiban bagi etnis
Tionghoa untuk pandai bergaul. Perdagangan adalah lahan satu-satunya yang
paling memungkinkan untuk saling berkomunikasi dan bergaul, saling kenal
dan membangun relasi.
Begitu juga menjadi pedagang bukan karena faktor keturunan. Ini lebih
berkaitan dengan pendidikan awal di lingkungan keluarga sebagai akar
budaya khas, dengan alasan keluarga Tionghoa tidak semudah suku lain
sehingga mereka bekerja keras. Keluarga etnis Tionghoa pun selalu
membiasakan diri untuk menabung. Dalam kehidupan sehari-hari, bila
memiliki penghasilan Rp 10.000,- maka yang digunakan hanya Rp. 2.000,-.
Kebiasaan menabung inilah yang menyebabkan adanya pandangan bahwa
etnis Tionghoa merupakan orang-orang yang pelit. Akan tetapi, pada masa
sekarang ini, kegiatan ekonomi etnis Tionghoa tidak lagi berpusat di bidang
perdagangan dan ekonomi, tetapi telah menyentuh hampir semua bidang
kehidupan masyarakat Indonesia. Telah banyak warga etnis Tionghoa yang
menekuni bidang politik, menjadi tenaga akademis (guru, dosen ataupun
tenaga pengajar lainnya), bidang kesehatan, menjadi anggota TNI atau Polri
dan lain sebagainya.
2.2.4. Sistem Organisasi Kemasyarakatan Negara Cina
Organisasi sosial berasal dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan
sebagai wadah untuk menghimpun kekuatan untuk mecapai tujuan bersama.
Sistem kekerabatan etnis Tionghoa menggunakan sistem patrilineal atau garis
keturunan ayah. Artinya bila 2 orang etnis Tionghoa menikah, maka nama
10

sang anak akan mengikuti marga (nama keluarga) dari sang ayah.
Satu poin penting dari sistem kekerabatan etnis Tionghoa adalah penggunaan
marga atau nama keluarga. Marga dalam etnis Tionghoa menunjukkan asal-
usul nenek moyang etnis Tionghoa ketika berada di China. Setiap marga
umunya berasal dari suku yang berbeda-beda. Orang yang memiliki marga
yang sama, bila ditelusuri garis keturunannya, maka nenek moyang orang-
orang yang memiliki marga yang sama tersebut berasal dari suku atau
keturunan yang sama. Hal ini sama seperti marga dalam suku Batak. Orang-
orang dari suku Batak yang memiliki marga yang sama, maka orang-orang
tersebut berasal dari suku atau keturunan yang sama.
Berkaitan dengan kesamaan marga tersebut, etnis tionghoa di Indonesia
banyak mendirikan organisasi kekerabatan yang mewakili marga-marga yang
sama, seperti Perkumpulan Marga Huang, Perkumpulan Marga Dao dan lain
sebagainya. Pendirian berbagai organisasi kekerabatan ini bertujuan untuk
menjalin hubungan kekeluargaan dengan sesama etnis Tionghoa yang
memiliki marga yang sama, karena pada dasarnya mereka memang berasal
dari keluarga yang sama. Para etnis Tionghoa dapat bertemu dengan orang-
orang yang pada awalnya tidak mereka kenal yang ternyata memiliki
hubungan kekeluargaan berdasarkan marga. Selain itu, lewat organisasi
kekerabatan ini, etnis Tionghoa dapat memperluas social networking mereka
sehingga dapat memudahkan pengembangan terhadap usaha mereka.
Pada masa sekarang ini, peristiwa kerusuhan rasial yang menimpa etnis
Tionghoa pada tanggal 13-15 Mei 1998 yang lebih dikenal dengan sebutan
Kerusuhan Mei 1998 telah memicu tumbuh dan berkembangnya berbagai
organisasi sosial yang mewadahi etnis Tiongho di Indonesia. Setelah Presiden
Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998 dan Indonesia memasuki era reformasi,
tumbuh kesadaran di kalangan etnis Tionghoa bahwa kedudukan mereka
sangat lemah dan menyedihkan. Kesadaran ini membangkitkan keberanian
mereka untuk menolak kesewenang-wenangan yang menimpa diri mereka
dan membela keadilan.
11

Dengan segera berbagai organisasi dideklarasikan oleh orang-orang
peranakan yang peduli pada keadaan tersebut, antara lain Partai Reformasi
Tionghoa Indonesia (Parti), Partai Bhinneka Tunggal Ika (PBI), Solidaritas
Nusa Bangsa (SNB), Formasi, Simpatik, Gandi, PSMTI dan Perhimpunan
Indonesia Tionghoa (INTI). Demikian juga berbagai penerbitan seperti
harian, tabloid dan majalah, antara lain Naga Pos, Glodok Standard, Suar,
Nurani, Sinergi, Suara Baru serta sejumlah lainnya bermunculan.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, beberapa organisasi tersebut
berguguran, dan beberapa media cetak telah hilang dari peredaran. Masalah
utama yang dihadapi organisasi-organisasi tersebut adalah masalah klasik,
tidak adanya program yang jelas, semangat yang mengendur, dan terjadinya
perpecahan di kalangan pemimpinnya.
Masalah yang dihadapi media cetak yang pada umumnya dikelola
golongan peranakan adalah masalah finansial dan sumber daya manusia.
Hampir tidak ada dukungan dari masyarakat Tionghoa akan kelangsungan
hidup media cetak tersebut. Hasil-hasil apakah yang diperoleh dengan
berdirinya organisasi-organisasi yang menghimpun etnis Tionghoa baik
Tionghoa peranakan maupun Tionghoa totok? Walaupun sangat lamban,
kesadaran politik mereka mulai tampak meningkat. Namun trauma masa lalu
masih menghantui sebagian besar etnis Tionghoa, sehingga mereka selalu
berusaha menghindari wilayah politik. Meski demikian, perjuangan
organisasi-organisasi peranakan dalam membela hak-hak etnis Tionghoa dan
menuntut penghapusan peraturan-peraturan yang diskriminatif telah banyak
menunjukkan kemajuan. Dihapusnya segala peraturan-peraturan yang bersifat
rasis dan diskriminatif oleh Presiden Abdurrahman Wahid maupun Tahun
Baru Imlek yang dijadikan hari libur nasional oleh Presiden Megawati
merupakan suatu keberhasilan yang diperjuangkan oleh seluruh organisasi
Tionghoa tersebut.
Salah satu contoh nya adalah Badan Intelijen Cina, Republik Rakyat Cina
memiliki beberapa Badan Intelijen yaitu Ministry of Public Security (MPS) /
12

Departemen Keamanan Publik. Yang mengurusi persoalan dalam negeri,
Ministry of State Security (MMS) / Departemen Keamanan Negara. Operasi
Intelijen Cina menybar dan di Kenal aktif melakukan operasi kontra intelijen
di Seluruh dunia .
2.2.5. Sistem Pengetahuan Negara Cina
Sejak zaman dahulu kala, bangsa China amat terkenal akan ilmu
pengobatan tradisionalnya. Pengobatan tradisional Tionghoa (Hanzi:中醫學)
adalah praktek pengobatan tradisional yang dilakukan di Cina dan telah
berkembang selama beberapa ribu tahun. Praktek pengobatan termasuk
pengobatan herbal, akupunktur, dan pijat Tui Na. Pengobatan ini digolongkan
dalam kedokteran Timur, yang mana termasuk pengobatan tradisional Asia
Timur lainnya seperti Kampo (Jepang) dan Korea. Pengobatan tradisional
Cina percaya bahwa segala proses dalam tubuh manusia berhubungan dan
berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, penyakit disebabkan oleh
ketidakharmonisan antara lingkungan di dalam dan di luar tubuh seseorang.
Gejala ketidakseimbangan ini digunakan dalam pemahaman, pengobatan, dan
pencegahan penyakit.
Adapun sistem pengetahuan negara China cara Memberantas Korupsi,
saat ini Negara Cina menerapkan tiga langkah untuk memberantas korupsi
yaitu : Memperbaiki Sistem Birokrasi, Meningkatkan penyidikan terhadap
pegawai negeri, dan Mengawasi Kekuasaan.
2.2.6. Sistem Kepercayaan Masyarakat Cina
sistem kepercayaan yang dianut oleh etnis Tionghoa amat dipengaruhi
oleh sistem kepercayaan yang dianut oleh bangsa China sebagai negeri
leluhur mereka. Sistem kepercayaan masyarakat China / Tionghoa diwarisi
oleh tradisi kuat pada empat sumber, yaitu penyembahan alam dan roh-roh
halus/nenek moyang (spiritisme, animisme & pantheisme), dan agama-agama
Taoisme, Confucianisme, dan Buddhisme. Penyembahan alam dan roh-roh
halus/nenek moyang adalah kepercayaan tradisi yang tertua, setidaknya pada
13

3000 tahun silam sudah ada buku I-Ching yang merumuskan kepercayaan itu.
Pada prinsipnya kepercayaan premordial ini membawa manusia kepada usaha
untuk mencapai kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup yang
dicapai dengan hidup secara harmonis dengan alam dan penyembahan roh-
roh halus & nenek moyang. Dari pandangan ini maka rejeki, peruntungan
(hokkie) dan kemakmuran menjadi tujuan hidup utama orang Cina. Semua
praktek tradisi Cina/Tionghoa ditujukan untuk mengejar hokkie itu. Baik
Ciamsi (undian nasib), Gwamia (ramalan), Shio (horoskop), dan Hongsui
(tata letak ruangan & bangunan), semuanya ditujukan untuk mencari
peruntungan / hokkie / kemakmuran untuk diri sendiri. Penyembahan roh-roh
dan dewa-dewi berkembang. Semula dewa-dewi merupakan simbolisasi
karakter tertentu seperti dewa dapur, dewa tanah dll, tetapi kemudian selain
roh nenek moyang yang disembah, tokoh-tokoh masyarakat yang dihormati
seperti raja, menteri dan lainnya itu bila telah meninggal dijadikan dewa-dewi
pula yang mendiami langit. Dari deretan dewa-dewi itu, yang tertua atau
paling senior kemudian diangkat sebagai Thien (dewa/tuhan penguasa langit).
Banyak dewa-dewi yang mendatangkan keberuntungan disembah untuk
melestarikan hokkie, dan bukan itu saja, sering usaha mencari hokkie
dilakukan dengan segala cara termasuk menyogok untuk menyenangkan
dewa-dewi itu. Sebagai contoh, Sin Chia (tahun baru Imlek) sebagai pusat
upacara dalam tradisi Cina / Tionghoa dimulai dengan perayaan seminggu
sebelumnya untuk mengantar Dewa Dapur (Ciao Kun Kong) yang akan
melaporkan tingkah laku pemilik rumah kepada Thien (tuhan penguasa
langit). Agar Thien tidak mendengar yang tidak baik maka dipasangi
mercon / petasan, dan agar yang disampaikan hanya yang baik, maka
dibakarlah hio yang berbau harum dan buah-buahan manis, juga mulut patung
dewa dapur diolesi madu agar yang manis-manis saja yang dilaporkan,
dengan demikian rejeki dan khususnya isi dapur rumah tangga penuh rejeki.
Lebih lagi, untuk menghindari agar dewa dapur tidak sempat melaporkan
yang tidak baik, biasanya dibuatkan makanan pelekat gigi yaitu berupa
14

manisan sebesar jeruk yang gepeng dan kue keranjang, maksudnya kalau
dewa dapur memakan makanan itu gigi-giginya saling merekat dan tidak
sempat membuka mulut dan berkata-kata membuka rahasia dapur. Praktek
semacam bisa dilihat dalam upacara sembayang di kuburan dimana hio dan
buah-buahan manis disajikan bahkan sering dibuat rumah-rumahan, mobil-
mobilan bahkan uang-uangan yang dibakar untuk menyenangkan roh nenek
moyang agar arwahnya senang dan tidak menganggu keberuntungan yang
masih hidup.
Praktek memberikan angpao (uang yang dibungkus kertas merah)
merupakan praktek umum pada waktu Sin Chia agar yang diberi bersikap
manis dan baik. Praktek pemberian / sesajen yang tidak beda dengan sogok
menyogok itu dapat ditemui dalam umumnya upacara tradisi China /
Tionghoa dan memang didasarkan pada kepercayaan keseimbangan alam
Yin-Yang dimana dihindari adanya konflik dengan cara mencari 'jalan
tengah'. Itulah sebabnya sifat kompromi yang saling menguntungkan
mendarah daging dalam budaya China. Dari tradisi budaya kuno yang
tertanam itu kita dapat melihat mengapa masyarakat China cenderung
menghalalkan sogok-menyogok untuk melancarkan bisnis, dan praktek
Quanxi (koneksi / kolusi) memang merupakan kebiasaan tradisional yang
dianggap wajar.
Agama Tridharma Sekitar tahun 500 SM dua tokoh panutan hidup di
Cina adalah Lao Tzu yang menurunkan Taoisme dan Kong Hu Cu yang
mendirikan Confucianism. Lao Tzu mengajarkan jalan filsafat tentang Tao
tetapi kemudian para pengikutnya mencampuradukkan ajaran itu dengan
mistik dan magis sehingga memperkuat praktek tradisi lama.
Kong Hu Cu memang mengajarkan hubungan antar manusia (Li) dan kurang
tertarik hal-hal yang bersifat supra natural, itulah sebabnya ajaran ini
kemudian memupuk sikap orang Cina untuk mencintai keluarga dan dunia
ini. Tetapi, ajaran Konghucu itu kemudian bercampur dengan pantheisme /
spiritisme tradisional menghasilkan budaya kekeluargaan yang kuat dimana
15

keluarga menjadi basis pelestarian tradisi dan budaya, dan bahkan
penghormatan yang berlebihan bukan saja ditujukan kepada yang lebih tua
yang masih hidup tetapi juga kepada leluhur / nenek moyang yang sudah
meninggal. Penyembahan leluhur dengan meja sembahyang dan sesajen
memupuk kuat kekeluargaan Cina, sehingga orang Cina cenderung menjadi
eksklusif dalam ikatan klan / keluarga masing-masing. Ini menimbulkan
pandangan bahwa 'orang Cina tetap Cina' secara turun temurun dan sukar
berbaur dengan ras lain (orang Tionghoa Indonesia yang telah berganti nama
sering ditanya orang Tionghoa lainnya: 'She (marga)nya apa?').
Buddhisme yang masuk ke China sekitar tahun 500 M memang tidak
bertentangan dengan ajaran baik Taoisme maupun Confucianisme, itulah
sebabnya orang China mudah menerimanya dan cenderung menganut dan
mencampur adukkan ketiga kepercayaan itu menjadi satu (Samkauw /
Tridharma). Agama adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tradisi budaya
masyarakat China. Dari latar belakang tradisi dan agama itu kita dapat
melihat mengapa orang-orang Cina mewarisi tradisi budaya kekeluargaan
yang kuat, disamping sifat-sifat jalan tengah yang dipraktekkan.
Etnis Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia pada umumnya menganut
kepercayaan Confucianisme atau Buddha. Namun seiring dengan
perkembangan zaman dan proses asimilasi budaya yang telah berlangsung
ratusan tahun antara kebudayaan etnis Tionghoa dengan kebudayaan
Indonesia, mayoritas etnis Tionghoa pada masa sekarang ini menganut agama
Buddha, Katolik, Kristen serta minoritas Islam dan Confucianisme.
2.2.7. Kesenian Masyarakat Tiong hoa
Di Negara Cina banyak sekali Kesenian kesenian yang ada salah satu nya
adalah Barongsai. Barongsai adalah tarian tradisional cina dengan
menggunakan sarung yang menyerupai singa. Barongsai memiliki sejarah
ribuan tahun. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa
Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum masehi. Ada lagi Tarian Lampion
16

yang menggunakan lampion pada saat menari dan kesenian lainnya adalah
Kaligrafi.
Kesenian etnis Tionghoa amat dipengaruhi oleh kebudayaan dan sistem
kepercayaan yang dianut oleh bangsa China, walaupun pada masa sekarang
ini banyak pula kesenian etnis Tionghoa yang telah mengalami modifikasi
dan penyesuaian dengan kebudayaan Indonesia. Salah satu kesenian etnis
Tionghoa yang paling dikenal oleh masyarakat Indonesia ialah tarian
Barongsai. Barongsai adalah tarian tradisional China dengan menggunakan
sarung yang menyerupai singa. Di China kesenian barongsai dikenal dengan
nama lungwu, namun khusus untuk menyebut tarian singa. Tarian naga
disebut shiwu dalam bahasa Mandarin. Sebutan barongsai bukan berasal dari
China. Kemungkinan kata barong diambil dari bahasa Melayu yang mirip
dengan konsep kesenian barong Jawa, sedangkan kata sai bermakna singa
dalam dialek Hokkian. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada
masa Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum Masehi. Kesenian Barongsai
mulai populer di zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589
Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi
serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima
perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir
pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian
barongsai melegenda.
Tarian Singa terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang
memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara kelihatan
lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang memiliki sisik
serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala Singa
Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan
binatang ‘Kilin’.
17

Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga berbeda. Bila Singa
Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak
seiring dengan tabuhan gong dan tambur, gerakan Singa Utara cenderung
lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.
Satu gerakan utama dari tarian Barongsai adalah gerakan singa memakan
amplop berisi uang yang disebut dengan istilah ‘Lay See’. Di atas amplop
tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan
hadiah bagi sang Singa. Proses memakan ‘Lay See’ ini berlangsung sekitar
separuh bagian dari seluruh tarian Singa.
Seni bela diri menjadi kunci permainan ini sehingga banyak pemainnya
berasal dari perguruan kungfu atau wushu. Gerakannya berciri akrobatik
seperti salto, meloncat atau berguling. Tarian barongsai biasanya diiringi
musik tambur, gong dan cymbal. Demikian pula agar atraksi Barongsai
menarik, perlu latihan khusus agar angpau yang diperebutkan tak jatuh
kepada pihak lawan. Mengenai naga (liong), bagi etnis China, adalah
binatang lambang kesuburan atau pembawa berkah. Binatang mitologi ini
selalu digambarkan memiliki kepala singa, bertaring serigala dan bertanduk
menjangan. Tubuhnya panjang seperti ular dengan sisik ikan, tetapi memiliki
cakar mirip elang. Sedangkan singa dalam masyarakat China merupakan
simbol penolak bala. Maka tarian barongsai dianggap mendatangkan
kebaikan, kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan. Untuk menampilkan
Liong perlu tatakrama tersendiri. Liong muncul saat perayaan Imlek dan Cap
Go Meh. Biasanya perlu ritual khusus untuk ini. Didahului dengan upacara
pensucian dilanjutkan upacara cuci mata di klenteng. Sebelum pelaksanaan
digelar, beberapa orang sudah melakukan latihan fisik untuk mengangkat
Liong yang panjangnya bisa mencapai ratusan meter.
18

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Tujuh unsur kebudayaan universal memang terdapat dalam setiap kebudayaan
di dunia. Setiap kebudayaan dimanapun mereka berada, apabila dikaji secara
integratif dan mendalam, maka akan diperoleh suatu kesimpulan bahwa
kebudayaan tersebut berakar dari tujuh unsur kebudayaan universal yang
kemudian berkembang mengikuti kondisi sosial budaya dan lingkungan dimana
kebudayaan tersebut hidup dan berkembang.
Memang dalam praktik nyatanya, tidak semua unsur kebudayaan universal
dalam suatu kebudayaan berkembang secara berimbang. Terkadang hanya
beberapa unsur saja yang berkembang dan menonjol dari kebudayaan tersebut
yang kemudian menjadi ciri khas dari kebudayaan tersebut. Unsur kebudayaan
universal ini-pun tidak akan hilang walaupun kebudayaan-kebudayaan tersebut
mengalami perubahan dan perkembangan baik melalui proses asimilasi, akulturasi
maupun proses persinggungan kebudayaan lainnya, Kebudayaan bangsa China
sendiri bukanlah suatu kebudayaan homogen, karena terdiri atas beragam suku
bangsa yang kemudian bersatu membentuk kebudayaan bangsa China. Demikian
pula kebudayaan etnis Tionghoa merupakan kebudayaan yang heterogen, karena
etnis Tionghoa di Indonesia sendiri terdiri atasberbagai suku bangsa yang
menyatuka diri dalam kesatuan sebagai etnis Tionghoa. Kebudayaan etnis
Tionghoa sendiri, kemudian masih berasimilasi lagi dengan kebudayaan Indonesia
selama ratusan tahun. Namun demikian, kebudayaan etnis Tionghoa yang
heterogen tersebut apabila dikaji secara integratif tetap akan menunjukkan adanya
tujuh unsur kebudayaan universal dalam kebudayaan etnis Tionghoa.
Selain itu, kesimpulan lain yang dapat kami tarik ialah bahwa ketujuh unsur
kebudayaan universal merupakan unsur-unsur yang saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan. Apabila salah satu unsur mengalami perkembangan maka akan
19

mempengaruhi unsur kebudayaan universal yang lainnya; walaupun seperti yang
sudah kami katakan bahwa terkadang dalam suatu kebudayaan bisa saja hanya
beberapa unsur kebudayaan saja yang menonjol, akan tetapi semua unsur
kebudayaan itu saling terintegrasi.
3.2. Saran
Sebagai suatu negara multietnik, sudah sepantasnya bagi masyarakat Indonesia
untuk saling memahami segala kebudayaan suku bangsa yang terdapat di Indonesia.
Karena tanpa adanya pengertian mengenai kebudayaan-kebudayaan suku bangsa di
Indonesia akan sangat sulit untuk saling menyelaraskan pikiran dan hidup dalam
suasanan keterbukaan yang aman dan damai. Pada akhirnya bila kondisi ini tidak
tercapai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, maka akan
mengancam persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
memperlambat perjalanan bangsa Indonesia dalam mencapai kemakmuran yang
diidam-idamkan oleh setiap warga negara Indonesia.
Berbagai peristiwa yang kerap kali terjadi di Indonesia merupakan bukti nyata
bahwa ketidaktahuan mengenai suatu golongan tertentu akan mempermudah
terjadinya konflik persinggungan idealisme yang tidak hanya akan merugikan
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik melainkan keseluruhan masyarakat
Indonesia.
Sebagai contoh, berbagai peristiwa rasialis yang kerap kali menimpa etnis
Tionghoa sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda telah menciptakan semacam
perasaan traumatis dan kerap kali menyebabkan perasaan was-was dalam benak
etnis Tionghoa untuk bergaul secara luas dalam lingkup masyarakat Indonesia.
Sedangkan dari pihak masyarakat Indonesia umum, perasaan was-was ini diartikan
20

sebagai sikap eksklusivisme dalam kehidupan etnis Tionghoa dan tidak mau
berbaur dengan masyarakat Indonesia lainnya.
Bahkan, bila ditilik jauh ke belakang, kebudayaan etnis Tionghoa telah
memberikan sumbangan besar bagi kebudayaan Indonesia. Atas dasar tersebut,
masih pantaskah bila etnis Tionghoa dicap sebagai suku bangsa asing di Indonesia.
Sementara, bagi etnis Tionghoa, kinilah saatnya membuka diri terhadap
“eksklusuvisme” etnis Tionghoa dalam pergaulan suku bangsa di Indonesia. Para
etnis Tionghoa di Indonesia selalu mengeluh bahwa mereka mengalami tindakan
diskriminatif dari masyarakat pribumi Indonesia. Akan tetapi etnis Tionghoa tidak
pernah secara nyata “melawan” segala tindakan diskriminatif tersebut. Sudah
saatnya etnis Tionghoa membuka diri dan berbaur dengan seluruh masyarakat
Indonesia. Perkenalkan budaya Tionghioa sebagai bagian dari budaya Indonesia.
Diharapkan dengan timbulnya pengertian dan pemahaman terhadap masing-masing
kebudayaan suku bangsa di Indonesia, maka akan timbul sikap saling menghormati,
saling menghargai serta saling toleran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
21

DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Achmad, Ridjal K. Study Guide Cultural Anthropology. Jakarta: Learning Material
Center Stikom The London School of Public Relations – Jakarta, 2008.
Drs. Taufiq Rohman Dhohiri, M.Si et all. Sosiologi: Suatu Kajian Kehidupan
Masyarakat. Jakarta: Yudhistira, 2006.
Referensi Internet
id.wikipedia.org
iccsg.wordpress.com
id.inti.or.id
blog.dipanegara.ac.id
www.osdir.com
www.seasite.niu.edu
www.kapanlagi.com
www.ladangtuhan.com
www.indonesian.cri.cn
www.surabaya-ehealth.org
www.tionghoa-net.blogspot.com
22