Tugas Fakultas Hukum

30
http://donxsaturniev.blogspot.com BAB II PEMBAHASAN A. PENGANTAR ILMU HUKUM 1. Pengertian Pengantar Ilmu Hukum Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum. 2. Tujuan dan Kegunaan Pengantar Ilmu Hukum Tujuan Pengantar Imu Hukum adalah menjelaskan tentang keadaan, inti dan maksud tujuan dari bagian-bagian penting dari hukum, serta pertalian antara berbagai bagian tersebut dengan ilmu pengetahuan hukum. Adapun kegunaannya adalah untuk dapat memahami bagian-bagian atau jenis-jenis ilmu hukum lainnya. 3. Kedudukan dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum Kedudukan Pengantar Ilmu Hukum merupakan dasar bagi pelajaran lanjutan tentang ilmu pengetahuan dari berbagai bidang hukum. Sedangkan kedudukan dalam kurikulum fakultas hukum adalah sebagai mata kuliah keahlian dan keilmuan. Oleh karena itu pengantar ilmu hukum berfungsi memberikan pengertian-pengertian dasar baik secara garis besar maupun secara mendalam mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum. Selain itu juga pengantar ilmu hukum juga berfungsi pedagogis yakni menumbuhkan sikap adil dan membangkitkan minat untuk denagan penuh kesungguhan mempelajari hukum. 4.Ilmu Bantu Pengantar Ilmu Hukum

Transcript of Tugas Fakultas Hukum

Page 1: Tugas Fakultas Hukum

http://donxsaturniev.blogspot.com

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGANTAR ILMU HUKUM

1. Pengertian Pengantar Ilmu Hukum

Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia studi hukum dinamakan

“Encyclopedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar

(introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan

bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang

mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama

ilmu hukum.

2. Tujuan dan Kegunaan Pengantar Ilmu Hukum

Tujuan Pengantar Imu Hukum adalah menjelaskan tentang keadaan, inti dan

maksud tujuan dari bagian-bagian penting dari hukum, serta pertalian antara berbagai

bagian tersebut dengan ilmu pengetahuan hukum. Adapun kegunaannya adalah untuk

dapat memahami bagian-bagian atau jenis-jenis ilmu hukum lainnya.

3. Kedudukan dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum

Kedudukan Pengantar Ilmu Hukum merupakan dasar bagi pelajaran lanjutan

tentang ilmu pengetahuan dari berbagai bidang hukum. Sedangkan kedudukan dalam

kurikulum fakultas hukum adalah sebagai mata kuliah keahlian dan keilmuan. Oleh

karena itu pengantar ilmu hukum berfungsi memberikan pengertian-pengertian dasar

baik secara garis besar maupun secara mendalam mengenai segala sesuatu yang

berkaitan dengan hukum. Selain itu juga pengantar ilmu hukum juga berfungsi

pedagogis yakni menumbuhkan sikap adil dan membangkitkan minat untuk denagan

penuh kesungguhan mempelajari hukum.

4. Ilmu Bantu Pengantar Ilmu Hukum

Sejarah hukum, yaitu suatu disiplin hukum yang mempelajari asal usul

terbentuknya dan perkembangan suatu sistem hukum dalam suatu masyarakat

tertentu dan memperbanding antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh

perbedaan waktu

Sosiologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan

analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial

dengan gejala sosial lain (Soerjono Soekanto)

Antropologi hukum, yakni suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-

pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana, maupun

masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan pembangunan /

proses modernisasi (Charles Winick).

Page 2: Tugas Fakultas Hukum

Perbandingan hukum, yakni suatu metode studi hukum yang mempelajari

perbedaan sistem hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Atau

membanding-bandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan

bangsa yang lain

Psikologi hukum, yakni suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum

sebagai suatu perwujudan perkembangan jiwa manusia (Purnadi Purbacaraka).

5. Metode Pendekatan Mempelajari Hukum

Metode Idealis; bertitik tolak dari pandangan bahwa hukum sebagai perwujudan

dari nilai-nilai tertentu dalam masyarakat.

Metode Normatif Analitis; metode yg melihat hukum sebagai aturan yg abstrak

yaitu metode melihat hukum sebagai lembaga otonom dan dapat dibicarakan

sebagai subjek tersendiri terlepas dari hal-hal lain yang berkaitan dengan

peraturan-peraturan. Bersifat abstrak artinya kata-kata yang digunakan di dalam

setiap kalimat tidak mudah dipahami dan untuk dapat mengetahuinya perlu

peraturan-peraturan hukum itu diwujudkan. Perwujudan ini dapat berupa

perbuatan-perbuatan atau tulisan. Apabila ditulis, maka sangat penting adalah

pilihan dan susunan kata-kata.

Metode Sosiologis; metode yang bertitik tolak dari pandangan bahwa hukum

sebagai alat untuk mengatur masyarakat.

Metode Historis; metode yang mempelajari hukum dengan melihat sejarah

hukumnya.

Metode sistematis; metode yang melihat hukum sebagai suatu sistem.

Metode Komparatif; metode yang mempelajari hukum dengan membandingkan

tata hukum dalam berbagai sistem hukum dan perbandingan hukum di berbagai

negara.

B. PENGERTIAN HUKUM

1. Berbagai Definisi Hukum:

Begitu banyak definisi hukum dikemukakan oleh ilmuwan hukum yang tentu

saja sangat berguna untuk mengkaji ilmu hukum lebih lanjut. Beberapa manfaatnya

adalah sebagai pegangan awal bagi orang yang ingin mempelajari hukum, khususnya

bagi kalangan pemula. Berguna juga bagi kalangan yang ingin lebih jauh

memperdalam teori hukum, ilmu hukum, filsafat hukum dan sebagainya.

Immanuel Khant pernah menulis pernyataan “Noch suchen die Juristen eine

Definition zu ihrem Begriffe von Recht” yang dapat diartikan, “Masih juga para

sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum”.

Page 3: Tugas Fakultas Hukum

Menurut Prof. Mr. L.J van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “Inleiding

tot de studie van Het Nederlandse Recht”, tidak mungkin memberikan suatu definisi

tentang apa yang disebut hukum itu.

Arnold salah seorang sosiolog, mengakui bahwa dalam kenyataan hukum

memang tidak akan pernah dapat didefinisikan secara lengkap, jelas dan tegas.

Sehingga sampai sekarang ini tidak ada kesepakatan bersama tentang definisi hukum.

(Achmad Ali, 1996: 27).

Namun Arnold juga menyadari bahwa bagaimanapun para juris tetap akan terus

berjuang mencari bagaimana hukum didefinisikan, sebab definisi hukum merupakan

bagian yang substansial dalam memberi arti keberadaan hukum sebagai ilmu.

Hukum juga merupakan sesuatu yang rasional dan dimungkinkan untuk

dibuatkan definisi sebagai penghormatan para juris terhadap eksistensi hukum.

2. Pengertian Hukum Secara Umum

Kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, di mana suatu

negara atau masyarakat mengakuinya sebagai sesuatu yang mempunya kekuatan

mengikat terhadap warganya. (Oxford English Dictionary).

Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang

berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang

mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan

untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

Adanya kecenderungan stigma dalam masyarakat:

1) Dengan memberikan suatu pengertian tentang hukum dapat

menimbulkan kesan yang keliru terutama sekali bagi seorang yang baru

belajar ilmu hukum, sehingga pada saat perkenalan pertama dengan

hukum telah timbul suatu kesalah pahaman, sebab ide atau gambaran

tentang hukum tidak sama dengan kenyataan yang diharapkan. Dengan

kata lain, hukum yang seharusnya berlaku tidak sama dengan hukum

yang senyatanya berlaku.

2) Selain itu pendapat para ahli hukum mengenai pengertian hukum selalu

berbeda-beda. Adanya perbedaan ini dapat kita pahami karena hukum itu

mempunyai banyak segi dan bermacam-macam masalah sehingga tidak

mungkin tercakup dalam suatu pengertian yang memuaskan.

3. Pengertian Hukum menurut pendapat para ahli

Prof. Soedirman Kartohardiprodjo, S.H., menulis “...Jikalau kita menayakan

apakah yang dinamakan hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya persesuain

pendapat. Berbagai permasalahan perumusan yang dikemukakan”

Page 4: Tugas Fakultas Hukum

Berikut beberapa definisi hukum yang dikemukakan para ahli hukum (juris)

berdasarkan aliran atau paham yang dianutnya:

1) Van Apeldoorn,

Hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak mungkin

menyatakanya dalam (satu) rumusan yang memuaskan.

2) I Kisch,

Oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera maka

sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan.

3) Dr. W.L.G Lemaire (Mantan guru besar Universiteit van Indonesia),

Dalam bukunya “Het Rech in Indonesia” menyatakan “... De veelzijdigheid

en veelomavaendheid van het recht brengen niet aen met zich, dat het

onmogelijk is in een enkele definitie aan te geven wat recht is”

Banyaknya segi dan luasnya hukum itu tidak memungkinkan perumusan

hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarrnya hukum itu. Hukum

yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak

mungkin orang membuat suatu definisi apapun hukum itu sebenarnya.

4) Grotius,

“Law is a rule of moral action obliging to that which is right” hukum

adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui

sanksi-sanksi yang djatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan kejahatan

melalui suatu otoritas pengendalian.

5) Aristoteles,

“Particular law is that which each community lays down and alies to its

own members. Universal law is the law of nature” hukum adalah sesuatu

yang berbeda daripada sekadar mengatur dan mengekpresikan bentuk dari

kontitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku hakim dan

putusannya di pengadilan untk menjatuhkan hukuman terhadap pelangggar.

6) Schapera,

Hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan

oleh pengadilan.

7) Paul Bohannan,

Hukum adalah merupakan himpunan kewajiban yang telah dilembagakan

kembali dalam pranata hukum.

8) Pospisil,

Hukum adalah aturan-aturan tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban

melalui sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan

kejahatan melalui suatuotoritas pengendalian.

9) Karl von savigny,

Page 5: Tugas Fakultas Hukum

Hukum adalah aturan yang tebentuk melalui kebiasaan dan perasaan

kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.

Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh

kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat.

10) Marxist,

Hukum adalah suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam

masyarakat pada suatu tahap perkembangan tertentu.

11) John Austin,

Melihat hukum sebagai perangkat perintah, baik langsung maupun tidak

langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang

merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya (pihak

yang berkuasa) meruipakan otoritas tertinggi.

Kelemahan pandangan John Austin sebagai berikut :

Hukum dilihat semata-mata sebagai kaidah bersanksi yang dibuat

dan diberlakukan oleh negara, padahal di dalam kenyataannya

kaidah tersebut belum tentu berlaku.

Undang-undang yang dibuat oleh negara, hanya salah satu sumber-

sumber hukum

Hanya warga masyarakat yang dilihat sebagai subjek hukum,

padahal dalam kenyataannya dikenal pula adanya hukum tata

negara, hukum administrasi negara, dsb.

12) Hans Kelsen,

Hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah laku manusia. Hukum

adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.

13) Paul Scholten,

Hukum adalah suatu petunjuk tentang apa yang layak dilakukan dan apa

yang tidak layak untuk dilakukan yang bersifat perintah.

14) Van Kan,

Hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk

melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

15) Eugen Ehrlich (Jerman),

Sesuatu yang berkaitan denagan fungsi kemasyarakatan dan memandang

sumber hukum hanya dari legal history and jurisprudence dan living law

(hukum yang hidup didalam masyarakat).

16) Bellefroid,

Hukum adalah kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat yang mengatur

tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam

masyarakat.

Page 6: Tugas Fakultas Hukum

17) Salmond,

Hukum adalah kumpulan-kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan

oleh negara di dalam pengadilan.

18) Roscoe Pound,

Hukum itu dibedakan dalam arti :

a. Hukum dalam arti sebagai tata hukum, mempunyai pokok bahasan:

1. Hubungan antara manusia denagan individu lainnya

2. Tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu

lainnya.

b. Hukum dalam arti kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-

putusan pengadilan dan tindakan administrasi. Pandangan Roscoe

Pound tergolong dalam aliran sosiologis dan realis.

19) Liwellyn,

Hukum adalah apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu

persengketaan adalah hukum itu sendiri.

20) Drs. E. Utrecht, SH,

Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan

larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena

itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

21) J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto,

Dalam buku ”Pelajaran Hukum Indonesia”. Hukum adalah peraturan-

peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib,

pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya

tindakan yaitu hukuman tertentu

22) M.H. Tirtaatmidjaja, SH

Dalam buku ”Pokok-pokok Hukum Perjuangan”. Hukum adalah semua

aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan

dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika

melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta,

umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, di denda dsb.

23) Prof. Mr. Dr. C. Van Vollenhoven

(Het adatrecht van Nederlandsche Indie), Hukum adalah suatu gejala dalam

pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan bentur

membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.

24) Wirjono Prodjodikoro,

Hukum adalah rangkaian peraturan2 mengenai tingkah laku orang-orang

sebagai anggota suatu masyarakat.

Page 7: Tugas Fakultas Hukum

25) Soerojo Wignjodipoero,

Hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat memaksa,

berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk bebruat tidak

bebruat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam

kehidupan masyarakat.

26) Hobbes

“Where as law, property is the word of him, that by right command over

others”

27) Philip S. James, Ma

“Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed

upon and enforced among the members of a given State”

28) Prof. Mr. E.M. Meyers

Dalam bukunya “De Algemene begriffen van het Burgerlijk Recht”,

menyatakan hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan

kesusilaan ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan

yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan

tugasnya.

29) Leon Duguit

Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang

daya penggunanya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai

jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi

bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

30) Immanuel Kant

Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas

dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari

orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”

C. SEGI-SEGI PENINJAUAN HUKUM

1. HUKUM DITINJAU DARI SEGI WUJUDNYA

a. Hukum Tertulis (Statute Law, Written Law)

Hukum tertulis atau hukum undang-undang adalah hukum yang

disusun tatkala dalam masyarakat itu telah terbentuk suatu bangsa dan negara

sehingga perlunya susunan perundang-undangan yang dibentuk pada suatu

simtem pemerintahan sebagai tatanan untuk mengatur kehidupan pada suatu

bangsa dan negara yang dicantumkan dalam bentuk peraturan perundang-

undangan. Hukum tertulis ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan.

Page 8: Tugas Fakultas Hukum

Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu

dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Contoh:

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang

Undang Hukum Perdata (KUHPdt), Kitab Undang-undang Hukum

Dagang (KUHD);

Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:

a) Jenis-jenis hukum tertentu

b) Sistematis

c) Lengkap

Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:

a) Kepastian hukum

b) Penyederhanaan hukum

c) Kesatuan hukum

Contoh kodifikasi hukum:

a) Di Eropa :

i. Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar

Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun

527-565.

ii. Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di

Prancis dalam tahun 1604.

b) Di Indonesia :

i. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)

ii. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)

iii. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)

iv. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des

1981)

2) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan. Contoh: Undang-undang

(UU), Peraturan Pemerintah ( PP ), Keputusan Presiden (Kepres).

Hukum tertulis sendiri lahir pada saat manusia sudah mulai pandai

menulis, membaca dan mengenal peradaban tatkala dalam masyarakat tersebut

terbentuk suatu negara dan disusun badan perundang-undangannya walaupun

masih bersifat sederhana sekali. Hukum tertulis sendiri untuk pertama kalinya

yang dikenal dalam sejarah adalah Undang-Undang Hamurabi, pada zaman

kerajaan Babilonia, pada sekitar tahun 1950 SM. Jadi undang-undang pertama

kali bukan lahir di Eropa. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa

mula-mula ahli-ahli hukum Romawilah yang menghendaki bahwa peraturan-

peraturan hukum itu hendaknya dituliskan. Bukan itu saja, malahan lebih jauh

himpunan peraturan-peraturan hukum itu ditetapkan dengan pasti dalam

Page 9: Tugas Fakultas Hukum

Kitab-kitab Undang-Undang (kodifikasi) dan hanya himpunan undang-

undanglah yang hendaknya dianggap satu-satunya sumber hukum.

b. Hukum Tidak Tertulis (Unstatutery Law, Unwritten Law)

Hukum tidak terlulis adalah hukum yang tidak dibentuk oleh sebuah

badan legislatif yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan –badan

hukum negara (DPR, DPRD, dsb), hukum yang timbul karena putusan-

putusan hakim dan hukum kebiasaan yang hidup dalam keyakinan masyarakat,

tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan

perundangan (hukum kebiasaan).

Hukum kebiasaan atau hukum tidak tertulis sudah lama dikenal,

terhitung sejak orang-orang belum mengenal tulis baca sama sekali, asal

orang-orang itu sudah hidup bermasyarakat. Hukum kebiasaan ini sumbernya

ialah kebiasaan sehari-hari, yang didasarkan pada pandangan dan kesadaran

orang-orang dalam masyarakat yang bersangkutan, bahwa kebiasaan itu

adalah memang seharusnya ditaati. Secara tradisionil, penguasa-penguasa

dahulu hanya mendasarkan cara-cara pemerintahannya kepada pertimbangan

penilaian-penilaiannya sendiri saja. Sebelum tahun 1800 SM, sebagian besar

hukum yang digunakan pada saat itu adalah hukum kebiasaan.

Sebagai contoh sanksi yang ditimbulkan akibat hukum kebiasaan

adalah ketika ada seorang yang melakukan perbuatan mesum pada suatu

kelompok masyarakat yang memberlakukan hukum kebiasaan kemudian

orang tersebut diusir, dikucilkan atau bahkan dirajam dikarenakan adanya

aturan-aturan hukum kebiasaan yang turun-temurun di kelompok masyarakat

tersebut yang tidak memperbolehkan perbuatan mesum.

2. HUKUM DITINJAU DARI SEGI PENGATURAN

a. Hukum Material (Materiele Wederrechtlijkheid)

Hukum material, yaitu segala kaidah yang menjadi patokan manusia

untuk bersikap tindak, misalnya tidak boleh membunuh, harus melunasi

hutang dan lain sebagainya.

Sebagai contoh undang-undang dalam arti materiil merupakan

keputusan penguasa yang dilihat dari segi isinya mempunyai kekuatan

mengikat umum misalnya UU Terorisme dan UU Pailit.

Faktor-faktor kemasyarakatan yang mempengaruhi hukum material

yaitu:

Page 10: Tugas Fakultas Hukum

1) Stuktural ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat antara lain:

kekayaan alam, susunan geologi, perkembangan-perkembangan

perusahaan dan pembagian kerja.

2) Kebiasaan yang telah membaku dalam masyarakat yang telah

berkembang dan pada tingkat tertentu ditaati sebagai aturan tingkah

laku yang tetap.

3) Hukum yang berlaku

4) Tata hukum negara-negara lain

5) Keyakinan tentang agama dan kesusilaan

6) Kesadaran hukum

b. Hukum Formal (Formele Wederrechtelijkheid)

Hukum formil, yaitu aturan main penegakkan hukum materiil tersebut,

misalnya dalam mengajukan gugatan seorang penggugat (orang yang

menggugat) harus mengajukan surat gugatan ke pengadilan tempat kediaman

tergugat (orang yang digugat) sesuai asas actor sequitur forum rei, atau dalam

menanggapi surat gugatan penggugat tergugat harus membuat surat jawaban

dan lain sebagainya.

Sebagai contoh undang-undang dalam arti formal merupakan

keputusan penguasa yang diberi nama undang-undang disebabkan bentuk yang

menjadikannya undang-undang, misalnya UU APBN.

3. HUKUM DITINJAU DARI SEGI SUMBERNYA

a. Undang-undang (UU)

Undang-undang (bahasa Inggris: Legislation - dari bahasa Latin lex,

legis yang berarti hukum) berarti sumber hukum, semua dokumen yang

dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti

prosedur tertulis.

Undang-undang (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundang-

undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan

bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main

bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur

kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara.

Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip

yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan diantara

keduanya.

Konsep hukum yang didefinisikan oleh sebuah laporan dari kontrak

dan Perjanjian (yang hasil dari negosiasi antara sama (dalam hal hukum)),

Page 11: Tugas Fakultas Hukum

kedua dalam hubungan dengan sumber-sumber hukum lainnya: tradisi (dan

kebiasaan), kasus hukum, undang-undang dasar (Konstitusi, "Piagam Besar",

dsb.), dan peraturan-peraturan dan tindakan tertulis lainnya dari eksekutif,

sementara undang-undang adalah karya legislatif, sering diwujudkan dalam

parlemen yang mewakili rakyat. Untuk membentuk suatu rancangan undang-

undang maka diperlukan materi dan mekanisme pembentukan undang-undang

yaitu sebagai berikut:

1) Materi Undang-Undang

a) Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-

hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara,

pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian

kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah,

kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.

b) Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan

Undang-Undang.

2) Mekanisme Pembentukan Undang-undang

a) Persiapan

Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR

atau Presiden.

b) RUU yang diajukan oleh Presiden

RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau

pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung

jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden

kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan

mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di

DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka

waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.

c) RUU yang diajukan oleh DPR

RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat

pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi

menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR

dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR

diterima.

d) Peran DPD dalam Persiapan Pembentukan Undang-Undang

DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

Page 12: Tugas Fakultas Hukum

lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah.

e) Pembahasan

Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama

Presiden atau menteri yang ditugasi, melalui tingkat-tingkat

pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR

yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.

DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai

dengan kewenangannya pada rapat komisi/panitia/alat

kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.

DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU

tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak,

pendidikan, dan agama.

f) Pengesahan

Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU

tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan masa itu.

RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden

disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk

disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari

sejak tanggal persetujuan bersama.

RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani

dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh

DPR dan Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU

tersebut disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden,

maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

3) Bentuk peraturan perundangan RI

a) Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 Tata urutan prundangan RI

menurut UUD 1945:

Undang-undang Dasar 1945

Tap MPR

Undang-undang/Perpu

Peraturan Pemerintah

Keputusan Presiden

Peraturahn Menteri

Instruksi Mentri

Dan lain-lain

b) Pasal 2 Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum

dan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan:

Page 13: Tugas Fakultas Hukum

1. UUD 1945;

2. Tap MPR RI.

3. Undang-Undang,

4. Peperpu;

5. Peraturan Pemerintah,

6. Keputusan Presiden;

7. Peraturan Daerah.

b. Kebiasaan

Dapat diartikan sebagai sumber hukum dalam arti formal yang tidak

tertulis.

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-

ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh

masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikan

rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan

sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu

kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial

masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak

semua kebiasaan itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata

kehidupan masyarakat sehingga tidak semua kebiasaan dijadikan sumber

hukum.

Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yang mengatur tata

pergaulan masyarakat. Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang

sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi yang umumnya bersifat sakral,

mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.

Kebiasaan dan Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat

tertentu sehingga kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tersebut. Adat

istiadat dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum.

Menurut Mr. J.H.P. Bellefroid, hukum kebiasaan disebut “kebiasaan”

saja, meliputi semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan

pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa

peraturan itu berlaku sebagai hukum.

Prof. Soepomo dalam catatan mengenai pasal 32 UUD 1950

berpendapat bahwa “ Hukum adat adalah synonim dengan hukum tidak tertulis

dan hukum tidak tertulis berarti hukum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan

legislatif yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan–badan hukum

Page 14: Tugas Fakultas Hukum

negara (DPR, DPRD, dsb), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim

dan hukum kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.”

Perbedaan prinsipil antara hukum kebiasaan dan hokum adat yaitu,

1) Hukum kebiasaan seluruhnya tidak tertulis sedangkan hukum adat,

ada yang tertulis dan ada yang tidak

2) Hukum kebiasaan berasal dari kontrak sosial sedangkan hukum adat

berasal dari kehendak nenek moyang agama dan tradisi masyrakat.

Namun demikian tdk semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yg

baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti

menjadi sumber hukum formal.

Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru

sekarang ini dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak

berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang

merupakan sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat

susila/zinah, perlakunya ditelanjangi kekeliling kampung.

Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena

kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Selanjutnya berarti

kebiasaan adalah sumber hukum.

Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal

15 AB) = Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia = ketentuan2

umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia

Suatu adat istiadat dan kebiasaan dapat menjadi hokum kebiasaan atau

hokum tidak tertulis apabila telah memenuhi syarat-syarat yaitu :

1) Syarat materiil, kebiasaan itu berlangsung terus menerus, dilakukan

berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu dan dilakukan dengan

tetap.

2) Syarat psikologis, ada keyakinan warga masyarakat bahwa

perbuatan atau kebiasaan itu masuk akal sebagai suatu kewajiban

(opinio necessitatis = bahwa perbuatan tersebut merupakan

kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) adalah syarat

intelektual.

Keyakinan hukum itu memili 2 arti, yaitu:

a) Keyakinan hukum dalam arti materiil (isinya baik).

b) Keyakinan hukum dalam arti formil (tidak dilihat isinya tetapi

ditaati).

3) Syarat sanksi, adanya sanksi apabila kebiasaan itu dilanggar atau

tidak ditaati oleh warga masyarakat.

Page 15: Tugas Fakultas Hukum

Menurut Pasal 15 AB: “Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum,

hanya kalau undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan”.

Contoh: Pasal 1339 KUHS/KUHPdt. 

“Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah

ditetapkan dengan tegas oleh persetujuan-persetujuan itu, tetapi juga untuk

segala sesuatu menurut sifat persetujuan-persetujuan itu didiwajibkan oleh

kebiasaan”.

c. Traktat

Traktat merupakan perjanjian tertulis yang dibentuk oleh dua atau lebih

negara berdaulat atau oleh satu negara dan satu organisasi internasional.

Kekuasaan untuk mengikuti hubungan dalam traktat merupakan atribut

penting dari kedaulatan.  

1) Traktat adalah perjanjian yang dibuat antara negara, 2 negara atau lebih.

2) Merupakan perjanjian internasional yang dituangkan dalam bentuk tertentu.

3) Perjanjian terjadi karena adanya kata sepakat dari kedua belah pihak

(negara) yang mengakibatkan pihak-pihak tersebut terikat pada isi

perjanjian yang dibuat.

4) Trakat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara-negara

yang bersangkutan.

5) Dapat dijadikan hukum formal jika memenuhi syarat formal tertentu,

misalnya dengan proses ratifikasi.

6) Asas Perjanjian “Pacta Sun Servanda” (perjanjian harus dihormati dan

ditaati).

Macam-macam Traktat:

1) Traktat bilateral,

Yaitu traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara, misalnya

perjanjian internasional yang diadakan diadakan antara pemerintah

RI dengan pemerintah RRC tentang “Dwikewarganegaraan”.

2) Traktat multilateral,

Yaitu perjanjian internaisonal yang diikuti oleh beberapa negara,

misalnya perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-

negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa

3) Traktat Kolektif / Traktat terbuka,

Adalah traktat multilateral yang memberikan kesempatan kepada

negara-negara yang pada permulaannya tidak turut mengadakannya,

Page 16: Tugas Fakultas Hukum

tetapi kemudian juga ikut menjadi pihak yang menyepakatinya.

Misalnya, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Taktat dalam hukum Internasional juga dibedakan menjadi :

1) Treaty, yaitu perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR unutk

disetujui sebelum diratifikasi oleh kepala negara.

2) Agreement, perjanjian yang diratifikasi terlebih dahulu oleh kepala

negara baru disampaikan kepada DPR untuk diketahui.

Menurut E. Utrecht ada empat fase pembuatan perjanjian antar negara,

yaitu:

1) Penetapan (sluiting) oleh delegasi

2) Persetujuan oleh DPR

3) Ratifikasi / pengesahan oleh Presiden

4) Pelantikan / pengumuman (afkondiging)

d. Doktrin

Pendapat sarjana hukum (doktrin) adalah pendapat seseorang atau

beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.

Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusannya.

Misalnya hakim dalam memeriksa perkara atau dalam pertimbangan

putusannya dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu. Dengan

demikian hakim dianggap telah menemukan hukumnya melalui sumber

hukum yang berupa doktrin tersebut.

Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional (Statue of The

International Court of Justice), mengakui dan menetapkan bahwa dalam

menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa

pedoman, antara lain:

1) Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions).

2) Kebiasaan-Kebiasaan International (International customs).

3) Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab

(The general principles of law recognized by civilsed nations).

4) Keputusan Hakim (Judicial decisions) dan pendapat-pendapat

sarjana hukum.

Namun doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan traktat dan

yurispudensi. Doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat

obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hokum bagi hakim.

Page 17: Tugas Fakultas Hukum

Menurut Sudikno Mertokusumo, (dalam buku Sejarah Peradilan

halaman 110), Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah

sumber hukum. Ilmu hukum itu sebagai sumber hukum tapi bukan hukum

karena tidak langsung mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana undang-

undang.

Ilmu hukum baru mengikat dan mempunyai kekuatan hukum bila

dijadikan pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan. Disamping itu juga

dikenal adagium dimana orang tidak boleh menyimpangi dari ”communis

opinion doctorum” (pendapat umum para sarjana).

e. Yurisprudensi (Jurisprudence)

Yurisprudensi disebut juga Keputusan Hakim atau keputusan

pengadilan. Istilah yurisprudensi berasal dari kata Jurisprudentia (Bahasa

Latin), yang berarti pengetahuan hukum (Rechts geleerheid). Yurispudensi

biasa juga disebut “judge made law” (hIkum yang dibuat pengadilan).

Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia, sama artinya

dengan kata “Jurisprudentia” (Bahasa Belanda) dan “Jurisprudence” dalam

bahasa Perancis yaitu, Peradilan tetap atau hukum peradilan.

Lain halnya dengan istilah Yurisprudence dalam bahasa Inggris,

mempunyai arti Teori Ilmu Hukum = Algemene Rechtsleer = Generale Theory

of Law. Dalam bhs Inggris istilah yang digunakan untuk menyebut pengertian

yurisprudensi adalah case law atau judge made law.

Pada negara yang menganut sistem common law / anglo saxon,

yurispiudensi diartikan sebagai Ilmu hukum

Pendapat tentang Yurisprudensi

Apeldoorn: yurisprudensi, doktrin dan perjanjian  merupakan faktor-faktor

yang membantu pembentukan hukum.

Sedangkan Lemaire: yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan kesadaran

hukum sebagai determinan pembentukan hukum.

Sukdino M: Yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya (judicature,

rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak

yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh

negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan

putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. (Sudikno Mertokusumo,

Sejarah Peradilan.hal.179).

Ada 2 jenis yurisprudensi:

Page 18: Tugas Fakultas Hukum

1) Yurisprudensi tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian

keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokan untuk

memutuskan suatu perkara (standart arresten).

2) Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan

menjadi dasar bagi pengadilan (standart arresten).

Dasar Hukum Yurisprudensi di Indonesia

1) 30 April 1847 dikeluarkan Algemene Bepalingen van wetgeping voor

Indonesia. yang disingkat A.B. yang termuat dalam Staatsblad 1847

No.23 Diartikan sebagai Ketentuan-ketentuan Umum Tentang

Peraturan Perundangan.

2) Pasal 22 A.B (Algemene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie)

berbunyi: “Bilamana seorang hakim menolak menyelesaikan suatu

perkara dengan alasan bahwa peraturan undang-undang yang

bersangkutan tidak menyebutnya, tidak jelas, atau tidak lengkap, maka

ia dapat dituntut karena menolak mengadili”.

3) Pasal 16 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

berbunyi: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,

mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih

bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya”.

4) Dengan kata lain, hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan.

Berdasarkan ketentuan pasal-paasal ini, terlihat jelas bahwa apabila

undang-undang atau kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat di pakai

untukj menyelesaikan perkara, seorang hakim mempunyai hak untuk membuat

peraturan sendiri untuk menyelesaikan perkara terrsebut.   

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yurispudensi adalah putusan hakim

yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum yang

kemudian diikuti oleh hakim yang lain dalam peristiwa yang sama.

Hakim bisa menciptakan hukum sendiri, sehingga hakim mempunyai

kedudukan tersendiri sebagai pembentuk undang-undang selain Lembaga

Pembuat Undang-undang.

Keputusan hakim yang terdahulu dijadikan dasar pada keputusan

hakim lain sehingga kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan

hakim yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum tertentu.

Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia

sependapat dengan isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai

Page 19: Tugas Fakultas Hukum

pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang

sama.

Pembuat Undang-undang adalah hukum “inabstrakto” (secara umum)

Hakim adalah hukum “in concreto” (secara khas).

4. HUKUM DITINJAU DARI SEGI SIFATNYA

Menurut sifatnya, hukum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Hukum yang memaksa (dwingen), yaitu hukum yang dalam keadaan

bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak dan memberikan

kewenangan bagi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran

yang dilakukan. Bentuk campur tangan pemerintah itu antara lain adanya

penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana badi pihak yang

melanggar.

b. Hukum yang mengatur (Regeld), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan

apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri

dalam suatu perjanjian. Ciri utama dari Hukum yang sifatnya mengatur

ditandai dengan adanya aturan yang jika tidak dilaksanakan maka tidak

menimbulkan sanksi.

Beberapa contoh hukum yang bersifat mengatur:

Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan

tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh

karena tidak harus / wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat

juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara

lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang

imperative / memaksa kecuali Pasal 57 ayat 1;

Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat

mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat

mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa

percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak

tertentu / permanen.

Pasal 10 ayat(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi

anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur

oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat

pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.

Page 20: Tugas Fakultas Hukum

5. HUKUM DITINJAU DARI SEGI ISI DAN TINGKATANNYA