BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM …
Transcript of BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM …
i
LAPORAN PENELITIAN
KEPASTIAN HUKUM PENGATURAN UMKM ATAS AKSES
MODAL DALAM UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009
TENTANG KEPARIWISATAAN
Peneliti :
Dr. Dewa Gde Rudy, SH.M.Hum
Penelitian Mandiri
BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Kepastian Hukum Pengaturan Umkm
Atas Akses Modal Dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan
2. Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum
b. Pangkat/Gol./NIP : Pembina Tk.I/IV.b/19590114 1986011001
c. Jabatan Fungsional/ : Lektor Kepala
Struktural
d. Pengelaman : (Terlampir dalam CV)
Penelitian
e. Alamat rumah/Hp. : Jl. Batuyang Gang Bangau V.C No.5
Batubulan Gianyar / Hp. 081 337 005 156
f. E-mail :
3. Jumlah Tim Penelitian : 1 orang
4. Lokasi Penelitian :
5. Jangka waktu penelitian : 3 (tiga) bulan
6. Biaya yang diperlukan : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah)
Mengetahui, Denpasar, 12 Juli 2016
Ketua Bagian Peneliti,
Hukum Keperdataan
(Dr. I Wayan Wiryawan, SH.MH) (Dr. Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum)
NIP. 19550306 1984031003 NIP. 19590114 1986011001
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana
(Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum)
NIP. 19650221 1990031005
iii
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul Tanggungjawab Pihak-Pihak
Atas Penyiaran Iklan Yang Merugikan Konsumen. Sehubungan dengan
judul penelitian dimaksud, permasalahan yang diteliti adalah : 1)
Bagaimana kode etik dan peraturan yang mengatur tentang iklan ? 2)
Bagaimana tanggung jawab pihak-pihak atas penyiaran iklan yang
merugikan konsumen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
ada.
Penelitian yang diselenggarakan ini termasuk penelitian hukum
normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (the statue approach),
pendekatan analisa konsep hukum (analitical and conceptual approach),
dan pendekatan historis (historical approach). Bahan hukum yang
dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer,
sekunder dan tersier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kode etik tentang periklanan
tidak memuat dan menjabarkan tanggungjawab setiap praktisi periklanan.
Kode etik periklanan hanya memuat prinsip dan asas umum periklanan.
Pengaturan tentang iklan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang ada (Undang-Undang No. 8 Tahun 1999) mengatur tentang
Tanggungjawab perusahaan periklanan. Sementara menurut PP No. 69
tahun 1999, Penerbit, Pencetak pemegang ijin siaran radio, atau televisi,
agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan turut
bertanggungjawab atas informasi iklan yang tidak benar yang merugikan
konsumen.
Kata Kunci : Tanggungjawab, Periklanan, Kerugian Konsumen.
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha
Esa, maka saya dapat menyelesaikan Laporan Hasil Penelitian ini sesuai
dengan jadwal penelitian yang sudah ditetapkan. Meskipun laporan hasil
penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun saya tetap bersyukur
bahwa saya dapat menyelesaikannya mengingat tanggung jawab dan
tuntutan keilmuan.
Berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penelitian ini dapat
diselesaikan, dan untuk itu tidak lupa saya ucapkan banyak terima kasih.
Menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun
saya tetap berharap semoga hasil penelitian yang sangat sederhana ini
ada manfaatnya bagi perkembangan ilmu hukum di masa mendatang.
Denpasar, 21 Juni 2016
Peneliti,
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................. vi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................ 10
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............... 15
BAB IV. METODE PENELITIAN ........................................... 17
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................. 20
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE
IDENTITAS DIRI
1 Nama Dr. Dewa Gede Rudy, SH.,M.Hum.
2 NIP/NIK 19590114 198601 1 001
3 Tempat dan Tanggal Lahir Gianyar, 14 Januari 1959
4 Jenis Kelamin Laki-Laki
5 Status Perkawinan Kawin
6 Agama Hindu
7 Golongan / Pangkat Pembina Tk. I/IV/b
8 Jabatan Fungsional Akademik Lektor Kepala
9 Perguruan Tinggi Fakultas Hukum Universitas Udayana
10 Alamat Jln. P. Bali No.1 Denpasar 80114
11 Telp./Faks. 0361-222666/0361-266888
12 Alamat Rumah Jl.Batuyang Gg.Bangau 5C No.5 Batubulan
13 Telp./HP. 081 337 005 156
14 Alamat e-mail [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
Lulus
Program Pendidikan (Diploma,
Sarjana, Magister, Spesialis, dan
Doktor)
Perguruan Tinggi Jurusan /
Program Studi
1985 S1 UNUD Ilmu Hukum /
Hukum Keperdata
2001 S2 UNPAD Ilmu Hukum /
Hukum Bisnis
2015 S3 UNUD
Ilmu Hukum /
Hukum Bisnis
Kepariwisataan
PELATIHAN PROFESIONAL
Tahun Jenis Pelatihan
(Dalam / Luar Negeri) Penyelenggara
Jangka
Waktu
1995 Penataran Hukum Dagang UGM
Yogyakarta
16 Hari
1997 Pelatihan Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI)
UNAIR
Surabaya
18 Hari
2008 Compousing Block Book FH. UNUD-
Universiteit
Masstricht
1 Hari
2010 Legal Research For Faculty of Law
Udayana University Academic Staffs
FH. UNUD-
Universiteit
Masstricht
2 Hari
2010 Comparative Private Law FH. UNUD-
Universiteit
Masstricht
3 Hari
2010 Participated in the Workshop Problem
Based Learning
FH. UNUD-
Universiteit
Masstricht
3 Hari
2011 PBL Training and Workshop Gender and
Law For FL UNUD Academic Staffs
FH. UNUD-
Universiteit
Masstricht
3 Hari
2011 Workshop Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum
UNUD
3 Hari
2012 Participated In The Workshop On Problem
Based Learning For FL UNUD
FH. UNUD-
Universiteit
Masstricht
3 Hari
2012 Pelatihan Pemantapan Penyusunan
Perangkat Pembelajaran dan Evaluasi Hasil
Belajar Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Unit Penjamin
Mutu Fakultas
Hukum UNUD
2 hari
2012 Workshop Penyempurnaan Kurikulum
Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Prodi Magister
(S2) Ilmu
Hukum UNUD
2 hari
2014 Konferensi Nasional Mengevaluasi
Kesiapan Hukum Perdata Nasional
Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan
Masa Depan.
Fakultas Hukum
Universitas
Lambang
Mangkurat
Banjarmasin
2 hari
PENGALAMAN MENGAJAR
Mata Kuliah Program
Pendidikan
Institusi/Jurusan/
Program Studi Tahun … s/d …
Hukum Dagang S1 FH. UNUD Ganjil/Genap
1986 – 1990
Hukum
Ketenagakerjaan
S1 FH. UNUD Ganjil/Genap
1986 – 1990
Hukum Perbankan S1 FH. UNUD Ganjil/Genap
2001 – sekarang
Hukum Perlindungan
Konsumen
S1 FH. UNUD Ganjil/Genap
2001 – sekarag
Hukum Pembiayaan S1 FH. UNUD Ganjil/Genap
2009 – sekarang
Pengantar Hukum
Bisnis
S1 FE. UNUD Ganjil/Genap
2001 – sekarang
Hukum Bisnis D.1 & D3 Program Diploma
FE. UNUD
Ganjil/Genap
2001 – 2008
Hukum Keuangan
Negara
S2 Program Pascasarjana
Ilmu Hukum UNUD
Genap
2001 – 2003
Hukum Perbankan dan
Pembiayaan
S2 Program Pascasarjana
Ilmu Hukum UNUD
Ganjil
2006 – 2013
Hukum Perbankan dan
Pembiayaan
S2 Program Kenotariatan
FH. UNUD-UNIBRAW
Malang
Ganjil
2007 – 2013
PRODUK BAHAN AJAR
Mata Kuliah Program
Pendidikan
Jenis Bahan Ajar
(cetak dan non cetak) Tahun … s/d …
Hukum Perbankan
(Bahan Ajar)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2007 – sekarang
Hukum Perbankan
(Block Book)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2010 – sekarang
Hukum Perlindungan
Konsumen
(Diklat)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2008 – sekarang
Hukum Perlindungan
Konsumen
(Block Book)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2010 – sekarang
Hukum Pembiayaan
(Block Book)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2011 – sekarang
Hukum Kepailitan
(Block Book)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2012 – sekarang
Perancangan Kontrak
(Block Book)
Fakultas Hukum
UNUD Non cetak 2011 – sekarang
PENGALAMAN PENELITIAN
Tahun Judul Penelitian Ketua/
Anggota Tim Sumber Dana
1987
Perlindungan Konsumen Berkaitan Dengan
Hak-hak Konsumen Di Kota Administratif
Denpasar
Anggota Mandiri
2001
Tanggung Jawab Produsen Atas kerugian
Konsumen Akibat Mengkonsumsi Produk
Makanan Yang Dipasarkan Pengecer
Ketua Mandiri
2007 Kajian Penggunaan Dana Pemerintah Daerah
Untuk Penjaminan Kredit UMKM
Anggota
Bank Indonesia
2009 Bentuk Perjanjian Dan Bentuk Sengketa Dalam
Jual Beli Internasional Barang Kerajinan Emas
dan Perak di Desa Celuk
Ketua
Mandiri
2009 Pembagian dan Penentuan Ahli Waris Yang
Menyangkut Tanah menurut Hukum Adat
Waris di Desa Ubud Gianyar.
Ketua
Mandiri
2010 Penggunaan dan Pemahaman Pelaku Usaha
atas Standar Kontrak Dagang Modal ICC
dalam Jual Beli Barang Kerajinan Perak di
Desa Celuk.
Ketua
Mandirii
2010 Pembiayaan Modal Ventura Dalam Rangka
Pengembangan Usaha Kecil Menengah
(UKM) Kepariwisataan Di Bali
Anggota
NPT Project
NUFFIC
2010 Pengaturan Perdagangan Valuta Asing Bukan
Bank
Anggota
Bank Indonesia
2011 Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta
Program Komputer ( Studi Empiris Akses
Penggunaan Software Melalui Skema Open
Source License Di Propinsi Bali )
Anggota
Lemlit UNUD
2011 Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta
Program Komputer Berbasis Konsep
Intellectual Freedom Dalam Kaitannya
Dengan TRIPs Agreement
Anggota
Dana DIPA
Fakultas
Hukum UNUD
2011 Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Kaitannya Dengan Pelabelan Produk
Makanan
Anggota
Dana DIPA
Fakultas
Hukum UNUD
2012 Kedudukan Bank Sebagai Kreditur Dalam
Hal Tidak Dilaksanakannya Pendaftaran
Jaminan Fidusia
Anggota
Program
Magister
Kenotariatan
Fakultas
Hukum UNUD
2012 Pembentukan Modal Dokumentasi dan
Publikasi Format Baku Dalam Usaha
Meningkatkan Kepastian Perlindungan
Hukum Terhadap Intangible Asset (Hak
Kekayaan Intelektual) dan Eksplorasi
Budaya Tradisional (EBT) Bali.
Anggota
Dana hibah
Penelitian
Unggulan
UNUD
2013 Implikasi Prinsip MFN dan NT Terhadap
Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia
Anggota
Dana DIPA
BLU Program
Magister Ilmu
Hukum UNUD
2013 Pencantuman Bahan Pemanis Buatan Pada
Label Kemasan Pangan Dalam Kaitannya
Dengan Perlindungan Konsumen
Anggota
Dana DIPA
Fakultas
Hukum UNUD
2014 Identifikasi Hasil Karya Kain Tenun
Tradisional Bali (Foeklor) Dalam Dimensi
Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual
Anggota
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
Propinsi Bali
2015 Politik Hukum Pengaturan UMKM di
Indonesia
Ketua Mandiri
KARYA TULIS ILMIAH Buku / Bab Buku / Jurnal
Tahun Judul Penerbit/Jurnal
1986 Masalah Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Kertha Patrika,
Nomor 38 Tahun XII
Desember 1986
1991 Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham
Sehubungan Dengan Prospektus.
Kertha Patrika,
Nomor 57 Tahun XII
Desember 1991
2005 Perspektif Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia
Abad 21 Dalam Kerangka WTO
Kertha Patrika
ISSN: 0215-899 X
2009 Kesadaran Hukum Dalam Hubungannya Dengan
Kepatuhan dan Ketaatan Terhadap Hukum
Krettha Dyatmika
ISSN : 1978-8401
KARYA TULIS ILMIAH Makalah/Poster
Tahun Judul Penyelenggara
2002 Penerapan Ketentuan Pasal 18 UU No.8 Tahun 1999
Dalam Perjanjian Kredit Bank.
PT. Bank Rakyat
Indonesia
2003 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Berdasarkan UU No.8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi
Bali
2011 Peningkatan Kemampuan Manajemen Lembaga
Keuangan dan UMKM
Mahasiswa KKN
UNUD
KARYA TULIS ILMIAH Penyunting/Editor/Reviewer/Resensi
Tahun Judul Penyelenggara
KONFERENSI / SEMINAR / LOKAKARYA / SIMPOSIUM
Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara Panitia/peserta/
pembicara
2001 Lokakarya Kurikulum Fakultas
Hukum Universitas Udayana
FH UNUD Peserta
2002 Mencari Solusi Peningkatan
Mutu Pendidikan Tinggi di
Universitas Udayana
UNUD Peserta
2003 Lokakarya Mata Kuliah Umum
(MKU), Lembaga Pengkajian
dan Pengembangan Pendidikan
(LP3) UNUD, dengan UPT
MKU UNUD
UNUD Peserta
2005 Penegakan Hukum Kekayaan
Intelektual
FH. UNUD Peserta
2006 Kejahatan Terhadap
Kepentingan Umum dan
Kejahatan Terhadap Martabat
FH. UNUD – Komnas
HAM
Peserta
2006 Seminar Membangun
Kepercayaan Masyarakat
Terhadap Citra Hukum
FH. UNUD Peserta
2006 Aspek-Aspek Kebanksentralan
dalam Perspektif
Ketatanegaraan
Mahkamah Konstitusi
RI dan BI
Peserta
2007 Kegiatan Perbankan dalam
Perspektif Tindak Pindana
Korupsi
FH. UNUD Peserta
2008 Intellectual Property Rights
(IPR)
FH. UNUD Peserta
2009 Diseminasi Rekomendasi Bagi
Pembaruan Hukum di Indonesia
KHN Komisi Hukum
Nasional RI
Peserta
2009 Refleksi Kearifan Lokal Dalam
Politik Pembangunan Hukum
FH. UNUD Peserta
2010 Kesetaraan Gender Palang Merah Indonesia
Propinsi Bali
Peserta
2010 Pemantapan Proses
Pembelajaran sebagai Upaya
Peningkatan Mutu Lulusan
Unit Penjaminan Mutu
FH. UNUD
Peserta
2012 Perlindungan Hak-Hak
Minoritas Dalam Hukum
Nasional dan Hukum
Internasional.
Hanss Seidel
Foundation dan
Fakultas Hukum
UNUD
Peserta
2012 Lokakarya Penyempurnaan
Kurikulum dan Buku Pedoman
Program Studi Magister
Kenotariatan Program
Pascasarjana Universitas
Udayana
Program Magister
Kenotariatan FH.
UNUD
Peserta
2012 Diskusi Ilmiah Tentang
“Tinjauan Implementasi
Ketetapan MPR RI Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa : Upaya
Mewujudkan Sistem Hukum
Yang Berkeadilan”
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat Republik
Indonesia dan
Universitas Udayana
Peserta
2013 Seminar Nasional “Pentingnya
Amandemen Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan : Memastikan
Payung Hukum Yangk
Komprehensif Demi
Mewujudkan Perkawinan
Sejahtera dan Bahagia”
Program Studi
Magister (S2) Ilmu
Hukum Program
Pascasarjana UNUD
Peserta
2013 Seminar Nasional
“Pemberdayaan Ekonomi
Kerakyatan Menuju Masyarakat
Pedesaan Yang Mandiri, Maju,
dan Sejahtera”
Program Studi Doktor
Ilmu Manajemen
Fakutlas Ekonomi
UNUD
Peserta
2013 Sosialisasi dan Pengukuhan
Pengurus Harian Gerakan
Pemantapan Pancasila (GPP)
Bali.
Fakultas Kedokteran
UNUD
Peserta
2014 Diskusi Publik Tentang :
Undang-Undang Desa
Solusikah?”
Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas
Hukum UNUD
Peserta
2014 Lokakarya Bank Proposal
Unit Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Peserta
2014 Musyawarah Penyusunan
Rencana Anggaran Penerimaan
dan Belanja Fakultas Hukum
Universitas Udayana Tahu 2015
Fakultas Hukum
UNUD
Peserta
2014 Seminar Bagian Hukum
Keperdataan
Bagian Hukum
Keperdataan Fakutlas
Hukum UNUD
Peserta
KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Tahun Jenis / Nama Kegiatan Tempat
1998 Bantuan Masalah-Masalah Hukum Adat yang Timbul Akibat
Perceraian di Desa Peliatan Kecamatan Ubud, Kabupaten
Gianyar
Gianyar
2002 Penyuluhan tentang Perlindungan Terhadap Karya Cipta
dibidang Seni Patung
Denpasar
2004 Penyuluhan Hukum tentang Perkawinan dan Perceraian
menurut UU No. 1 Tahun 1974
Gianyar
2004 Penyuluhan Hukum UU Perkawinan, Narkotika, Pajak,
Pertanahan Adat dan lain-lain.
Badung
2004 Penyuluhan Hukum UU Perkawinan, Narkotika, Pajak,
Pertanahan Adat dan lain-lain.
Jembrana
2004 Penyuluhan Hukum UU Perkawinan, Narkotika, Pajak,
Pertanahan Adat dan lain-lain.
Denpasar
2008 Pelatihan tentang Tehnik Perancangan Kontrak Sewa
Menyewa di Banjar Apuan, Desa Singapadu, Kecamatan
Sukawati, Kabupaten Gianyar.
Gianyar
2008 Pelatihan tentang Tehnik Perancangan Kontrak Sewa
Menyewa di Banjar Belang Kaler, Desa Singapadu,
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.
Gianyar
2010 Sosialisasi Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta
Fotografi, Pengetahuan Tradisional dan Desain Industri di
Yayasan Idep Selaras Alam Desa Pengosekan Ubud Gianyar,
Bali
Gianyar
2013 Sosialisasi Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
(BTM) Pada Pedagang Pasar Tradisional Peguyangan
Denpasar Utara.
Denpasar
2013 Tehnik Penyusunan Perarem Penduduk Pendatang di
Desa Singakerta Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar.
Gianyar
2013 Penyuluhan Perlindungan Konsumen di Banjar
Anggabaya Kelurahan Penatih Kota Denpasar.
Denpasar
2013 Penyuluhan Hukum Tentang Teknis Perancangan
Kontrak Bisnis di Fakultas Ekonomi Universitas
Warmadewa.
Denpasar
2014 Sosialisasi Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Bisnis Melalalui Lembaga Arbitrase Bagi Mahasiswa
Program Diploma FE Universitas Udayana.
Denpasar
JABATAN DALAM PENGELOLAAN INSTITUSI
Peran / Jabatan
Institusi (Univ, Fak, Jurusan, Lab, Studio,
Manajemen Sistem Informasi
Akademik dll)
Tahun … s/d ….
Sekretaris Bagian
Hukum Keperdataan
Bagian Hukum Keperdataan FH. UNUD 2010 – 2014
Personalia Penjaminan
Mutu FH. UNUD
Unit Penjaminan Mutu FH. UNUD 2006 – 2008
PERAN DALAM KEGIATAN KEMAHASISWAAN
Tahun Jenis / Nama Kegiatan Peran Tempat
2005 Bakti Sosial Mahasiswa Non Reguler FH.
UNUD
Anggota Panitia FH. UNUD
2004 SPMB FH. Universitas Udayana Anggota Panitia FH. UNUD
2005 Praktek Kemahiran dan Keterampilan
Hukum (PKKH) FH. UNUD
Anggota Panitia FH. UNUD
2007 Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa
Baru Non Reguler FH UNUD
Anggota Panitia FH. UNUD
2008 Praktek Kemahiran dan Keterampilan
Hukum (PKKH) FH. UNUD
Dosen Pembekal FH. UNUD
2008 Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa
Baru Non Reguler FH UNUD
Anggota Panita FH. UNUD
2010 Praktek Kemahiran dan Keterampilan
Hukum (PKKH) FH. UNUD
Dosen Penguji FH. UNUD
2011 Praktek Kemahiran dan Keterampilan
Hukum (PKKH) FH. UNUD
Dosen
Pembimbing
FH.UNUD
PENGHARGAAN / PIAGAM
Tahun Bentuk Penghargaan Pemberi
ORGANISASI PROFESI / ILMIAH
Tahun Jenis / Nama Organisasi Jabatan/Jenjang
keanggotaan
Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah benar
dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia memper-tanggungjawabkannya.
Denpasar, 28 April 2016
Yang Menyatakan,
(Dr.Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum)
NIP. 19590114 198601 1 001
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perdagangan jasa pariwisata melibatkan berbagai aspek. Aspek-
aspek tersebut antara lain aspek ekonomi, budaya, sosial, agama,
lingkungan, keamanan, dan aspek lainnya. Aspek yang mendapat perhatian
paling besar dalam pembangunan pariwisata adalah aspek ekonomi. Terkait
dengan aspek ekonomi inilah pariwisata dikatakan sebagai suatu industri.
Bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai suatu kegiatan bisnis1, yang
berorientasi dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan.
Dewasa ini perkembangan pariwisata dunia mengarah ke Asia
Pasifik, setelah Eropa mengalami jaman keemasan pada masa-masa
terdahulu. Negara-negara dikawasan Asia Pasifik dan Karibia akan
mewakili pengembangan pasar Internasional baru dan akan menjadi masa
depan internasional.2
Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik, merupakan destinasi
pariwisata yang sangat dikenal dunia. Pariwisata mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap perekonomian masyarakat, dimana pariwisata
mempunyai peranan positif dalam penciptaan pendapatan bagi masyarakat,
1Gelgel, I Putu, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi Perdagangan
Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 23.
(Selanjutnya disebut Gelgel I Putu I). Lihat juga Wyasa Putra Ida Bagus, 2003, Hukum Bisnis
Pariwisata., PT. Refika Aditama, Bandung, h. 17-18. (Selanjutnya disebut Wyasa Putra Ida Bagus
II).
2 Pitana I Gede, 2006, Kepariwisataan Bali Dalam Wacana Otonomi Daerah, Puslitbang
Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, Jakarta, h.3. (Selnjutnya disebut Pitana I Gede I).
2
penciptaan lapangan kerja, sebagai sumber penghasilan devisa, mendorong
ekspor (khususnya barang-barang hasil industri kerajinan), dan mengubah
struktur perekonomian ke arah yang lebih berimbang.
Kegiatan pariwisata yang melibatkan usaha yang berskala besar
maupun Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut
UMKM mempunyai peranan strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional, oleh karena disamping berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil
pembangunan.
Usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai bagian dari usaha
ekonomi kerakyatan penting untuk diberdayakan ditengah arus
perkembangan pariwisata. Dalam penyelenggaraan kepariwisataan di era
globalisasi, pemerintah perlu memberi dorongan agar kegiatan usaha
dibidang pariwisata dapat memberi peluang dalam pemberdayaan ekonomi
rakyat.3 Bila UMKM sebagai bentuk ekonomi kerakyatan tidak diberikan
peluang dan kurang diberdayakan, maka ia tidak akan mempunyai daya
saing ketika berhadapan dengan kekuatan ekonomi global.
Sebagai daerah destinasi wisata utama di Indonesia dengan sektor
unggulan pariwisata, seperti Bali misalnya pernah mengalami krisis
ekonomi, seperti pada waktu ledakan bom di Jl. Legian Kuta Tahun 2002
dan di Jimbaran tahun 2005, telah memporak-porandakan perekonomian di
Bali. Korporat, hotel, restoran, agen perjalanan, dan aktivitas pariwisata
3 Gelgel I Putu, 2006, Hukum Pariwisata Suatu Pengantar, Widya Dharma, Universitas
Hindu Indonesia, Denpasar, h. 29. (Selanjutnya disebut I Putu Gelgel II).
3
lumpuh. Namun pada sisi lain UMKM mampu bertahan ditengah-tengah
krisis tersebut.4
Fakta menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang diciptakan oleh
kelompok UMKM jauh lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja
yang bisa diserap oleh usaha besar. Karena itu, diharapkan kelompok
UMKM ini terus berperan optimal dalam upaya menangulangi
pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat setiap tahunnya.5
Dengan banyak menyerap tenaga kerja berarti UMKM yang bergerak di
bidang usaha pariwisata mempunyai peran strategis dalam upaya
Pemerintah Daerah memerangi kemiskinan di daerah.
Bila dilihat dari eksistensi UMKM sebagai bagian dari ekonomi
kerakyatan6, telah menghadapi berbagai problematik, baik problematik
sosiologis, maupun yuridis, terkait dengan upaya pemberdayaan UMKM
dalam perekonomian nasional. Berbagai problematik dimaksud penting
kiranya untuk dikaji mengingat begitu besarnya peran UMKM sebagai
motor penggerak pembangunan dibidang ekonomi.
4 Ibid. Lihat juga Wenegama I Wayan, Peranan Usaha Kecil dan Menengah Dalam
Penyerapan Tenaga Kerja dan Tingkat Pendapatan Masyarakat Miskin di Kecamatan Abiansemal
Kabupaten Badung, Buletin Studi Ekonomi Volume 18 Nomor 1 Pebruari 2013, h. 79.
Menurutnya krisis ekonomi yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu, dimana usaha besar
banyak yang stagnasi dan bahkan berhenti aktivitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh
dalam menghadapi krisis tersebut. Oleh karena itu pemberdayaan perlu dilakukan oleh pemerintah
agar UMKM dapat lebih berkembang dan kompetitif bersama pelaku usaha ekonomi lainnya.
5 Tulus Tambunan, 2012, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia, Isu-isu
Penting, LP3ES, Jakarta, h.XVI.
6 Ekonomi kerakyatan lebih merupakan kata sifat, yakni upaya pemberdayaan (kelompok
atau satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. Rakyat yang dimaksud dalam
perekonomian di Indonesia adalah rakyat yang berada pada kelas menengah ke bawah yang
mendominasi, dengan modal kecil, teknologi sederhana, dan pada sektor agraris. Lihat Tara,
Azwir, 2001, Strategi Membangun Ekonomi Rakyat, Nuansa Madani, Jakarta, h. 1.
4
Secara sosiologis problem yang dihadapi UMKM adalah masih
kurang maksimalnya perhatian dari pemerintah terhadap UMKM, terutama
dari segi akses permodalan usaha. Banyak produk deregulasi yang justru
mengorbankan pengusaha yang masuk kategori UMKM, baik langsung
maupun tidak langsung, padahal kalangan pengusaha ini dalam pelbagai
peristiwa justru menjadi penggerak utama kekuatan sosial.7
Modal merupakan kunci dari berlangsungnya usaha, sebab tanpa
modal tidak mungkin UMKM dapat menjalankan usaha yang
diinginkannya. Fenomena yang dihadapi UMKM memang tidak hanya
menyangkut terbatasnya akses modal, tetapi juga lemah dari segi sumber
daya manusia, teknologi, manajemen, maupun akses pasar, sehingga sulit
untuk bersaing dan bermitra dengan usaha besar.8
Terbatasnya akses pasar dan akses modal sebagaimana dikemukakan
tersebut di atas juga dialami oleh UMKM di bidang usaha pariwisata.
UMKM merupakan fenomena baru dimana eksistensinya dalam
perekonomian Indonesia, menjadi isu penting sebagai pilar ekonomi
disamping BUMN, Badan Usaha Swasta, dan bentuk badan usaha lainnya.
Namun kenyataannya keberadaan UMKM masih sebagai kelompok usaha
yang terpinggirkan dalam situasi kerasnya menghadapi persaingan bisnis
7 Normin S. Pakpahan, Frans Limahelu, 1992, Peta Hukum Dibidang Kegiatan Ekonomi,
Suatu Studi Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah pada Sepuluh
Provinsi di Indonesia, Kantor Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan bekerjasama dengan
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h. 12.
8 Mohammad Jafar Hafsah, 2000, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, h. 67. Lihat juga Budi Rachmat, 2005, Modal Ventura, Cara Mudah
Meningkatkan Usaha Kecil dan Menengah, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 21.
5
domestik dan free trade global seperti Asean China Free Trade Agreement
(ACFTA).9
Terkait dengan akses UMKM terhadap model yang merupakan
bagian terpenting dari pemberdayaan UMKM, penting kiranya dicermati
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, khususnya Undang-
undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan guna mengetahui
problem yuridis yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan UMKM.
Ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 2009 sesungguhnya sudah
mengatur tentang akses UMKM untuk mendapatkan modal, seperti diatur
dalam Pasal 17, Pasal 26 huruf f dan Pasal 61.
Meskipun demikian UMKM tetap tidak berdaya karena tidak dapat
mengelola modal dengan baik, sehingga tidak mampu menjaga
keberlanjutan usaha. Ketidakberdayaan UMKM yang telah mendapat
penguatan modal disebabkan karena kelemahan pengetahuan, teknologi,
akses pasar, jaringan usaha, jaringan informasi, sistem kelembagaan usaha,
Sumber Daya Manusia, yang merupakan bentuk lain dari modal selain uang,
atau modal dalam pengertian yang luas.
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
memang telah mengatur akses UMKM atas modal, namun akses itu belum
mencakup modal dalam pengertian yang luas. Kebijakan akses modal
menggunakan konsep modal dalam arti sempit, yaitu terbatas pada modal
dalam bentuk uang, sehingga kebijakan akses modal UMKM sepenuhnya
9 Retno Murni et. all., Eksistensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai Penopang
Industri Pariwisata Berkelanjutan di Bali, Jurnal Elmiah Kertha Patrika, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Volume 36 No.2 September 2011, h. 103.
6
berorientasi pada pengaturan atas akses modal dan realisasi modal, tetapi
tidak mencakup pengaturan terhadap upaya-upaya penguatan UMKM dalam
mengelola modal dan memelihara keberlanjutan usaha.
Selain itu, akses untuk mendapatkan modal bagi UMKM seperti
diatur dalam ketentuan Pasal 17, 26 huruf f dan Pasal 61 Undang-undang
Kepariwisataan masih menunjukkan adanya kelemahan, karena belum
memberi jaminan kepastian hukum bagi UMKM.
Kelemahan yang nampak dalam bidang hukum (peraturan
perundang-undangan) yang dihadapi oleh pelaku ekonomi di Indonesia
adalah masalah ketidakpastian hukum. Padahal kepastian hukum juga
dibutuhkan untuk memperhitungkan dan mengantisipasi risiko, bahkan
bagi suatu negara kepastian hukum merupakan salah satu faktor yang
sangat menunjang daya tahan ekonomi suatu negara.10
Kepastian hukum (rechtszeherheid, legal certainty) merupakan
azas penting dalam tindakan hukum (rechtshandeling) dan penegakan
hukum (rechtshandhaving, law enforcement).11
Apabila tidak ada
kepastian hukum, maka hukum (peraturan perundang-undangan) akan
mengalami kendala dalam penegakannya.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa peraturan perundang-
undangan dapat memberikan kepastian hukum lebih tinggi daripada
hukum kebiasaan, hukum adat atau hukum yurisprudensi. Namun perlu
10
Elli Ruslan, 2013, Dasar Perekonomian Indonesia Dalam Penyimpangan Mandat
Konstitusi UUD Negara Tahun 1945, Total Media, Yogyakarta, h. 253. 11
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, 2012, Filsafat Teori dan Ilmu Hukum
Pemikiran Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan dan Bermartabat, PT. Radja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 341.
7
diketahui bahwa kepastian hukum peraturan perundang-undangan tidak
semata-mata diletakkan dalam bentuknya yang tertulis (geschreven).12
Menyikapi fenomena pengaturan UMKM seperti itu, maka perlu
diteliti lebih jauh mengenai sebab-sebab mengapa UMKM dalam
kondisi tidak berdaya dan masih sulit untuk mendapatkan modal,
padahal akses untuk mendapatkan mendapatkan modal sudah diatur
dalam peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-undang
Kepariwisataan yang akan menjadi fokus dari penelitian ini adalah
kepastian hukum dari pengaturan UMKM atas akses modal dalam UU
No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah sebagaimana disampaikan diatas, maka
dapat dirumuskan 2 (dua) rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana ruang lingkup pengaturan pariwisata dalam Undang-undang
No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ?
2. Bagaimana kepastian hukum pengaturan UMKM atas akses modal
dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Mengingat begitu banyaknya peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang UMKM, makan penelitian ini lebih memfokuskan pada
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Pada
12
Ibid, h. 342.
8
permasalahan pertama, akan diteliti tentang ruang lingkup pengaturan
pariwisata dalam Undang-undang Kepariwisataan. Pada permasalahan
kedua, akan diteliti tentang kepastian hukum pengaturan UMKM atas akses
modal dalam Undang-undang Kepariwisataan.
9
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
2.1. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui problem
yuridis yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM dibidang akses
modal dengan menfokuskan penelitian tentang pengaturan UMKM atas
akses modal dalam Undang-undang No. 2009 Tentang Kepariwisataan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang ruang lingkup materi
pariwisata yang diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan.
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang kepastian hukum
pengaturan UMKM atas akses modal dalam Undang-undang No. 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
2.2. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
hukum, khususnya Hukum Bisnis Kepariwisataan baik dalam konteks
perkembangan ekonomi domestik maupun global.
10
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah sebagai
pengambil kebijakan dalam menyiapkan perangkat hukum di bidang
kepariwisataan, khusus Undang-undang Kepariwisataan yang mengatur
tentang akses modal UMKM yang bergerak di sector usaha pariwisata.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Pada setiap peraturan perundang-undangan muatan kepastian hukum
menjadi hal yang esensial, tidak terkecuali untuk norma-norma yang termuat
dalam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan dunia usaha,
terutama UMKM.
Kebutuhan utama dunia usaha adalah melakukan aktivitas usaha baik
dalam bentuk produksi, jasa pelayanan, maupun perdagangan. Kepentingan
utama dunia usaha adalah tercapainya iklim usaha yang kondusif, yang dapat
dicapai antara lain sebagai berikut;
1. Adanya jaminan kebebasan berusaha
2. Adanya kepastian hukum
3. Adanya stabilitas keamanan dan ketertiban
4. Adanya good governance.13
Kepastian hukum yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah
kepastian dalam hukum yaitu kepastian yang menyangkut tentang
peraturannya (normanya). Kepastian hukum tercapai, apabila hukum itu dapat
memberikan kepastian sebanyak-banyaknya, artinya tidak ada undang-
undang dalam undang-undang, tidak ada ketentuan-ketentuan yang
bertentangan dan mengandung arti ganda, dalam undang-undang tidak ada
istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.
13
Teddy P. Rachmat, dalam Sulastono, Tommi A. Legowo, 2003, Memadukan Langkah-
langkah Membangun Indonesia, Gerakan Jalan Lurus, Jakarta, h. 98-107. Lihat juga Jimly
Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta, h.135-
136. Selanjutnya disebut Jumly Asshiddiqie III).
12
Secara umum kepastian hukum sebagai suatu konsep pertama-tama
menekankan pada perkataan kepastian dan mengenai kepastian (certainty) itu
sendiri dikemukakan berarti absence of doubt, accuracy, precision, definite.14
Oleh karena itu kepastian hukum maksudnya mengarah pada deskripsi
tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat, dan pasti.
Gustav Radbruch, pada pokoknya mengemukakan bahwa kepastian
hukum merupakan salah satu elemen dari apa yang disebut dengan cita
hukum atau the idea of law disamping elemen-elemen keadilan (justice) dan
kepatutan (expediency). Kepastian hukum mensyaratkan hukum menjadi
hukum positif (to be positive).15
Dengan mengikuti pandangan tersebut dapatlah dikemukakan,
kepastian hukum terdapat dalam hukum positif, yaitu pada dasarnya hukum
yang secara nyata dan semata-mata disetujui serta selanjutnya diundangkan
oleh suatu kewenangan yang patut dilaksanakan oleh pemerintah dari suatu
masyarakat hukum yang terorganisasi (organized jural society).16
Keberadaan kepastian hukum dalam hukum positif sedemikian
pentingnya bahkan menentukan sahnya hukum itu sendiri. Pemahaman dalam
perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa kepastian hukum menempati
kedudukan penting sehubungan dengan keberadaan dan berfungsinya hukum
itu sendiri dan kepastian hukum pada gilirannya merupakan suatu kebutuhan
14
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, St. Paul-Minu,
1979, h. 205. Lihat juga Putu Sudarma Sumadi, 2008, Pengantar Hukum Investasi, Pustaka Sutra,
Bandung, h. 80. 15
Gustav Radbruch, 1950, Legal Philosophy dalam; The Philosophies of Lask, Radbruch,
and Dabin, Translated by : Kurt Wilk, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, h.
108. 16
Sudarma Sumadi Putu, Op. Cit, h. 81.
13
yang wajib diberikan dan dituntut pemenuhannya. Begitu juga mengenai
kepastian hukum yang mengatur UMKM.
Pengaturan yang dimaksud disini adalah pengaturan terhadap UMKM
dengan segala aspeknya, termasuk aspek permodalannya melalui sarana
hukum (peraturan perundang-undangan) yang dibuat oleh Pemerintah dan
badan legislatif. Dalam kerangka pengaturan, pembinaan dan pengembangan
UMKM, dibutuhkan peraturan yang sifatnya komprehensif sebagai bentuk
perlindungan oleh pemerintah.17
Pengaturan merupakan salah satu bentuk fungsi dari fungsi hukum.
Pengaturan merupakan bentuk tindakan legislatif (legislation) dalam bentuk
penerbitan aturan oleh badan legislatif.18
Dengan banyaknya peran hukum yang tidak terhingga itu, maka salah
satu fungsi hukum adalah sebagai alat pengatur tata tertib hubungan
masyarakat.19
Dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandse
recht”. Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata
tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.20
Meskipun hukum tidak identik dengan peraturan perundang-undangan,
secara umum dapat dinyatakan bahwa dalam realitas kehidupan masyarakat
modern, apa yang dimaksud dengan hukum sebagian besar dapat ditemukan
dan dirumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
17 Teguh Sulistia, 2006, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi Kerakyatan, Andalas
University Press, Padang, h. 157.
18
R. Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.53.
19
Ibid. h. 57
20
Wyasa Putra I.B. II, Op.Cit, h. 126
14
Peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari suatu
lembaga negara atau lembaga pemerintahan yang dibentuk berdasarkan
atribusi dan delegasi.21
Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.22
Pembentukan peraturan perundang-undangan (Staatliche
rechtssetzung) adalah ikhtiar atau upaya merealisasikan tujuan tertentu,
dalam arti mengarahkan, mempengaruhi, dan pengaturan perilaku dalam
konteks kemasyarakatan yang dilakukan melalui dan dengan bersaranakan
kaedah-kaedah hukum yang diarahkan kepada perilaku warga masyarakat
atau badan pemerintahan.23
Lebih lanjut pengaturan dalam bentuk peraturan perundang-undangan
tersebut, tujuan yang ingin direalisasikan pada umumnya mengacu kepada
ideal atau tujuan hukum secara umum, yaitu perwujudan keadilan, ketertiban,
dan kepastian hukum.
Dalam sistem ketatanegaraan modern, semua kebijaksanaan
pemerintah yang disusun haruslah berdasarkan konstitusi dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Pengaturan
terhadap kepentingan publik maupun perlindungan hukum terhadap
kepentingan anggota masyarakat agar terciptanya ketertiban dan keteraturan
21 Kementerian PAN/BAPPENAS, Departemen Kelautan dan Perikanan DEPKUMHAM
dan Mitra Pesisir/Coastal Resorces Management Project II, Menuju Harmonisasi Sistem Hukum
Sebagai Pilar Pengelolaan Wilayah Pesisir Indsonesia, Jakarta, 2005, h. 32. Lihat juga Yuliandri,
Op.Cit, h. 41.
22
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
23
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan (UNPAR),
Keterampilan Perancangan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 2.
15
dalam masyarakat, pada umumnya dibuat dalam bentuk aturan hukum.24
Begitu juga untuk kepentingan pengembangan dan perlindungan hukum
terhadap UMKM pengaturannya diwujudkan dalam bentuk aturan hukum
(Peraturan Perundang-undangan).
UMKM merupakan salah satu pelaku ekonomi yang dominan dalam
dunia usaha di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Potensi dan
peran UMKM sangat penting dalam perekonomian nasional. Namun
kenyataannya UMKM belum dapat mewujudkan semua kemampuan, peran
dan fungsinya dalam kegiatan ekonomi nasional, mengingat adanya berbagai
kelemahan, baik dari segi SDM, akses pasar maupun akses modal. Dari
keadaan faktual tersebut diperlukan perangkat hukum untuk melaksanakan
pengaturan, pembinaan dan pengembangan dalam arti seluas-luasnya bagi
seluruh kegiatan UMKM, termasuk UMKM.
24 Johnny Ibrahim, 2009, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum Teori dan Implikasi
Penerapannya Dalam Penegakan Hukum, CV. Putra Media Nusantara, Surabaya, h.69.
(Selanjutnya disebut Johnny Ibrahim II).
16
BAB IV
METODE PENELITIAN.
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang diselenggarakan ini termasuk penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.25
Penelitian hukum normatif ada juga yang menyebutnya sebagai penelitian
yang memfokuskan analisa pada norma hukum dan meletakkan norma
hukum sebagai obyek penelitian. 26
4.2. Jenis Pendekatan
Berkaitan dengan penelitian ini dipergunakan beberapa jenis
pendekatan sehingga diperoleh suatu pembahasan permasalahan penelitian
yang komprehensif. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (the statue approach) dan pendekatan analisia konsep
hukum (analytical and conceptual approach). Permasalahan penelitian
dikaji dengan mempergunakan interprestasi hukum dengan uraian yang
argumentatif berdasarkan teori, azas, dan konsep hukum yang relevan.
4.3. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan
bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas seperti
25
Ibid.
26
Hans Kelsen, 2008, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, hal. 62-
63.
17
perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan, dan putusan hakim.27
Sementara bahan hukum sekunder (secondary sources), yaitu bahan
hukum yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer, seperti
pendapat dari para ahli, yang dapat berupa semua publikasi tentang hukum,
buku teks, jurnal hukum, komentar atas putusan hakim.28
4.4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen.
Bahan hukum yang berhasil diinventarisir kemudian diidentifikasi dan
diklasifikasikan serta dilakukan pencatatan secara sistematis sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan penelitian. Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah
untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat,
penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.29
4.5. Tehnik Analisis Bahan Hukum.
Bahan hukum yang berhasil diinventarisir, baik bahan hukum
primer maupun bahan hukum sekunder dianalisis secara kualitatif dan
komprehensif. Kualitatif, artinya menguraikan bahan-bahan hukum yang
mempunyai kualitas dengan bentuk kalimat yang teratur, runut, logis, dan
efektif, sehingga memudahkan menginterprestasikannya. Sementara
27 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Pranada Media, Jakarta,
hal. 142.
28
Ibid.
29
Ronny Hanitidjo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan
Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 98.
18
komprehensif, artinya analisa dilakukan secara mendalam yang meliputi
berbagai aspek sesuai dengan luas lingkup penelitian. Setelah dianalisa
selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif
analisis.
19
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Konsep Usaha Pariwisata dan UMKM di Bidang Usaha Pariwisata
Dalam sejarah pembangunan dibanyak negara, sektor
kepariwisataan telah terbukti berperan penting dalam menyumbangkan
perkembangan perekonomiannya, khususnya dalam dua dekade
terakhir, yang ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan
ekonomi bangsa-bangsa yang menjadikan kepariwisataan sebagai
industri hilirnya untuk meningkatkan pertumbuhan kegiatan-kegiatan
usaha dan penyerapan tenaga kerja dari sektor-sektor usaha dibidang
pariwisata itu sendiri.30
Ada beberapa karakteristik keunggulan dari industri
kepariwisataan yang menyebabkan industri ini mampu berperan sebagai
lokomotif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, diantaranya adalah;
1. Sektor kepariwisataan adalah sebuah industri yang mempunyai
keterkaitan rantai nilai (multiplier effect) yang sangat panjang dan
mampu menjalin sinergi pertumbuhan dengan berbagai usaha mikro,
termasuk kegiatan usaha home industry.
2. Usaha dibidang pariwisata mampu menyerap banyak sumber daya
setempat (local resource based) dan utamanya berbahan baku yang
relatif tidak pernah habis atau terbaharui (renewable resources).31
30 Bambang Sunaryo, 2013, Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta, h. 33.
31
Ibid, h. 35.
20
Selain itu, industri pariwiata juga mempunyai karakter spesifik
yang sangat strategis sebagai instrumen untuk pemerataan
pembangunan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks
ini industri pariwisata mampu menggerakkan sektor-sektor usaha dan
kegiatan terkait, baik yang ada didepan maupun yang ada dibelakang
kegiatan kepariwisataan itu sendiri, dan terjadi dalam berbagai skala
usahanya, mulai usaha mikro sampai usaha besar.
Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996, menjelaskan usaha
pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata, menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik
wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dengan
bidang tersebut. Rincian dari rumusan tersebut kemudian diuraikan
dalam pasal 4 yang menggolongkan usaha pariwisata menjadi tiga
golongan, yaitu : 1) usaha jasa pariwisata, 2) pengusaha obyek dan daya
tarik wisata, dan 3) usaha sarana pariwisata.32
Golongan besar dari usaha dibidang pariwisata atau dikenal
dengan komponen pariwisata tersebut terus berkembang maju sesuai
dengan perkembangan teknologi dan pariwisata itu sendiri.
32 Muljadi A.J. 2012, Kepariwisataan dan Perjalanan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 51.
21
Berkembangnya suatu usaha pariwisata tidak terlepas dari adanya
dukungan prasarana dan usaha pendukung lainnya.33
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, mengenai bidang usaha pariwisata diatur dalam
ketentuan pasal 14. Undang-Undang Kepariwisataan ini menyebutkan
jenis-jenis bidang usaha dalam lapangan usaha pariwisata yang
meliputi ; daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi
wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan
akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi,
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan
pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultasi pariwisata, jasa
pramuwisata, wisata tirta dan Spa.34
Cakupan bidang usaha pariwisata demikian luas, dan yang pada
umumnya banyak dijalankan oleh UMKM adalah umumnya terbatas
pada bidang-bidang tertentu sesuai dengan kemampuan dan potensi
yang ada pada mereka, seperti misalnya usaha dibidang makanan dan
minuman, cindera mata, parkir, porter dan sarana penunjang pariwisata
lainnya.
33 Usaha pendukung yang terkait erat dengan pengembangan pariwisata meliputi; usaha
peternakan, usaha pertanian, usaha perindustrian, usaha perbankan, dan sebagainya. Yang
termasuk dalam jasa pendukung ini adalah fasilitas atau sarana penunjang yang dapat menunjang
kebutuhan wisatawan bila sewaktu-waktu diperlukan, sehingga dengan tersedianya sarana
penunjang akan lebih membantu memperlancar perjalanan. Yang termasuk komponen penunjang,
antara lain ; kantor pos dan telepon, kantor bank, penukaran uang, tempat pelayanan kesehatan,
keamanan, dan sebagainya. Ibid, h. 65.
34
Lihat ketentuan pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
22
Beberapa bidang usaha dan kesempatan kerja dapat diciptakan
dari industri pariwisata yang berada pada satu destinasi yang dijalankan
masyarakat. Berbagai segmen usaha ditekuni oleh masyarakat seperti
berusaha di sektor jasa ekonomi, penyediaan makanan dan minuman,
jasa laundry, toko serba ada (Toserba) berskala kecil, jasa angkutan
lokal, termasuk ojek, dan sebagainya.35
Pada dasarnya, keterlibatan masyarakat dalam usaha
kepariwisataan diberbagai destinasi di Indonesia secara umum sudah
berlangsung, baik sebagai pekerja maupun sebagai pengusaha. Namun
demikian, dapat diikatakan berbagai usaha dan tenaga kerja masyarakat
setempat yang ada tadi, pada umumnya masih berupa usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) dan tingkatan kerja menengah ke bawah, yang
seringkali masih mengalami banyak kendala untuk bisa berkembang.36
5.2. Ruang Lingkup Pengaturan Pariwisata Dalam Undang-Undang No. 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Pariwisata merupakan industri besar atau big industry. Hal ini
diakui hampir seluruh negara yang memiliki potensi pariwisata di
dunia, termasuk Indonesia. Mengingat demikian besar peran industri
pariwisata terhadap perekonomian suatu negara, maka sangat
diperlukan adanya peraturan yang mengatur tentang kepariwisataan
dalam rangka memenuhi tuntutan kepastian hukum.
35 Madiun I Nyoman, Op.Cit. h. 172.
36
Bambang Sunaryo, Op.Cit, h. 229-230
23
Memenuhi tuntutan kepastian hukum dan kebutuhan
perekonomian, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dalam penulisan selanjutnya
disebut UU Kepariwisataan. Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan, yaitu tanggal 16 Januari 2009. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ini terdiri dari XVII
Bab dan 70 Pasal. Materi muatan UU Kepariwisataan ini secara garis
besarnya meliputi :
1. Ketentuan Umum
2. Azas, Fungsi Dan Tujuan
3. Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan
4. Pembangunan Kepariwisataan
5. Kawasan Strategis
6. Usaha Pariwisata
7. Hak, Kewajiban Dan Larangan
8. Kewenangan Pemerintah Dan Pemerintah Daerah
9. Koordinasi
10. Badan Promosi Pariwisata
11. Gabungan Industri Pariwisata
12. Pelatihan Sumber Daya Manusia, Standardisasi, Sertifikasi Dan
Tenaga Kerja
13. Pendanaan
14. Sanksi Administratif
15. Ketentuan Pidana
24
16. Ketentuan Peralihan
17. Ketentuan Penutup
Untuk lebih jelasnya mengenai ruang lingkup materi yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, maka dapat dilihat dalam struktkur materi pada tabel
di bawah ini :
Tabel 1 : Struktur Materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.
No. Struktur Materi Materi
1. Ketentuan Umum Definisi Pariwisata
2. Azas, Fungsi Dan
Tujuan
Mengatur dasar penyelenggaraan
kepariwisataan : azas manfaat,
kekeluargaan, adil dan merata,
keseimbangan, kemandirian, kelestarian,
partisipatif, berkelanjutan, demokratis,
kesetaraan dan kesatuan.
3. Prinsip
Penyelenggaraan
Kepariwisataan
Menjunjung tinggi norma agama, nilai
budaya sebagai pengejawantahan konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan
antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan sesama dan manusia dengan
lingkungan, menjunjung tinggi HAM,
keragaman budaya, dan kearifan lokal;
memberi manfaat untuk kesejahteraan,
kelestarian alam dan lingkungan hidup;
25
No. Struktur Materi Materi
memberdayakan masyarakat; keterpaduan
antar sektor, antar daerah, antar
pemangku kepentingan; kode etik;
memperokokoh negara kesatuan.
4. Pembangunan
Kepariwisataan
Mengatur azas pembangunan
kepariwisataan, cakupan pembangunan,
perencanaan pembangunan, peran modal
dalam pembangunan, dan fungsi
penelitian dalam pembangunan.
5. Kawasan Strategis Mengatur tentang dasar-dasar penetapan
kawasan strategis pariwisata dan
kewenangan penetapan kawasan
strategis.
6. Usaha Pariwisata Mengatur tentang cakupan ragam usaha
pariwisata, pendaftaran usaha pariwisata,
dan perlindungan terhadap hak
berkembang usaha mikro, kecil dan
menengah.
7. Hak, Kewajiban Dan
Larangan
Mengatur hak dan kewajiban beberapa
pemangku kepentingan, seperti ;
pemerintah, masyarakat, wisatawan, dan
pengusaha pariwisata. Mengatur laranga
perusahaan fisik daya tarik wisata.
8. Kewenangan
Pemerintah Dan
Mengatur kewenangan Pemerintah,
Pemerintah Proviinsi, dan Pemerintah
26
No. Struktur Materi Materi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, pemberian penghargaan
terhadap orang yang berjasa dalam
pembangunan kepariwisataan, jaminan
ketersediaan informasi pengembangan
kepariwisataan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah kepada masyarakat,
sistem informasi kepariwisataan
nasional.
9. Koordinasi Koordinasi strategis lintas sektor dalam
perumusan kebijakan, penyusunan
program, dan pelaksanaan kegiatan.
10. Badan Promosi
Pariwisata
Mengatur tentang pembentukan, status,
unsur keanggotaan, keorganisasian,
tugas, sumber pembiayaan kegiatan,
keberadaan (nasional dan daerah), dan
penetapan badan promosi pariwisata.
11. Gabungan Industri
Pariwisata
Mengatur tentang status, keanggotaan,
fungsi, sifat, kegiatan, dan tempat
pengaturan ketentuan yang mengatur
dirinya.
12. Pelathan Sumber Daya
Manusia, Standardisasi,
Sertifikasi Dan Tenaga
Kerja
Kedudukan pemerintah sebagai
penyelenggara pelatihan Sumber Daya
Manusia, standar kompetensi, lembaga
penyelenggara sertifikasi, standar usaha
dan sertifikasi usaha, tenaga kerja asing,
27
No. Struktur Materi Materi
pengaturan lebih lanjut hal itu.
13. Pendanaan Tanggungjawab bersama (Pemerintah,
Pemerintah Daerah, pengusaha, dan
masyarakat) dalam pendanaan
pengelolaan dana kepariwisataan,
pengalokasian oleh Pemerintah Daerah
dan penggunaannya, pendanaan bagi
usaha mikro, kecil bidang
kepariwisataan.
14. Sanksi Administratif Mengatur tentang sanksi administratif
15. Ketentuan Pidana Mengatur tentang sanksi pidana
16. Ketentuan Peralihan Mengatur tentang ketentuan peralihan
17. Ketentuan Penutup Jangka waktu penetapan peraturan
pelaksanaan, ketidakberlakuan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1990
(Kepariwisataan), keberlakuan peraturan
perlaksanaan UU 9/1990 tetap diakui
sepanjang tidak bertentangan dengan UU
10/2009.
Sumber : Wyasa Putra Ida Bagus, Disertasi, Universitas Brawijaya
Malang, 2010
Mengacu pada ketentuan pasal 2 UU Kepariwisataan,
kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan azas manfaat,
kekeluargaan, adil dan merata, kesinambungan, kemandirian,
kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan
28
kesatuan. Sedangkan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan seperti
diatur dalam Pasal 4 UU Kepariwisataan adalah untuk ;
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
3. Menghapus kemiskinan
4. Mengatasi pengangguran
5. Melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya
6. Memajukan kebudayaan
7. Menyangkut citra bangsa
8. Memupuk rasa cinta tanah air
9. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa
10. Mempererat persahabatan antar bangsa.
Bila dicermati ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan, terdapat beberapa ciri atau karakteristik baru
sebagai upaya antisipasi menyambut kehadiran liberalisasi jasa yang
mempunyai daya pembeda dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1990
(Undang-Undang Kepariwisataan sebelumnya), diantaranya;37
a. Warna penekanan pada pelestarian kekayaan alam, budaya, dan
lingkungan hidup
b. Pengakuan kegiatan berwisata sebagai hak asasi manusia
c. Perlakuan sama atau non diskriminasi
d. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
37
Parikesit Widiatedja IGN, 2010, Liberalisasi Jasa Dan Masa Depan Pariwisata Kita,
Udayana, University Press, Denpasar, h. 109-116. (Selanjutnya disebut Parikesti Widiatedja IGN.
II), Lihat juga Parikesit Widiatedja IGN. I, Op.Cit, , h. 93-101.
29
e. Keberpihakan pada usaha mikro, kecil dan menengah
f. Pelibatan pemangku kepentingan
g. Perlindungan asuransi dalam usaha pariwisata
h. Pembentukan Badan Promosi Pariwisata
i. Pencegahan persaingan usaha tidak sehat
Salah satu pembeda antara UU Kepariwisataan yang sekarang
dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1990 adalah adanya pengakuan
hak berwisata sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Negara
berkembang umumnya masih belum menaruh perhatian pada bidang
HAM yang berkaitan dengan hak berwisata. Hal tersebut berbeda
dengan di negara maju, seperti halnya European Union ( the UE),
mereka cukup menaruh perhatian dan salah satu fokus konsentrasinya
adalah hak setiap orang dalam berwisata (the right to tourism) yang
dihubungkan dengan kualitas kehidupan manusia.38
Kepedulian the UE
terhadap hak setiap orang untuk berwisata serta dikatagorikan sebagai
hak azasi manusia (Human Right) dideklarasikan secara tegas oleh
Antonio Tanjani, the European Union Commissioner for Enterprise
and Industry dengan menyatakan bahwa; “Traveling for tourism today
is a human right.”39
Dalam menimbang point b UU Kepariwisataan, disebutkan
bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu
38
Supasti Dharmawan Ni Ketut, dkk, The Right To Tourism Dalam Perspektif Hak Azasi
Manusia, Jurnal Ilmiah Kertha Patrika, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume 36 No.2,
September, 2011, h. 3-4. (Selanjutnya disebut Supasti Dharmawan Ni Ketut VI).
39
Ibid
30
luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi
manusia. Pasal 5 point b UU Kepariwisataan kemudian menjabarkan
ketentuan ini dengan menyatakan penyelenggaraan kepariwisataan
berdasarkan pada prinsip menjunjung tinggi hak asasi manusia,
keragaman budaya dan kearifan lokal. Pasal 19 ayat 1 point a UU
Kepariwisataan lalu meyebutkan bahwa setiap orang berhak
memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata.
Adanya pengakuan HAM dalam kegiatan berwisata merupakan
representasi pengakuan terhadap hak-hak ekonomi dan sosial
masyarakat. Pada gilirannya, kondisi ini akan menggeliatkan kembali
usaha pariwisata yang sempat terpuruk mengingat tumbuhnya
antusiasme masyarakat baik masyarakat domestik maupun
internasional untuk melakukan perjalanan wisata. Akhirnya, usaha
pariwisata di Indonesia akan tetap survive menghadapi gelombang
persaingan yang semakin luas sebagai imbas adanya liberalisasi jasa.
Selain adanya pengakuan HAM dalam kegiatan berwisata, UU
Kepariwisataan juga menunjukkan adanya keberpihakan terhadap
usaha mikro, kecil, dan menengah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai ketentuan Pasal 17 UU Kepariwisataan wajib mengembangkan
dan melindungi usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi dalam
bidang usaha pariwisata dengan cara ; a) Membuat kebijakan
pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi; b) Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar.
31
Setiap pengusaha pariwisata juga berkewajiban untuk
mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan koperasi
setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan.
Ketentuan ini dapat dilihat dalam pasal 26 point f UU Kepariwisataan.
Pasal 61 UU Kepariwisataan lalu menyebutkan bahwa pemerintah
dan pemerintah daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha
mikro dan kecil di bidang kepariwisataan.
Liberalisasi jasa tentu menghadirkan pengusaha atau pemasok
jasa asing di Indonesia yang umumnya dapat diklasifikasikan sebagai
usaha berskala besar. Dengan lompatan teknologi yang dimiliki,
pendanaan yang tidak terbatas, dan skill yang mumpuni, tentu tidaklah
adil jika mereka bersaing dengan usaha mikro, kecil, menengah dan
koperasi yang menjadi porsi terbesar dari bentuk usaha di Indonesia.
Pemerintah sebagai representasi welfare state sudah barang tentu
wajib melindungi keberadaan mereka sehingga tidak tereliminasi di
negaranya sendiri.
Bagi Indonesia, potensi dan peluang pengembangan UMKM
sangat besar ditengah perubahan tata ekonomi dunia sehingga
memberi ruang bagi UMKM untuk bisa ikut bersaing di era liberalisasi
jasa ini baik dalam kerangka GATS WTO, APEC, maupun Asean
Economic Community (AEC), yang akan dimulai tahun 2015. Banyak
negara berkepentingan terhadap UMKM, tidak terkecuali Indonesia.
Bagi Indonesia sendiri paling tidak ada beberapa agenda yang dapat
dilakukan terkait dengan UMKM, yang meliputi memperluas akses
permodalan, distribusi produk, dan akses pasar.
32
Satu hal lagi yang sangat penting, UU Kepariwisataan mengatur
tentang pelibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana
induk pembangunan kepariwisataan. Pasal 9 ayat 4 UU
Kepariwisataan menyebutkan dalam penyusunan rencana induk
pembangunan kepariwisataan baik yang bersifat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.
Kemudian dalam pasal 57 UU Kepariwisataan, pendanaan pariwisata
menjadi tanggung jawab bersama antara Pernerintah, Pemerintah
Daerah, pengusaha, dan masyarakat.
Sebagai pihak yang paling merasakan dampak langsung dari
adanya liberalisasi jasa, peran pelaku usaha pariwisata dan masyarakat
tidak dapat disepelekan. Dari merekalah nantinya akan diketahui
manfaat apa yang akan diperoleh dengan kehadiran liberalisasi jasa,
sejumlah peluang dan tantangan yang mereka hadapi, hingga pada
harapan-harapan menyangkut eksistensi mereka di masa mendatang.
Dengan kata lain, proses pelibatan para pemangku kepentingan akan
melahirkan sebuah kebijakan yang akurat dan tepat sasaran sekaligus
menciptakan peluang dalam meningkatkan kualitas daya dukung
(carrying capacity) pariwisata yang ada.40
40
Pada bagian lain Ismayanti menyatakan bahwa manfaat-manfaat yang didapatkan dari
industry pariwisata dirasakan oleh para pemangku kepentingan yang terdiri atas pemerintah,
pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat sebagai wisatawan dan sebagai tuan rumah.
Masing-masing terkait memiliki peran-peran dalam menjalankan roda industri. Pemerinta dan
pemerintah daerah adalah fasilitator, sementara masyarakat dapat berperan sebagai wisatawan dan
sebagai tuan rumah. Para pemangku kepentingan ini memiliki peran masing-masing guna
menjalankan roda industri, sehingga memberikan manfaat bersama. Ismayanti, 2010, Pengantar
Pariwisata, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 22-24.
33
5.3. Kepastian Hukum Pengaturan UMKM Atas Akses Modal Dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Pada Bagian Menimbang huruf d dari Undang-Undang No. 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (yang selanjutnya disebut UU
Kepariwisataan) disebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan
diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan
memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan
kehidupan lokal, nasional dan global.
Selanjutnya dalam Bagian Menimbang huruf e dari Undang-
Undang Kepariwisataan disebutkan bahwa diterbitkannya Undang-
Undang No. 10 Tahun 2009 (UU Kepariwisataan) ini dengan
pertimbangan bahwa Undang-Undang No.9 tahun 1990 tentang
Kepariwisataan sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan
kepariwisataan itu sendiri, yang menuntut adanya perangkat hukum
yang lebih memadai.
Salah satu materi yang diatur dalam UU Kepariwisataan adalah
tentang pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM
didalam dan disekitar destinasi pariwisata. Pembangunan
kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat yang beorientasi
memberdayakan masyarakat, terutama pemberdayaan terhadap usaha
kecil.
Pada ketentuan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, perihal pemberdayaan terhadap usaha mikro, kecil dan
34
menengah (UMKM) diatur dalam ketentuan pasal 17, pasal 26 huruf f,
dan pasal 61 yang selengkapnya menyatakan :
Pasal 17 huruf a dan b
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan
melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan Koperasi dalam bidang
usaha pariwisata dengan cara :
a. Membuat kebijakan dan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi ; dan,
b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi
dengan usaha skala besar.
Pasal 26 huruf f.
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban ;
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan koperasi
setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan.
Pasal 61
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan
bagi usaha mikro dan kecil dibidang kepariwisataan.
Ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Kepariwisataan tidak secara
tegas mengatur tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menyediakan modal bagi UMKM. Pasal 17 Undang-undang ini hanya
mengatur tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
mengembangkan dan melindungi UMKM dengan cara membuat
kebijakan pencadangan usaha dan memfasilitasi kemitraan UMKM dan
koperasi dengan usaha besar.
35
Sementara dalam ketentuan Pasal 26 huruf f, Undang-Undang
Kepariwisataan diatur tentang kewajiban setiap pengusaha pariwisata
untuk mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan
koperasi. Begitu juga pada ketentuan Pasal 61 dari Undang-Undang
Kepariwisataan diatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil dibidang
pariwisata. Disamping hanya khusus diperuntukkan bagi usaha mikro
dan kecil, ketentuan pasal ini tidak tegas menyebutkan kalau pendanaan
bagi usaha mikro dan kecil merupakan kewajiban Pemerintah dan
Pemerintah Daerah untuk menyediakannya. Selain itu, tidak jelas apa
bentuk peluang pendanaan yang diberikan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah tersebut serta bagaimana cara mendapatkannya.
Ketentuan pasal 17, pasal 16 huruf f dan pasal 61 dari Undang-
Undang Kepariwisataan sebagaimana dikemukakan diatas, rumusan
normanya tidak jelas atau menunjukkan adanya norma kabur, yang
selanjutnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
36
Tabel 2 : Rumusan Norma tidak jelas (kabur) dari ketentuan Pasal 17,
Pasal 26 huruf f, dan Pasl 61 UU No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
No. Peraturan Pasal / ayat / huruf Keterangan
1 Undang-
Undang No. 10
Th. 2009
tentang
Kepariwisataan
Pasal 17
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
wajib mengembangkan
dan melindungi usaha
mikro, kecil, me-
nengah, dan Koperasi
dalam bidang usaha
pariwisata dengan
cara :
a. Membuat
kebijakan dan
pencadangan usaha
pariwisata untuk
usaha mikro, kecil,
menengah dan
koperasi ; dan,
b. Memfasilitasi
kemitraan usaha
mikro, kecil,
menengah dan
koperasi dengan
usaha skala besar.
Analisis:
Pasal ini tidak
memberi kejelasan
tentang kewajiban
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
dalam menyediakan
akses pembiayaan
(modal) bagi UMKM.
Pasal ini hanya
mengatur kewajiban
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
dalam mengembang-
kan dan melindungi
UMKM di bidang
usaha pariwisata
dalam bentuk kebija-
kan pencadangan
usaha dan kemitraan
usaha.
Pasal 26 huruf f.
Setiap pengusaha pari-
wisata berkewajiban ;
f. mengembangkan ke-
Analisis :
Pasal ini tidak jelas
mengatur tentang
kewajiban pengusaha
37
mitraan dengan
usaha mikro, kecil
dan koperasi
setempat yang
saling memerlukan,
memperkuat, dan
menguntungkan.
pariwisata dalam
penyediaan pembia-
yaan (modal), tetapi
hanya mengatur
tentang kewajiban
pengusaha pariwisata
untuk mengembang-
kan kemitraan bagi
usaha mikro dan
kecil.
Pasal 61
Pemerintah dan Peme-
rintah Daerah mem-
berikan peluang pen-
danaan bagi usaha
mikro dan kecil
dibidang kepariwisata-
an.
Analisis :
Ketentuan pasal ini
khusus diperuntukkan
bagi usaha mikro dan
kecil. Selain itu, tidak
tegas menyebutkan
kalau pendanaan bagi
usaha mikro dan kecil
sebagai kewajiban
Pemerintah dan Peme-
rintah Daerah untuk
menyediakannya.
Sumber : Diolah sendiri oleh Penulis berdasarkan UU No.10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan
Sebetulnya kebutuhan hukum yang dapat membantu kepentingan
UMKM atas modal tidak sepenuhnya terletak dibidang kekurangan
peraturan perundang-undangan. Penelusuran terhadap beberapa
peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-undang
Kepariwisataan sebetulnya sudah ada keinginan dari pemerintah untuk
38
memberdayakan UMKM baik dibidang kemitraan usaha, akses pasar
maupun akses mendapatkan modal usaha.
Meskipun peraturan perundang-undangan sudah mengaturnya
namun peraturan tersebut belum menjamin dapat diwujudkannya hak
UMKM atas akses modal. Hal mana disebabkan tidak adanya kepastian
hukum dari peraturan perundang-undangan (UU Kepariwisataan) yang
ada, yang disebabkan adanya rumusan normanya yang tidak jelas atau
kabur (unclear of norm / vague van normen).
Adanya ketidakpastian hukum dinilai tidak dapat menunjang
cita-cita dan upaya penyelenggaraan negara dan pemerintahan berdasar
hukum.41
Ketidakpastian hukum dianggap tidak ada atau kabur, atau
samar-samar jika;
1. Tidak ada peraturan mengenai kasusnya
2. Ada peraturan hukumnya tapi tidak jelas pengertiannya dan
mengakibatkan timbulnya penafsiran yang berbeda-beda.
3. Terdapat pertentangan isi diantara sesama aturan hukumnya sendiri
baik aturan yang setingkat maupun diantara peraturan yang tidak
sama tingkatannya, sehingga membingungkan masyarakat.
4. Belum ada peraturan pelaksanaannya (organieke verordening)
meskipun sudah ada peraturan pokoknya, sehingga tidak
memberikan efek apa-apa.42
41
Solly Lubis M., 2011, Manajemen Strategi Pembangunan Hukum, Mandar Maju,
Bandung, h. 103. 42
Ibid, h. 104
39
Menurut Bagir Manan, untuk benar-benar menjamin kepastian
hukum suatu peraturan perundang-undangan, selain memenuhi syarat-
syarat formal, harus pula memenuhi syarat-syarat lain yaitu : jelas
dalam perumusannya (Inambiguous), konsisten dalam perumusannya
baik secara intern maupun ekstern, penggunaan bahasa yang tepat dan
mudah dimengerti.43
Pada saat sekarang ini Indonesia dihadapkan pada kenyataan
bahwa semakin banyak ditaburi oleh berbagai peraturan perundang-
undangan yang semuanya untuk mengatur prilaku manusia. Peraturan
perundang-undangan (algemene verbindande voorschriften) semakin
hari semakin bertambah, sehingga tidaklah berlebihan apabila dikatakan
bangsa ini sedang memasuki suatu kondisi hiperregulated society.44
43
Bagir Manan, 2000, Pembinaan Hukum Nasional, Alumni, Bandung, h. 225. 44
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Loc. Cit.
40
BAB VI
P E N U T U P
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan paparan pembahasan hasil penelitian sebagaimana
dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut :
1. Ruang lingkup materi tentang pariwisata yang diatur dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan meliputi ;
Ketentuan Umum, Azas, Fungsi dan Tujuan, Prinsip Penyelenggaraan
Kepariwisataan, Pembangunan Kepariwisataan, Kawasan Strategis,
Usaha Pariwisata, Hak, Kewajiban, dan Larangan, Kewenangan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Koordinasi, Badan Promosi
Pariwisata, Gabungan Industri Pariwisata, Pelatihan SDM, Standarisasi,
Sertifikasi, dan Tenaga Kerja serta Pendanaan.
Selain itu, dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan terdapat beberapa ciri atau karakteristik baru yang diatur
sebagai upaya antisipasi menyambut liberalisasi jasa dibidang
pariwisata, diantaranya :
a. Warna penekanan pada pelestarian kekayaan alam, budaya, dan
lingkungan hidup.
b. Pengakuan kegiatan berwisata sebagai HAM
c. Perlakuan sama atau non diskriminasi
d. Peningkatan SDM
e. Keberpihakan pada UMKM
41
f. Pelibatan pemangku kepentingan
g. Perlindungan asuransi dalam usaha pariwisata
h. Pembentukan Badan Promosi Pariwisata
i. Pencegahan persaingan usaha tidak sehat
2. Pemeritah melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan sebetulnya sudah menunjukkan komtimennya terhadap
pemberdayaan dibidang akses pendanaan atau permodalan UMKM,
namun, peraturan tersebut belum menjamin UMKM mendapatkan
modal sebagaimana yang dibutuhkan. Hal mana disebabkan tidak
adanya kepastian hukum dari ketentuan Pasal 17, Pasal 26 huruf f dan
pasal 61 Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan,
yang rumusan normanya menunjukkan adanya norma kabur (unclear of
norm / vague van normen).
6.2. Saran-saran
1. Mengingat salah satu materi yang diatur dalam Undang-undang No. 10
Tahun 2009 adalah keberpihakannya terhadap UMKM, maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pelaku usaha dibidang pariwisata
betul-betul dapat menegakkan dan mengimplementasikan ketentuan
tersebut dalam praktek, sehingga pemberdayaan terhadap UMKM
dibidang akses modal dapat berjalan secara efektif.
2. Kepada pemerintah dan pembentukan Undang-undang disarankan agar
memformulasikan ketentuan beberapa Pasal dari Undang-undang No. 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, khususnya Pasal 17, Pasal 26
huruf f dan Pasal 61 yang lebih memberi kepastian hukum bagi UMKM
untuk mendapatkan akses modal.
42
DAFTAR BACAAN
Buku
Bagir Manan, 2000, Pembinaan Hukum Nasional, Alumni, Bandung.
Bambang Sunaryo, 2013, Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia, Gaya Media, Yogyakarta.
Budi Rachmat, 2005, Modal Ventura, Cara Mudah Meningkatkan Usaha Kecil
dan Menengah, Ghalia Indonesia, Bogor.
Elli Ruslan, 2013, Dasar Perekonomian Indonesia Dalam Penyimpangan Mandat
Konstitusi UUD Negara Tahun 1945, Total Media, Yogyakarta.
Gelgel I Putu, 2006, Hukum Pariwisata Suatu Pengantar, Widya Dharma,
Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Gelgel, I Putu, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi
Perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT.
Refika Aditama, Bandung.
Gustav Radbruch, 1950, Legal Philosophy dalam; The Philosophies of Lask,
Radbruch, and Dabin, Translated by : Kurt Wilk, Harvard University
Press, Cambridge, Massachusetts.
Hans Kelsen, 2008, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung.
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, St. Paul-
Minu, 1979.
Ismayanti, 2010, Pengantar Pariwisata, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Sinar
Grafika, Jakarta.
Johnny Ibrahim, 2009, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum Teori dan
Implikasi Penerapannya Dalam Penegakan Hukum, CV. Putra Media
Nusantara, Surabaya.
Kementerian PAN/BAPPENAS, Departemen Kelautan dan Perikanan
DEPKUMHAM dan Mitra Pesisir/Coastal Resorces Management Project
II, Menuju Harmonisasi Sistem Hukum Sebagai Pilar Pengelolaan
Wilayah Pesisir Indsonesia, Jakarta, 2005.
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan
(UNPAR), Keterampilan Perancangan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
43
Mohammad Jafar Hafsah, 2000, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
Muljadi A.J. 2012, Kepariwisataan dan Perjalanan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Normin S. Pakpahan, Frans Limahelu, 1992, Peta Hukum Dibidang Kegiatan
Ekonomi, Suatu Studi Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kecil dan Menengah pada Sepuluh Provinsi di Indonesia, Kantor Menko
Ekuin dan Pengawasan Pembangunan bekerjasama dengan Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.
Parikesit Widiatedja IGN, 2010, Liberalisasi Jasa Dan Masa Depan Pariwisata
Kita, Udayana, University Press, Denpasar.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Pranada Media, Jakarta.
Pitana I Gede, 2006, Kepariwisataan Bali Dalam Wacana Otonomi Daerah,
Puslitbang Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta.
Putu Sudarma Sumadi, 2008, Pengantar Hukum Investasi, Pustaka Sutra,
Bandung.
R. Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Retno Murni, Eksistensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai Penopang
Industri Pariwisata Berkelanjutan di Bali, Jurnal Elmiah Kertha Patrika,
Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume 36 No.2 September 2011.
Ronny Hanitidjo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Solly Lubis M., 2011, Manajemen Strategi Pembangunan Hukum, Mandar Maju,
Bandung.
Supasti Dharmawan Ni Ketut, dkk, The Right To Tourism Dalam Perspektif Hak
Azasi Manusia, Jurnal Ilmiah Kertha Patrika, Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Volume 36 No.2, September, 2011.
Tara, Azwir, 2001, Strategi Membangun Ekonomi Rakyat, Nuansa Madani,
Jakarta.
Teddy P. Rachmat, dalam Sulastono, Tommi A. Legowo, 2003, Memadukan
Langkah-langkah Membangun Indonesia, Gerakan Jalan Lurus, Jakarta.
44
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, 2012, Filsafat Teori dan Ilmu Hukum
Pemikiran Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan dan Bermartabat, PT.
Radja Grafindo Persada, Jakarta.
Teguh Sulistia, 2006, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi Kerakyatan,
Andalas University Press, Padang.
Tulus Tambunan, 2012, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia, Isu-isu
Penting, LP3ES, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Wenegama I Wayan, Peranan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Penyerapan
Tenaga Kerja dan Tingkat Pendapatan Masyarakat Miskin di Kecamatan
Abiansemal Kabupaten Badung, Buletin Studi Ekonomi Volume 18
Nomor 1 Pebruari 2013.
Wyasa Putra Ida Bagus, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata., PT. Refika Aditama,
Bandung.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan