Tugas Dr Sugma Kedkel
-
Upload
bayu-raharjo -
Category
Documents
-
view
46 -
download
2
Transcript of Tugas Dr Sugma Kedkel
TUGAS KEDOKTERAN KELUARGA
STUDI KASUS PASIEN
Disusun oleh:
PENYUSUN:
1. Bayu Raharjo (110.2005.037)2. Tarmidi (110.2007.273)3. Andini Kharistiananda (110.2006.032)4. Siti Fadhilah (110.2006.287)5. Fatimah Azzahra (110.2007.114)
Pembimbing:
Dr. Dian Mardhiyah, MKK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA2013
1
BERKAS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. I
Jenis kelamin : Laki Laki
Umur : 2,5 tahun
Alamat : Jl. Tanah Tinggi Gang III
Jakarta Utara
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Agama : Islam
No.Rekam medis : XX.XXXX.XXX
Puskesmas : XXXXXX
Tanggal berobat : XX XXXXX XXXX
B. Anamnesa
Alloanamnesa dengan orang tua pasien yang dilakukan pada tanggal 20 september
2013
1. Keluhan Utama
Batuk Sejak 2 minggu
2. Keluhan Tambahan
Demam, nafsu makan tidak ada, berat badan sulit naik
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan keluhan batuk sejak sekitar dua minggu yang lalu.
Batuk dirasakan berdahak, dahaknya sulit untuk dikeluarkan. Ibu pasien
mengatakan pasien juga sering mengalami demam sejak dua minggu yang lalu.
Demam dirasakan tidak terlalu panas dan bersifat hilang timbul tanpa sebab
yang jelas. Demam dirasakan setiap hari. Saat dilakukan penimbangan
didapatkan berat badan 7,5 kg. Ibu pasien mengeluh bahwa berat badan
2
anaknya sulit meningkat. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya hanya makan
sedikit dan jarang makan makanan ringan. Ibu pasien memberi makan anaknya
dua sampai tiga kali sehari dengan menu makanan nasi, tahu, tempe, dan ikan.
Jarang sekali makan daging, sayur-sayuran dan buah-buahan. Ibu pasien
menyatakan tidak ada keluhan dalam buang air besar serta buang air kecil
pasien, tidak ada keluhan mual ataupun muntah, tidak pilek, tidak sesak napas.
Pasien sudah diberi obat batuk dan obat penurun panas yang dibeli di warung
namun tidak sembuh.
Ibu pasien mengatakan, anaknya lahir normal dengan berat badan lahir
3500 gram. Selama kehamilan Ibu mengaku tidak mengalami kendala apa pun,
Ibu mengatakan jarang kontrol ke bidan kecuali jika ada keluhan. Ibu
mengatakan An. I sudah diimunisasi lengkap. An. Ardian mendapatkan ASI
sampai usia 1 tahun tanpa pemberian makanan pendamping ASI, setelah itu
An. Ardian tidak lagi disusui ASI oleh Ibunya karena An. I tidak ingin lagi
menyusu ASI sehingga Ibunya memberi susu formula dan makan makanan
lunak seperti bubur. Saat ini An. I sudah diberi makan nasi seperti kedua
orangtuanya namun pasien susah sekali makan. Anak tampak kurus dan berat
badan pasien tidak bertambah seiring pertambahan usianya.
Jika pasien sakit, Ibu pasien selalu membawa anaknya berobat ke
puskesmas
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering mengalami sakit batuk pilek disertai demam. Diare juga pernah
dialami pasien yaitu sekitar 2 bulan yang lalu.
3
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien (Tn. Suwandi) memiliki riwayat pengobatan berobat paru
selama 6 bulan, riwayat penyakit asma disangkal, riwayat penyakit kencing
manis disangkal, penyakit gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam
keluarga disangkal, riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya hidup pasien dan anggota keluarga diperoleh dari penghasilan
Ayahnya yang bekerja sebagai tukang baso sedangkan baso tersebut
diproduksi sendiri di rumah oleh Ibu pasien. Penghasilan Ayahnya tiap hari
tidak teratur, diperkirakan Rp. 25.000 s/d 40.000/hari. Jumlah tersebut kurang
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Riwayat Kebiasaan
Ibu pasien mengaku bahwa pasien mendapat ASI sampai usia 1 tahun
tanpa pemberian makanan pendamping ASI oleh karena pasien sulit untuk
makan/minum selain ASI, setelah itu pasien tidak lagi disusui ASI oleh Ibunya
karena pasien tidak ingin lagi menyusu ASI sehingga Ibunya memberi susu
formula dan makan makanan lunak seperti bubur. Namun. sejak usia 1,5 tahun
pasien sudah jarang meminum susu formula karena Ibu pasien mengaku tidak
mampu untuk membeli susu secara rutin. Ibu pasien mengatakan pasien susah
makan, jarang sekali makan sayur, buah-buahan dan lauk pauk. Pasien makan
2-3 x sehari dengan nasi, tahu, tempe, dan ikan. Pasien lahir dengan berat
badan normal yaitu 3500 gram. Proses persalinan Ny.Marwan ditolong oleh
bidan dan saat melahirkan usia kehamilan cukup bulan. Saat hamil, Ny.
Marwan tidak selalu memeriksakan kehamilannya ke bidan kecuali jika ada
keluhan. Ny. Marwan hanya mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
satu kali. Tn. Suwandi mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah, namun
anggota keluarga yang lain tidak melarangnya. Ketika sedang bermain atau
berkumpul dengan teman seusianya, pasien tampak lebih diam dan pasif
4
dibanding teman-temannya. Pasien terlihat lebih lemah dibanding temannya,
oleh karena sering sakit.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tanggal 20 september 2013
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Vital Sign
- Tekanan darah : -
- Nadi : 100 x/menit
- Respirasi : 30 x/menit
- Suhu : 37,7 0 C
3. Status Generalis
- Berat badan : 7.5 kg
- Tinggi badan : 78,5 cm
4. Status Imunisasi : Lengkap
5. Status Gizi : z-score
BB/U : < persentil -3 (berat badan sangat kurang)
TB/U : < persentil -3 (sangat pendek)
BB/TB : < persentil -3 (sangat kurus)
5
6
Kesan:
Berat badan sangat kurang
Gambar 1.Grafik Berat Badan menurut Umur
7
Gambar 2.Grafik Tinggi Badan menurut Umur
Kesan:
Sangat Pendek
8
Gambar 3. Grafik Berat Badan menurut Tinggi Badan
Kesan:
Sangat Kurus
6. Status Lokalis
-Kepala : Bentuk oval, simetris, wajah tampak tua
-Rambut : Warna hitam kemerahan, tipis, mudah dicabut
-Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat, isokor
-Hidung : Septum tidak deviasi, tidak terdapat sekret
-Telinga : Terdapat sedikit serumen pada auris dextra
dan sinistra
-Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tonsil T1-T1
-Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
-Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, rhonki (+), wheezing (-)
-Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea
Mid klavikula sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur
-Abdomen
Inspeksi : Simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran vena (-)
Auskultasi : Bising usus normal, bising aorta
abdominalis terdengar
Palpasi : Nyeri tekan perut bawah, nyeri lepas (-),
hepatomegali (-), spleenomegali (-)
Perkusi : Timpani di semua lapang abdomen, nyeri ketuk (-)
-Genitalia : Tidak diperiksa
9
-Bokong : Baggy pants (+)
-Ekstremitas : Akral hangat, edema (- ), sianosis (-), turgor buruk
(kulit keriput)
Perhitungan usia pasien
Tanggal lahir An. I : 25-03-2011
Tanggal periksa : 20-08-2013
Usia kronologis An. I untuk pemeriksaan DDST II (Denver Developmental
Screening Test) adalah:
2 tahun 6 bulan atau 30 bulan
Alat peraga:
1) Kubus 6 buah
2) Pensil
3) Kertas kosong
4) Kertas bergambar
5) Perlengkapan cuci tangan
6) Bola
10
Keadaan anak seharusnya usia 30 bulan:
1. M: Naik tangga dengan kaki berselang-seling
2. A: Menara 9 kubus, membuat garis vertikal dan horisontal, tetapi biasanya
tidak mau menggabungnya menjadi silang; meniru garis sirkuler, membentuk
gambar tertutup
3. Ba: Menyebut dirinya dengan sebutan “saya”; mengetahui nama seluruhnya
4. S: membantu menjauhkan barang; berpura-pura dalam bermain
11
Keadaan yang sebenarnya:
Semua aspek dapat dilakukan oleh anak.
KESAN: tumbuh kembang dalam batas normal
D. Pemeriksaan Penunjang
- Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
BERKAS KELUARGA
A. Profil Keluarga
1. Karakteristik Keluarga
a. Identitas Kepala Keluarga : Tn. Suwandi
b. Identitas Ibu kandung : Ny. Marwah
c. Struktur Komposisi Keluarga : Keluarga inti
Tn. Suwandi ( 40 tahun ) dan Ny. Mariah ( 37 tahun ) sudah menikah
sejak 3 tahun yang lalu. Mereka mempunyai satu orang anak. Anaknya
bernama Ardian yang saat ini berusia 2 tahun 6 bulan. Keluarga Tn. Suwandi
tinggal di rumah bersama istri dan satu orang anaknya. Fungsi adaptasi
(adaptation) kurang baik, yaitu pasien (An. Ardian) tidak diperhatikan dalam
hal pertumbuhan dan perkembangannya.
Fungsi kemitraan (partnership) baik di mana ayah dan ibu pasien
berkomunikasi aktif untuk mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan
masalah yang dihadapi oleh pasien.
Fungsi pertumbuhan (growth) keluarga terbilang baik dimana tidak ada
tekanan untuk menyuarakan pendapat. Setiap anggota keluarga juga
dibebaskan memberi pendapat dan melakukan kegiatan yang disukainya.
Fungsi kasih sayang (Affection) dalam keluarga ini baik dimana dapat
jarang ada perselisihan.
Fungsi kebersamaan (resolve) terbilang kurang baik dimana kurang
dalam membagi waktu untuk keluarga serta waktu untuk berkumpul
dikarenakan sibuk dalam pekerjaan. Pemahaman keluarga sebagai wahana
12
persemaian nilai – nilai agama dan nilai – nilai luhur budaya bangsa tercermin
dalam kehidupan sehari – hari dimana setiap anggota keluarga memeluk satu
agama yang sama yaitu agama Islam. Budaya dalam keluarga sangat kental
dengan adat Jawa yang merupakan suku asal dari pihak ayah maupun ibu
pasien. Bahasa yang digunakan oleh keluarga ini saat bercengkrama dan dalam
keseharian menggunakan bahasa Indonesia.
Tabel 1. Anggota Keluarga yang Tinggal serumah
No Nama Kedudukan
dalam keluarga
Gender Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan
Tambahan
1 Tn.
Suwandi
Kepala Keluarga Laki-laki 40 thn SMA Tukang
Baso
Kepala
keluarga
dengan
penghasilan
rata-rata Rp.
30.000/hari
2 Ny. Marwah Istri Perempu
an
37 thn SMP Ibu rumah
tangga
Istri
3 An. I Anak pertama Perempu
an
30 bln - - -
13
2. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
a. Lingkungan Tempat Tinggal
Tabel 2. Lingkungan Tempat Tinggal
Status kepemilikan rumah: rumah kontrakan
Daerah perumahan: padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah: 6 x 4 m2
Keluarga tinggal di rumah
dengan status kepemilikan
rumah sendiri yang terletak di
lingkungan padat penduduk.
Rumah tersebut kurang cukup
nyaman untuk ditempati oleh
seluruh anggota keluarga dan
tidak memenuhi syarat-syarat
rumah sehat.
Jumlah penghuni dalam satu rumah: 3 orang
Luas halaman rumah: tidak ada
Bertingkat/tidak bertingkat: tidak bertingkat
Lantai rumah terbuat dari: semen
Dinding rumah terbuat dari: tembok
Jamban keluarga: ada
Tempat bermain: tidak ada
Penerangan listrik: 900 watt
Air bersih: ada (PAM)
Tempat pembuangan sampah: ada
b. Kepemilikan Barang-Barang Berharga
Keluarga memiliki barang – barang seperti satu buah televisi
berwarna, satu buah kipas angin dan satu buah kendaraan bermotor.
14
c. Denah Rumah
3. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
a. Tempat Berobat
Jika ada salah satu anggota keluarga Tn. Suwandi yang sakit, maka
Tn. Suwandi membawa berobat ke Puskesmas. Selain karena harganya yang
terjangkau, juga karena tempatnya yang tidak jauh dari rumah, sehingga dapat
ditempuh hanya dengan naik angkutan umum.
b. Balita: KMS
An. I memiliki KMS, dan setiap bulan selalu datang ke posyandu
untuk penimbangan berat badan dan imunisasi.
c. Asuransi/Jaminan Kesehatan
Keluarga Tn. Suwandi tergolong keluarga dengan status ekonomi
rendah, mereka mempunyai kartu gakin yang dipakai setiap kali berobat,
15
namun untuk kartu jakarta sehat sekarang mereka belum punya dikarenakan
dari pihak keluarga belum ada yang sempat mengurusnya.
Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Tabel 3. Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat
pelayanan kesehatanAngkutan Umum
Keluarga Tn. Suwandi
berobat ke puskesmas dengan
angkutan umum. Menurutnya
tarif berobat di puskesmas
murah, yaitu hanya mencakup
Rp. 2000 untuk biaya
transport sedangkan biaya
pengobatannya gratis dan
kualitas pelayanannya pun
dinilai memuaskan.
Tarif pelayanan
kesehatanGratis
Kualitas pelayanan
kesehatanMemuaskan
4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
a. Kebiasaan Makan
Keluarga Tn. Suwandi makan sebanyak dua sampai tiga kali sehari.
Biasanya mereka makan pada pagi, siang dan malam hari. Makanan yang
dimakan oleh keluarga Tn. Suwandi dimasak sendiri oleh Ny. Marwah.
Biasanya menu yang sering dimasak adalah tahu, tempe, ikan dan jarang
makan daging, sayur-sayuran dan buah-buahan. Terkadang mereka juga
membeli makanan yang ada di sekitar rumahnya bila Ny. Marwah tidak
memasak. Mereka tidak rutin melakukan kegiatan makan bersama, terutama
makan siang Karena Tn. Suwandi sedang bekerja. Keluarga Tn. Suwandi biasa
makan di sembarang ruangan karena mereka tidak memiliki ruang makan
khusus. Mereka jarang memakai sabun untuk mencuci tangan sebelum dan
16
sesudah makan, hanya mencuci tangan dengan air tanpa sabun serta tidak
merapikan dan membersihkan peralatan makan mereka setelah selesai makan.
Piring dan gelas kotor setelah makan tidak langsung dicuci tetapi ditumpuk di
dapur.
b. Penerapan Pola Gizi Seimbang
Keluarga Tn. Suwandi belum dapat memenuhi pola gizi seimbang. Hal
ini dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang dan
keterbatasan ekonomi keluarga Tn. Suwandi. Adapun menu makanan sehari-
hari yang sering dimasak oleh Ny. Marwah antara lain nasi, tahu, tempe, telur,
dan ikan. Sedangkan menu lainnya seperti daging, sayur-sayuran dan buah-
buahan jarang sekali dikonsumsi. Komposisi makanan An. Ardian pun sama
dengan menu anggota keluarga lainnya. An. I juga tidak rutin minum susu
setiap hari.
Pola makan pasien tiga hari terakhir ialah :
- Tanggal 17 september 2013
Pagi : Bubur ayam ½ porsi, teh manis
Siang : Nasi ½ porsi, telur dadar 1 porsi
Malam : Nasi ½ porsi, orek tempe ½ porsi
- Tanggal 18 september 2013
Pagi : Nasi uduk ½ porsi, teh manis
Siang : Nasi ½ porsi, tahu goreng 1 potong, mie rebus ½ porsi
Malam : Nasi ½ porsi, telur dadar 1 porsi
- Tanggal 19 september 2013
Pagi : Bubur ayam ½ porsi, teh tawar
Siang : Nasi ½ porsi, tempe goreng 1 potong, sayur sop ½ porsi
Malam : Susu formula satu botol susu sedang (300 ml)
17
Catatan : 1 porsi bubur ayam = 1 mangkok
1 porsi nasi/ mie rebus = 1 piring nasi/mie rebus
1 porsi telur dadar = 1 butir telur
1 porsi orek tempe = satu sendok makan
1 porsi sayur sop = 1 mangkok sayur sop
5. Pola Dukungan Keluarga
a. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Orang tua dari An. I menginginkan agar berat badan anaknya bisa
meningkat sesuai dengan berat badan normal menurut usianya dan tidak sering
menderita batuk, pilek dan diare. Adapun faktor yang mendukung terselesainya
masalah antara lain :
- Ny. Marwan tidak bosan untuk memberi makan anaknya walaupun
anaknya tidak mau makan.
- Orang tua An. I selalu berdoa agar anaknya diberi kesehatan dan terhindar
dari berbagai penyakit.
b. Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan An.
Ardian antara lain:
- Perekonomian keluarga yang rendah sehingga tidak bisa untuk membeli
makanan yang sesuai dengan gizi seimbang.
- Ny. Marwah memasak makanan dengan menu yang tidak bervariasi setiap
harinya sehingga anaknya bosan.
- Keadaan lingkungan rumah yang padat dan kumuh sehingga mudah
tertular penyakit.
- Ny. Marwah tidak memperhatikan kebersihan rumah sehingga rumahnya
berantakan tidak tersusun dengan rapi.
- Kurangnya pengetahuan tentang keseimbangan gizi
18
- Pendapatan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari.
B. Genogram
1. Bentuk Keluarga: keluarga inti
2. Tahapan Siklus Keluarga
Menurut Duvall (1977), keluarga Tn. Suwandi berada pada tahapan siklus
keluarga yang kedua dengan kelahiran anak pertama : dimulai sejak anak
pertama lahir sampai berusia 30 bulan.
Tugas perkembangan :
a. Perubahan peran menjadi orang tua
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasanganya
3. Family map
keterangan :
19
Ny. K37 th
Ny. M41 th
Ny. A35 th
Tn. J30 th
Ny. R60 th
Ny. R60 th
Tn. S65 th
Tn. B70 th
An. I30 bln
Ny. Mariah37 th
Tn. Suwandi40 th
: Pasien laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki
: Garis perkawinan
: Dalam satu rumah
: Garis keturunan
: Laki-laki meninggal
C. Identifikasi Permasalahan yang Didapat dalam Keluarga
Ada beberapa permasalahan yang dapat ditemukan pada keluarga ini yaitu:
1. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
Keadaan sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keluarga ini memiliki
tempat tinggal yang kurang layak, kebutuhan sehari-hari yang masih kurang
terpenuhi, karena ekonomi yang rendah pula, keluarga Tn. Suwandi pun lebih
mengutamakan mencari penghasilan dibandingkan dengan kesehatan.
2. Keadaan rumah yang padat dan kumuh sehingga mempengaruhi kesehatan
penghuninya.
3. Kurangnya kesadaran Ny. Mariah memperhatikan kebersihan rumah dan
kebersihan anaknya.
4. Kurangnya perhatian Ny. Mariah terhadap menu makanan yang diberikan ke
anaknya.
D. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal (alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran)
Ibu pasien datang membawa anaknya untuk berobat dikarenakan
anaknya mengalami batuk, demam dan susah makan. Anaknya yang terlihat
kecil dan kurus membuat ibunya khawatir dan berharap mendapatkan
langsung pelayanan medis dari tenaga medis untuk kesehatan anaknya dan
untuk mendapatkan informasi tentang penanganan serta pengawasan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anaknya sesuai dengan usia.
2. Aspek Klinik (diagnosis kerja dan diagnosis banding)
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
- Diagnosis Kerja : Gizi Buruk tipe marasmik dengan suspek TB Paru
- Diagnosis Banding : -
20
- Dasar diagnosis :
Anamnesis : Demam subfebris sejak dua minggu yang lalu, berat
badan sulit meningkat, kontak dengan penderita TB
Pemeriksaan fisik :
- Penilaian Z-Score yaitu : BB/U : < persentil -3 ( berat badan sangat
kurang ), TB/U: < persentil -3 (sangat pendek), BB/TB: < persentil -3
(sangat kurus)
- Status Lokalis
o Kepala : Bentuk oval, simetris, wajah tampak tua
o Rambut : Warna hitam kemerahan, tipis, mudah dicabut
o Kulit : turgor buruk (kulit keriput)
- Paru-paru : auskultasi = rhonki +/+
- Bokong : Baggy pants (+)
3. Aspek Risiko Internal (faktor internal yang mempengaruhi masalah kesehatan
pasien)
Pasien mendapatkan ASI sampai dengan usia satu tahun namun tanpa
disertai makanan pendamping ASI oleh karena pasien tidak mau
mengkonsumsi apapun selain ASI. Pasien seringkali susah makan walaupun
ibu pasien sudah memasakkan dan berusaha menyuapi pasien.
4. Aspek Psikososial Keluarga (faktor eksternal yang mempengaruhi masalah
kesehatan )
Terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat
perbaikan gizi pada pasien ini. Faktor yang merupakan penghambat perbaikan
gizi pasien yaitu keadaan sosial ekonomi keluarga pasien yang tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasien dan juga masalah pengetahuan
keluarga pasien yang tidak mengetahui tentang penerapan gizi seimbang. Ayah
pasien merupakan perokok aktif yang sering kali merokok di dalam rumah,
21
yang dalam sehari dapat menghabiskan satu bungkus rokok. Keadaan rumah
pasien yang tidak memenuhi syarat rumah sehat seperti kurangnya ventilasi
dan tidak adanya pencahayaan yang masuk ke dalam rumah serta lingkungan
yang kumuh dan padat.
5. Aspek Fungsional (tingkat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
baik di dalam maupun di luar rumah fisik maupun mental)
Secara aspek fungsional, pada penyakit pasien ini, pasien terbatas
dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti bermain dengan teman sebaya di
lingkungan sekitar rumah pasien. Adanya gangguan dalam pertumbuhan pasien
menyebabkan pasien tidak bisa tumbuh dan berkembang sesuai usianya,
sehingga sering mengalami sakit dan terlihat lebih pasif dibanding teman-
temannya. Terganggunya perkembangan dan keaktifan saat bermain setiap hari
yang dialami pasien termasuk dalam grade empat.
22
E. Rencana Penatalaksanaan
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan Keterangan
Aspek
Personal
Menjelaskan kepada orang tua pasien
bahwa gizi buruk yang diderita pasien
bisa menimbulkan banyak masalah
kesehatan, salah satunya adalah
mudahnya terkena infeksi
Mycobacterium tuberculosis karena
daya tahan tubuh yang menurun.
Menjelaskan dan mengedukasi kepada
orang tua pasien bahwa berat badan
pasien bisa meningkat dengan cara
memberikan makanan yang sesuai
dengan gizi seimbang, menjaga pola
makan sesuai dengan usianya dan
kepatuhan dalam meminum obat.
Orang
tua
pasien
Pada saat
kunjungan
ke rumah
Orang tua menjadi optimis
bahwa anaknya bisa
sembuh.
-
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan Keterangan
23
Aspek
Klinik
Menjelaskan kepada orang tua
tentang masalah gizi buruk yang
diderita anaknya serta menatalaksana
pasien gizi buruk dengan rawat inap
untuk pengobatan 10 langkah yaitu:
atasi / cegah hipoglikemi, atasi/cegah
hipotermi, atasi / cegah dehidrasi,
koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit, obati / cegah infeksi, mulai
pemberian makanan, koreksi
defisiensi nutrisi mikro, fasilitas
tumbuh kembang, lakukan stimulasi
sensorik, langkah dan rencana tindak
lanjut setelah sembuh.
Melakukan tes mantoux serta foto
rontgen dada dan apabila hasilnya
positif TB, maka anak diberi
pengobatan OAT selama 6 bulan.
Orang
tua
pasien
Pada saat
kunjungan
ke rumah
dan
Puskesmas
Orang tua pasien tahu
makanan seperti apa yang
harus diberikan kepada
anaknya
Orang tua pasien dapat
memahami dengan baik
tentang penyakit yang
sedang diderita pasien
sehingga di kemudian hari
mereka dapat lebih tanggap
untuk tindakan berikutnya
serta dapat mengupayakan
pencegahan keadaan yang
lebih parah.
-
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan Keterangan24
Aspek
Risiko
Internal
1. Memberikan tips kepada orangtua
agar anak tidak sulit makan:
a. Variasikan makanan (makanan
tetap bergizi) seperti: sediakan
cemilan sehat (buah, sayur,
yoghurt, keju,dll), jadi meski
makanannya sedikit, kebutuhan
nutrisi tetap terpenuhi.
b. Sajikan dalam porsi kecil tetapi
sering
c. Sajikan dengan menarik
d. Jangan mengancam dan
menghukum anak agar ia makan
lebih banyak
e. Makan teratur
Orang
tua
pasien
Pada saat
kunjungan
ke rumah
Orang tua pasien dapat
memperbaiki gizi anaknya
tersebut.
-
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan Keterangan
25
Aspek
Psikososial
Keluarga
Orang tua pasien lebih giat dalam
bekerja tanpa melupakan perhatian
kepada anaknya.
Ayah pasien tidak lagi merokok di
dalam rumah
Menjaga kebersihan rumah
Orang
tua
pasien
Pada saat
kunjungan
ke rumah
Orang tua pasien dapat
memahami dengan baik
tentang penyakit yang
sedang diderita pasien dan
bisa lebih siap dalam
menerima apapun keadaan
pasien.
Pasien dan keluarganya
dapat berperilaku hidup
sehat setiap hari.
-
Aspek
Fungsional
Melatih perkembangan pasien agar
tidak terlambat dengan bermain
bersama pasien, mengajak teman-
teman sebaya pasien untuk bermain
bersama dengan pasien
Orang
tua
pasien
Pada saat
kunjungan
ke rumah
Kondisi tubuh pasien
menjadi lebih sehat
sehingga kualitas hidupnya
meningkat.
-
Total Rp. 50.000
26
ANALISIS KASUS
Pada aspek personal ditemukan bahwa ibu pasien sangat mengkhawatirkan
kesehatan pasien, Kesadaran pasien datang ke Puskesmas untuk mendapatkan
pengobatan merupakan tanda bahwa pasien memiliki respon kekhawatiran terhadap
suatu keadaanya itu keluhan-keluhan yang merupakan ketidaknyamanan pasien saat
ini.Hal ini bersesuaian dengan teori perilaku kesehatan dalam bagian perilaku
sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behaviour), dimana hal
tersebut merupakan respon dari sebuah stimulus (sakit). dalam hal ini ibu pasien
harus diberikan pengetahuan yang cukup tentang penyakit anaknya dan mengetahui
cara menangani serta mendapatkan bantuan langsung dari tenaga medis agar anaknya
dapat tumbuh dengan baik. (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan pasien
menderita gizi buruk tipe marasmik dengan suspek TB paru. Anamnesis yang
didapat yaitu batuk demam subfebris sejak dua minggu yang lalu, berat badan sulit
meningkat, kontak dengan penderita TB.
Berdasarkan skoring TB menurut WHO, yaitu :
1. Kontak dengan penderita TB ( tidak jelas = 0 poin, hanya laporan keluarga
atau kontak dengan penderita yang sudah berobat = 1 poin, kontak dengan
penderita TB aktif = 3 poin)
2. Uji tuberkulin/ Tes Mantoux (negatif = 0, positif = 3)
3. Berat badan anak berdasarkan KMS ( di bawah garis merah atau riwayat BB
turun atau tidak naik 2 bulan berturut-turut = 1 poin, secara klinis gizi buruk =
2 poin)
4. Demam tanpa sebab yang jelas (tidak ada = 0, lebih dari dua minggu = 1)
5. Batuk berkepanjangan (3 minggu= 1 poin)
6. Pembesaran kelenjar di sekitar leher ( ukuran lebih dari 1 cm, jumlah lebih
dari 1 buah, tidak nyeri saat ditekan = 1)
7. Pembengkakkan tulang/sendi panggul, lutut (bila ada pembengkakkan = 1
poin)
27
8. Foto rontgen (normal = 0, suspect/curiga = 1)
Anak dikatakan positif TB bila skor dari ke-8 parameter di atas adalah minimal 6
poin. (Pedoman Diagnosis dan Terapi pada Anak, FK UNPAD)
Pada anamnesis serta pemeriksaan fisik pada An. Ardian didapatkan skor
kurang dari 5 sehingga An. Ardian didiagnosis sementara dengan suspect TB dan
kemudian akan dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa tes mantoux dan foto
rontgen dada untuk menegakkan diagnosis TB dan bila positif akan diterapi dengan
obat OAT selama 6 bulan.
Pemeriksaan fisik yang didapat yaitu wajah tampak tua, rambut berwarna
hitam kemerahan, tipis, mudah dicabut, turgor kulit buruk (kulit keriput), dan
terdapat Baggy pants, merupakan tanda-tanda klinis pasien gizi buruk tipe
marasmik, sedangkan untuk berat badan yang sulit meningkat disebabkan karena
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
bisa memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) yang berdasarkan anamnesis
didapatkan etiologi primer yaitu kekurangan konsumsi karena tidak tersedianya
bahan makanan, dan berdasarkan klasifikasinya, pasien ini termasuk KEP berat tipe
marasmik yang berdasarkan BB/U kurang dari persentil -3 dalam baku median
WHO z-score dan TB/U <kurang dari persentil -3 dalam baku median WHO z-score
serta BB/TB kurang dari persentil -3 dalam baku median WHO z-score.
Maka pada rencana penatalaksanaannya dibutuhkan rawat inap yang terdapat 5
aspek penting yang perlu diperhatikan:
a. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat ( 10 langkah utama)
b. Pengobatan penyakit penyerta
c. Kegagalan pengobatan
d. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
e. Tindakan pada kegawatan
Pengobatan rutin yang dilakukan berupa 10 langkah penting:
a. Atasi/cegah hipoglikemi
b. Atasi/cegah hipotermi
c. Atasi/cegah dehidrasi
28
d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
e. Obati/cegah infeksi
f. Mulai pemberian makanan
g. Koreksi defisiensi nutrien mikro
h. Fasilitas tumbuh kembang
i. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi /mental
j. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
(Pedoman Diagnosis dan Terapi pada Anak, FK UNPAD)
Sepuluh langkah utama pada tatalaksana gizi buruk:
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat
menerima makanan usahakan memberikan makanan sering/cair 2–3 jam sekali. Jika
anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh (aksila dan rektal) yang rendah < 36o Celcius.
Pada keadaan ini anak harus dihangatkan dengan cara ibu atau orang dewasa lain
mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut atau dengan membungkus anak
dengan selimut tebal dan meletakkan lampu di dekatnya. Selama masa penghangatan
dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur setiap 30 menit sekali. Jika suhu anak
sudah normal dan stabil tetap dibungkus dengan selimut/pakaian rangkap agar tidak
jatuh kembali pada keadaan hipotermia.
3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi adalah ada
riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan
dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan:
a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap 1/2jam sekali tanpa
berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan
29
memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok.
Cairan rehidrasi oral khusus KEP disebut ReSoMal.
b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit
yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat minum, lakukan rehidrasi intravena
(infus) RL/Glukosa 5% dan NaCl dgn perbandingan 1:1.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP Berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya:
a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
b. Defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg).
Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2 minggu.
Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk rehidrasi, berikan cairan
oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan 50
gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral bentuk makanan lumat.
5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara rutin diberikan antibiotik
spektrum luas.
6. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase:
a. Fase Stabilisasi (1–2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan
faali anak yang sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang, Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja, Formula
khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/modisko ½ yang dilanjutkan dan jadwal
pemberian makanan harus disusun agar dapat mencapai prinsip tersebut dengan
persyaratan diet sebagai berikut: porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa,
30
energi 100 kkal/kg/hari, protein 1–1,5 gr/kgbb/hari, cairan 130 ml/kg BB/hari (jika
ada edema berat 100 ml/kg bb/hari),bila anak mendapat ASI teruskan, dianjurkan
memberi formula WHO 75/pengganti/modisco ½ dengan gelas, bila anak terlalu
lemah berikan dengan sendok/pipet, Pemberian formula WHO 75/pengganti/modisco
½ atau pengganti dan jadual pemberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan
anak.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase: transisi dan rehabilitasi :
a. Fase Transisi (minggu II)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk
menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0.9 – 1.0 gr/100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2.9 gr/100 ml)
dalam jangka waktu 48 jam . Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asal kandungan energi dan protein sama.
Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg bb/kali pemberian (200 ml/kg
bb/hari).
b. Fase Rehabilitasi (Minggu III–VII)
1) Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 ½ dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
2) Energi : 150–220 kkal/kg bb/hari.
3) Protein : 4–6 gr/kgbb/hari.
4) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh
kejar.
5) Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
6) Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
31
7) Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral, walaupun
anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).
Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai naik (pada minggu II).
Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya
8) Berikan setiap hari :
- Tambahan multivitamin lain
- Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat/sirup besi
- Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis tunggal.
- Vitamin A oral 1 kali.
- Dosis tambahan disesuaikan dgn baku pedoman pemberian kapsul vitamin A
9) Berikan stimulasi dan dukungan emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya diberikan kasih sayang, ciptakan lingkungan
menyenangkan,.lakukan terapi bermain terstruktur 15-330 menit/har,
rencanakan aktifitas fisik setelah sembuh, tingkatkan keterlibatan ibu (memberi
makan, memandikan, bermain).
10) Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila BB anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah
dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas/bidan di desa.
(http://id.shvoong.com/medicine).
Sedangkan demam kurang lebih dua minggu
Keluarga harus lebih peduli dengan kondisi fisik pasien dan memberi
perhatian serta dukungan kepada pasien agar membantu penyembuhan pasien,
Orang tua pasien juga harus dapat memahami dengan baik tentang penyakit
yang sedang diderita pasien sehingga di kemudian hari mereka dapat
mengupayakan pencegahan untuk penyakit tersebut. Pasien dan keluarganya
dapat menjaga kebersihan diri dan berperilaku hidup sehat setiap hari,
terutama ibu pasien harus membiasakan membersihkan dan menjaga
keberihan rumah dan membiasakan membuka jendela tiap pagi agar debu di
rumah berkurang. Keluarga Tn. Suwandi belum dapat memenuhi pola gizi
32
seimbang. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang.
Kebiasaan makan keluarga Tn. Suwandi pun belum sesuai dengan penerapan
pola gizi seimbang dikarenakan mereka makan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anggota, maka intervensi yang dilakukan adalah memberikan
contoh gambar anak dengan gizi buruk yang pola makannya tidak sehat serta
menjelaskannya, hal tersebut dilakukan agar orangtua lebih cepat mengerti
dan tergambarkan bahaya-bahaya orang terkena gizi buruk dengan pola
makan yang tidak sehat, dengan harapan orangtua segera mengubah pola
makannya menjadi lebih baik.
Taraf penghasilan yang rendah juga merupakan salah satu pendukung
anak dengan gizi buruk. Biaya hidup Tn. Suawandi dan anggota keluarga
diperoleh dari penghasilan Tn. Suwandi (ayah). Tn. Suwandi bekerja sebagai
tukang baso dengan penghasilan masing-masing tiap hari tidak teratur,
diperkirakan Rp. 25.000- 40.000/hari, sementara Ny.Marwah hanya
membantu suaminya membuat baso di rumah. Penghasilan mereka terhitung
masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apalagi untuk penerapan
pola gizi seimbang, maka rencana intervensinya adalah mengajak Tn.
Suwandi dan anggota keluarga untuk lebih giat dalam bekerja tanpa
melupakan perhatian kepada anak-anaknya.
Secara aspek fungsional, pada penyakit pasien ini, pasien terbatas
dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti bermain dengan teman sebaya di
lingkungan sekitar rumah pasien. Adanya gangguan dalam pertumbuhan pasien
menyebabkan pasien tidak bisa tumbuh dan berkembang sesuai usianya,
sehingga sering mengalami sakit dan terlihat lebih pasif dibanding teman-
temannya. Terganggunya perkembangan dan keaktifan saat bermain setiap hari
yang dialami pasien termasuk dalam grade empat. Rencana penatalaksanaan
untuk aspek fungsional adalah melatih perkembangan pasien agar tidak
terlambat dengan bermain bersama pasien, mengajak teman-teman sebaya
pasien untuk bermain bersama dengan pasien.
33
F. Prognosis
1. Ad vitam : ad bonam
2. Ad sanasionam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam
34
Daftar Pustaka
Ekowati. 2013. Trik dan tips agar anak mau makan.
http://www.ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/55366/Trik-dan-tips-agar-
anak-mau-makan Diakses pada tanggal 30 Januari 2013
Garna, Heda. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Ed. 3.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Hal 49-65
Notoatmodjo, soekidjo. 2008. Kesehatan masyarakat : ilmu dan seni. Jakarta : Rineka
cipta. Hal 35-50
Pudjiadi, H. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal 45-59
35