Tugas Dr. Jean_Elsy

13
PERITONITIS By. Elisabeth Emanuela Sephe,S.Ked Definisi Peritonitis adalah suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ- organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, bacterial ataupun kimiawi. Epidemiologi SBP terjadi pada anak maupun orang dewasa dan merupakan komplikasi yang telah dikenal luas dan tak menyenangkan dari sirosis. Dari pasien dengan sirosis yang mengalami SBP, 70% adalah Child-Pugh class C. Setelah diperkirakan hanya terjadi pada orang-orang dengan sirosis alkoholik, SBP sekarang diketahui dapat mempengaruhi pasien dengan sirosis dari sebab apapun. Pada pasien dengan asites, prevalensi dapat setinggi 18%. Jumlah ini telah berkembang dari 8% selama 2 dekade terakhir. Insidensi SBP kurang lebih sama pada anak dan dewasa. Dua usia puncak untuk SBP adalah karakteristik pada anak-anak: satu di periode neonatal dan yang lainnya pada usia 5 tahun. Etiologi Dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. Etiologi peritonitis berdasarkan tipe dan lokasi, yaitu peritonitis primer,

description

Tugas Dr. Jean_Elsy

Transcript of Tugas Dr. Jean_Elsy

PERITONITISBy. Elisabeth Emanuela Sephe,S.KedDefinisiPeritonitis adalah suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, bacterial ataupun kimiawi.

EpidemiologiSBP terjadi pada anak maupun orang dewasa dan merupakan komplikasi yang telah dikenal luas dan tak menyenangkan dari sirosis. Dari pasien dengan sirosis yang mengalami SBP, 70% adalah Child-Pugh class C. Setelah diperkirakan hanya terjadi pada orang-orang dengan sirosis alkoholik, SBP sekarang diketahui dapat mempengaruhi pasien dengan sirosis dari sebab apapun. Pada pasien dengan asites, prevalensi dapat setinggi 18%. Jumlah ini telah berkembang dari 8% selama 2 dekade terakhir. Insidensi SBP kurang lebih sama pada anak dan dewasa. Dua usia puncak untuk SBP adalah karakteristik pada anak-anak: satu di periode neonatal dan yang lainnya pada usia 5 tahun.

EtiologiDapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing.Etiologi peritonitis berdasarkan tipe dan lokasi, yaitu peritonitis primer, sekunder, tersier, kimia, dan abses peritoneal. Peritonitis primer disebabkan oleh Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial. Peritonitis sekunder disebabkan oleh Appendisitis perforasi, perforasi ulkus gaster atau duodenum, perforasi kolon sigmoid yang disebabkan oleh diverticulitis, volvulus, kanker atau strangulasi usus kecil. Peritonitis tersier berkembang paling sering pada pasien imunokompromise. Peritonitis chemical disebabkan oleh bahan iritan seperti empedu, darah, barium atau substansi lain. Peritonitis abses disebabkan oleh infeksi post pembedahan.

Tanda dan GejalaGejala awal peritonitis adalah penurunan nafsu makan, mual, nyeri perut seperti nyeri tumpul yang makin lama menetap, nyeri perut hebat yang memberat jika berpindah posisi atau bergerak. Tanda dan gejala lainnya, yaitu : Distensi abdomen, nyeri tekan abdomen Menggigil, demam takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah Ascites Dehidrasi berat Oligouria sampai anuria Tidak bisa kentut atau menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus.eningkat Muntah disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok

DiagnosisDiagnosis peritonitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan PenunjangLaboratorium : pemeriksaan darah lengkap, urin lengkap. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3 dan shift to the left. Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan. Radiologi : Foto thoraks posisi PA dan Lateral untuk melihat proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen. Foto polos abdomen, dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau lateral decubitus atau keduanya. Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus perforasi. dan CT ScanLaparatomi Eksplorasi. Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan peritonitis akut.Paracentesis untuk mengidentifikasi peritonitis primer atau sekunder

PenatalaksanaanKonservatif Pemberian cairan dan elektrolit. Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang. Pemberian antibiotic dan antifungal sistemik secara intravena. Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif, metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob. Oksigen dan ventilator Pemasangan nasogastrik tube dan kateter urin. Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin.Pembedahan Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi. Peritoneal Lavage. Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Peritoneal Drainage. Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak.

KomplikasiKomplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun

PrognosisTingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal.

Hal-hal yang harus diperhatikan Setiap peritonitis harus ditangani secermat mungkin bila tidak ingin penyakit berjalan terus. Source control harus dilaksanakan sebaik mungkin. Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Pemeriksaan kultur dan resistensi harus diulang terutama pada mereka yang menunjukkan perjalanan penyakit yang panjang dan berat. Awasi terjadinya perubahan organisme penyebab infeksi Gunakan obat yang sesuai resistensi dan tidak lagi menggantungkan pada antibiotik spektrum luas. Antibiotik post operatif diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder.

ReferensiCole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-Century Corp, Hal 784-795Doherty, Gerard. 2006. Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment 12ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.Fauci et al, 2008, Harrisons Principal Of Internal Medicine Volume 1, McGraw Hill, Peritonitis halaman 808-810, 1916-1917Schwartz et al. 1989. Priciple of Surgery 5th Edition. Singapore: Mc.Graw-Hill, Hal 1459-1467Brian, J. 2013, Peritonitis and Abdominal Sepsis. Updated Apr 18, 2013. Diakses pada 7 Desember 2014.http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview

KOLELITIASISBy. Elisabeth Emanuela Sephe,S.KedDefinisiPenyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya.

EpidemiologiInsidens kolelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia. Kebanyakan kolelithiasis tidak bergejala atau bertanda.Di Negara barat, 80% batu empedu yang paling banyak adalah batu kolesterol, sedangkan di Asia Timur lebih banyak batu pigmen dibanding batu kolesterol. Batu empedu paling banyak ditemukan mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, dan usia rata-rata tersering adalah 40-50 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, insidens batu saluran empedu meningkat. Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah penderita laki-laki. Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

EtiologiSecara pasti penyebab dari batu empedu belum dapat diketahui secara pasti, namun beberapa pendapat mengemukakan bahwa factor kolesterol berpengaruh dalam pembentukan batu empedu. faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. Beberapa factor lain yang dapat menyebabkan terjadinya batu empedu yaitu: obesitas, diabetes mellitus, kolesistitis dan genetic.

Tanda dan GejalaSetengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik.Gejala sebagai berikut : Nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium Kolik bilier berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian Nyeri timbul perlahan-lahan Nyeri menjalar ke punggung bagian tengah, scapula atau ke puncak bahu Mual, muntah Demam, menggigil bila terjadi kolangitis Ikterus dan urin berwarna gelap hilang timbul Pruritus pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada badanTanda sebagai berikut : Nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu Murphy sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. Hepatomegali Sklera ikterik Trias charcot yaitu demam, menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus tanda kolangitis bacterial piogenik Lima gejala pentade Reynold berupa tiga gejala trias Charcot, syok dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma

DiagnosisDiagnosis kolelithiasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis ditemukan gejala-gejala seperti yang disebutkan pada tabel di atas, sama halnya dengan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti yang disebutkan pada tabel di atas.

Pemeriksaan PenunjangLaboratorium : Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Bila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi batu di dalam ductus koledokus Kadar fosfatase alkali serum dan kadar amylase serum biasanya meningkat setiap kali ada serangan akutRadiologi : USG. Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan diagnosa Batu Kantong Empedu. USG untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik, melihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Foto polos abdomen tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radiopak (kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi). Jika terjadi peradangan akut kandung empedu membesar atau hidrops, terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. Kolesistografi dengan kontras untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. CT Scan tidak lebih unggul dari USG. CT Scan berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu dengan ketepatan sekitar 70-90%. Foto rontgen dengan kolangiopankreatikografi endoskopi retrograde (ERCP) di papilla vater atau melalui kolangiografi transhepatik perkutan (PTC) untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus.

PenatalaksanaanTatalaksana non bedah : Lisis batu : disolusi dengan sediaan kolelitolitik, atau lisis kontak dengan kateter perkutan Litotripsi dengan ESWL Endoskopik : Sfingterotomi, ekstraksi dengan kateter Fogarty atau basket Pencegahan pada orang yang cenderung memiliki empedu lithogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase. Terapi oral asam empedu : asam ursodeoxycholicTatalaksana BedahPembedahan dilakukan untuk batu kandung empedu yang simtomatik. Kolesistektomi profilaksis secara elektif untuk yang asimtomatik, terutama yang dengan diabetes mellitus. Kolesistektomi laparoskopik

KomplikasiKolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ileus obstruktif, kolangitis, kolangiolotis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu, pancreatitis, empiema, hidrops dan perubahan keganasan.

PrognosisTingkat mortalitas untuk koleksistektomi elektif 0,5% dengan tingkat morbiditas 10%. Angka mortalitas untuk koleksistektomi emergensi sekitar 3-5% dengan morbiditas 30-50%. Setelah dilakukan koleksistektomi, batu empedu dapat terjadi pada duktus sistikus. Sekitar 10-15% pasien berhubungan dengan koledokolitiasis. Prognosis pasien dengan koledokolitiasis bergantung pada keparahan komplikasi yang timbul. Semua pasien yang menolak pembedahan atau tidak dapat dilakukan pembedahan, 45% tetap asimptomatik dari koledokolitiasis, dengan 55% berbagai derajat komplikasi.

Hal-hal yang harus diperhatikanBatu empedu dapat lolos masuk ke dalam lumen saluran cerna. Apabila batu empedu tersebut cukup besar dapat menyumbat bagian tersempit saluran cerna, yaitu ileum terminal dan menimbulkan ileus obstruksi.

ReferensiWibowo S., Kanadiharja W., Sjamsuhidayat R., Syukur A. Saluran Empedu : Kolelitiasis. Bagian III : Sistem Organ dan Tindak Bedahnya. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat, de Jong. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2010. Chap.34-1-5: p 674-82.Douglas H. Gallstones (Cholelithiasis) : Prognosis. Updated: Apr 2, 2014. Diakses tanggal 7 Desember 2014. http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#aw2aab6b2b6aa