Tugas Anestesi Q

76
SYOK Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga terjadi gangguan perfusi ke sel dan jaringan Trias syok adalah hipoksemia, peninggian asam laktat, dan peninggian CO 2 . sedangkan trias yang merupakan tanda kritis pada syok yaitu pengurangan volume darah,penurunan tekanan darah dan penurunan resistensi kapiler. Fungsi utama dari system kardiovaskular adalah menyediakan oksigen dan zat-zat lain yang dibutuhkan oleh sel. Hubungan yang tak terpecahkan ini fungsinya adalah membuang sisa produk dari berbagai proses metabolik. Syok sirkulasi atau kegagalan kardiovaskular terjadi ketika oksigen sistemik dan suplai nutrisi menjadi inadequate untuk memenuhi kebutuhun metabolik tubuh dan sistem organ. Hasilnya keadaan anaerobik tak mampu menghasilkan adenosine triphosphate dalam sel, menyebabkan penumpukan asam laktat, sebuah indikator objektif dari status fungsional dari sistem sirkulasi. Keadaan ini berefek dari melemahnya perfusi yang masih reversible untuk sementara, yang sampai titik tertentu menjadi irreversible. Pemecahan dari proses biokimia yang penting dibutuhkan untuk mempertahankan intergritas seluler. Terganggunya fungsi dari pompa energy-dependent cell membrane mengakibatkan oedem intracellular dan asidosis dan sering terjadi kematian sel. Ditingkat makroskopik, keadaan hipoksemia menyeluruh menyebabkan multisystem organ failure dan akhirnya pasien meninggal. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan oleh kekurangan cardiac output (CO), sistemik vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah hasil dari heart rate dan stroke volume. Stroke volume ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel kiri dan kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan ke ejeksi ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus "shock," yang didominasi vasokonstriksi di klasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang didominasi oleh vasodilatasi disebut "warm shock." Pengenalan dan manajemen yang dini dari berbagai tipe dan kegagalan sirkulasi adalah sangat krusial untuk mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat sebelum kerusakan

description

hkhkllh

Transcript of Tugas Anestesi Q

Page 1: Tugas Anestesi Q

SYOK

            Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga terjadi gangguan perfusi ke sel dan jaringan

Trias syok adalah hipoksemia, peninggian asam laktat, dan peninggian CO2 . sedangkan trias yang merupakan tanda kritis pada syok yaitu pengurangan volume darah,penurunan tekanan darah dan penurunan resistensi kapiler.

Fungsi utama dari system kardiovaskular adalah menyediakan oksigen dan zat-zat lain yang dibutuhkan oleh sel. Hubungan yang tak terpecahkan ini fungsinya adalah membuang sisa produk dari berbagai proses metabolik. Syok sirkulasi atau kegagalan kardiovaskular terjadi ketika oksigen sistemik dan suplai nutrisi menjadi inadequate untuk memenuhi kebutuhun metabolik tubuh dan sistem organ. Hasilnya keadaan anaerobik tak mampu menghasilkan adenosine triphosphate dalam sel, menyebabkan penumpukan asam laktat, sebuah indikator objektif  dari status fungsional dari sistem sirkulasi. Keadaan ini berefek dari melemahnya perfusi yang masih reversible untuk sementara, yang sampai titik tertentu menjadi irreversible. Pemecahan dari proses biokimia yang penting dibutuhkan untuk mempertahankan intergritas seluler. Terganggunya fungsi dari pompa energy-dependent cell membrane mengakibatkan oedem intracellular dan asidosis dan sering terjadi  kematian sel. Ditingkat makroskopik, keadaan hipoksemia menyeluruh menyebabkan multisystem organ failure dan akhirnya pasien meninggal.

Kegagalan kardiovaskular diakibatkan oleh kekurangan cardiac output (CO), sistemik vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah hasil dari heart rate dan stroke volume. Stroke volume ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel kiri dan kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan  ke ejeksi ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus "shock," yang didominasi vasokonstriksi di klasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang didominasi oleh vasodilatasi disebut "warm shock." Pengenalan dan manajemen yang dini dari berbagai tipe dan kegagalan sirkulasi adalah sangat krusial untuk mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat sebelum kerusakan organ menjadi tidak dapat diperbaiki dan bradycardic/asystolic cardiac arrest terjadi.

Tanda dan Gejala Syok Sistem Kardiovaskuler Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena

perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Nadi cepat dan halus Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya

mekanisme kompensasi sampai terjadi 1/3 dari volume sirkulasi darah. Vena perifer kolaps .vena leher merupakan penilain yang paling baik. CVP rendahSistem Respirasi- Pernapasan cepat dan dangkal.Sistem saraf pusat - Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai

menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.

Sistem kulit/otot

Page 2: Tugas Anestesi Q

- Turgor menurun ,mata cekung,mukosa lidah keringSistem Saluran Cerna- Bisa terjadi mual dan muntah.Sistem Saluran Kencing

- Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam 1/5--1 ml/kg/jam). Pada anak 1-2ml/kg/jam.

KlasifikasiSyok secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya ada 4 kategori:

1. Syok Hipovolemik2. Syok Kardiogenik3. Syok Distributif terbagi atas 3 yaitu: Syok Septik, - Syok Anafilaktif, Syok Neurogenik4. Syok ObtruktifDerajat SyokMenentukan derajat syok :1.      Syok Ringan (kehilangan volume cairan di bawah 20% dari volume total)

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

2.      Syok Sedang (kehilangan 20% - 40% dari volume darah total)Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.

3.      Syok Berat (kehilangan > 40% dari volume darah total)Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

Stadium syokStadium awal            Ini dimana keadaan hipoperfusi menyebabkan hipoksia, menyebabkan mitokondria menjadi tidak mampu menghasilkan adenosine triphosphate. Karena kekurangan oksigen, membrane sel menjadi rusak dan sel melakukan  respirasi anaerobik. Ini menyebabkan peningkatan asam piruvat dan laktat yang menghasilkan asidosis metabolik. Zat yang berbahaya ini harus dihancurkan dari sel, terutama oleh hati, tetapi proses peghancuran ini membutuhkan oksigenStadium Kompensasi

Pada tingkat ini ditandai dengan pengaturan berbagai mekanisme fisiologi tubuh, termasuk neural, humoral dan mekanisme biokimia dengan tujuan mengkompensasi keadaan syok. Akibat dari asidosis, pasien akan mulai hiperventilasi supaya oksigen lebih banyak terhirup. Baroreseptor di arteri mendeteksi keadaan hipotensi, dan menyebabkan pelepasan adrenalin dan noradrenalin. Ini menyebabkan vasokontriksi yang luas menghasilkan peningkatan tidak hanya tekanan darah tapi juga frekuensi jantung.  hormone ini juga menyebabkan vasokontriksi di ginjal, gastrointestinal tract dan organ-organ lain untuk mengalihkan darah ke jantung paru dan otak. Kekurangan darah di sistem ginjal

Page 3: Tugas Anestesi Q

menyebabkan produksi di urin rendah. Stadium ini di tandai dengan takikardi, gaduh gelisah, kulit pucat, dingin, pengisian kapiler lambat.Stadium Progressive atau dekompensasi

Jika penyebab keadaan ini tidak di tangani dengan benar, syok akan menuju ke tingkat progresif dan mekanisme kompensasi mulai gagal. Karena penurunan perfusi sel, ion natrium meningkat ketika ion kalium keluar. Metabolisme anaerobik terus berlanjut, meningkatkan produk-produk dari asidosis metabolik, arteriol dan precapillary sphincters kontriksi sesuai dengan darah yang ada didalam kapiler-kapiler. Karenanya tekanan hidrostatik akan meningkat dan, kombinasi dengan pelepasan histamin, ini menyebabkan kebocoran dari protein dan cairan ke dalam jaringan. Karena kehilangan cairan, konsentrasi dan kekentalan darah meningkat, menyebabkan adanya endapan pada micro-circulation. stadium dekompensasi ditandai oleh takikardi semakin nyata, takipnoe, asidosis, kesadaran semakin turun, tekanan darah makin berkurang, dan oliguria.Stadium refrakter atau irriversible            Pada stadium ini, telah terjadi kegagalan pada organ-organ vital dan shock tidak dapat lagi diatasi. Sehingga tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran sangat menurun, gagal multi-organ dan anuria.Telah terjadi kerusakan otak dan kematian sel dan akan segera terjadi kematian. Syok Hipovolemik

Adalah Terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah intravaskular yang berkurang.

Etiologi1        Kehilangan volume intravaskularo    Gastroenteritiso    Luka bakaro    Diabetes insipiduso    Heat stroke2        Perdarahan

o    Traumao    Pembedahano    Perdarahan gastrointestinal

3        Kehilangan volume interstitialo    Sepsiso    Sindroma nefrotiko    Obstruksi intestinal

Patofisiologi1. Tekanan darah vena dan atrium kanan akan menurun karena berkurangnya volume

darah. Keadaan ini kemudian akan diperberat apabila terjadi vasokontriksi yang menyeluruh.

2. Sebagai mekanisme kompensasi menurunnya isi sekuncup akan dijumpai takikardi.3. Tekanan nadi dan tekanan darah sistolik menurun karena menurunnya isi sekuncup.

Tekanan sistolik mungkin meninggi karena vasokontriksi.4. Menurunnya jumlah aliran darah ke organ-organ tubuh akan menimbulkan iskemia

yang menyeluruh.5. Berkurangnya aliran darah akan menimbulkan iskemia jaringan, akan meningkatan

metabolik anaerobik dengan hasil akhir tertimbunnya asam laktat, asam amino dan asam fosfat dijaringan. Hal ini menimbulkan asidosis metabolik yang menyebabkan yang dapat menyebabkan pecahnya membran lisosom dengan enzim-enzim litik yang menyebabkan matinya sel. Hipoksia dan asidosis metabolik menimbulkan

Page 4: Tugas Anestesi Q

gangguan fungsi kontraksi otot jantung sehingga curah jantung dan tekanan darah makin menurun. Tekanan darah yang rendah mengakibatkan semakin buruknya perfusi jaringan. Hipoksia dan asidosis metabolik menyebabkan vasokontriksi arteri dan vena pulmonalis, hal ini menimbulkan peniggian tahanan pulmonal yang mengganggu perfusi dan pengembangan paru. Akibatnya terjadi kolaps paru, kongesti pembuluh darah paru, edema interstisial dan alveolar. Maka pada penderita dengan syok hipovolemik terlihat gangguan pernafasan. Iskemia pada otak akan menimbulkan edema otak dengan segala akibatnya. Pada ginjal, iskemia ini akan menyebabkan gagal ginjal.

6. Sebagai mekanisme kompensasi terhadap hipovolemia, cairan interstisial akan masuk kedalam pembuluh darah sehingga hematokrit menurun.

7. Karena cairan interstisial jumlahnya berkurang akibat masuknya cairan tersebut kedalam ruang intraseluler, maka penambahan cairan sangat mutlak diperlukan untuk memperbaiki gangguan metabolik dan hemodinamik ini.

8. Pada syok juga terjadi peninggian sekresi kortisol 5-10 kali lipat. Kortisol mempunyai efek inotrofik positif pada jantung dan memperbaiki metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

9. Sekresi renin dari sel-sel juksta glomerulus ginjal meningkat sehingga pelepasan angiotensin I dan II juga meningkat. Angiotensin II ialah vasokonstriktor yang kuat dan merangsang pelepasan kalium oleh ginjal.

10. Meningginya sekresi norepinefrin akan mengakibatkan vasokonstriksi, selain itu juga mempunyai sedikit efek inotrofik positif pada miokardium. Efineprin disekresikan hampir tiga kali lipat daripada norepinefrin, terutama menyebabkan peninggian isi sekuncup dan denyut jantung. Kerja kedua katekolamin ini dipotensiasi oleh aldosteron.

11. Peninggian sekresi hormon antidiuretik (ADH) dari ‘hipofisis’ posterior mengakibatkan resorpsi air ditubulus distal meningkat.

Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut, syok hemoragik dibedakan atas kelas-kelas, yaitu:1.      Pendarahan kelas I : Kehilangan volume darah hingga 15%

Gejala klinis minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti, karena pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume darah dalam 24 jam.

2.      Pendarahan kelas II: kehilangan volume darah 15-30%Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume darah 750-1500 cc.Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan tekanan nadi, perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan, atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa)

3.      Perdarahan kelas III : Kehilangan volume darah 30-40%Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, antara lain: takikardi dan takipneu yang jelas, perubahan status mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan transfusi darah. Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.

Page 5: Tugas Anestesi Q

4.      Perdarahan Kelas IV: kehilangan volume darah >40 %Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang besar, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran menurun, produksi urin hampir tidak ada, kulit dingin dan pucat. Penderita membutuhkan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan volume darah >50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.

Penatalaksanaan :Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABCDE serta respon penderita terhadap terapi yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.

1. Airway dan BreathingTujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.

2. Sirkulasi Kontrol pendarahan dengan:- Mengendalikan pendarahan- Memperoleh akses intravena yang cukup- Menilai perfusi jaringanPengendalian pendarahan: tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).Dari luka luar  PASG (Pneumatic Anti Shock Garment).Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah operasiPendarahan internal

3. Disability : pemeriksaan neurologiMenentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.

4. Exposure : pemeriksaan lengkapPemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.

5. Dilatasi Lambung: dekompresiDilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

6. Pemasangan kateter urinMemudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

Terapi awal cairan:Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan

Page 6: Tugas Anestesi Q

kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid. Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstisial dan intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”). Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain.

Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ .A. UmumPulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.B.produks urine Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian volume yang memadai mengahsilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup.C. Kesimbangan Asam-basaPenderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.

Respon terhaadap resusitasi cairan awalRespon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok: 1. Repon CepatPenderia cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance.2. Respon sementaraSebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsuna.3.Respon minimal aau tanpa respon .Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera.

SYOK KARDIOGENIK

Definisi

Page 7: Tugas Anestesi Q

 Adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.Etiologi :          Penyebab terbanyak  Infark miokard akut          Karena ruptur septal ventrikel         Disfungsi / ruptur otot papilaris,         Disfungsi / infark ventrikel.         Obat-obatan yang mendepresi jantungPatofisiologi       Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,           penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.Manifestasi klinis:         Ditandai dengan gangguan fungsi jantung berupa:         Disritmia seperti takikardia supraventrikular         Bunyi jantung terdengar jauh         Perubahan kesadaran (irritabilitas, gelisah)         Kulit kering, dingin dan pucat         Nadi teraba lemah dan kecil         Hipotensi yang meakibatkan perfusi jaringan tidak cukup         Takipne, gangguan pola nafas         Oliguria.Pemeriksaan Diagnostik       Electrocardiogram (ECG)       Sonogram       Scan jantung       Kateterisasi jantung       Roentgen dada       Enzim hepar       Elektrolit oksimetri nadi       AGD       Kreatinin       Albumin / transforin serum

Page 8: Tugas Anestesi Q

Penatalaksanaan      Tindakan resusitasi Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawah untuk terapi defenitif.Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuela neurologi dan ginjal adalah vital.Berikan obat-obatan untuk mengatasi Hipotensi bila :         TD < 70mmHg dan gejala syok(+) → NE 0,5-30 mcg/mnt iv         TD 70-100mmHg+ gejala syok(+) → Dopamine 5-15mcg/kg/mnt IV           TD 70-100mmHg+gjl syok (-)       → Dobutamin 2-20mcg/kg/mnt IV         TD > 100mmHg                            → Nitrogliserin 10-20 mcg/menit IV

        Menentukan secara dini Anatomi KoronerHal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa.Hipotensi diatasi segera dengan IABP( intra-aortic ballon counterpulsation). IABP menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens        Melakukan Revaskularisasi DiniSetelah menentukan anatomi koroner ,harus diikuti dengan pemilihan modalitas terapi

secepatnya. melakukan revaskularisasi dgn melakukan PCI (percutaneus coronary

intervention) / CABG( coronary artery bypass graft  surgery).

SYOK DISTRIBUTIFa.      Syok Septik Adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya suatu infeksi.Patofisiologi :syok septik tidak terlepas dari sepsis dimana kuman gram negatif akan  mengeluarkan endotoksin dan masuk airan darah akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi yaitu sitokin,neutrofil,komplemen. Target seluler dari mediator-mediator ini akan menstimulasi pelepasan sitokin, eicosanoid, protease, radikal oksigen, dan nitrat oksida (NO) dan katabolitnya. Sitokin menyebabkan diferensiasi sel-T, sel-B, dan sel-sel natural killer, yang mengarah pada kerusakan jaringan secara langsung. Aktivasi dari rangkaian inflamasi ini juga akan menyebabkan mata rantai hiperkatabolisme dan demam. Kerusakan pada sistem kardiovaskuler akan menyebabkan disfungsi miokardium sehngga menyebabakan hipotensi.Manifestasi klinis :Pada mikrokardiovaskular terjadi penurunan atau rendah TVS(tahanan vaskular sistemik),sebagian besar disebabkan karena vasodilatasi karena efek mediator (prostglandin,kinin,histamin) sehingga terjadi peningatan permiabilitas kapiler →berkurang voloume intravaskuler →berkurang sirkulasi →respon  terhadap penurunan TVS →curah jantung biasanya meningkat  tapi tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Gejala klinis : penurunan tekanan darah  sistole 90mmHg, takikardia, takipneu, demam, dan leukositosis.Penatalaksanaan  

Page 9: Tugas Anestesi Q

Resusitasi dilakukan segera mungkin saat pasien tiba di IGD, meliputi : A,B,C,terapi cairan kristaloid,dan tranfusi bila diperlukan.

Terapi cairan :Hipovolemia terjadi pada sepsis,diatasi dengan pemberian ringer laktat , diharapkan dengan pemberian cairan ada peningkatn tekanan darah, frekuensi jantung, kecukupan isi nadi.

Pemberian antibiotik spektrum luas: ceftriaxone,cefotaxim Pemberian vasopresor, diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi : beri dopamin

>8mcg/kg/mnt atau norepinerfin 0,1-0,5mcg/kgBB/mnt IV

b.  Syok Anafilaktif          Anafilaksis adalah reaksi yang timbul beberapa detik-menit setelah seseorang terpajan  oleh alergen    atau faktor pencetus  non alergen  seperti zat kimia ,obat. Anafilaksis dapat terjadi tanpa adanya hipotensi dimana  obstruksi saluran napas merupakan gejala utamanya.   Syok anafilaksis : merupakan manifestasi klinis dari anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi dan kolaps sirkulasi darah. Penyebab suntikan :AB (penicilin,sefalosporin),a nestesi gigitan serangga.Manifestasi klinis  pada :   kulit :urtikaria ,eritem,edem di bibir,muka,extremitas   Mata :gatal, lakrimasi   Pernapasan :

- hidung:gatal,tersumbat - laring : rasa tercekik, suara serak, sesak napas, edema,spasme- lidah : edema- bronkus : batuk,sesak,spasme

                                  -.  Kardiovaskuler : hipotensi, takikardi, aritmi, gelombag T datar atau T terbalik,      infark

miokard   GIT : disfagia, mual, muntah, kolik, diare, peristaltik usus meningkat      PENATALAKSANAAN Epinefrin 1 : 1000 -> 0,01ml/kg BB -0,3ml SC dan dapat diberikan  setiap 15-20 menit

sampai 3 atau 4x ,kadang-kadang dosis dapat diberikan sampai 0,5ml Bila pencetus adalah alergen seperti penicilin,serangga dapat diberi suntikan infiltrasi

Epinerfin 1:1000  0,1-0,3ml →di bekas tempat suntikan → mengurangi absorpsi alergen. 2 hal penting yg harus diperhatikan: pernapasan yg lancar sehingga oksigenasi baik, dan sistem kardiovaskuler harus berfungsi dengan baik ke  perfusi ke jaringan baik.

Penyebab tersering kematian adalah tersumbatnya saluran pernapasan akibat edem dan spasme bronkus. pada edema laring kdg juga diperlukan trakeostomi.

Pemberian O2  4-6 L/mnt juga sangat penting Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran napas bagian bawah, seperti

pada asma , beri salbutamol  0,25cc-0,5cc dalam 2-4ml NaCl  0,9% di berikan melalui nebulasi atau aminofilin 5-6mg/kg BB

PENCEGAHAN  Sebelum memberikan obat :-          Adakah indikasi memberikan obat,adakah riwayat alergi obat tertentu atau alergi makanan,lakukan skin tes   Sewaktu meminum obat :-           Kalau mungkin obat diberikan oral

Page 10: Tugas Anestesi Q

-       Hindari pemakaian intermiten -          Sesudah membrikan suntikan pasien hrus diobservasi -          Menberitahukan pasien kemungiana reaksi yg dapt terjadi -          Sediakan obat untuk mengatasi keadaan darurat.c.       Syok NeurogenikPada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.Misalnya : trauma pada tulang belakang.Etiologi :  Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).    Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur     tulang.  Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.   Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).   Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut Patofisiologi Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop. Manifestasi Klinis   Hampir sama dengan syok pada   tekanan darah turun   nadi tidak bertambah cepat, bahkan bradikardi,  kadang disertai paraplegia.   keadaan lanjut pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.   kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan karna pengumpulan darah di

dalam arteriol, kapiler dan venaPenatalaksanaan            Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter

Page 11: Tugas Anestesi Q

prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.

  Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).  Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.13  Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.   Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien)

Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

NorepinefrinEfektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. EpinefrinPada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenikDobutaminBerguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.SYOK OBSTRUKTIFSyok obstruktif terjadi oleh karena curah jantung yang tidak adekuat akibat sumbatan  aliran darah dari ventrikel yang mengalami hambatan secara mekanik. Biasanya didapati pada: Penyakit jantung kongenital Tamponade jantung

Akibat adanya darah di dalam perikard mencegah jantung memompa darah ke seluruh tubuh.

Emboli paru massif Merupakan hasil dari tromboemboli yang terjadi pada pembuluh darah paru dan menghalangi kembalinya darah ke jantung.

Page 12: Tugas Anestesi Q

Tension pneumothorax.Karena peningkatan tekanan dalam thorak, aliran darah atau venous return terhambat masuk ke jantung.

Manifestasi klinisSama seperti syok hipovolemik stadium kompensasi, tetapi gagal terjadi perbaikan dengan resusitasi cairan secara agresif.

Obat anestesiAnestesi Umum: terbagi menjadi dua, yaitu intravena dan Intravena1. BarbituratMenginduksi anestesi dengan cara memfasilitasi pengikatan GABA pada reseptor GABAA di membran neuron SSP. Bersifat GABA mimetik dengan langsung merangsang kanal klorida. Barbiturat juga menekan kerja neurotransmiter sistem stimulasi. Kerjanya pada berbagai sistem membuat barbiturat lebih kuat sebagai anestetik, tetapi tidak aman karena sangat kuat menekan SSP. Barbiturat yang umum digunakan untuk anestesi adalah yang kerjanya singkat, yaitu tiopental, metoheksital, dan tiamilal yang diberikan secara bolus intravena atau infus.Yang umum digunakan adalah Tiopental. Cara penggunaannya 1 ampul 500 mg dilarutkan dalam 20 ml aquades. Dosis 5 mg/kgbb. Mulai bekerja <30 detik dan bertahan selama 5-10 menit. Kontraidikasi pada status amatikus, alergi barbiturat, insufisiensi jantung dengan dekompensasi, IMA, syok hipovolemik, kerusakan hepar berat, porfiria intermitten akur, porfiria variegeta. Efek sampingnya yaitu penurunan tekanan darah, pelepasan histamin, spasme laring dan bronkus, dan takikardi.2. BenzodiazepinMekanisme kerjanya dengan berinteraksi dngan penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan dibedakan menjadi dua bagian besar sub tipe, yaitu reseptor GABAA dan GABAB. Reseptor ionotropik GABA terdiri dari 5 atau lebih sub unit, (bentuk majemuk dari α, β, dan ϒ sub unit) yang membentuk suatu reseptor kanal ion klorida kompleks. Reseptor GABAA berperan pada sebagian besar neurotransmiter di SSP. Benzodiazepin bekerja pada reseptor ini pada sisi spesifik unit ϒ-reseptor kanal ion klorida kompleks, sedangkan GABA berikatan pada pada sub unit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan permukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan potensial elektrik membran dan menjadikan membran sukar tereksitasi. Contoh obat adalah diazepam, midazolam, dan lorazepam.Yang umum digunakan adalah midazolam, karena sedasi lebih cepat timbul, mula kerja cepat, potensi lebih besar dengan metabolit aktif, dan waktu paruh redistribusi lebih panjang dibanding diazepam.3. OpiodAda 3 jenis utama reseptor opioid, yaitu mu (µ), delta (δ), dan kappa (κ). Reseptor µ memperantarai efek analgetik mirip morfin, euforia, sepresi napas, miosis, dan berkurangnya motilitas saluran cerna. Reseptor κ diduga memperantarai analgesi namun tidak sekuat µ. Sedangkan reseptor δ dihubungkan dengan pernapasan berkurangnya frekuensi napas, sedangakan reseptor µ dihubungkan dengan berkurangnya tidal volume. Reseptor µ ada 2, yaitu µ1 yang hanya ada di SSP dan dihubungkan dengan analgesia supraspinal,pelepasan prolaktin, hipotermia, dan katalepsi, sedangkan reseptor µ2 dihubungkan dengan penurunan volume tidal dan bradikardi. Analgesik yang berperan dalam tingkat spinal berinteraksi dengan reseptor δ dan κ. Contoh obatnya adalah fentanil, sulfentanil, alfentanil, dan remifentanil.Contoh obat yang digunakan adalah fentanil

4. anestetik lain

Page 13: Tugas Anestesi Q

Ketamin : efek anestesi ditimbulkan dengan menghambat efek membran dan neurotransmiter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Dosis induksi 1-2 mg/kgbb Intra vena atau 3-5 mg/kg bb intra muskular.Etomidat: Profolol

InhalasiSecara garis besar, obat anestesi inhalasi dibagi menjadi dua, yaitu obat anestesi yang berbentuk gas dan obat anestesi yang berbentuk cair dan mudah menguap (Volatile Anaesthetic Agent)1. Obat anestesi yang berbentuk gas:N2O (NITROUS OKSIDA) Nitrous oksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan mempunyai berat yang lebih besar dari udara. Disimpan dalam bentuk cair dalam suhu kamar dan tekanan 5,0. N2O sukar larut dalam darah dan diekskresi sebagian besar melalui kulit dalam bentuk yang utuh. Gas ini tidak mudah terbakar, tetapi bila dicampur dengan obat anestesi yang mudah terbakar akan memudahkan terjadi ledakan. Mudah melewati stadium induksi, efek relaksasinya sangat kurang sehingga bila menginginkan relaksasi diperlukan obat pelumpuh otot. Efek terhadap otot jantung tidak ada, pada sistem pernapasan dikatakan dapat mengurangi respon terhadap CO2. Anestesi dengan N2O yang lama dapat menyebabkan mual, muntah, atau bangunnya lebih lama. Gejala sisa hanya akan timbul bila ada hipoksia atau alkalosis karena hiperventilasi. Untuk induksi dipakai perbandingan 80% dan 20%, untuk efek analgesi dipakai konsentrasi yang sama. Pada anestesi pemeliharaan dipakai konsentrasi 70% N2O dan 30% O2.2. Obat Anestesi yang berbentuk cair dan mudah menguap (Volatile Anaesthetic Agent) Mempunyai 3 sifat dasar : a) mempunyai sifat anestesi kuat pada konsentrasi rendah b) berbentuk cairan pada suhu kamar c) mudah larut dalam darah, air, sel, dan lemak Obat yang mempunyai kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan memperlambat terjadinya keseimbangan gas anestesi dalam darah, sehingga untuk induksi dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam mencapai konsentrasi yang cukup untuk anestesi. Bila stadium yang diinginkan telah tercapai, konsentrasi disesuaikan dengan mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi diberikan obat anestesi yang kerjanya cepat dan kemudian diikuti oleh pemberian obat anestesi yang mudah menguap. Ada 2 golongan obat anestesi yang mudah menguap :1. golongan ether : dietil-ether, vinil-etherETHER (DIETIL-ETHER) Merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau merangsang saluran pernapasan, mudah terbakar dan mudah meledak. Ether di tempat terbuka teroksidasi menjadi peroksid dan dengan alkohol membentuk asetaldehida, sehingga eter yang telah terbuka beberapa hari sebaiknya tidak digunakan. Anestesi dengan eter, tahap anestesi tampak dengan jelas. Mempunyai sifat analgesik yang kuat, relaksasi yang baik. Relaksasi ini terjadi karena adanya efek sentral dan hambatan pada neurovaskuler dan berbeda dengan yang dihasilkan oleh curare, sehingga tak diperlukan neostigain. Eter memberikan iritasi pada saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronchus sehingga pada waktu induksi dan pemulihan menimbulkan salivasi (sehingga dikombinasi dengan atropin). Pada stadium yang dalam sekresi tersebut dihambat. Selain itu terjadi depresi napas dan depresi otot jantung. Depresi otot jantung tidak tampak dengan jelas karena adanya rangsangan saraf simpatis. Pada anestesi yang ringan terjadi dilatasi pembuluh darah sehingga tampak pada kulit yang kemerahan. Pada stadium yang dalam kulit menjadi lembek, pucat, dingin, dan basah. Ether menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ke ginjal sehingga filtrasi glomerular dan produksi urine menurun, tetapi

Page 14: Tugas Anestesi Q

hal ini reversibel. Ether menyebabkan mual dan muntah pada saat induksi dan waktu pemulihan. Hal ini terjadi karena rangsangan lambung dan efek sentral ether diabsorpsi dan diekskresi oleh paru dan sebagian kecil diekskresi melalui urine, keringat, air susu, dan berdifusi secara utuh melalui kulit. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan, kondisi badan, dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. 2. Golongan halothan : halothan, etilclorida HALOTHAN Merupakan cairan tak berwarna, berbau enak, tak mudah terbakar dan meledak. Halothan bereaksi dengan perak, tambaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet sehingga alat yang dipakai khusus yang berasal dari bahan tertentu. Dengan nikel, titanium dan polietilen, halothan tidak bereaksi. Efek analgesi kurang baik dan relaksasinya cukup. Depresi pernapasan terjadi pada semua stadium dimana terjadi analgesi. Terhadap laring dan bronchus dapat mencegah terjadinya spasme. Dapat menghambat salivasi, menyebabkan relaksasi dari a. maseter. Halothan secara langsung menghambat kerja otot jantung dan otot polos pembuluh darah. Selain itu halothan menurunkan aktivitas safar simpatis. Halothan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otot lurik dan pembuluh darah otak. Aktivitas vagal meningkat sehingga dapat terjadi bradikardi. Halothan dapat menimbulkan sentisasi jantung terhadap katekolamin sehingga terjadi aritmia, sebab itu perlu diperhatikan pemberian adrenalin pada anestesi dengan halothan. Penggunaan halothan berulang dapat terjadi kerusakan hepar. Kerusakan ini disebabkan oleh reaksi alergi, gejala yang tampak adalah anoreksia, mual dan muntah dan tampak kemerahan pada kulit. Kerusakan sel hati berupa nekrosis sentrolobuler. Halothan menghambat kontraksi otot rahim dan mengurangi efektivitas ergotamin dan oksitosin. Hati-hati pada pemberian halothan pada penderita dengan operasi Caesar. Absorpsi dan ekskresi melalui paru. 20% dimetabolisir dalam tubuh dan diekskresi melalui urine dalam bentuk : trifluroasetat, trifluroethanol, dan bromide. ISOFLURAN (FORANE) Isofluran merupakan isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia dengan isofluran cepat. 1. Sifat Fisis Titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1,4, MAC 1,15% 2. Farmakologi Sistem pernapasan Seperti anestetika inhalasi yang lain isofluran juga mendepresi pernapasan, dengan posisi enfluran dan halothan. Volume tidal dan frekuensi napas dapat menurun, menimbulkan dilatasi bronkhus sehingga baik untuk kasus-kasus penyakit paru obstruktif menahun dan asma bronkhial. Sistem kardiovaskuler Depresi terhadap jantung minimal dibandingkan enfluran dan halothan. Pada beberapa pasien dapat menyebabkan takikardia. Dapat menurunkan tekanan darah arteri dengan cara menurunkan resistensi perifer total, karena itu dapat digunakan kombinasi dengan teknik hipotensi kendali. Otot Isofluran mempunyai efek relaksasi otot yang baik dan berpotensi dengan obat relaksan. Pada kasus obstetri isofluran pada level anestesi tidak menimbulkan relaksasi uterus sehingga tidak menambah perdarahan. Susunan Saraf Pusat Berbeda dengan enfluran, obat ini tidak menimbulkan perubahan pada gambaran EEG seperti “epileptiform” yang merupakan predisposisi terhadap aktifitas kejang pada stadium dalam anestesia. Aliran darah otak dan tekanan intrakranial tidak dipengaruhi. Hati dan ginjal Karena metabolisme yang minimal dari isofluran ini sehingga tidak menimbulkan efek hepatotoksik atau nefrotoksik. 3. Indikasi Keuntungan anestesi dengan isofluran antara lain irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin endogen maupun eksogen. Bangun dari anestesia cepat yang menguntungkan untuk operasi rawat jalan . Pemakaian terhambat oleh harga yang mahal.

Anestesi lokalSelama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel

dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV).

Page 15: Tugas Anestesi Q

Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut. Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase. Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu. Pada waktu yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.

Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain

1.    Prokain a.  Farmakodinamik       Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah 60 ‘      Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja

sulfonamid.b.  Farmakokinetik       Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol

Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )      PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )c.   Indikasi       Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal       Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin d.  Kontra indikasi

Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler.

e.  Dosis : 15 mg/kg BB      Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.       Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.       Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)      Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml larutan

1.5%. spinal analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan lamanya 1 jam.

Page 16: Tugas Anestesi Q

2.    Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )a.    Farmakodinamik         Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari

pada prokain.         Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan topical.         Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih pendek.b.    Farmakokinetik          Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi          Dapat tembus sawar darah otak         Metabolism : di hati , eksresinya di urinc.    Indikasi          Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa         Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain         Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin         Anest permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )d.    Kontra indikasi

Iritabilitas jantung e.    Efek samping

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.

f.     Dosis          Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.         Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.         Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.         Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.         0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.         0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.         1 % untuk blok motorik dan sensorik         2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)         4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring          5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea         5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.         5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal 3.    Bupivakain (marcain)

Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.75%. Dosisi maksimal 200mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih lambat disbanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan – lahan dalam 3 – 8 jam. Untuk anastesi spinal 0.5% volume antara 2 – 4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

4.    Kokain Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30 menit.

Page 17: Tugas Anestesi Q

Deliveri OksigenDelivery oksigen adalah jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan

setiap menit. Kadar oksigen . kadar deliveri oksigen tergantung cardiac output (CO) dan oxygen content of the arterial blood (CaO2). Komponen dari CaO2 adalah oksigen yang berikatan dalam serum (2-3%) yang dapat ditelusuri dengan kadar PaO2 dan oksigen yang berikatan dengan hemoglobin (97-98%) yang dapat ditelusuri dengan SaO2. Dari definisi ini dapat dijabarkan sebuah rumus:

DO2 = CO x {(1,39 x Hb x SaO2) + (0,0031 x PaO2)}DO2 : nilai oxygen delivery (mL O2.menit-1)CO : jumlah cardiac output (L.menit-1). Jumlah cardiac output didapatkan dari besarnya stroke volume dikalikan dengan heart rate. Besarnya stroke volume rata-rata orang dewasa dalam posisi supine adalah 70 mL.Hb : kadar hemoglobin (gr.L-1)SaO2 : saturasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen (10-2)PaO2 : tekanan parsial oksigen dalam arteri (mm Hg)

Nilai normal oxygen delivery adalah 1000 mL O2/menit. Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa kadar hemoglobin (hb) dan saturasi oksigen (SaO2) adalah penentu utama pada pengaliran oksigen dalam darah ke seluruh jaringan tubuh termasuk otak.

Obat PremedikasiPremedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk

melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :-Meredakan kecemasan dan ketakutan-Memperlancar induksi anesthesia-Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus-Meminimalkan jumlah obat anestetik-Mengurangi mual muntah pasca bedah-Menciptakan amnesia-Mengurangi isi cairan lambung-Mengurangi refleks yang membahayakan

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menenteramkan pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya, dapat diberikan opioid misalnya Petidin 50 mg intramuskular.

Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya oral Simetidin 600 mg atau oral Ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa Droperidol 2,5-5 mg atau Ondansentron 2-4 mg (zofran, narfoz).

A.    Analgetik Narkotik  Morfin. Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuskular. Diberikan

untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.

  Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena. Diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otot polos.

B.     BarbituratPentobarbital dan Sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular.

Page 18: Tugas Anestesi Q

Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan efek depresan yang lemah terhadap pernafasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.

C.    Antikolinergik  Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90

menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit. D.    Obat Penenang (transquillizer)  Diazepam. Diazepam (valium®) merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis

rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1 mg/kgBB intravena.

Tingkat Kesadaran

Kesadaran mempunyai 2 aspek yakni derajat kesadaran dan kualitas kesadaran. Derajat kesadaran atau tinggi rendahnya kesadaran mencerminkan tingkat kemampuan sadar seseorang dan merupakan manifestasi aktifitas fungsional ARAS ( ascending reticular activating system) terhadap stimulus somato-sensorik.Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam mengenal diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri.

Macam-macam tingkat-tingkat kesadaran : kompos mentis, inkompos mentis (apati, delir, somnolen, sopor, koma):

1. Kompos mentis :Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang visual, auditorik dan sensorik.

2. Apati :Sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.

3. Delirium: Kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi.

4. Somnolen :Penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau verbal yang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan.

5. Sopor (stupor) :Penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang.

6. Koma :Tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun hebatnya

Obat Pelumpuh OtotSemua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi dengan

kurang baik di usus dan onset akan melambat bila di administrasikan intramuskular. Volume distribusi dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati, ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada penurunan cardiac output, distribusi obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan paruh waktu, onset yang melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi menurun dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien dengan edema, volume distribusi meningkat,

Page 19: Tugas Anestesi Q

konsentrasi di plasma menurun dengan efek klinis yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat tergantung dengan ekskresi ginjal untuk eliminasinya. Hanya suxamethonium, atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal. Umur juga mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot. Neonatus dan infant memiliki plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang, terjadi perubahan volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui sensitivitas yang meningkat dan efek yang memanjang. Fungsi ginjal yang menurun dan aliran darah renal yang menurun menyebabkan klirens yang menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.

3.         Farmakodinamik Pelumpuh OtotObat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis

terapeutik menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot ekstraokular dengan diplopia, relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan diafragma.

a.         RespirasiParalisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian tubuh yang kurang sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir lumpuh.

b.        Efek kardiovaskularHipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan hipertensi ditemukan pada penggunaan pancuronium, takikardi pada penggunaan gallamine, rocuronium, dan pancuronium.

c.         Pengeluaran histaminD-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin sedangkan vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui pada wanita dengan riwayat atopi.

C.      Obat Pelumpuh OtotObat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi

(nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif, takikurare). Obat pelumpuh otot depolarisasi sangat menyerupai asetilkolin, sehingga ia bisa berikatan dengan reseptor asetilkolin dan membangkitkan potensial aksi otot. Akan tetapi obat ini tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, sehingga konsentrasinya tidak menurun dengan cepat yang mengakibatkan perpanjangan depolarisasi di motor-end plate. Perpanjangan depolarisasi ini menyebabkan relaksasi otot karena pembukaan kanal natrium bawah tergantung waktu, Setelah eksitasi awal dan pembukaan, pintu bawah kanal natrium ini akan tertutup dan tidak bisa membuka sampai repolarisasi motor-end plate. Motor end-plate tidak dapat repolarisasi selama obat pelumpuh otot depolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin; Hal ini disebut dengan phase I block. Setelah beberapa lama depolarisasi end plate yang memanjang akan menyebabkan perubahan ionik dan konformasi pada reseptor asetilkolin yang mengakibatkan phase II block, yang secara klinis menyerupai obat pelumpuh otot nondepolarisasi.

Obat pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin akan tetapi tidak mampu untuk menginduksi pembukaan kanal ion. Karena asetilkolin dicegah untuk berikatan dengan reseptornya, maka potensial end-plate tidak terbentuk. Karena obat pelumpuh otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, maka ia akan berdifusi menjauh dari neuromuscular junction dan dihidrolisis di plasma dan hati oleh enzim pseudokolinesterase. Sedangkan obat pelumpuh otot nondepolarisasi tidak dimetabolisme baik oleh asetilkolinesterase maupun pseudokolinesterase. Pembalikan dari blockade obat pelumpuh otot nondepolarisasi tergantung pada redistribusinya,

Page 20: Tugas Anestesi Q

metabolisme,ekskresi oleh tubuh dan administrasi agen pembalik lainnya (kolinesteraseinhibitor).

1.         Pelumpuh Otot DepolarisasiPelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah sinaps tidak

dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin) dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh kolinesterase plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja pseudokolinesterase.

a.         Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang dari 10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang mencapai neuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada dosis besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan blokade yang memanjang.

1)             Interaksi obata)        Kolinesterase inhibitor

Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.

b)        Pelumpuh otot nondepolarisasiSecara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan antagonis dari fase I bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah.

2)             DosisKarena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.

3)             Efek samping dan pertimbangan klinisKarena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada penanganan rutin anak dan remaja. Efek samping dari suksinilkolin adalah :       Nyeri otot pasca pemberian       Peningkatan tekanan intraokular       Peningkatan tekakana intrakranial       Peningkatan tekakanan intragastrik       Peningkatan kadar kalium plasma       Aritmia jantung       Salivasi       Alergi dan anafilaksis

2.         Obat pelumpuh otot nondepolarisasia.         Pavulon

Page 21: Tugas Anestesi Q

Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.

b.        Atracurium1)             Struktur fisik

Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.

2)             Dosis0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus.Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.

3)             Efek samping dan pertimbangan klinisHistamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg

c.         Vekuronium1)             Struktur fisik

Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.

2)             Metabolisme dan eksresiTergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat memperpanjang blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi, perubahan klirens obat atau terjadi polineuropati.Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis. Efek pelemas otot memanjang pada pasien AIDS. Toleransi dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.

3)             DosisDosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 – 20 menit. Drip 1 – 2 mcg/kg/menit.Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena gangguan pada hepatic blood flow.Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

d.        Rekuronium1)             Struktur Fisik

Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.

2)             Metabolisme dan eksresiEliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong durasi.

3)             Dosis

Page 22: Tugas Anestesi Q

Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.

4)             Efek samping dan manifestasi klinisOnset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental. Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

D.      Pemilihan Pelumpuh OtotKarakteristik pelumpuh otot ideal :

1.    Nondepolarisasi2.    Onset cepat3.    Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat diantagoniskan

dengan obat tertentu4.     Tidak menginduksi pengeluaran histamin5.    Potensi6.    Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak memiliki aksi

farmakologi.Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :

1.    Ultra-short acting, contoh : suxamethonium2.    Short duration. Contoh: mivacurium3.    Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium, cisatracurium4.    Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium, pipecuronium.

Pelumpuh otot yang disarankan :1.    Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan dapat dipakai

rocuronium2.    Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakit jantung parah)-

vecuronium3.    Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium ataumivacurium4.    Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium5.    Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin

 Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :1.    Cegukan (hiccup)2.    Dinding perut kaku3.    Ada tahanan pada inflasi paru.

E.       Penawar Pelumpuh OtotAntikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin

dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg), piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin yang hanya untuk penggunaan oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa)INOTROPIK MIOKARD

Page 23: Tugas Anestesi Q

Inotropik miokard merupakan kemampuan intrinsik sel-sel miokard untuk berkontraksi lebih kuat. Aksi obat-obat inotropik miokard secara umum adalah meningkatkan kalsium intraseluler atau meningkatkan sensitivitas protein kontraktil terhadap kalsium. 

Obat-obat inotropik pada pembahasan ini lebih banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif, syok kardiogenik dan pada hipotensi berat. Obat yang meningkatkan inotropik miokard juga meningkatkan konsumsi oksigen miokard yang berpotensi mengganggu keseimbangan oksigen miokard. Namun demikian, pada kasus gagal jantung kongestif berat atau pada syok kardiogenik, perbaikan pada aliran darah progresif akan meningkatkan kontraktilitas miokard intrinsik, sehingga memperbaiki tekanan darah arterial (termasuk tekanan darah diastolik), yang akan memperbaiki perfusi arteri koronaria dan mengurangi iskemik miokard. 

Secara umum obat-obat inotropik miokard dibagi menjadi 3 golongan yang biasa diberikan melalui intravena cepat, yakni katekolamin (endogen atau derivat sintetik), simpatomimetik dan penghambat fosfodiesterase.

Katekolamin Katekolamin adalah obat inotropik yang banyak dipakai dalam klinik. Aksi

katekolamin terbanyak adalah meningkatkan inotropik miokard melalui stimulasi reseptor β-adrenergik (β1 dan β2) pada miokard. Walau α1-adrenergik tampaknya mempunyai efek inotropik positif pada jantung, efeknya kecil dibanding dengan stimulasi β-adrenergik pada miokard. Walaupun katekolamin endogen yang bersirkulasi mampu untuk menstimuli β-adrenergik miokard secara cepat (sebagaimana diperlihatkan pada saat latihan atau ketakutan), pemberian katekolamin eksogen akan meningkatkan level obat yang potensial meningkatkan derajat inotropik. Pemberian katekolamin dalam dosis klinis mempunyai efek nyata pada pembuluh darah perifer melalui stimulasi α-adrenergik sehingga meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan SVR.

Katekolamin endogen Katekolamin endogen meliputi norepinefrin, epinefrin dan dopamin. Norepinefrin

adalah neurotransmiter pasca ganglion di dalam sistem saraf simpatis, dan epinefrin disekresi dari medula adrenal sebagai bagian dari respon stres. Dopamin ditemukan sebagian besar di dalam SSP, walaupun reseptor dan akhiran saraf dopaminergik dapat ditemukan di tempat lain di dalam tubuh.

Kerja obat golongan ini dapat dibagi dalam 7 jenis : o (1) perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan

mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat; o (2) penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus dan pembuluh

darah otot rangka; o (3) perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan laju jantung dan

kekuatan kontraksi; o (4) perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan

kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan; o (5) efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot,

lipolisis dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak; o (6) efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan

hormon hipofisis; dan 

Page 24: Tugas Anestesi Q

o (7) efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan peningkatan neurotransmiter norepinefrin dan asetilkolin (secara fisiologis, efek hambatan lebih penting).

Epinefrin Pada umumnya, pemberian Epi menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergik.

Ada beberapa perbedaan karena neurotransmiter pada saraf adrenergik adalah NE. efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.

Farmakodinamiko Kardiovaskuler-pembuluh darah. Efek vaskuler Epi terutama pada

arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor α oleh Epi. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh Epi dosis rendah, akibat aktivasi reseptor β2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada Epi dibandingkan dengan reseptor α. Epi dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor. Dominasi reseptor α. Menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Pada waktu kadar Epi menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang sensitif lebih dulu menghilang. Efek Epi terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini, dan menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian Epi secara sistemik. Jika sebelum Epi telah diberikan suatu penghambat reseptor α, maka pemberian Epi hanya menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinephrine reversal. Suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan tekanan darah ini; kenaikan yang selintas ini akibat stimulasi jantung oleh Epi.

o Pada manusia, pemberian Epi dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah otak. Epi dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K dan Cl berkurang; volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah.

o Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh Epi. Meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena-vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis Epi yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena udem paru.

o Arteri koroner. Epi meningkatkan aliran darah koroner. Disatu pihak Epi cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot jantung, dan karena vasokonstriksi pembuluh darah koroner akibat efek reseptor α. Di lain pihak, Epi memperpanjang waktu diastolik, meningkatkan tekanan darah aorta dan menyebabkan dilepaskannya adenosin, suatu metabolit yang bersifat vasodilator, akibat peningkatan kontraksi jantung dan konsumsi oksigen miokard; semuanya ini akan meningkatkan aliran darah koroner. Autoregulasi metabolik merupakan faktor yang dominan, sehingga hasil akhirnya adalah vasodilatasi dan peningkatan aliran darah koroner. Tetapi, efek Epi ini tidak dapat dimanfaatkan pada keadaan iskemia miokard, karena manfaat peningkatan

Page 25: Tugas Anestesi Q

aliran darah ditiadakan oleh bertambahnya kerja miokard akibat perangsangan langsung oleh Epi.

o Jantung. Epi mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif Epi pada jantung. Epi mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastol, dari nodus SA dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang pembentukan fokus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA, Epi juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih cepat. Epi mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke nodus AV, sepanjang bundle of His dan serat Purkinje sampai ke ventrikel. Epi juga mengurangi blokade AV yang terjadi akibat penyakit, obat atau aktivasi vagal. Selain itu Epi memperpendek periode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epi memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat laju jantung dalam kisaran fisiologis, Epi memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolik. Akibatnya, curah jantung bertambah, tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen) berkurang. Dosis Epi yang berlebih disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi, juga menimbulkan kontraksi ventrikel prematur, diikuti takikardi ventrikel, dan akhirnya fibrilasi ventrikel.

o Tekanan darah. Pemberian Epi intravena atau subkutan dengan lambat menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan tekanan diastolik. Tekanan nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) jarang sekali menunjukkan kenaikan yang besar. Resistensi perifer berkurang akibat kerja Epi pada reseptor β2 di pembuluh darah otot rangka, dimana aliran darah bertambah. Karena kenaikan tekanan darah tidak begitu besar, refleks kompensasi vagal yang melawan efek langsung Epi terhadap jantung juga tidak begitu kuat. Dengan demikian, laju jantung, curah jantung, volume sekuncup dan kerja ventrikel meningkat akibat stimulasi langsung pada jantung dan peningkatan venous return. Biasanya efek vasodilatasi Epi mendominasi sirkulasi; kenaikan tekanan sistolik terutama disebabkan oleh peningkatan curah jantung.

o Otot polos-saluran cerna. Melalui reseptor α dan β2, Epi menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya : tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang. Reseptor α1 dan β2 terdapat pada membran sel otot polos sedangkan reseptor α2 pada membran saraf mienterik kolinergik. Aktivasi reseptor α2 menyebabkan hambatan penglepasan ACh. Pada sfingter pilorus dan ileosekal, Epi menimbulkan kontraksi melalui aktivasi reseptor α1.

o Uterus. Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor α1 dan β2. Responnya terhadap Epi berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan dosis yang diberikan. Selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu partus, Epi menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui reseptor β2; efek ini tidak mempunyai arti klinis karena singkat dan disertai efek kardiovaskuler. Tetapi β2-agonis yang lebih selektif seperti ritodrin atau terbutalin ternyata efektif untuk menunda kelahiran prematur.

Page 26: Tugas Anestesi Q

o Kandung kemih. Epi menyebabkan relaksasi otot destrusor melalui reseptor β2 dan kontraksi otot trigon dan sfingter melalui reseptor α1, sehingga dapat menimbulkan kesulitan urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.

o Pernapasan. Epi mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot bronkus melalui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronkial, histamin, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat (SRS-A), dan lain-lain. Disini Epi bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma, Epi juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1.

o Susunan saraf pusat. Epi pada dosis terapi tidak mempunyai efek stimulasi SSP yang kuat karena obat ini relatif polar sehingga sukar masuk SSP. Tetapi pada banyak orang, Epi dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor; sebagian karena efeknya pada sistem kardiovaskuler.

o Proses metabolik. Epi menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor β2; glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epi juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang menstimulasi sekresi insulin. Selain itu Epi menyebabkan berkurangnya ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin. Akibatnya, terjadi peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah, dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan otot rangka. Epi melalui aktivasi reseptor β3 meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya, kadar asam lemak bebas di dalam darah meningkat. Efek kalorigenik Epi terlihat sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 – 30% pada pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi. Suhu badan sedikit meningkat, hal ini antara lain disebabkan vasokonstriksi di kulit.

o Kelenjar. Efek Epi terhadap berbagai kelenjar tidak nyata; kebanyakan kelenjar mengalami penghambatan sekresi, sebagian disebabkan berkurangnya aliran darah akibat vasokonstriksi. Epi merangsang sekresi air mata dan sedikit sekresi mukus dari kelenjar ludah. Aktivasi pilomotor tidak timbul setelah pemberian Epi secara sistemik, tetapi timbul setelah penyuntikan intradermal larutan Epi atau NE yang sangat encer; demikian juga dengan pengeluaran keringat dari kelenjar keringat apokrin di telapak tangan dan beberapa tempat lain (adrenergic sweating). Efek-efek ini dihambat oleh α-bloker.

o Mata. Midriasis mudah terjadi pada perangsangan simpatis tetapi tidak bila Epi diteteskan pada konjungtiva mata normal. Tetapi, Epi biasanya menurunkan tekanan intraokuler yang normal maupun pada pasien glaukoma sudut lebar. Timbulnya efek ini mungkin karena berkurangnya pembentukan cairan mata akibat vasokonstriksi dan karena bertambahnya

Page 27: Tugas Anestesi Q

aliran keluar. Anehnya, timolol, suatu β-bloker, juga mengurangi tekanan intraokuler dan efektif untuk pengobatan glaukoma.

o Otot rangka. Epi tidak langsung merangsang otot rangka, tetapi melalui aktivasi reseptor α dan β pada ujung saraf somatik, Epi meningkatkan influks Ca++ (reseptor α) dan meningkatkan kadar siklik AMP intrasel (reseptor β) sehingga meningkatkan penglepasan neurotransmiter ACh pada setiap impuls dan terjadi fasilitasi transmisi saraf-otot. Hal ini terjadi terutama setelah stimulasi saraf somatik yang terus-menerus. Epi dan β2-agonis memperpendek masa aktif otot merah yang kontraksinya lambat (dengan mempercepat sekuestrasi Ca++ dalam sitoplasma) sehingga stimulasi saraf pada kecepatan fisiologis menyebabkan kontraksi otot yang terjadi tidak bergabung dengan sempurna dan dengan demikian kekuatan kontraksinya berkurang. Efek ini disertai dengan peningkatan aktivitas listrik dari otot (akibat aktivasi reseptor β) sehingga menyebabkan terjadinya tremor yang merupakan efek samping pada penggunaan β2-agonis sebagai bronkodilator.

o Pembekuan darah. Epi mempercepat pembekuan darah. Mekanismenya diduga melalui peningkatan aktivasi faktor V.

Farmakokinetiko Absorbsi. Pada pemberian oral, Epi tidak mencapai dosis terapi karena

sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorbsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.

o Biotransformasi dan ekskresi. Epi stabil dalam darah. Degradasi Epi terutama terjadi dalam hati yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar Epi mengalami biotransformasi, mula-mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan/atau konjugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konjugasi glukoronat dan sulfat. Metabolit-metabolit ini bersama Epi yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah Epi yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung Epi dan NE ututh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.

Intoksikasi, efek samping dan kontraindikasio Pemberian Epi dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, khawatir,

gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing, pucat, sukar bernapas dan palpitasi. Gejala-gejala ini mereda dengan cepat setelah istirahat. Pasien hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek-efek tersebut di atas maupun terhadap efek pada sistem kardiovaskuler. Pada pasien psikoneurotik, Epi memperberat gejala-gejalanya.

o Dosis Epi yang besar atau penyuntikan IV cepat yang tidak disengaja dapat menimbulkan perdarahan otak karena kenaikan tekanan darah yang hebat. Bahkan penyuntikan SK 0,5 ml larutan 1 : 1000 dapat menimbulkan perdarahan subarakhnoid dan hemiplegia. Untuk mengatasinya, dapat

Page 28: Tugas Anestesi Q

diberikan vasodilator yang kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitroprusid; α-bloker mungkin juga berguna.

o Epi dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Fibrilasi ventrikel bila terjadi, biasanya bersifat fatal; ini terutama terjadi bila Epi diberikan sewaktu anestesia dengan hidrokarbon berhalogen (2,18 µg/kg/mnt dan 38,7 ng/ml selama dengan halotan; 11,43 µg/kg/mnt dan 206,3 ng/ml selama dengan enfluran dibanding dengan 15,27 µg/kg/mnt dan 296,5 ng/ml tanpa zat inhalasi dimana anestesi IV pentobarbital), atau pada pasien penyakit jantung organik. Pada pasien asma bronkial yang sudah lama dan menderita emfisema, yang sudah mencapai usia dimana penyakit jantung degeneratif sering didapat, pemberian Epi harus sangat hati-hati. Pada pasien syok, Epi dapat memperberatpenyebab dari syok. Pada pasien angina pektoris, Epi mudah menimbulkan serangan, karena obat ini meningkatkan kerja jantung sehingga memperberat kekurangan akan kebutuhan oksigen.

Kontraindikasio Epi dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat α-bloker nonselektif,

karena kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor α pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak.

Penggunaan kliniso Manfaat Epi dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuliuh darah,

jantung dan otot polos bronkus. Penggunaan paling sering ialah untuk menghilangkan sesak napas akibat bronkokonstriksi, untuk mengatasi reaksi hipersensitivitas terhadap obat maupun alergen lainnya, dan untuk memperpanjang masa kerja anestetik lokal. Epi juga dapat digunakan untuk merangsang jantung pada waktu henti jantung oleh berbagai sebab. Secara lokal obat ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler.

Tabel Positive Inotropic Drugs Noncate- Drug Doses and SugestedDrug Catecholamine ReceptorActivation cholami- Intravenous Infusion(Trade α1 α2 β1 β2 Dopamine ne Me- Schemes Name) chanism Epine- +++ +++ ++ ++ - No Infusion: 1mg/250ml (4µg/phrine (High dose) (Low dose) ml), start 2-4 µg/min or (Adre- 0,01-0,03 µg/kg/min (max 0,1-0,3 µg/kg/min) CPR: 0,5-1 mg IV or ET Asthma: 0,3-0,5 mg s.c.; 1 µg/min IVNorepi- +++ +++ + little - No Infusion: 1 mg/250ml (4µg/Nephrine ml), start 2 µg/min or 0,01-(Levo- 0,03 µg/kg/min (max :phed) 0,1 µg/kg/min)Dopamine ++ + ++ + +++ No*# Infusion: 200 mg/250 ml(Intropin) (High dose) (Low dose) (800 µg/ml) or 400 mg/250 Direct and indirect actions: (1) NE 20 meta- ml (1600 µg/ml) Bolism via hydroxylation of α carbon, (2) 2-5 µg/kg/min ↑ renal Inhibition of NE reuptake, (3) promotion of blood flow (dopamine NE release effects, some β effects) 5-10 µg/kg/min ↑ HR and

Page 29: Tugas Anestesi Q

contractility, β effects 10-20 µg/kg/min vaso- constristion (α effects pre- dominate)Isoprote- - - +++ +++ - No Infusion: 1 mg/250 ml (4µg/renol ml), 0,01-0,1 (Isuprel) (keep HR kurang 120). Arryth- mogenic; use in status asth- maticus, complete heart block.Dobuta- little little +++ ++ - No* Infusion: 250 mg/250 mlmine Direct and minimal indi- (1000 µg/ml), 2-15 µg/kg/(Dobutrex) rect effects minDopexa- - - little +++ ++ No* Infusion: 1-10 µg/kg/minmine Both direct and indirect effectsEphedrine + + + + - No# Bolus: 50mg/10ml (5 mg/ml) Both direct and indirect effects 10-25 mg IV boluses effect last 10-15 min, ↑ CO, ↑ SVR, ↑ HRDenopamine Antag - ++ - - No Oral administrationAmrinone - - - - - Yes Loading dose: 0,75mg/kg IV(Inocor) Phosphodiesterase inhibitor, ↑ cAMP (maximum up to 3 mg/kg in in heart, Pheripheral vasodilator, ↑ ino- CHF) tropy (additive to other types) Infusion: 2-10 µg/kg/min IV (higher infusion rates have been used in CHF)Milrinone - - - - - Yes Bolus: 50-75 µg/kg IV bolus Similar to amrinone, but more Oral administration potent inotropyCalcium - - - - - Yes Bolus: 1g/10ml (100 mg/ml),Chloride 2-4mg/kg IV boluses Notes : Do not give inotropes in same IV line as HCO3

- or alkaline solution, since these drugs will be inactivated (by auto-oxidation). Doses should always be checked on individual package inserts before administering drug.* Blocks reuptake of norepinephrine from the nerve terminal.# Promotes the release of norepinephrine from the nerve terminal.α1, α2, β1, β2 = adrenergic receptor subtypes (the catecholamine receptors); antag = antagonist; - = no effect; + = positive effect; 20 = secondary to; cAMP = cyclic adenosine monophosphate; CHF = congestive heart failure; CPR = cardiopulmonary resuscitation; ETT = endotracheal tube; HR = heart rate; IV = intravenous; max = maximum; Sc = subcutaneous; CO = cardiac output; SVR = systemic vascular resistance.

Norepinefrin Obat ini dikenal sebagai levarterenol, I-arterenol atau I-noradrenalin, dan

merupakan neurotransmitor yang dilepas oleh serat pasca ganglion adrenergik.

Page 30: Tugas Anestesi Q

NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila dibandingkan dengan Epi. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan Epi, tetapi efek β2 nya jauh lebih lemah daripada Epi.

Infus NE pada manusia menimbilkan peningkatan tekanan diastolik, tekanan sistolik, dan biasanya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui ginjal, hati, dan juga otot rangka berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah ginjal sangat berkurang. Refleks vagal memperlambat laju jantung, mengatasi efek langsung NE yang mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan laju jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner akibat peningkatan kerja jantung, dan karena peningkatan tekanan darah. Pasien angina Prinzmetal mungkin supersensitif terhadap efek vasokonstriksi α-adrenergik dari NE, Epi dan perangsangan simpatis. Pada pasien ini, NE dapat mengurangi aliran darah koroner, sehingga terjadi serangan angina saat istirahat dan bila hebat sampai terjadi infark miokard. Berlainan dengan Epi, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada pembuluh darah otot rangka.

Efek metabolik NE mirip Epi, tetapi hanya timbul pada dosis yang lebih besar.Dopamin

Prekusor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan adrenergik, dan dapat melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah (1 – 5 µg/kg/mnt), dopamin bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama ginjal, mesenterium, dan pembuluh darah koroner. Stimulasi reseptor β1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Dengan demikian infus dopamin dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+. Pada dosis yang sedikit lebih tinggi (5 – 10 µg/kg/mnt), dopamin meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivasi reseptor β1. 

Dopamin juga melepaskan NE endogen yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat-tempat lain. Dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanpa mengubah tekanan diastolik (atau sedikit meningkat). Akibatnya, dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan hipovolemik. 

Pada kadar yang tinggi (10 – 15 µg/kg/mnt), dopamin menyebabkan vasokonstriksi akibat aktivasi reseptor α1 pembuluh darah. Karena itu bila dopamin digunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang diberikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.

Berkenaan dengan dosis kecil dopamin (kurang dari 5 µg/kg/menit) untuk memproteksi fungsi ginjal yang dipelopori oleh Goldberg, cara tersebut kemudian dipergunakan secara luas di Unit Perawatan Intensif untuk mengoptimalkan perfusi ginjal dan splanknik pada pasien dengan sakit kritis. Debaveye dan kawan-kawan menyatakan bahwa selain cara tersebut tidak efisien, efek samping yang

Page 31: Tugas Anestesi Q

ditimbulkan oleh penggunaan dosis kecil dopamin dilaporkan semakin meningkat, seperti mensupresi sekresi dan fungsi hormon pituitari anterior, mengganggu proses anabolisme dan fungsi imun seluler, juga mengganggu toleransi saluran cerna terhadap enteral feeding dan mensupresi pusat kendali napas. Oleh karena itu, pada pasien dengan sakit kritis (misalnya syok septik) lebih terpilih menggunakan vasopresor atau bantuan inotropik.

Katekolamin sintetik Selain epinefrin, norepinefrin dan dopamin yang merupakan katekolamin endogen,

terdapat beberapa obat katekolamin lain yang disintesa dengan merubah molekul dasarnya. Beberapa derivat katekolamin sintetik mempunyai sifat sebagai katekolamin endogen, yakni sebagai zat inotropik positif yang akan meningkatkan konsumsi oksigen miokard dan mempunyai efek pada pembuluh darah perifer yang bervariasi. 3 derivat katekolamin sintetik yang sering digunakan adalah isoproterenol, dobutamin dan dopeksamin.

Isoproterenol Obat ini yang juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan

isoprenalin, merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor β, dan hampir tidak bekerja pada reseptor α.

Infus isoproterenol pada manusia menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan mesenterium, sehingga tekanan diastolik menurun. Curah jantung meningkat karena efek inotropik dan kronotropik positif yang langsung dari obat. Pada dosis isoproterenol yang biasa diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata-rata menurun. Aliran darah ginjal sangat ditingkatkan pada pasien dengan syok kardiogenik maupun syok septik. Tekanan darah paru tidak berubah. Dosis isoproterenol yang lebih besar menimbulkan penurunan tekanan darah rata-rata yang hebat.

Isoproterenol, melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis otot polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos bronkus dan saluran cerna. Isoproterenol bekerja sebagai antagonis fisiologik dalam mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi yang disebabkan oleh obat atau pada asma bronkial, tetapi toleransi terhadap efek ini timbul bila obat digunakan secara berlebihan. Pada asma, selain menimbulkan bronkodilatasi, isoproterenol juga menghambat penglepasan histamin dan mediator-mediator inflamasi lainnya akibat reaksi antigen-antibodi; efek ini juga dimiliki oleh β2-agonis yang selektif. Isoproterenol mengurangi tonus dan motilitas otot polos usus, dan menghambat motilitas uterus.

Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah dibandingkan dengan Epi, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin melalui aktivasi reseptor β2 pada sel-sel beta pankreas. Isoproterenol lebih kuat dari Epi dalam menimbulkan efek penglepasan asam lemak bebas dan efek kalorigenik.

Dobutamin Senyawa ini mirip dopamin dengan substitusi yang besar pada gugus amino.

Dobutamin merupakan campuran rasemik dari kedua isomer I dan d. Isomer I adalah α1-agonis yang poten, sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer I dominan, sehingga terjadi vasokonstriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1. Isomer d 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer I dan lebih selektif untuk reseptor β1 daripada β2.

Page 32: Tugas Anestesi Q

Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik dibandingkan isoproterenol. Hal ini mungkin disebabkan karena resistensi perifer yang relatif tidak berubah (akibat vasokonstriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor β2) sehingga tidak menimbulkan refleks takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikuler oleh kedua obat ini sebanding. Dengan demikian, infus dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan laju jantung, sedangkan resistensi perifer relatif tidak berubah.

Dobutamin HCl tersedia dalam bentuk serbuk 250 mg untuk penggunaan IV dengan dosis 2,5 – 10 µg/kgBB/menit; kadang-kadang dosis perlu dinaikkan sampai 40 µg/kgBB/menit. Obat ini dilarutkan dengan H2O steril atau dekstrosa 5%, tidak boleh dengan Na-bikarbonat karena tak tercampurkan dengan larutan basa.

Dopeksamin Dopeksamin adalah katekolamin sintetik yang analog dengan dopamin, mempunyai

sifat β2-agonis dan dopamin agonis yang poten, aktivitasnya kecil atau tidak ada terhadap β1 dan α-adrenergik dan menghambat reuptake katekolamin pada ujung saraf. Oleh karena mempunyai sifat β2-agonis yang poten, menyebabkan vasodilatasi (sebanding dengan isoproterenol), tetapi tidak mempunyai efek pada sistem vena. Hal ini menguntungkan karena tidak membebani jantung dan memperbaiki aliran darah progresif terutama pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Efek dopeksamin pada jantung dapat langsung melalui stimulasi β2-adrenergik terhadap laju jantung dan inotropik positif atau tidak langsung untuk meningkatkan laju jantung melalui vasodilatasi yang diperantarai oleh β2-adrenergik dan penglepasan NE di ujung saraf. Oleh karena efek dopamin dan β2-adrenergik agonis, maka terjadi dilatasi arterial ginjal yang akan menghasilkan peningkatan aliran darah ginjal.

Walaupun dopeksamin menyebabkan takikardi atrium (paling sering oleh karena refleks takikardi sekunder terhadap vasodilatasi atau peningkatan dosis langsung), tetapi cenderung tidak menimbulkan aritmia ventrikuler , baik pada pemberian bersama halotan atau pada iskemia, sehingga dopeksamin dianjurkan sebagai obat anti aritmia klas I.

Simpatomimetik Simpatomimetik adalah zat-zat yang efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan

oleh aktivitas susunan saraf simpatis. Fenilisopropilamin adalah termasuk kelas campuran, dimana ia menstimulasi reseptor α dan β-adrenergik dan merupakan stimulan yang kuat terhadap SSP, tetapi tidak mempunyai struktur kimia yang sama dengan katekolamin. Amfetamin, metamfetamin, efedrin, denopamin, mefentermin, metaraminol, didroksiamfetamin, fenilefrin, dan metoksamin merupakan fenilisopropilamin. Hanya efedrin dan denopamin dari golongan fenilisopropilamin yang digunakan dalam klinik yang mempunyai sifat β-adrenergik agonis yang signifikan (memberikan bantuan inotropik positif). Sedangkan fenilefrin dan metoksamin, dimana terutama mengaktivasi α-adrenergik akan dibahas dalam zat-zat vasokonstriktor.

Efedrin Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan jenis Efedra. Efek

farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek Epi. Perbedaannya adalah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih panjang, efek

Page 33: Tugas Anestesi Q

sentralnya lebih kuat, tetapi diperlukan dosis yang jauh lebih besar daripada dosis Epi.

Seperti halnya dengan Epi, efedrin bekerja pada reseptor α, β1 dan β2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui penglepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya. Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik.

Efek kardiovaskular efedrin menyrupai efek Epi tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolik, sehingga tekanan nadi memvesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Laju jantung mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epi, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.

Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada oleh Epi. Penetesan larutan efedrin pada mata menimbulkan midriasis. Refleks cahaya, daya akomodasi, dan tekanan intraokuler tidak berubah. Aktivitas uterus biasanya dikurangi oleh efedrin; efek ini dapat dimanfaatkan pada dismenore. Efedrin kurang efektif dalam meningkatkan kadar gula darah dibandingkan dengan Epi. Efek sentral efedrin menyerupai efek amfetamin tetapi lebih lemah.

Denopamin Denopamin adalah simpatomimetik yang unik, mempunyai sifat β1-adrenergik

agonis selektif dan α1-adrenergik antagonis. Di dalam klinik digunakan sebagai obat inotropik positif oral, terutama untuk pasien dengan gagal jantung kongestif. Denopamin memperantarai secara langsung efek inotropik positif melalui stimulasi β1-adrenergik miokard dan juga menurunkan SVR melalui sifat α1-adrenergik antagonis, sehingga mengurangi afterload dan aliran darah progresif dari jantung menjadi lebih efektif. Secara keseluruhan menghasilkan inotropik positif dengan sedikit perubahan pada tekanan darah.

Penghambat fosfodiesterase Kerja obat penghambat fosfodiesterase sebagai inotropik miokard melalui suatu

mekanisme yang berbeda dari katekolamin dan simpatomimetik. Walaupun stimulasi β-adrenergik menghasilkan cAMP, tetapi produk ini akan cepat diinaktivasi oleh metabolisme fosfodiesterase di dalam sel. Penghambat fosfodiesterase kerjanya menghambat enzim fosfodiesterase F III (spesifik untuk jantung) yang menguraikan cAMP. Penghambatan enzim ini menyebabkan kadar cAMP intrasel meningkat sehingga ambilan Ca++ oleh sel miokard akan bertambah banyak. Maka efek inotropiknya bergantung pada cadangan cAMP intrasel. Obat ini juga bekerja langsung mengurangi resistensi perifer (vasodilatasi), sehingga disebut sebagai “inodilator”, zat inotropik tetapi juga mengurangi afterload. Menurut penelitian terhadap sejumlah pasien, penambahan penghambat fosfodiesterase segera memperbaiki penampilan jantung dan kemampuan kerja pasien, tetapi manfaatnya dalam penggunaan jangka panjang masih belum diketahui. Penghambat fosfodiesterase digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif jangka pendek yang refrakter terhadap digitalis, diuretik atau vasodilator. 3 penghambat fosfodiesterase yang digunakan dalam klinik adalah amrinon, milrinon dan enoksimon.

Amrinon

Page 34: Tugas Anestesi Q

Amrinon dalam klinik biasa digunakan sebagai obat inotropik positif, selain itu amrinon mempunyai efek vasodilator yang poten (menurunkan SVR). Kenyataannya, saat amrinon diberikan, efek vasodilator segera terlihat kira-kira 10 – 15 menit sebelum efek inotropik positif muncul. Oleh karena efek amrinon melalui penghambatan fosfodiesterase, maka efek inotropik dan vasodilatornya tidak dapat dilawan oleh obat blokade reseptor adrenergik atau oleh deplesi NE di ujung saraf. Kombinasi dari sifat inotropik positif dan vasodilatasi ini digunakan untuk pasien gagal jantung dimana kombinasi penurunan afterload dan inotropik positif menghasilkan aliran darah progresif dari jantung menjadi lebih efektif. Walau demikian, karena obat-obat inotropik positif secara umum dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, dan vasodilatasi akan menurunkan tekanan darah diastolik sehingga menurunkan aliran darah koroner, sehingga amrinon berpotensi menyebabkan eksaserbasi iskemik miokard pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Efek samping ini dapat diminimalkan atau dihindari dengan tatalaksana cairan yang seksama dan terapi vasopresor sehingga dapat meningkatkan tekanan darah diastolik dan memperbaiki perfusi koroner. Yang mengesankan, pemberian amrinon pada pasien dengan gagal jantung kongestif berat, dapat memperbaiki penampilan miokard dimana konsumsi oksigen miokard menurun sebesar 30%.

Efek samping obat termasuk gangguan saluran cerna, hepatotoksisitas, demam, trombositopenia reversibel, dan iritabilitas ventrikel. Oleh karena larutan amrinon mengandung metabisulfit, dikontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap sulfonamid. Oleh karena katekolamin endogen dalam sirkulasi menghasilkan cAMP pada tingkat basal, pemberian amrinon tunggal menghasilkan peningkatan inotropik miokard yang efektif, sehingga pemberian bersama β-adrenergik agonis seperti isoproterenol, epinefrin, dopamin atau norepinefrin akan bersifat sinergistik.

Milrinon Milrinon merupakan penghambat fosfodiesterase yang dapat diberikan secara oral

atau intravena. Kekuatan inotropik milrinon hampir 20 kali amrinon dan tidak menyebabkan demam atau trombositopenia. Seperti amrinon, milrinon mempunyai sifat vasodilator. Vasodilatasi juga terjadi pada arteri koronaria, menghasilkan peningkatan aliran darah koroner. Pemberian untuk pasien dengan gagal jantung kongestif, milrinon mengurangi tekanan dinding ventrikel sebesar 30 – 40%. Keunikan milrinon yaitu dapat diberikan oral untuk jangka panjang (tablet 2 – 5) untuk pasien gagal jantung kongestif rawat jalan. Namun penelitian multisenter terakhir menyatakan bahwa terapi oral milrinon jangka panjang dapat meningkatkan morbiditas (hipotensi, sinkop) dan mortalitas (28% lebih tinggi dari seluruh kematian, 34% lebih tinggi dari kematian oleh karena kardiovaskuler) dibanding dengan obat-obat lain untuk pasien gagal jantung kongestif berat, mekanisme penyebabnya belum diketahui. Namun demikian, pemberian milrinon jangka pendek di ruang operasi cukup bermanfaat.

Enoksimon Enoksimon adalah penghambat fosfodiesterase derivat imidazol. Mempunyai sifat

inotropik positif, tetapi efek vasodilatornya lebih besar daripada amrinon atau milrinon. Enoksimon merupakan obat yang relatif baru, sehingga masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk dapat digunakan dalam klinik.

Kalsium klorid Ion kalsium merupakan ion utama dalam memperbaiki bangkitan eksitasi-kontraksi

jantung, dan kanal kalsium terdapat di dalam miokard, sehingga pemberian kalsium

Page 35: Tugas Anestesi Q

eksogen dapat digunakan untuk tatalaksana gagal jantung. Kontroversi terbesar berkenaan dengan penggunaan kalsium klorid jangka panjang dan efek samping yang berbahaya terhadap kelebihan beban kalsium pada sel-sel miokard yang iskemik yang akan menyebabkan cedera sel dan kematian selalu terjadi. Pertanyaan tersebutlah yang membatasi penggunaan kalsium klorid pada tindakan RJP. 

Walau demikian, pemberian bolus cepat kalsium klorid merupakan terapi jangka pendek yang efektif untuk memperbaiki kegagalan pompa miokard. Kalsium terutama digunakan setelah bypass kardiopulmonal saat jantung mulai dilatasi dan berhenti, oleh karena peningkatan cepat inotropik miokard dari pemberian kalsium klorid terakhir memerlukan waktu beberapa menit untuk memulai obat-obat inotropik positif IV lain yang lebih definitif. 

Pada situasi ini, banyak sekali keuntungan dari pemberian kalsium jangka pendek dalam mencegah terjadinya cedera miokard oleh karena dilatasi ventrikel akut yang dapat menutupi kerugian dari beberapa efek negatif obat tersebut. Walau demikian, kehati-hatian harus selalu dilaksanakan dalam pemberian kalsium saat ia memperlihatkan penumpulan efek epinefrin terhadap reseptor β-adrenergik pada pasien pasca bedah jantung, dan dosis yang besar berhubungan dengan cedera sel pankreas pada populasi pasien yang sama.

Kalsium klorid biasa diberikan secara intravena dari prefilled siring 10 ml yang mengandung 100 mg/ml kalsium klorid (total 1g) sehingga menjadi 13,6 mEq kalsium. Dosis biasa untuk terapi kalsium klorid cepat adalah 2 – 4 mg/kg, dan dapat diulang kira-kira setiap 10 menit. Kalsium tersedia dalam 3 bentuk : kalsium klorid, kalsium gluseptat, dan kalsium glukonat. Kalsium klorid lebih disukai untuk dewasa, karena menghasilkan level ionized kalsium lebih tinggi yang predictable. Selain efek inotropik positif, kalsium klorid mempunyai efek yang bervariasi terhadap pembuluh darah, tetapi paling sering menyebabkan vasokonstriksi. Pada pasien dengan jantung normal, pemberian kalsium klorid menyebabkan peningkatan tekanan darah yang dapat diprediksi, sekunder terhadap efek inotropik positif dan sifat vasokonstriktif .

VASODILATOR Selain obat-obat inotropik positif, cara lain untuk memperbaiki aliran darah

progresif dari jantung adalah dengan mengurangi afterload. Dengan menurunkan tekanan darah arteri rata-rata (dan SVR), jantung akan menghadapi resistensi yang rendah dalam upayanya memompa darah. Walaupun pengurangan afterload tunggal tidak dapat merubah kontraktilitas intrinsik miokard, namun kontraktilitas yang éfektif” dapat dicapai (oleh karena ejeksi menjadi lebih ringan pada volume yang sama melawan resistensi yang lebih rendah). Obat-obat vasodilator menyebabkan relaksasi otot polos arteri, menghasilkan penurunan SVR. Efek ini amat penting pada hipertensi sebagaimana juga untuk mengurangi afterload miokard. Walaupun obat-obat vasodilator bekerja lebih dominan pada otot polos arteri, namun sering kali juga mempunyai kemampuan venodilasi. Untuk itu titrasi yang seksama tentang status cairan harus dilakukan selama pemberian obat-obat vasodilator untuk mencegah penurunan venous return, utamanya yang akan menghasilkan lebih rendahnya kontraktilitas miokard (hukum Starling).

Mekanisme terjadinya vasodilatasi amat beragam. Vasodilator nitrat seperti sodium nitroprusid dan hidralazin mengaktivasi faktor relaksi endotelium yang diketahui sebagai nitric oxide (NO) yang menyebabkan relaksasi otot polos arteri. Selain itu, hidralazin berhubungan dengan transpor kalsium di dalam otot polos vaskuler, ganglionik bloker yang memblokade impuls saraf ke otot polos arteri sehingga

Page 36: Tugas Anestesi Q

mencegah terjadinya vasokonstriksi arterial, dan antagonis α-adrenergik yang memblokade vasokonstriksi pada tingkat reseptor adrenergik.

Tabel Vasodilator and Venodilator DrugsDrug (TradeName)

Vaso- dilation

Veno- dilation

Mechanism of Action

Drug Doses and SuggestedIntravenous InfusionSchemes

Sodium nitro- prusside(Nipride,Nitro- press)

Hydrala- zine (Apreso- line)Trimetha- phan(Arfonad)

Pentoli- nium(Ansoly- sen)Phentola- mine(Regitine)

Diazoxide(Hyper- stat)Nitrogly- cerin(Nitrobid, Nitrostat, Tridil)

++++

++++

+++

+++

++

++++

+

++

+

+++

+++

+

-

++++

Activation ofNitric Oxide

Activation of Nitric Oxide

Ganglionic blockade

Ganglionic blockade

α-AR antago- nist

Direct smooth mus- cle relaxationActivation of Nitric Oxide

Infusion: 50 mg/250 ml D5W (200 µg/ml), start at 0,5 µg/kg/min, titrate to effect.Cyanide toxixity : 1,5 mg/kg over 1-3 h = max acute dose.0,5 mg/kg/h max chronic dose (8 µg/kg/min).Bolus: 2,5-5 mg boluses, titrate to effect on blood pressure, last approx 2-4 h rare side effect: lupus-like syndromeInfusion: 500 mg/500 ml D5W (1mg/ml), start at 0,5 µg/kg/min and titrate to effect.Bolus: 1 mg/ml, 1-2 mg IV bolus (duration approx. 2 min)Bolus: 10 mg/ml, 0,03-0,1 mg/kgIV bolus

Bolus: 5 mg IV bolus for hyperten- sion. 5-10 mg in 10 ml saline injec- ted locally for catecholamine extra- vasation.Bolus: 300 mg/20 ml (15 mg/ml), 150-300 mg rapid IV bolus.

Infusion: 50 mg/250 ml D5W (200 µg/ml), start at 0,5 µg/kg/min and titrate to effect.

Sodium nitroprusid

Gugus nitroso pada molekul sidium nitroprusid akan dilepaskan menjadi NO sewaktu kontak dengan eritrosit. NO mengaktifkan enzim guanilat siklase pada otot polos pembuluh darah dan menyebabkan dilatasi arteriol dan venula. Dilatasi venula menyebabkan darah terkumpul di perifer sehingga efek hipotensi lebih efektif pada saat berdiri, dan curah jantung biasanya tidak meningkat. Laju jantung biasanya meningkat karena mekanisme refleks. Vasodilatasi arteriol dan venula oleh nitroprusid mengurangi preload dan afterload jantung, sehingga mengurangi kerja jantung lebih banyak dibandingkan vasodilatasi arteriol saja oleh diazoksid, hidralazin atau minoksidil.

Page 37: Tugas Anestesi Q

Nitroprusid diberikan sebagai infus intravena. Kerjanya maksimal dalam 1 – 2 menit, dan efeknya segera hilang setelah infus dihentikan. Tekanan darah dapat dititrasi dengan mudah ke nilai berapa saja dengan mengatur kecepatan infus. Toleransi atau resistensi terhadap obat ini jarang terjadi. Kecepatan infus biasanya 0,5 – 10 µg/kg/menit; dosis rata-rata 3 µg/kg/menit mengurangi tekanan darah diastolik sebanyak 30 – 40%. Bila kecepatan infus 10 µg/kg/menit tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup dalam 10 menit, pemberian nitroprusid harus dihentikan untuk menghindari toksisitas.

Nitroprusid adalah obat yang kerjanya paling cepat dan selalu efektif untuk pengobatan hipertensi darurat, apapun penyebabnya. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan segera, tetapi diperlukan infus yang kontinyu untuk mempertahankan efek hipotensifnya. Nitroprusid merupakan obat pilihan utama untuk kebanyakan krisis hipertensi yang memerlukan terapi parenteral, termasuk krisis yang disertai dengan infark miokard akut dan gagal jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan perdarahan serebral atau subarakhnoid, infus nitroprusid dapat menurunkan tekanan darah ke nilai yang diinginkan dan menaikkannya kembali ke nilai yang lebih tinggi bila terjadi perburukan neurologik.

Efek samping akut merupakan akibat dari vasodilatasi berlebihan dan hipotensi. Biasanya ini dapat dicegah dengan memonitor tekanan darah secara ketat dan menggunakan pompa infus yang kecepatannya dapat diatur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, dan muscle twitching.

Nitroprusid dapat memperburuk hipoksemia arteri pada pasien dengan PPOK karena obat ini mengganggu vasokonstriksi pembuluh darah paru yang hipoksik sehingga meningkatkan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi.

Hipertensi rebound dapat terjadi setelah infus nitroprusid jangka pendek dihentikan mendadak, mungkin karena kadar renin plasma meningkat secara persisten.

Efek toksik dapat terjadi akibat konversi nitroprusid menjadi sianida dan tiosianat. Akumulasi sianida dapat terjadi bila kecepatan infus lebih dari 2 µg/kg/menit dan dapat dicegah bila diberikan juga natrium tiosulfatsecara bersamaan. Tiosianat adalah metabolit nitroprusid yang diekskresi dalam urin dengan waktu paruh 3 – 4 hari. Resiko keracunan tiosianat meningkat bila lama infus lebih dari 24 – 48 jam, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal. Tanda-tanda dan gejala-gejala keracunan tiosianat berupa anoreksia, mual, kelelahan, disorientasi, dan psikosis toksik akut. Kadar plasma tiosianat harus dimonitor dan tidak boleh melampaui 0,1 mg/ml. kadar tiosianat yang berlebihan juga dapat mengganggu fungsi tiroid. Pada gagal ginjal, tiosianat dengan mudah dieliminasi melalui hemodialisis. Juga terjadi methemoglobulinemia dan asidosis. 

Jika terjadi keracunan sianida, maka tatalaksananya mengikuti tahapan berikut ini : o (1) tersangka keracunan sianida, terutama pada saat munculnya asidosis

metabolik; o (2) hentikan pemberian sodium nitroprusid; o (3) jika hemodinamik pasien stabil, berikan antagonis sianida spesifik yakni

sodium tiosulfat intravena (150 mg/kg lebih dari 15 menit, oleh karena tiosulfat merupakan donor sulfur yang menyediakan substrat untuk enzim rodanase yang merubah sianida menjadi tiosianat yang akan diekskresi), walaupun tiosianat sendiri dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan keracunan; 

o (4) jika hemodinamik pasien tidak stabil, terapi alternatif adalah dengan infus intravena lambat sodium nitrat (5 mg/kg). Campuran ini akan merubah

Page 38: Tugas Anestesi Q

hemoglobin menjadi methemoglobin yang merupakan antidotum sianida dengan mengkonversi sianida menjadi sianomethemoglobin. Masalah timbul karena methemoglobin adalah hemoglobin dengan zat besi dalam bentuk ferric (terokdidasi) dan bukan dalam bentuk ferrous (tereduksi), karena bentuk ferric adalah zat besi yang tidak dapat mengangkut oksigen. Jika diperlukan, maka hal paling mungkin adalah dengan merubah methemoglobin menjadi hemoglobin menggunakan pereduksi methylene blue (1 mg/kg).

o Walaupun terdapat resiko keracunan sianida, secara umum sodium nitroprusid merupakan campuran yang sangat aman jika digunakan secara tepat pada range dose klinik.

Hidralazin Hidralazin merelaksasi secara langsung otot polos arteriol dengan mekanisme yang

masih belum dapat dipastikan. Salah satu kemungkinan mekanisme kerjanya adalah sama dengan kerja nitrat organik dan sodium nitroprusid, yaitu dengan melepaskan nitrogen oksida (NO) yang mengaktifkan guanilat siklase dengan hasil akhir defosforilasi berbagai protein, termasuk protein kontraktil dalam sel otot polos. Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan laju jantung dan kontraktilitas jantung, peningkatan renin plasma, dan retensi cairan yang semuanya akan melawan efek hipotensif obat. Hidralazin menurunkan tekanan darah diastolik lebih banyak daripada tekanan darah sistolik dengan menurunkan resistensi perifer. Oleh karena hidralazin lebih selektif mendilatasi arteriol daripada vena, maka hipotensi postural jarang terjadi.

Penggunaan hidralazin oral biasanya adalah tambahan sebagai obat ketiga dari diuretik dan β-bloker. Retensi cairan akan dihambat oleh diuretik sedangkan refleks takikardi terhadap vasodilatasi akan dihambat oleh β-bloker. Karena tidak menimbulkan sedasi atau hipotensi ortostatik, hidralazin dapat ditambahkan sebagai obat kedua pada diuretik untuk pasien usia lanjut yang tidak dapat mentolerir efek samping penghambat adrenergik. Pada mereka ini, refleks baroreseptor seringkali kurang sensitif sehingga biasanya tidak terjadi takikardi dengan hidralazin tanpa β-bloker. Hidralazin oral kini jarang digunakan, karena anti hipertensi yang baru sekarang ini umumnya sangat efektif dan aman. Hidralazin IV digunakan untuk hipertensi darurat, terutama glomerulonefritis akut atau eklamsia.

Seperti vasodilator lainnya, hidralazin menyebabkan retensi natrium dan air bila tidak diberikan bersama diuretik. Sakit kepala dan takikardia sering terjadi bila hidralazin diberikan sendiri dan dapat dikurangi bila dimulai dengan dosis rendah yang ditingkatkan secara perlahan. Takikardia juga bisa diatasi bila diberikan bersama β-bloker. Hidralazin dapat menyebabkan iskemia miokard pada pasien PJK; hal ini tidak terjadi bila diberikan bersama β-bloker dan diuretik. Hidralazin meningkatkan kecepatan ejeksi ventrikel kiri, maka kontraindikasi pada pasien dengan aneurisma aorta dissecting. Gangguan saluran cerna, muka merah dan rash dapat terjadi.

Hidralazin dapat menyebabkan sindrom lupus dengan uji antibodi antinuklear (ANA) positif, demam, mialgia, artralgia, splenomegali, udem, dan sel-sel LE dalam darah perifer. Sindrom ini lebih sering terjadi pada asetilator lambat yang mendapat hidralazin 200 mg sehari atau lebih, dan juga lebih sering terjadi pada wanita. Efek ini biasanya reversibel bila obat dihentikan. Hidralazin tidak perlu dihentikan pada pasien dengan uji ANA positif tanpa gejala lupus.

Page 39: Tugas Anestesi Q

Neuropati perifer, diskrasia darah, hepatotoksisitas, dan kolangitis akut dapat terjadi meskipun jarang. Neuropati dapat dikoreksi dengan pemberian piridoksin.

Hidralazin parenteral untuk hipertensi darurat dapat menyebabkan takikardi, sakit kepala, muntah, dan memburuknya angina pektoris.

Penghambat ganglion : Trimetafan, Pentolium Sifat farmakologis hampir seluruh penghambat ganglion adalah blokade ganglion

pada jaras simpatis maupun parasimpatis. Pada arteriol meliputi vasodilatasi dan hipotensi; pada vena mencakup dilatasi, pengumpulan darah pada sistem vena sehingga menurunkan venous return dan menyebabkan penurunan curah jantung; pada jantung menyebabkan takikardi; pada iris menyebabkan midriasis dan pada otot siliaris menyebabkan sikloplegia; pada saluran gastrointestinal terjadi penurunan tonus dan motilitas; pada kandung kemih menyebabkan retensi urin; dan pada kelenjar keringat menyebabkan anhidrosis.

Trimetafan merupakan satu-satunya penghambat ganglion yang masih digunakan di klinik. Kerjanya singkat dan digunakan intravena untuk (1) menurunkan tekanan darah dengan segera pada beberapa hipertensi darurat, terutama aneurisma aorta dissecting yang akut, dan (2) untuk menghasilkan hipotensi kendali selama dilakukan bedah saraf atau bedah kardiovaskuler sehingga dapat dicegah hilangnya banyak darah. Efek samping yang ditimbulkan adalah paresis usus dan kandung kemih, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, dan mulut kering.

Trimetafan merupakan penghambat nonkompetitif yang poten terhadap pseudokolinesterase dan dapat menyebabkan pemanjangan 2 kali lipat paralisis oleh dosis biasa suksinilkolin; selain itu midriasis oleh penghambat ganglion ini menyebabkan sulitnya penentuan dalamnya narkotik atau sedatif sebagai dasar dari tindakan anestesi.

Antagonis reseptor α-adrenergik : Fentolamin Hanya α-bloker yang selektif memblok adrenoseptor α1, yang berguna untuk terapi

hipertensi. α-bloker yang nonselektif juga menghambat adrenoseptor α2 di ujung saraf adrenergik sehingga meningkatkan penglepasan NE. Efek NE di jantung tidak dihambat, sehingga terjadi perangsangan jantung yang berlebihan (efek langsung maupun tidak langsungmelalui refleks simpatis akibat vasodilatasi perifer). Hal ini menyebabkan α-bloker yang nonselektif kurang efektif sebagai antihipertensi. α1-bloker yang tersedia sebagai antihhipertensi saat ini adalah prazosin, terazosin, doksazosin, dan bunazosin. Obat-obat tersebut terutama digunakan secara oral untuk terapi hipertensi jangka panjang, dan akhir-akhir ini digunakan untuk hipertrofi prostat. Hanya fentolamin yang merupakan golongan ini yang dapat digunakan secara intravena selama pembedahan.

Mekanisme antihipertensi α1-bloker adalah menghambat reseptor α1 di pembuluh darah terhadap efek vasokonstriksi NE dan Epi, sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol menurunkan resistensi perifer, dan dengan demikian menurunkan tekanan darah. Akibatnya terjadi refleks takikardi tetapi hanya sedikit dan laju jantung menurun kembali setelah pemberian kronik. Venodilatasi mengurangi venous return. Hambatan venokonstriksi dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yang dapat menjadi simtomatik, terutama pada pemberian dosis awal (fenomena dosis pertama).

Efek samping utama adalah hipotensi ortostatik. Fenomena dosis pertama adalah hipotensi ortostatik yang simtomatik dan terjadi pada beberapa dosis pertama, tetapi dapat juga terjadi sewaktu peningkatan dosis; yang berat berupa kehilangan kesadaran selintas, dan yang ringan berupa pusing kepala atau kepala terasa ringan.

Page 40: Tugas Anestesi Q

Fenomena ini terutama terjadi bila dosis awal terlalu besar, pada pasien dengan deplesi cairan (termasuk orang puasa atau membatasi garam), pasien usia lanjut, atau yang sedang mendapat antihipertensi lain. Toleransi terhadap fenomena ini terjadi dengan cepat, mekanismenya tidak diketahui. Untuk mencegah/mengurangi efek samping ini, dosis awal harus kecil dan diberikan sebelum tidur selama beberapa hari, demikian juga peningkatan dosis harus dilakukan perlahan-lahan. Pemberian pada pasien usia lanjut, pasien dengan deplesi cairan, dan penambahan antihipertensi lain, harus dilakukan dengan hati-hati.

Efek samping lain yang lebih jarang adalah sakit kepala, palpitasi, rasa lelah, udem perifer, hidung tersumbat, nausea, dan lain-lain.

Diazoksid Diazoksid bekerja langsung pada sel otot polos arteriol, mengaktifkan kanal K+

yang sensitif ATP sehingga terjadi hiperpolarisasi; dan ini menyebabkan dilatasi arteriol; vena tidak dipengaruhi. Obat ini, yang diberikan IV, menurunkan tekanan darah dengan cepat. Laju jantung dan curah jantung meningkat. Retensi natrium dan air dapat terjadi dan menghilangkan efek hipotensif diazoksid, tetapi ini dapat diatasi dengan pemberian diuretik kuat.

Obat ini digunakan untuk banyak hipertensi darurat, tetapi kerjanya tidak seefektif nitroprusid. Diazoksid efektif untuk hipertensi ensefalopati, hipertensi maligna, dan hipertensi berat yang disertai dengan glomerulonefritis akut atau kronik. Obat ini juga digunakan untuk mengendalikan tekanan darah dengan cepat pada preeklamsia yang refrakter terhadap hidralazin. Diazoksid tidak boleh diberikan pada insufisiensi koroner atau serebral, karena penurunan tekanan darah dengan cepat dapat mencetuskan iskemia koroner atau serebral.

Diazoksid menimbulkan retensi cairan dan hiperglikemia. Bila obat ini digunakan untuk waktu lebih dari 12 – 24 jam, restriksi natrium atau pemberian diuretik poten mungkin diperlukan. Hiperglikemi yang ringan dan selintas tidak memerlukan pengobatan, kecuali pada psien diabetes. Efek samping lain adalah hipotensi, takikardi, iskemia jantung dan otak akibat hipotensi, azotemia, reaksi hipersensitivitas, mual dan muntah. Obat ini dapat mengganggu proses kelahiran dengan menyebabkan relaksasi uterus.

VENODILATOR : Nitrogliserin Venodilator menyebabkan relaksasi vena. Oleh karena sistem kapasitan vena amat

penting dalam menentukan venous return, dan pada akhirnya adalah preload ventrikel, maka obat venodilator berperan penting dalam tatalaksana kardiovaskuler. Venodilator berperan besar pada gagal jantung kongestif, sebab obat-obat ini dengan cepat menurunkan beban ventrikel kiri dan meminimalkan udem pulmonum. Dengan mekanisme yang sama dapat dijelaskan bahwa venodilator dapat mengurangi iskemik miokard akut pada jantung yang lemah, saat dimana tekanan filling ventrikel yang tinggi akan meningkatkan tekanan dinding jantung, dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen miokard. Beberapa vasodilator mempunyai sifat venodilator, terutama pada konsentrasi yang tinggi. Salah satu obat venodilator yang sering digunakan oleh Cardiac Anethesiologist untuk terapi penyakit jantung iskemik adalah nitrogliserin.

Cara kerja nitrogliserin sama seperti senyawa nitrat yang lain dan dapat diterangkan sebagai vasodilator koroner : nitrat dan sodium nitroprusid. Nitrogliserin mempenetrasi endotelium, dimana bekerja sebagai substrat untuk membentuk NO. kemudian NO berikatan dengan reseptor NO yang merupakan kelompok zat besi di dalam enzim guanil siklase menyebabkan perubahan 3 dimensi dan menghasilkan

Page 41: Tugas Anestesi Q

cGMP dari guanin trifosfat, kemudian cGMP bekerja sebagai second messenger yang responsif untuk menyebabkan relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin IV akan mendilatasi vena kapasitan dan banyak efek pada arteri koronaria (dilatasi arteri koronaria epikardial, dilatasi kolateral koroner, melawan dan mencegah vasospasme koroner, dan mendilatasi arterosklerotik arteri koronaria yang mengalami stenosis). Dosis awal IV nitrogliserin adalah 0,5 µg/kg/menit, tetapi dosis dapat ditingkatkan dengan cepat dan dititrasi sesuai efek yang dihasilkan (berkurangnya iskemia, penurunan tekanan dinding ventrikel atau penurunan tekanan darah). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, nitrogliserin mempunyai sifat vasodilator pada pembuluh darah sistemik, walaupun minimal. Oleh karena cepatnya venodilatasi yang dihasilkan oleh nitrogliserin, menyebabkan penurunan venous return, terjadilah penurunan curah jantung yang cepat, sehingga terapi dengan nitrogliserin harus sangat hati-hati dan dipantau terus terhadap status cairan. Beberapa efek samping yang biasa terjadi pada penggunaan nitrat secara umum seperti sakit kepala, postural hipotensi, pusing dan rasa lelah, dapat dihindari jika nitrogliserin diberikan selama anestesia.

Nitrogliserin dimetabolisme di hepar, 2 molekul glutation tereduksi beraksi dengan tiap molekul nitrogliserin menjadi 1 ion nitrit anorganik, gliseril dinitrat, dan glutation teroksidasi. Nitrit mampu mengoksidasi zat besi dalam bentuk ferrous yang dengan adanya hemoglobin menjadi bentuk ferric menghasilkan methemoglobin. Methemoglobin menyebabkan anemia fungsional (saat dimana tidak mampu mengangkut oksigen) dan menggeser kurve disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri. Walaupun demikian, oleh karena banyaknya enzim di dalam tubuh yang mampu mereduksi methemoglobin, maka methemoglobinemia menjadi masalah jika hanya pada dosis nitrogliserin yang ekstrim tinggi. Oleh karena cepatnya metabolisme, maka pemberian nitrogliserin IV mempunyai waktu paruh hanya 1 – 3 menit. Pada pemberian jangka panjang (lebih dari 8 jam), dapat terjadi toleransi yaitu penumpulan efek dilatasi arteri perifer. Untuk melawan toleransi nitrogliserin ini dapat dipakai N-asetilsistein (200 mg/kg oral), merupakan campuran yang berisi sulfhidril. Kepentingan klinis nitrogliserin IV bagi seorang Cardiac Anesthesiologist adalah terdapatnya hubungan dosis dengan pemanjangan waktu perdarahan, prosesnya tidak berhubungan dengan fungsi platelet, agregasi, atau interaksi vaskuler-platelet, tetapi oleh vasodilatasi dan peningkatan kapasitan vena. Untuk itulah harus dilakukan dengan seksama, dan batasi dosis nitrogliserin untuk pasien yang mengalami perdarahan setelah bedah jantung.

Oleh karena Cardiac Anesthesiologist selalu berusaha agar suplai oksigen miokard adekuat dan meminimalkan kebutuhan oksigen miokard, maka nitrogliserin adalah obat yang sangat berguna, karena dapat menurunkan preload ventrikel (menyebabkan penurunan tekanan dinding dan konsumsi oksigen miokard), efeknya minimal pada SVR dan tekanan darah ( sehingga mempertahankan tekanan perfusi arteri koronaria), dan mendilatasi arteri koronaria (sehingga meningkatkan suplai oksigen miokard), karenanya nitrogliserin adalah salah satu dari sekian banyak obat kardiovaskuler yang digunakan untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik.

VASOKONSTRIKTOR Kelompok obat vasokonstriktor mempunyai efek yang lebih dominan pada arteri

dan arteriole, menyebabkan peningkatan SVR. Secara umum, vasokonstriktor murni mempunyai efek yang amat kecil pada reseptor β-adrenergik, sehingga efek terhadap jantung minimal. Oleh karenanya obat-obat tersebut sering digunakan untuk mengkoreksi hipotensi. Jika hipertensi muncul oleh karena cepatnya

Page 42: Tugas Anestesi Q

peningkatan SVR karena obat-obat vasokonstriktor, timbul bradikardi dan penurunan curah jantung (sekunder terhadap peningkatan afterload yang cepat). Beberapa vasokonstriktor mempunyai efek sekunder yang melepaskan NE dari ujung saraf; sehingga mempunyai efek terhadap reseptor β-adrenergik yang sama baiknya. Hal ini menjadi amat penting, saat dimana kita menggunakan obat-obat vasokonstriktor harus dimonitor dengan seksama terhadap status cairan dan curah jantung. Alasan tersebut untuk mencegah penggunaan yang tidak tepat terhadap obat-obat vasokonstriktor untuk penatalaksanaan hipotensi saat resusitasi cairan atau bantuan inotropik miokard dianggap lebih diperlukan.

Vasokonstriktor yang paling sering digunakan adalah simpatomimetik, terutama fenilisopropilamin atau isopropilamin. Walaupun demikian, katekolamin seperti NE (dan juga Epi dan dopamin konsentrasi tinggi) merupakan vasokonstriktor yang poten. Obat yang lebih baru seperti endotelin merupakan vasokonstriktor yang poten dan memainkan peranan yang makin besar dalam pengelolaan kardiovaskuler di masa datang.

Tabel Vasoconstristor Drugs

Drug Catecholamine Receptor Activation Drug Doses and Suggested Intra- (Trade Name) α1 α2 β1 β2 venous Infusion SchemesPhenylephrine +++ + - - Bolus: 3 mg/30 ml (100 µg/ml),(Neosyne- (Little at very 50-100 µg IV bolusesphrine) high doses) Infusion: 10 mg/250ml (40µg/ml), start at 20-40 µg/min or 0,5-1 µg/ kg/min. 10-100 µg/kg/min.Methoxamine ++ + - - Bolus: 20mg/ml, 2-10mg iv bolus(Vasoxyl) Ephedrine + + + + Bolus: 50 mg/10 ml (5 mg/ml), Both direct and indirect (NE rele- 5-10 mg IV boluses effect last ase) effects 10-15 min, ↑CO, ↑SVR, ↑HRMetaraminol + + + + Bolus: 100 µg IV bolus(Aramine) Similar to ephedrine initially IM: 10 mg/ml, 2-10 mg IM, effects lasts approx 1,5 h. Infusion: 20-200 mg/500 ml (40- 400 µg/ml), 20-500 µg/kg/min.Mephentermine + + + + IM: 15-30 mg/ml, 15-45 mg IM,(Wyamine) Similar to ephedrine effects lasts up to 4 h.Norepinephrine +++ +++ + Little Infusion: 1 mg/250 ml (4µg/ml), (Levophed) start 2 µg/min or 0,01-0,03 µg/kg/ min (max 0,1 µg/kg/min).

Simpatomimetik Obat vasokonstriktor yang paling banyak digunakan dalam klinik adalah dari

golongan simpatomimetik seperti fenilisopropilamin atau isopropilamin. Secara umum, fenilisopropilamin dan isopropilamin menstimulasi α dan β-adrenergik dan merupakan stimulan SSP yang kuat, tetapi tidak mempunyai struktur kimia yang sama dengan katekolamin. Fenilisopropilamin dan isopropilamin dimetabolisme oleh enzim COMT, beberapa juga dimetabolisme oleh MAO. Oleh karena beberapa campuran tersebut mempunyai efek sekunder dengan melepaskan NE pada ujung saraf, maka sebaiknya dihindari untuk pasien yang mendapat terapi penghambat

Page 43: Tugas Anestesi Q

MAO. Fenilefrin adalah obat yang mempunyai aksi langsung dengan efek sekunder yang sangat sedikit, sehingga dapat digunakan dengan aman pada populasi pasien tersebut.

Fenilefrin Fenilefrin adalah α1-adrenergik agonis murni pada konsentrasi klinik, ia terikat

pada α2-adrenergik hanya pada konsentrasi yang ekstrim tinggi, dan dengan β-adrenergik pada konsentrasi kira-kira 10 kali dari konsentrasi klinik, sehingga fenilefrin merupakan α1-adrenergik selektif yang paling banyak digunakan dalam klinik. Peningkatan SVR oleh karena stimulasi α1-adrenergik merupakan efek utama dari fenilefrin, walaupun terjadi refleks bradikardi tanpa obat-obat parasimpatolitik seperti atropin. Vasokonstriksi paling sering terjadi pada vascular beds (ginjal, splanknik, kulit, dan ekstremitas) pada tingkat arteriole, tetapi terjadi peningkatan perfusi arteri koronaria. Hal itu terjadi karena peningkatan tekanan perfusi diastolik oleh fenilefrin yang memperbaiki tekanan pengendali arteri koronaria. Arteri koronaria epikardial yang besar memiliki konsentrasi α1-adrenergik yang relatif tinggi dengan lebih sedikit pada cabang-cabang koroner bagian distal, berkebalikan dengan α2-adrenergiknya; fenilefrin menstimulasi α1-adrenergik menyebabkan konstriksi pada arteri koronaria epikardial dan konstriksi normal pada daerah distal pembuluh darah koroner. Efek tersebut akan meningkatkan tekanan perfusi melintasi daerah konsentrik koroner yang mengalami stenosis, berpotensi memperbaiki efek “antisteal”. Secara umum, peningkatan pada tekanan perfusi diastolik menyebabkan peningkatan aliran darah arteri koronaria, termasuk pada daerah yang mengalami lesi oklusi.

Fenilefrin sering kali diberikan secara bolus intravena (50 – 100 µg). efek klinik terlihat dalam waktu 1 menit, paling akhir 5 – 20 menit. Jika pemberian vasopresor akan dilanjutkan, fenilefrin dapat diberikan melalui infus kontinyu rata-rata 20 – 40 µg/menit (0,5 – 1,0 µg/kg/menit). Jika fenilefrin atau vasokonstriktor yang lain akan digunakan, harus dimonitor ketat mengenai keseimbangan cairan dan curah jantung; harus dipastikan keperluan vasokonstriktor untuk terapi hipotensi dimana mungkin lebih tepat jika diberikan resusitasi cairan atau bantuan inotropik lebih dahulu.

Metoksamin Metoksamin adalah tipe campuran dari isopropilamin, merupakan α1-adrenergik

yang poten dengan sedikit sifat α2-adrenergik. Metoksamin mempunyai beberapa sifat dari fenilefrin (meningkatkan SVR, meningkatkan tekanan darah, tidak mempunyai aktivitas pada β-adrenergik miokard, potensial menyebabkan refleks bradikardi, dan menyebabkan vasokonstriksi di beberapa vascular beds), tetapi mempunyai satu perbedaan besar. Satu pemberian bolus intravena (2 – 10 mg), efek klinik cepat tercapai dan masih terlihat lebih lama daripada fenilefrin (60 – 90 menit). Hal ini memberi keuntungan, seperti pada operasi pembersihan feokromasitoma. Metoksamin lebih kecil menginduksi bradikardi dibanding fenilefrin, memperlambat konduksi AV di jantung, dan tidak memprovokasi aritmia jantung.

Katekolamin Banyak katekolamin baik endogen maupun sintetik merupakan vasokonstriktor.

Contoh yang paling sering dipakai adalah NE yang menstimuli α-adrenergik lebih dominan daripada stimulasi β-adrenergik. Meskipun demikian, Epi dan dopamin juga mempunyai sifat vasokonstriktor yang signifikan jika diberikan pada dosis yang ekstrim tinggi.

Endotelin

Page 44: Tugas Anestesi Q

Endotelin (ET) adalah polipeptida endogen yang jika berikatan dengan reseptornya pada endotelium menyebabkan vasokonstriksi yang kuat. Terikatnya ET pada reseptor ET mengaktivasi hidrolisa inositol fosfat yang menyebabkan mobilisasi kalsium intraseluler. Pada konsentrasi tinggi, ET secara nyata merupakan vasokonstriktor, tetapi pada dosis rendah menimbulkan efek vasodilator selintas sebelum munculnya efek vasokonstriksi. Selain bersifat vasokonstriktor, ET mempunyai efek inotropik positif, menurunkan aliran darah ginjal dan menstimulasi penglepasan hormon-hormon seperti natriuretik atrial peptida dan aldosteron. Walau pada saat ini belum digunakan dalam klinik, ET merupakan obat vasokonstriktor yang menjanjikan di masa yang akan datang

Jenis Obat AnakgetikA. Analgetik

Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.Penyebab sakit/ nyeri.Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.

Mekanisame:Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.

Karakteristik:1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira3. Tidak mempengaruhi pernapasan4. Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi

Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:1. Analgesik Opioid/analgesik narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker.Macam-macam obat Analgesik Opioid:a. Metadon.

- Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.- Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di

rumah sakit.- Efek tak diinginkan:

* Depresi pernapasan* Konstipasi* Gangguan SSP* Hipotensi ortostatik

Page 45: Tugas Anestesi Q

* Mual dam muntah pada dosis awal

b. Fentanil.- Mekanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil

kemungkinannya.- Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.- Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Rigiditas

otot, bradikardi ringan.

c. Kodein- Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya

disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)- Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor- Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang

menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.2. Obat Analgetik Non-narkotik

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:a. IbupropenIbupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.b. Paracetamol/acetaminophenMerupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.c. Asam MefenamatAsam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

NSAID (Anti-Inflamasi)

Page 46: Tugas Anestesi Q

-   Efek dari NSAID (Anti-Inflamasi)Inflamasi adalah rekasi tubuh untuk mempertahankan atau menghindari faktor lesi. COX2 dapat mempengaruhi terbentuknya PGs dan BK. Peran PGs didalam peradangan yaitu vasodilatasi dan jaringan edema, serta berkoordinasi dengan bradikinin menyebabkan keradangan.

-   Mekanisme Anti-InflamasiMenghambat prostaglandin dengan menghambat COX.

-   Karakteristik Anti-InflamasiNSAID hanya mengurangi gejala klinis yang utama (erythema, edema, demam, kelainan fungsi tubuh dan sakit). Radang tidak memiliki efek pada autoimunological proses pada reumatik dan reumatoid radang sendi. Memiliki antithrombik untuk menghambat trombus atau darah yang membeku.

-    Contoh obat NSAID (Anti Inflamasi)1.      Gol. Indomethacine-          Proses didalam tubuh

Absorpsi di dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada di hati, yang dieksresikan di dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam, memiliki anti inflamasi dan efek antipiretic yang merupakan obat penghilang sakit yang disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik akut, gangguan pada tulang belakang dan asteoatristis.

-          Efek sampinga.       Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual), sakit abdominal, diare. b.      Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan asma.

2.      Gol. SulindacPotensinya lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin, dapat mengiritasi lambung, indikasinya sama dengan Indomethacine.

3.      Gol. Arylacetic AcidSelain pada reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan leucopenia thrombocytopenia, sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan reumatoid radang sendi, ostheoarthitis.4.      Gol. Arylpropionic AcidDigunakan untuk penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis, golongan ini adalah penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan gastrointestial, metabolismenya dihati dan di keluarkan di ginjal.5.      Gol. PiroxicamEfek mengobati lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen, keuntungan utamanya yaitu waktu paruh lebih lama 36-45 jam.6.      Gol. Nimesulide

Jenis baru dari NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan sedikit efek samping.

Bersihan CREatininBersihan kreatinin adalah perbandingan tingkat kreatinin dalam urin dengan tingkat kreatinin dalam darah, kreatinin adalah produk hasil metabolisme kreatin, keratin adalah protein yang merupakan bagian penting dari otot. Bersihan Kreatinin=     Kadar Kreatinin Urin (mg/mL) x Jumlah produksi urin (mL/menit)

Page 47: Tugas Anestesi Q

Kadar kreatinin Plasma (mg/mL) Tes bersihan kreatinin membantu memperkirakan laju filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate (GFR) yang menunjukan fungsi ginjal. Namun, karena sejumlah kecil kreatinin dilepaskan oleh saluran penyaringan di ginjal, bersihan kreatinin tidak persis sama dengan GFR. Bahkan, bersihan kreatinin biasanya melebihi GFR. Hal ini terutama berlaku pada pasien dengan gagal ginjal kronis.Nilai Normal Bersihan KreatininBersihan kreatinin diukur dengan satuan milliliters/menit (ml/min). Nilai normalnya laki-laki: 97 to 137 ml/min dan perempuan: 88 to 128 ml/min.Prosedur Tes Bersihan KreatininTes bersihan membutuhkan samel Urin tampung 24 jam dan kemudian darah vena diambil.Konsentrasi kreatinin di dalam urin tampung 24 jam dan didalam plasma darah kemudian diukurSetelah itu diukur jumlah produksi urin setiap jam atau menitnya.Hasil dari ketiga pengukuran diatas kemudian digunakan untuk menghitung bersihan kreatinin dengan rumusBersihan Kreatini=        Kadar Kreatinin Urin (mg/mL) x Jumlah produksi urin (mL/menit)Kadar kreatinin Plasma (mg/mL)Misalkan seseorang memiliki konsentrasi kreatinin dalam plasma darah 0,01 mg / mL dan dalam 1 jam menghasilkan 60ml urin (1 mL / menit) dengan konsentrasi kreatinin 1,25 mg/mL.Maka bersihan keratin=         1,25 mg/mL x 1 mL/mnt = 125 mL/menit0,01 mg/mL.Cara lain yang sering digunakan adalah menggunakan Cockcroft-Gault formula:Perkiraan Bersihan Kreatini =     (140 – Umur) x Berat Badan (Kg) x KonstantaKreatinin Serum (umol/L)Nilai konstanta 1,23 untuk laki-laki dan 1,04 untuk perempuan.