TUGAS A

12
TUGAS A : 1) CHECK AND BALANCES 2) REPRESENTATIVE INSTITUTIONS 1) CHECK AND BALANCES Demokrasi Klasik Athena Perkembangan pemikiran dan praktik demokrasi di dalam kajian ilmu politik maupun filsafat tidak dilepaskan dari konsep demokrasi yang muncul dari masa Yunani-Kuno, khususnya di wilayah Athena, atau yang sering disebut Polis Athena, atau sebuah negara-kota Athena. Baik pemikiran liberal maupun republikan merujuk pada demokrasi klasik Athena sebagai rujukan teoritik mereka, sekalipun nantinya demokrasi republikan yang lebih kental mengadopsi ataupun mengembangkan kembali pemikiran demokrasi klasik Athena. Leslie Lipson dalam studi klasiknya The Democratic Civilization menuliskan bahwa “the foundations of democracy were laid in ancient Greece ”, di mana Lipson memandang bahwa dasar-dasar demokrasi dibangun pada masa Yunani kuno, yang bukan hanya istilah “demokrasi” yang memang berasal dari Yunani, tetapi juga sebuah sistem yang pertama kali digambarkan dan dikembangkan di masyarakat Yunani, yang semakin matang pada abad keenam sampai keempat sebelum masehi, khususnya di negara-kota Athena.[3]

description

check and balance political

Transcript of TUGAS A

Page 1: TUGAS A

TUGAS A : 1) CHECK AND BALANCES

2) REPRESENTATIVE INSTITUTIONS

1) CHECK AND BALANCES

Demokrasi Klasik Athena

Perkembangan pemikiran dan praktik demokrasi di dalam kajian ilmu politik maupun filsafat

tidak dilepaskan dari konsep demokrasi yang muncul dari masa Yunani-Kuno, khususnya di

wilayah Athena, atau yang sering disebut Polis Athena, atau sebuah negara-kota Athena.

Baik pemikiran liberal maupun republikan merujuk pada demokrasi klasik Athena sebagai

rujukan teoritik mereka, sekalipun nantinya demokrasi republikan yang lebih kental

mengadopsi ataupun mengembangkan kembali pemikiran demokrasi klasik Athena.

Leslie Lipson dalam studi klasiknya The Democratic Civilization menuliskan bahwa “the

foundations of democracy were laid in ancient Greece”, di mana Lipson memandang bahwa

dasar-dasar demokrasi dibangun pada masa Yunani kuno, yang bukan hanya istilah

“demokrasi” yang memang berasal dari Yunani, tetapi juga sebuah sistem yang pertama kali

digambarkan dan dikembangkan di masyarakat Yunani, yang semakin matang pada abad

keenam sampai keempat sebelum masehi, khususnya di negara-kota Athena.[3]

Studi lain, yakni David Held dalam Models of Democracy, memandang bahwa

perkembangan demokrasi di Athena merupakan sumber inspirasi bagi pemikiran politik

modern. Ideal-ideal politik yang tercakup di dalamnya – misalnya, kesetaraan di antara

warga, kebebasan, penghormatan terhadap hukum dan keadilan – sangat mempengaruhi

pemikiran politik Barat, meskipun terdapat sejumlah ide-ide pokok, misalnya, pemikiran

liberal modern bahwa manusia merupakan “individu” yang memiliki “hak”, yang secara

khusus tidak dapat dilacak secara langsung pada pemikiran demokrasi Athena.[4] Baik Held

maupun Lipson melihat bahwa perkembangan pemikiran demokrasi di Athena sangat

dipengaruhi oleh tiga pemikir utama, yakni Thucydides, Plato dan Aristoteles.[5]

Page 2: TUGAS A

Poin penting dalam karya Thucydides adalah pernyataan Pericles, di mana setiap warga

dapat, bahkan harus, terlibat atau berpartisipasi dalam menciptakan dan merawat sebuah

kehidupan bersama. Secara formal, warga tidak harus merasa terhalangi untuk terlibat dalam

urusan publik yang didasarkan pada kedudukan dan kekayaan, karena demos menggenggam

kekuasaan yang berdaulat, yakni otoritas tertinggi untuk terlibat dalam fungsi legislatif

maupun yudisial. Konsep “kewargaan” Athena mengharuskan setiap warga untuk ikut ambil

bagian dalam fungsi-fungsi tersebut, dan berpartisipasi secara langsung dalam urusan-urusan

kenegaraan. Demokrasi Athena ditandai oleh komitmen bersama terhadap prinsip civic virtue,

yakni: dedikasi kepada republik negara-kota dan subordinasi kehidupan privat terhadap

urusan-urusan publik dan kemaslahatan bersama (common good).

Menurut Held, deskripsi yang sangat baik mengenai demokrasi klasik dapat dilihat dalam

karya Aristoteles yakni The Politics, yang dinilai Held menyuguhkan deskripsi yang rinci

mengenai demokrasi. Bagi Held, deskripsi Aristoteles menyajikan secara jelas dan terang

mengenai institusi-institusi demokrasi klasik:

[…] A basic principle of the democratic constitution is liberty. People constantly make this

statement, implying that only in this constitution do men share in liberty; for every

democracy, they say, has liberty for its aim. ‘Ruling and being ruled in turn’ is one element in

liberty, and the democratic idea of justice is in fact numerical equality, not equality in based

on merit; and when this idea of is just prevails, the multitude must be sovereign, and

whatever the majority decides is final and constitutes justice. For, they say, there must be

equality for each of the citizens. The result is that in democracies the poor have more

sovereign power then the rich; for they are more numerous, and the decisions of majority are

sovereign. So this is one mark of liberty, one which all democrats make a definitive principle

of their constitution. Another is to live as you like. For this, they say, is a function of being

free, since its opposite, living not as you like, is the function of one enslaved. This is the

second defining principle of democracy, and from it has come to idea of ‘not being ruled’, not

by anyone at all if possible, or at least only in alternation. This [‘to be ruled by alternation’] is

a contribution towards that liberty which based on equality.

From these fundamentals, and from rule thus conceive, are derived from rule thus conceived,

are derived the following features of democracy: (a) Elections to office by all from among all.

(b) Rule all over each and of each by turns over all. (c) Office filled by lot, either all or at any

rate those not calling for experience or skill. (d) No tenure of office dependent on the

Page 3: TUGAS A

possession of a property qualification, or only on the lowest possible. (e) The same man not

to hold the same office twice, or only rarely, or only a few apart from those connected with

warfare. (f) Short terms for all offices or as many as possible. (g) All to sit on juries, chosen

from all and adjudicating on all or most matters, i.e. the most important and supreme, such as

those affecting the constitution, scrutinies, and contracts between individuals. (h) The

assembly as the sovereign authority in everything, or at least the most important matters,

officials having no sovereign power over any, or over as few as possible… Next (i) payments

for services, in the assembly, in the law-courts, and in the offices, is regular for all (or at any

rate the offices, the law-courts, council, and the sovereign meetings of assembly, or in the

offices where it is obligatory to have meals together). Again (j), as birth, wealth, and

education are the defining marks of oligarchy, so their opposites, low birth, low incomes, and

mechanical occupations, are regarded as typical of democracy. (k) No official has perpetual

tenure, and if any such office remains in being after an early change, it is shorn of its power

and its holders selected by lot from among picked candidates. These are the common

characteristics of democracies.[6]

Kalau merujuk pada preposisi Aristoteles di atas, maka bagi kaum demokrat, kebebasan

(liberty) dan kesetaraan (equality) adalah dua hal yang saling berkait dan tidak dapat

dipisahkan. Dari teks Aristoteles bisa dilihat dua kriteria mengenai kebebasan, yang ia

ajukan: (1) “ruling and being ruled in turn” dan (2) “living as one chooses”. Untuk

menciptakan kriteria pertama sebagai prinsip yang efektif dari pemerintahan, kesetaraan

menjadi sesuatu yang sangat pokok, artinya: tanpa “numerical equality” maka rakyat

kebanyakan tidak akan berdaulat (sovereign).[7] Dalam pandangan Aristoteles, di demokrasi

klasik terdapat kebebasan, dan di dalam kebebasan ditegaskan adanya kesetaraan politik.

Secara institusional, citizenry (semacam forum warga) secara keseluruhan dibentuk sebagai

lembaga berdaulat yang memiliki peran kunci di Athena, yakni: Majelis (The Assembly).

Majelis melakukan pertemuan sebanyak lebih dari 40 kali dalam setahun, dengan jumlah

quorum sebanyak 6,000 warga. Semua isu umum seperti kerangka hukum untuk menjaga

tata-aturan publik, keuangan dan pajak langsung, pengucilan orang (ostracism) dan urusan

luar negeri (termasuk memberikan penilaian terhadap performa militer dan angkatan laut,

membentuk persekutuan, mendeklarasikan perang maupun perdamaian) dibicarakan sebelum

warga yang berkumpul dalam mejelis memusyawarahkannya dan melakukan pengambilan

keputusan. Majelis yang memutuskan komitmen-komitmen politik dari negara Athena. Untuk

Page 4: TUGAS A

menjaga munculnya bahaya politik otokrasi atau asosiasi patron-klien dalam pemilihan

langsung, sejumlah metode pemilu dilakukan untuk menjaga akuntabilitas para administratur

politik dan sistem bernegara secara umum, seperti rotasi dalam pelaksanaan tugas, dalam

melakukan seleksi dan pemilihan langsung.[8]

2) REPRESENTATIVE INSTITUTIONS

Tulisan ini dibuat berdasarkan buku Political Theory: an Introduction oleh Andrew Heywood,

pada bab 8 “Democracy, Representation and the Public Interest”, Hampshire, diterbitkan oleh

Palgrave, 2002, halaman 220-252. Tujuan tulisan ini adalah menjelaskan makna konsep

demokrasi baik klasik dan modern, makna perwakilan dan juga kepentingan publik.

Heywood menjelaskan dalam buku tersebut bahwa tradisi politik demokrasi dipahami sebagai

demokrasi yang dikuasai oleh massa yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, bila diusut

kembali pada masa Yunani Kuno. Makna kata demokrasi berdasarkan bahasa Yunani adalah

pemerintahan oleh banyak orang. Menjelang abad ke-19 para pemikir politik kemudian

mengembangkan pengertian demokrasi tersebut, bahkan semua terlihat adalah demokrasi,

liberal, konservatif, sosialis, komunis, anarkhis dan bahkan fasis telah berhasrat sekali untuk

menyatakan kebajikan demokrasi dan mempertunjukkan kepercayaan demokratik mereka.

Hal ini tentu menunjukkan bahwa tradisi demokrasi tidak memberi demokrasi sebagai

kekuasaan popular ideal yang tunggal dan disetujui, namun lebih pada sebuah arena

perdebatan di mana maksud kekuasaan popular, dan dalam cara apa dapat diperoleh dan

didiskusikan. Sehingga dalam hal ini, pemikiran politik demokrasi menyebutkan tiga

pertanyaan pokok. Pertama, siapa rakyat? Karena tidak seorang pun yang akan memperluas

partisipasi politik kepada semua orang, pertanyaannya adalah pada dasar apa partisipasi

tersebut dibatasi—berhubungan dengan umur, pendidikan, jenis kelamin, latar belakang

sosial? Kedua, bagaimana rakyat akan memerintah? Hal ini berhubungan tidak saja pada

pilihan antara bentuk demokrasi langsung dan tidak langsung, tapi juga perdebatan tentang

bentuk perwakilan dan perbedaan sistem pemilihan. Ketiga, sejauh mana pemerintah popular

sampai? Akankah demokrasi akan dibatasi terhadap kehidupan politik, atau akankah

demokrasi juga digunakan baik dalam keluarga, tempat kerja, atau di seluruh ekonomi?

Page 5: TUGAS A

Demokrasi adalah phenomena yang ambigu, karena dalam kenyataannya ada sejumlah teori

atau model demokrasi yang masing-masing menawarkan versi pemerintahan populernya

sendiri. Tidak hanya ada sejumlah bentuk dan mekanisme demokrasi, tapi juga, secara

fundamental, sedikit perbedaan mendasar dimana pemerintahan demokrasi dapat dibenarkan.

Demokrasi klasik, berdasarkan model Athena, diberi ciri-ciri dengan partisipasi langsung dan

berkelanjutan oleh rakyat dalam proses pemerintahan. Demokrasi pretektif adalah terbatas

dan bentuk tidak langsung pemerintahan demokrasi yang diatur untuk memberikan individu-

individu dengan arti pertahanan melawan pemerintah. Terakhir, demokrasi rakyat, yang

berakar dalam Marxisme ortodoks, menerjemahkan demokrasi dalam pola pencarian yang

membawa persamaan sosial dengan pengkolektifan kekayaan. Berdasarkan pernyataan di atas

dapat dimengerti mengapa banyak sekali makna atau penafsiran mengenai demokrasi.

Sehingga, tidak salah apabila Bernard Crick menyatakan bahwa demokrasi adalah istilah

politik yang paling tidak memilih-milih, yang berarti bahwa kata demokrasi adalah hal yang

berbeda dengan orang yang berbeda.

Demokrasi langsung atau demokrasi partisipatori model Athena dipandang tidak efektif lagi

digunakan oleh negara modern dewasa ini. Demokrasi langsung ala Athena tersebut dipahami

bahwa setiap warga negara memenuhi syarat untuk memegang jabatan publik yang juga

sesuai budaya mereka bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk membicarakan

hal-hal yang berkaitan dengan negara. Demokrasi langsung ini memang efektif bila jumlah

warga negaranya sedikit dan semua terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang membicarakan

kepentingan negara, dan hal ini tidak ditemukan lagi dalam negara modern dewasa ini.

Dewasa ini, negara modern telah memiliki jumlah penduduk yang banyak dan akan

mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan dalam waktu yang cepat. Walaupun

beberapa tradisi Yunani kuno masih berjalan di beberapa daerah negara modern. Misalnya

demokrasi pertemuan kota di pemerintahan lokal Amerika Serikat, New England.

Ide perwakilan adalah bagian dari teori-teori demokrasi modern yang banyak digunakan

negara modern dewasa ini. Dalam hal ini, demokrasi dinyatakan berdasarkan penegasan

bahwa para politisi melayani sebagai perwakilan-perwakilan rakyat. Perwakilan ini

menggambarkan bahwa mereka berdiri untuk mewakili kepentingan dari kumpulan besar

orang-orang. Perwakilan kadang-kadang dilihat sebagai orang yang “tahu lebih baik”

daripada yang lain, dan oleh karena itu dapat bertidak dengan bijaksana dalam kepentingan

mereka. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa para politisi tidak seharusnya diikat

Page 6: TUGAS A

seperti delegasi terhadap pandangan-pandangan konstituen mereka, namum seharusnya

memiliki kapasitas berpikir untuk kepentingan dan menggunakan pertimbangan personal.

Mekanisme yang digunakan dalam perwakilan adalah melalui pemilihan, politisi yang

terpilih dapat menyebut diri mereka mewaliki pada alasan-alasan di mana mereka telah

dimandatkan oleh orang-orang. Contoh perwakilan demokrasi dalan negara modern dewasa

ini misalnya adalah parlemen atau badan. Supaya perwakilan ini menjadi penuh demokratis,

dapat dilakukan dengan pemilihan yang reguler, terbuka, dan yang lebih utama adalah

persaingan.

Berlakunya sistem perwakilan ini mengakibatkany terbatasnya kesempatan untuk partisipasi

popular secara langsung. Oleh karena itu, pemerintah yang memiliki kesempatan untuk

mewakili rakyat akan melayani rakyat atau bertindak di dalam kepentingan mereka. para

politisi hampir di setiap sistem politik berhasrat untuk menyatakan bahwa mereka bekerja

untuk “kepentingan umum” atau “kebaikan bersama”. Terlalu sering pemaham melayani

kepengtingan publik hanya memberi pandangan politisi atau bertindak menyelubungi

tanggung jawab moral. Selain itu, dinyatakan juga bahwa sulit untuk membedakan

kepentingan pribadi dari setiap warga dan apa yang dapat dipikirkan sebagai kepentingan

bersama atau publik mereka. Oleh karena itu, perhatian telah diberikan terhadap bagaimana

kepentingan publik dapat ditetapkan dalam praktek. Perdebatan inilah yang kemudian dikenal

dengan “dilema demokrasi”. Beberapa pemahaman mengenai demokrasi berdasarkan ide

bahwa pemerintah dapat dan melakukan tindakan dalam kepentingan publik, kepentingan

bersama atau kolektif masyarakat. Namun pemahaman individualis dan pluralis telah

mempertanyakan apakah ada seperti kepentingan umum berpisah dari kepentingan pribadi

warga.

Berdasarkan penjelasan di atas, akhirnya penulis menyimpulkan bahwa munculnya

perbedatan mengenai ketidakjelasan demokrasi adalah karena demokrasi hasil dari pemikir

filsafat yang berbeda atau individu-individu yang memikirkan demokrasi hingga menemukan

ide yang ideal mengenai demokrasi atau nilai-nilai tersendiri. Berkaitan dengan tujuan tulisan

ini, penulis merangkai kesimpulan bahwa sistem politik yang demokratis ialah di mana

kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara

efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan

politik dan dilaksanakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Contoh yang penulis

angkat dalam tulisan ini adalah hasil penelitian Kuskridho Ambardi tentang mengungkap

Page 7: TUGAS A

Politik Kartel. Dalam penelitiannya dijelaskan, tahun 2004 Indonesia melakukan pemilihan

umum yang demokratis untuk anggota parlemen, sebagaimana praktek demokrasi modern ini

yaitu melalui perwakilan yang dipilih secara reguler, terbuka dan berkelanjutan. Ketika pada

pemilihan tersebut, para calon anggota partai bersaing dengan berpatokan pada ideologis

masing-masing partai dan berusaha untuk menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan atau

kepentingan konstituennya. Namun kenyataannya, ketika para calon parlemen tersebut

berhasil menduduki parlemen yang terjadi adalah mereka mengabaikan perbedaan ideologis,

membentuk koalisi secara permisif, mengaburkan oposisi, dan membuat hasil pemilu tak lagi

menjadi faktor penentu koalisi. Mereka bertindak seragam sebagai satu kelompok tunggal

demi kepentingan bersama, dengan memelihara sistem kepartaian yang terkartelisasi.

Sehingga menurut penulis, para anggota parlemen sebagai perwakilan dalam sistem

demokrasi bertindak bukan demi kepentingan publik, namun lebih kepada kepentingan partai

saja. Benar-benar menjadi dilema demokrasi.

MENGAPA CB DAN RI?

Check and Balance dan Representative Institutions sangat memiliki hubungan kuat atau

semacam korelasi positif. Sebelum membahas terlalu jauh ini, ada baiknya kita pahami

contoh dari masing-masing teori ini, yakni : wujud dari CB adalah Trias Politika (eksekutif

yudikatif dan legislatif). Apa perwujudan dari RI? Kita bisa lihat dari adanya Badan-Badan

yang semacam Institusi, seperti BNP2TKI, KPK, KOMNAS HAM, WALHI dll. Dari semua

ini, apa yang menghubungkan mereka? Jika saya pandang dari kacamta saya secara

komprehensif, adanya Trias Politika guna menjaga agar lembaga pemerintahan yang ada

dapat bekerja maksimal, tahu akan tupoksi mereka, Trias Politika ada guna menjaga kinerja

lembaga negara agar tidak terjadi penyalah gunaan kekuasaan, yakni ABIUSE OF POWER.

Setelah ini berjalan sesuai harapan, Maka selanjutnya ada Representative Institutions, ini

sebagai wujud lembaga perwakilan dari eksekutif guna mempercepat pelaksanaan tugas, dan

implementasi atau output yang ada bukan hanya dari pihak eksekutif, melainkan pihak luar,

seperti ICW WALHI dll, dan efek dari otonomi daerah yang dimana telah terterapkan sejak

dulu dalam wujud desentralisasi yang dimana pelimpahan wewenang pusat kepada daerah.

Kita sebagai manusia intelek sudah seharusnya mampu menyikapi segala sesuatunya secara

objektif dan menyeluruh, apa kaitannya dengan CB dan RI terkait objektifitas? Tentu ada,

karena ketika kita mampu bersikap objektif, tentunya kita dalam menjalankan tugas atau

memandang suatu realita terlebih terkait dengan politik, kita dapat bersikap bijak tanpa

tertunggangi oleh kepentingan politik. Demokrasi sangat erat bahkan memang harus berkaitan

dengan politik, karena itulah, dengan objektif dalam memandang realita, kita dapat

Page 8: TUGAS A

menerapkan sistem Check and Balances dengan maksimal, dan pemanfaatan lembaga

perwakilan guna menjamin kehidupan masyarakat dan roda pemerintahan yang lebih baik