Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

17
Cari, Kenali, dan Ikuti Perjuangan Hasan Poerbo (Alm) Ini adalah sebuah kisah yang telah menuntun Saya ke sebuah jalan. Ini berawal dari diskusi bersama dosen mata kuliah Infrastruktur dan Sanitasi sekaligus dosen wali, Pak Tresna. Saat itu di sebuah ruang kelas bernama RSG (Ruang Serba Guna) Teknik Lingkungan ITB, Saya mendengar sebuah nama yang terucap dari lisan Pak dosen. Nama yang beliau sebut adalah Hasan Poerbo. “Coba untuk tugas berikutnya, kalian cari siapa itu Hasan Poerbo.” , begitulah Pak Tresna mengatakan. Maka, tugas mingguan selanjutnya adalah “cari tahu, siapa Pak Hasan Poerbo itu.” Kalau tidak ada hubungannya dengan teknik lingkungan, apa lagi? Pasti ada hubungannya dengan lingkungan dan masyarakat. Karena di kelas Infrastruktur dan Sanitasi (Insani) ini, mahasiswa tidak hanya diajarkan bagaimana membangun fasilitas sanitasi saja, tapi membangun masyarakat kelas menengah ke bawah yang akan menjadi sasaran pembangunan. Mengenai siapa itu Pak Hasan Poerbo, Saya belum mencarinya, belum mengetahuinya. Sampai satu hari berikutnya, Saya yang sedang diberi tugas untuk mewawancarai pelaku sektor informal pengumpulan sampah, tiba-tiba ingin sekali mewawancarai sosok Ibu yang selalu mengumpulkan sampah di sekitar program studi (prodi) Arsitktur ITB, dekat pula dengan prodi Teknik Lingkungan. Iya, Ibu itu bernama Ibu Ncas. Nama aslinya Jasmirah, sudah kurang lebih 10 tahun bekerja mengumpulkan sampah di sekitar gedung Arsitektur ITB. Beliau tinggal di dekat BNI Taman Sari, dekat pula dengan TPS Tamansari. Dari Senin hingga Kamis, beliau mengumpulkan sampah-sampah yang sekiranya masih bisa dijual seperti kertas, duplex, potongan kayu, dan botol. Hal yang

description

Insani

Transcript of Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Page 1: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Cari, Kenali, dan Ikuti Perjuangan Hasan Poerbo (Alm)

Ini adalah sebuah kisah yang telah menuntun Saya ke sebuah jalan. Ini berawal dari diskusi bersama dosen mata kuliah Infrastruktur dan Sanitasi sekaligus dosen wali, Pak Tresna. Saat itu di sebuah ruang kelas bernama RSG (Ruang Serba Guna) Teknik Lingkungan ITB, Saya mendengar sebuah nama yang terucap dari lisan Pak dosen. Nama yang beliau sebut adalah Hasan Poerbo.

“Coba untuk tugas berikutnya, kalian cari siapa itu Hasan Poerbo.”, begitulah Pak Tresna mengatakan. Maka, tugas mingguan selanjutnya adalah “cari tahu, siapa Pak Hasan Poerbo itu.”

Kalau tidak ada hubungannya dengan teknik lingkungan, apa lagi?

Pasti ada hubungannya dengan lingkungan dan masyarakat. Karena di kelas Infrastruktur dan Sanitasi (Insani) ini, mahasiswa tidak hanya diajarkan bagaimana membangun fasilitas sanitasi saja, tapi membangun masyarakat kelas menengah ke bawah yang akan menjadi sasaran pembangunan.

Mengenai siapa itu Pak Hasan Poerbo, Saya belum mencarinya, belum mengetahuinya.

Sampai satu hari berikutnya, Saya yang sedang diberi tugas untuk mewawancarai pelaku sektor informal pengumpulan sampah, tiba-tiba ingin sekali mewawancarai sosok Ibu yang selalu mengumpulkan sampah di sekitar program studi (prodi) Arsitktur ITB, dekat pula dengan prodi Teknik Lingkungan.

Iya, Ibu itu bernama Ibu Ncas. Nama aslinya Jasmirah, sudah kurang lebih 10 tahun bekerja mengumpulkan sampah di sekitar gedung Arsitektur ITB. Beliau tinggal di dekat BNI Taman Sari, dekat pula dengan TPS Tamansari. Dari Senin hingga Kamis, beliau mengumpulkan sampah-sampah yang sekiranya masih bisa dijual seperti kertas, duplex, potongan kayu, dan botol. Hal yang membuat Saya iba, beliau merasa bahagia dan bersyukur. Dengan bekerja seperti itu, beliau katanya bisa makan, setidaknya 86 ribu per minggu selalu ada di tangan.

Apa hubunganya dengan sosok dalam pencarian Saya di minggu ini, Pak Hasan Poerbo?

Ada, ternyata Alloh menuntun Saya ke suatu jalan. Saya dikenalkan pertama kalinya siapa itu Pak Hasan Poerbo dari Ibu Ncas ini, sosok Ibu yang sudah renta tapi tak putus asa. Ini adalah sebuah hikmah yang terpicu dari pertanyaan Saya pada Bu Ncas, “Ibu, asalnya dari mana?”.

Page 2: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

“Ibu datang dari Rancamanyar, tinggal di Rumah Atap Bahagia, di sebuah desa yang dulu Pak Hasan Poerbo bangun.”, kata Ibu Ncas.

Saat menengar nama Pak Hasan, Saya tentu saja kaget dan penasaran. Ibu ini ternyata mengenal dan mengetahui siapa sosok yang sedang dalam pencarian Saya di minggu ini.

Sosok Pak Hasan, menurut Ibu Ncas, adalah teladan. Pak Hasan adalah dosen Arsitektur ITB yang juga pernah menjadi kepala prodi Arsitektur, yang telah membangun tempat tinggalnya di Rancamanyar. Bu Ncas beberapa kali meyebut “ini jasa Pak Hasan, ini jasa beliau.”

Gambar 1. : Prof. Ir. Hasan Poerbo, MCD

(sumber: hasanpoerbo.blogspot.com)

Page 3: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Gambar 2. Pak Hasan Poerbo dan Keluarga

(Sumber: http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Hasan_Poerbo)

Kesimpulan pertama yang Saya dapat adalah bahwa Pak Hasan adalah seorang dosen yang berdedikasi tinggi terhadap masyarakat. Dan ini kalimat yang membuat Saya tiba-tiba terdiam.

“Kondisi Rancamanyar sekarang sudah banyak yang rusak, Neng. Makanya, Neng harus lihat ya. Ayo main ke sana.”, kata Ibu Ncas dengan wajah penuh harap.

Inikah suatu pernyataan yang mencengangkan? Bahwasanya jejak-jejak Pak Hasan Poerbo masih terlihat, jejaknya masih sempat memanggil orang-orang agar lebih peduli terhadap Rancamanyar. Intinya, Ibu Ncas ingin ada sosok seperti Pak Hasan kembali dan bersinar. Anak ITB-kah salah satunya?

Lalu, Saya segera browsing melalui internet untuk mengetahui lebih lanjut siapa Hasan Poerbo sebenarnya. Akhirnya, Saya menemukan informasi yang dikutip dari (http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/04/riwayat-hidup-bapak-hasan-poerbo.html).

Riwayat hidup

Nama : Prof. Ir. Hasan Poerbo, MCD

Tanggal lahir : 21 Juli1926

Tempat lahir : Salam, Jawa Tengah

Page 4: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Wafat : Bandung, 30 September 1999

Menikah : Jakarta, 2 Desember 1961

Nama istri : Partini

Nama anak : Onno Widodo, Heru Wibowo, Lita Widayanti, Benyamin Wirawan

Alamat rumah : Jl. Sangkuriang 42 Bandung

A. Riwayat Pendidikan

1. H.I.S. – Negeri – 1940 Karanganyar (Jateng)

2. MULO – Negeri – 1942 Magelang

3. SMP – Negeri – 1944 Jogyakarta

4. SMA – Negeri – 1948 Jogyakarta

5. Sarjana Teknik Asitektur – 1951-1958 ITB

6. Master of Civic Design – 1961 University of Liverpool, Inggris.

B. Riwayat Pekerjaan

- Kepangkatan

1. Asisten Ahli golongan F/I-II : 1958

2. Lektor Muda golongan F/III : 1959

3. Lektor golongan F/IV : 1961

4. Lektor Kepala golongan F/V : 1968

5. Pembina Utama Muda golongan IV/c : 1973

6. Pembina Utama Madya golongan IV/d : 1980

7. Pembina Utama/Guru Besar gol. IV/e : 1985

C. Jabatan

1. Dekan Departemen Perencanaan dan Seni Rupa ITB 1964 – 1965

2. Ketua Biro Pembangunan ITB 1966 – 1968

3. Ketua Bagian Arsitektur ITB 1969 – 1971

Page 5: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

4. Ketua Jurusan Arsitektur ITB 1971 – 1973

D. Keanggotaan dalam Organisasi Profesi

- Tingkat Nasional

1. Anggota Persatuan Insinyur Indonesia

2. Anggota Majelis Ikatan Arsitek Indonesia

3. Anggota Komita Reformasi Pendidikan Nasional 1979 – 1990 (?)

4. Direktur Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB 1979 – 1991

5. Anggota Dewan Riset Nasional 1985 – 1991

6. Penasehat Menteri Perumahan Rakyat

- Tingkat Internasional

1. East West Center Senior Fellow, Low Cost Housing – 1974

2. UNEP Executive Manager, Integrated Approach for Slum and Marginal Setllement Development in Bandung and Surabaya 1976 – 1980.

E. Publikasi (hanya beberapa)

Bersama Albert GH Dietz: “Industrialized Housing in Indonesia” Industrialization Forum Vol. 6, No. 2, 1975

Bersama Ir. Sardjono, Ir. S. Dipokusumo. Some problems and prospects of low cost housing development in Indonesia. Department of Public Works, 1973

Bersama James J. Tarrant dan Gatoet Poerwady. “The Transfer and Development of Fuel Efficient Stoves in a Rural Upland Village.” Paper prepared for the Rural Energy Studies Planning Workshop 1985 Bangkok.

Bersama Peter JM Nas. Development Planning and Action Research: Towards a New Development Strategy. PPLH-ITB 1982.

“Action Reseach in Integrated Rural Environmental Development in Ciamis, West Java and its experience.“ Discussion Paper for a Workshop of the West Java Regional Planning Board and Rawoo (the Netherlands) PPLH-ITB 1983.

Bersama R.E.Soeriaatmadja, James J. Tarrant dan Fred H. Hubbard. Professional Development in Enviornmental Management: a fourteen-day training course for mid level official. PPLH-ITB 1982.

Page 6: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Bersama Albert Kartahardja. “Mass Housing in Indonesia: In search for new solutions“ in Low Cost Housing Technology, and East-West Perspective, Pergamon Press 1979 (L.J.Goodman et.al. editors).

Bersama Daniel T. Sicular, Vonny Supardi. “An Approach to Development of the Informal Sector: the case of garbage collectors in Bandung.“ PRISMA, English Edition, No. 32, June 1986

The Indonesian Rural Women‘s Work and Energy Project Team, “Rural Women and Social Structures in Change: A case study of women‘s work and energy in West Java, Indonesia“. International Labour Office, Geneve, February 1986.

Banyak sekali, bukan? Kenali lagi, mari kita cari, dan ikuti perjalanan Pak Hasan Poerbo lagi dan lagi.

Kisahnya memang menarik. Pak Hasan Poerbo memiliki kepiawaian dalam menghubungkan arsitektur, lingkungan, dan masyarakat. Beliau seringkali mengamati bagaimana tataruang pariwisata di Indonesia. Uniknya, beliau mengamatinya dari sisi seni dan lingkungan.

"Pengelompokan industri pariwisata, hampir selalu disertai kesulitan dalam hal pengendalian pembangunan. Dan pada akhirnya, justru menurunkan kualitas objek wisata dan lingkungannya.” (Prof.Ir. Hasan Poerbo,MCD.)

Tidak hanya lingkungan disebut. Masyarakat pun beliau perhatikan sebagai hal penting pembangunan. Menurutnya, interpretasi arsitektur terhadap masalah kepariwisataan, juga masih perlu dijabarkan lebih menyeluruh. Ditegaskan, arsitektur bukan semata mendesain bangunan per bangunan, tetapi menyangkut konsep lingkungan menyeluruh, termasuk pengembangan masyarakat dan kelembagaan. Sehingga, masyarakat setempat dimungkinkan memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah dan dampak pembangunan secara lebih baik (baca lebih lanjut di http://hasanpoerbo.blogspot.com).

Saya mengamati, betapa sulitnya jika Saya ada di posisi Pak Hasan Poerbo. Seorang arsitek yang bisa memasuki dunia masyarakat, lingkungan, dan pembangunan, itu luar biasa. Apalagi ini menyangkut masyarakat yang masih perlu dikembangkan. Artinya, Pak Hasan Poerbo adalah sosok yang bisa memecahkan statement bahwa arsitek sulit diterima masyarakat. Arsitek erat konotasinya dengan kemewahan, bukan kesederhanaan.

Inilah pernyataannya yang menggelitik, cerdik, dan tak banyak lingustik.

“….seolah ada suatu citra : Jika arsitek masuk, kemudian akan menjadi mahal. Di samping itu, siapa yang akan memberikan fee arsitek?", kata Hasan Poerbo. Dan beliau berkata lagi,

Page 7: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

"Cobalah melihat kemungkinan mendapatkan bantuan dari luar negeri, melalui lembaga profesional, membantu masyarakat mampu mengembangkan diri.”

Artinya, beliau adalah sosok yang tak mudah menyerah. Pak Hasan mencari, mengenali, dan mengikuti kata hatinya. Jika dana adalah kendala, maka usaha adalah hal paling berharga.Beliau sampai mencari dana ke sana ke mari, demi masyarakat agar mampu mengembangkan diri.

Pak Hasan pun pernah menulis sebuah buku berjudul “Lingkungan Binaan untuk Rakya”. Buku ini adalah kumpulan pengamatan dan gagasan Prof. Hasan Poerbo tentang pembangunan dan pengelolaan lingkungan binaan, yang beliau tulis antara tahun 1983 - 1993. Buku ini diterbitkan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB (PPLH ITB), bekerjasama dengan Yayasan Akatiga.

Gambar 3. Sampul Buku “Lingkungan Binaan Untuk Rakyat)

(sumber: http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/05/lingkungan-binaan-untuk-rakyat.html)

Page 8: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Gambar 4. Piagam Penghargaan Pak Hasan Poerbo setelah beliau wafat

(Sumber: http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Image:Penghargaan-ke-hasan-poerbo.png)

Dan inilah hubungannya dengan Ibu Ncah

Di saat permasalahan penggusuran pemulung Jatidua belum usai, Pak Hasan sudah memikirkan “akan dibawa kemana pahlawan sampah kota tersebut?”.

Nederlandse Vrouwen Raad adalah salah satu jalan dari semua ini. Beliau berhasil mendapat hibah dana dari Nederlandse Vrouwen Raad atas kemenangannya mengalahkan 14 negara lain secara kompetitif. Akhirnya, beliau mendirikan suatu hunian baru untuk pemulung Jatidua. Perumahan dibangun dengan konsep eco village, unik, dan inovatif. Lahan di Rancamanyar, sebelah selatan-barat Kota Bandung adalah sasarannya.

Beliau membangun perumahan yang terdiri dari 30 unit tipe rumah dere, seluas 31 m2, permanen dengan kualitas cukup baik. Biaya yang diperlukan sekitar Rp 65.000,- per m2 , sekitar separuh harga rumah yang dibangun oleh developer melalui KPR BTN.

Dan Bu Ncah, tinggal di sana, perumahan Rancamanyar. Bu Ncah menyebutnya sebagai Rumah Atap Bahagia. Bu Ncah pulang ke sana seminggu sekali karena harus mengabdikan diri di kampus kami, ITB.

Menjadikan desa sebagai desa pendaur ulang sampah, adalah menarik dan penting untuk diselidiki anak Teknik Lingkungan seperti Saya.

Page 9: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Ternyata, tugas pencarian ini ada hikmahnya. Saya menemukan banyak sekali korelasi antara tugas mata kuliah Insani ini dengan tugas mata kuliah Persampahan. Selain itu, Saya terbukakan pada suatu jalan dimana peran kita sebagai calon pengemban lingkungan, tidak boleh melupakan masyarakat. Jika para arsitektur pun mau dan peduli dengan pengembangan masyarakat, mengapa kita tidak?

Jika seorang arsitek bisa peduli

Bahkan lebih peduli,

Kenapa yang ini tidak sama sekali

Jika seorang arsitek pandai berkolaborasi

Bahkan lebih berinteraksi dan empati,

Kenapa yang ini enggan sama sekali

Jika seorang arsitek bisa berarti

Bahkan lebih berarti karena keikhlasan pada diri,

Kenapa yang ini merasa lelah tak sadar diri

Dan jika Saya (yang ini) tidak tahu bahkan tidak mau mendekati

Minimal menyapa sosok yang ada di sekitar TPS Arsi

Ke mana lagi Saya berlari, ke mana lagi Saya melarikan diri?

Bandung, 10 September 2015 6.35 AM

Untuk Tugas Mata Kuliah Insani,

Hanifah Nurawaliah

15313051

Page 10: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Nggak Usah Miris dengan Drainase Kota Paris!

Oleh: Hanifah Nurawaliah 15313051 (Teknik Lingkungan ITB)

Paris adalah kota yang cantik, kota global yang menjadi salah satu pusat fashion, bisnis, seni, politik, dan budaya. Ibu kota Prancis yang terletak di belokan Sungai Seine menuju utara dan terdiri dari dua pulau, Île Saint-Louis dan Île de la Cité, kini menyimpan karya luar biasa, peninggalan sekaligus perjuangan di masa lalu yang mencekam, Perang Dunia salah satunya.

Drainase Kota Paris adalah salah satu karya yang bisa menjadikan kota ini tetap bersih dan rapi. Sistem pengelolaan air yang unik, tidak biasa (unusual), dan tentu saja berguna. Sampai kini, pemandangan water system di Paris masih terlihat dan terjaga.

Pembuatan drainase kota Paris tentu saja diawali dari masalah. Beginilah ceritanya, bagaimana Paris berhasil menjadikan kotanya beradab melalui sistem pengairan. Berikut Saya kutip dari beberapa sumber.

Paris pada awalnya hanya menggunakan sungai Seine dan Bièvre sebagai sumber air.

Sebab pembuatan irigasi selanjutnya adalah: bendungan Romawi abad ke-1 dari Wissous di

selatan (kemudian dibiarkan hancur); dumber dari bukit Tepi Kanan abad ke-11; sejak

abad ke-15 sebuah bendungan dibangun di sepanjang jalur bendungan Wissous yang

ditinggalkan; akhirnya, tahun 1809, canal de l'Ourcq menyediakan Paris dengan air dari

sungai kurang berpolusi di timurlaut ibukota. Paris memiliki sumber air minum sejak abad

ke-19: tahun 1857, insinyur sipil Eugène Belgrand, dibawah Préfet Napoleon

III Haussmann, membangun berbagai bendungan baru yang membawa sumber dari semua

lokasi di sekitar kota ke beberapa penampung yang dibangun di atas puncak tertinggi

Ibukota. Sejak itu sistem sumber/penampung baru menjadi sumber utama air minum

Paris, dan sisa sistem tua, dipompa ke tingkat rendah penampung yang sama, dan

digunakan untuk pembersihan jalan-jalan di Paris. Sistem ini masih menjadi bagian dari

jaringan penyediaan air modern Paris.

Paris memiliki 2.400 km selokan bawah tanah untuk pembuangan limbah cair Paris.

Sebagian berasal dari abad ke-19, hasil dari rencana gabungan Préfet Baron

Haussmann dan insinyur sipil Eugène Belgrand untuk memperbaiki kondisi Ibukota yang

tidak bersih. Selokan ini dikelola oleh layanan 24 jam sejak pembangunannya, hanya

sejumlah kecil réseau bawah tanah Paris telah selesai direnovasi. Keseluruhan jaringan

selokan bawah tanah Paris telah dikelola sejak abad ke-20 oleh sebuah sistem jaringan

terkomputerisasi, dikenal dengan akronim "G.A.AS.PAR", yang mengatur semua distribusi

Page 11: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

air Paris, bahkan arus sungai Seine melalui ibukota. (baca lebih lengkap:

https://id.wikipedia.org/wiki/Paris)

Gambar 1. Jembatan (passerelle Bichat) di atas Canal Saint-Martin, Paris

(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Canal_Saint-Martin_1.jpg)

Gambar 2. Sungai Saint di waktu senja

(sumber: https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Paris_at_night.jpg&filetimestamp=20080629045019&)

Hal menarik lainnya dari kota Paris selain pembuatan terowongan limbahnya adalah drainasenya. Bagaimana Paris merancang sistem pengairan kota yang sustainable ?

Ini adalah beberapa gambar yang Saya ambil dari sebuah blog https://parisianfields.wordpress.com/2012/03/11/a-most-unusual-water-system/.

Page 12: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Pada gambar di atas, terlihat bagaimana air memancar dari lubang jalan yang didesain sedemikian rupa sehingga air mengalir membasahi jalan. Namanya WOs (Washing Outlets) atau dalam bahasa Paris, bouches de lavage. Ada 12000 titik di paris WOs ini. Pertanyaannya, untuk apa ini dibuat?

Ternyata, WOs dibuat agar air bisa mengalirkan puing-puing atau serpihan sampah (jenisnya organik, misal daun-daunan) di trotoar. Desain badan jalanpun dibuat miring dengan tujuan agar air dengan mudah masuk ke saluran drainase.

Perhatikan gambar yang ini, apa yang unik? Ada yang aneh?

Page 13: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

Iya, ada sebuah karpet yang diletakkan di depan WOs. Tujuannya ternyata baik, yakni agar air mengalir dalam satu jalur (one direction only). Lihat kembali, apa yang dikerjakan oleh dua petugas kebersihan Paris ini? Mereka dengan mudah mengumpulkan sampah-sampah karena sudah tebawa aliran air air dan terkumpul di pinggiran jalan. Unik? Memang unik. Hal ini bisa mengurangi effort lebih petugas kebersihan.

Sumber air kota Paris berasal dari empat sumber: air sungai Seine-Marne, kanal Ourcq, sumur artesis, dan mata air. Untuk mendapatkn air dari Seine, digunakan dua pompa uap di Chaillot dengan rata-rata debit 635,688 ft3 dan maksimumnya 1,518,588 ft3 dalam jangka waktu 24 jam. Bahkan, 10 pompa di Porta l’Anglais dan Maisons-Alfort, menyuplai kira-kira 600,372,000 ft3 per hari dalam pengambilan air baku dari sungai Seine. Kanal Ourcq, yang juga digunakan sebagai jalan air,mengalirkan air dari Aisne hingga basin La Villette. Kanal ini mengalirkan 4,414,500 ft3. Air ini belum bisa digunakan langsung untuk keperluan domestic karena kemungkinan kontaminan bisa masuk ke kanal ini. Sementara itu, sumur artesis jauh lebih murni. Sumur Grenelle memiliki kedalaman 1797 kaki. Per harinya, air sebanyak 12,360 ft3 diambil pada suhu 80 derajat Fahr.

Di Paris, ada dua saluran pipa bawah tanah yang berbeda. Keduanya melekat pada langit-langit selokan (sewers). Saluran yang satu digunakan untuk flushing jalan di Paris dan saluran lainnya merupakan sistem perpipaan air minum. Jadi, air yang berasal dari kalan Ourcq dan sungai Seine, masuk ke drainase an keluar sebaga WOS. Dan setelah membersihkan jalanan, air kemudian masuk ke bawah tanah dan mengalami pembersihan

Page 14: Tugas 3 TL-4131_Hanifah Nurawaliah

untuk kemudian dijadikan air minum dan memasok ulang sungai. Sistem dijalankan secara paralel, tetapi khusus untuk penyediaan air minum tidak demikian.

Bayangkan, sistem ini dibangun sejak tahun 1878 dengan panjang saluran saat itu 600 km. Namun, pemimpin di sana tiak berpuas diri. Hingga tahun 1977, panjang terowongn menjadi 1600 km.

Bahkan, zaman Perang Dunia I yang mencekam, Pris sudah membengun instalasi treatment limbah pada tahun 1935 berskala industri. Kini, treatment air limbah tersebut menjadi treatment terbesar di Eropa, yang menghasilkan lebih dari 2 juta meter kubik air bersih tiap hari.

Itulah karya manusia yang bisa membentuk peradaban ke arah yang lebih baik. Nggak usah miris dengan drainase kota Paris. Kota ini pun berangkat dari permasalahan, dan bangkit untuk menjadi lebih baik. Jika saat ini kita masih saja miris dengan kondisi drainase di Indonesia, tunggu apa lagi, siapkan dirimu untuk membentuk peradaban baru di Indonesia. Kita harus yakin, bisa!