TUGAS 2 YAYAT

28
Makalah Dasar Dan Teori Pendidikan Politik Praktek Sistem Politik Indonesia Sejak Awal Kemerdekaan Hingga Kini Penyusun: Yayat Hendayana NPM. 145710110 Kelas Raden Saleh 1

description

Makalah Sispol STKIP Arrahmaniyah

Transcript of TUGAS 2 YAYAT

Makalah Dasar Dan Teori Pendidikan PolitikPraktek Sistem Politik IndonesiaSejak Awal Kemerdekaan Hingga Kini

Penyusun:Yayat HendayanaNPM. 145710110Kelas Raden Saleh

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP ARRAHMANIYAH DEPOKPROGRAM STUDI S2 PPKn2015Kata Pengantar

Bismillahirohmanirrohim.Assalamualaikum Waromatullohi Wabarokatuh.Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Besar, Yang Maha Pemberi Petunjuk, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Dengan karunia, petunjuk, hidayah, bantuan, dan izin-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, sistematis, dan tepat waktu.Makalah ini merupakan bentuk tugas yang diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah Dasar Dan Teori Pendidikan Politik program studi S2 PPKn STKIP Arrahmaniyah. Makalah ini berisikan materi-materi yang saya rangkum. Melalui kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak, rekan Mahasiswa yang telah memberikan dukungan terhadap saya, serta masih banyak lagi yang tak dapat saya ucapkan satu persatu disini.Saya menyadari, bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Semua terjadi karena kodrat saya sebagai manusia biasa. Untuk itu saya memohon kritik dan saran yang membangun ilmu pengetahuan saya tentang politik.

Depok, 6 Mei 2015

Yayat Hendayana 145710110

Daftar IsiSampul Depan ...............................................................................................1Kata Pengantar .............................................................................................2Daftar Isi ........................................................................................................3Bab I Pendahuluan .....................................................................................4Latar Belakang .....................................................................................4Rumusan Masalah ................................................................................5Bab II Pembahasan....................................................................6Teori Sistem Politik .............................................................................6Praktek Sistem Politik Indonesia Sejak Awal Kemerdekaan Hingga Kini ......................................................................................13Bab IV Kesimpulan ...................................................................................18Daftar Pustaka .....................................................................................19

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGDalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami rotasi pergantian kekuasaan. Ini ditandai dengan adanya masa kekuasaan yang dikenal dengan 3 masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa Orde Reformasi. Disetiap masa memiliki ciri khas kekuasaan yang berbeda-beda. Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Unsur, Komponen, Atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada dalam keterkaitan yang saling kait mengait dan fungsional. Sistem dapat diartikan pula sebagai suatu yang lebih tinggi dari pada sekedar merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur atau metode.Menurut Sumantri, sistem adalah sekelompok bagian bagian yang bekerja sama untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya maka maksud yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau setidaknya sistem yang sudah terwujud akan mendapat gangguan. Sedangkan menurut Musanef, sistem adalah suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan agar dalam menjalankan tugas dapat teratur.Berbeda dengan Pamudji, dia mendefinisikan sistem sebagai suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh.B. Rumusan MasalahDari latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengambil suatu rumusan masalah yaitu Praktek sistem Politik Indonesia Sejak Awal Kemrdekaan Hingga Kini?.

BAB IIPEMBAHASAN

A. TEORI SISTEM POLITIKa. Analisis Sistem Politik Menurut David EastonPendekatan sistem politik pada mulanya terbentuk dengan mengacu pada pendekatan yang terdapat dalam ilmu eksakta. Adapun untuk membedakan sistem politik dengan sistem yang lain maka dapat dilihat dari definisi politik itu sendiri. Sebagai suatu sistem, sistem politik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:a. Ciri-ciri identifikasi, yaitu dengan menggambarkan unit-unit dasar dan membuat garis batas yang memisahkan unit-unit tersebut dengan lingkunga luarnya. 1. Unit-unit sistem politik, yaitu unsur-unsur yang mmbentuk sistem2. Perbatasan (garis batas).Yang termasuk sistem politik kurang lebih yang berkaitan dengan pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat.b. Input dan OutputAgar supaya sistem bekerja dengan baik, dibutuhkan input-input yang mengalir secara konstan. Input akan membuat suatu sistem itu dapat berfungsi; dan dengan output kita dapat mengidentifikasi pekerjaan yang dikerjakan oleh sistem itu.Apa yang terjadi di dalam suatu sistem merupakan akibat dari upaya angggota-anggota sistem yang menanggapi lingkungan yang selalu berubah-ubah.c. Diferensiasi dalam suatu sistem. Anggota-anggota dari suatu sistem paling tidak mengenal pembagian kerja minimal yang memberikan suatu struktur tempat berlangusungnya kegiatan-kegiatan itu.

d. Integrasi dalam suatu sistem sosial.Suatu sistem harus memiliki mekanisme yang bisa mengintegrasi atau memaksa anggota-anggotanya untuk bekerjasama walaupun dalam keadaan minimal sehingga mereka dapat membuat keputusan-keputusan yang otoritatif.Perbedaan pendapat mulai muncul ketika harus menentukan batas antara sistem politik dengan sistem lain yang terdapat dalam lingkungan sistem politik. Namun demikian, batas akan dapat dilihat apabila kita dapat memahami tindakan politik sebagai sebuah tindakan yang ingin berkaitan dengan pembuatan keputusan yang menyangkut publik.Pada awal abad 1950-an David Easton mengembangkan kerangka kerja untuk menjelaskan kehidupan politik dan bagaimana penerapan secara universal. Kerangka kerja ini disebut sebagai pendekatan sistem politik. Menurut David Easton, kehidupan politik dilihat sebagai sebuah sistem. Kita harus memahami fungsi secara keseluruhan tidak hanya satu bagian fungsi saja. Ini merupakan jantung dari analisis kehidupan politik dari David Easton. Pendekatan sistem politik ini tidak hanya untuk telaah perbandingan politik tapi juga dapat menjelaskan kehidupan politik suatu Negara. Perbedaan sistem politik dengan sistem yang lain, tidak menjadikan jurang pemisah antara sistem politik dengan sistem yang lain. Telah kita ketahui bahwa sistem politik merupakan suatu sistem yang terpenting dalam sebuah Negara dan merupakan pengatur input dan output sebuah sistem dalam sebuah tata Negara. Sebuah sistem politik dapat menjadi input bagi sistem yang lainnya. Dalam sistem politik terdapat pembagian kerja antar anggotanya. Pembagian kerja yang ada tidak akan menghancurkan sistem politik karena ada fungsi integratif dalam sistem politik.

InputInput dalam sistem politik dibedakan menjadi dua, yaitu kebutuhan dan dukungan. Input yang berupa kebutuhan muncul sebagai konsekuensi dari kelangkaan atas berbagai sumber-sumber yang langka dalam masyarakat. Input tidak akan sampai (masuk) secara baik dalam sistem politik jika tidak terorganisir secara baik. Oleh sebab itu komunikasi politik menjadi bagian penting dalam hal ini. Terdapat perbedaan tipe komunikasi politik di negara yang demokratis dengan negara yang nondemokratis. Tipe komunikasi politik ini pula yang nantinya akan membedakan besarnya peranan dari organisasi politik.Ada dua jenis pokok input, yang memberikan enerji dan bahan informasi yang akan diproses oleh sistem tersebut dalam suatu sistem politik, yaitu:1. Tuntutan. Tuntutan-tuntutan (bersal dari orang-orang atau kelompok-kelompok dalam masyarakat) disalurkan dengan suatu usaha yang diorganisasikan secara khusus dalam masyarakat yang kemudian menjadi input dalam sistem politik. Tuntutan ini terbagi dua, yaitu tuntutan eksternal (luar sistem) dan tuntutan internal (dalam sistem)2. Dukungan. Input dukungan (support) menjadi enerji untuk menjaga keberlangusungan fungsi sistem politik itu sendiri, yaitu berupa bentuk tindakan atau pandangan yang memajukan dan merintangi suatu sistem politik, tuntutan-tuntutan di dalamnya, dan keputusan-keputusan yang dihasilkannya. Output Output merupakan keputusan otoritatif (yang mengikat) dalam menjawab dan memenuhi input yang masuk. Output sering dimanfaatkan sebagai mekanisme dukungan dalam rangka memenuhi tuntutan-tuntutan yang muncul.Output (keputusan) dari suatu sistem politik merupakan pendorong khas bagi anggota-anggota dari suatu sistem untuk mendukung sistem itu. Dorongan dapat bersifat positif maupun negatif. Dalam hal ini, pemerintah memiliki tanggung jawab tertinggi untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan output berupa keputusan dengan input berupa tuntutan.

Politisiasi sebagai Mekanisme DukunganCadangan-cadangan yang telah diakumulasikan sebagai akibat dari keputusan-keputusan yang lalu bisa ditingkatkan dengan suatu metode rumit untuk menghasilkan dukungan secara tetap melalui proses yang disebut politisiasi. Politisiasi sendiri memiliki pengertian sebagai cara-cara yang ditempuh anggota masyarakat dalam mempelajari pola-pola politik. Lingkungan Lingkungan mempunyai peranan penting berupa input, baik kebutuhan ataupun dukungan. Kemampuan anggota sistem politik dalam mengelola dan menanggapi desakan ataupun pengaruh lingkungan bergantung pada pengenalannya pada lingkungan itu sendiri. Lingkungan merupakan semua sistem lain yang tidak termasuk dalam sistem politik. Secara garis besar, lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan dalam (intra societal) dan lingkungan luar (extra societal).Setidaknya ada dua kritik yang dilontarkan atas gagasan Easton, yaitu adanya anggapan bahwa pemikiran Easton terlalu teoretis sehingga sulit untuk diaplikasikan secara nyata. Selain terlalu teoretis, pemikiran Easton dianggap tidak netral karena hanya mengedepankan nilai-nilai liberal Barat dengan tanpa memperhatikan kondisi pada masyarakat yang sedang berkembang.b. Pendekatan Struktural Fungsional Gabriel AlmondPendekatan struktural fungsional merupakan alat analisis dalam mempelajari sistem politik, pada awalnya adalah pengembangan dari teori struktural fungsional dalam sosiologi. Dalam pendekatan ini, sistem politik merupakan kumpulan dari peranan-peranan yang saling berinteraksi. Menurut Almond, sistem politik adalah sistem interaksi yang terdapat dalam semua masyarakat yang bebas dan merdeka yang melaksanakan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi (baik dalam masyarakat ataupun berhadap-hadapan dengan masyarakat lainnya). Semua sistem politik memiliki persamaan karena sifat universalitas dari struktur dan fungsi politik. Mengenai fungsi politik ini, Almond membaginya dalam dua jenis, fungsi input dan output.Almond menggunakan pendekatan perbandingan dalam menganalisa jenis sistem politik, yang mana harus melalui tiga tahap, yaitu: Tahap mencari informasi tentang sobjek. Ahli ilmu politik memiliki perhatian yang fokus kepada sistem politik secara keseluruhan, termasuk bagian-bagian (unit-unit), seperti badan legislatif, birokrasi, partai, dan lembaga-lembaga politik lain. Memilah-milah informasi yang didapat pada tahap satu berdasarkan klasifikasi tertentu. Dengan begitu dapat diketahui perbedaan suatu sistem politik yang satu dengan sistem politik yang lain. Dengan menganalisa hasil pengklasifikasian itu dapat dilihat keteraturan (regularities) dan ubungan-hubungan di antara berbagai variabel dalam masing-masing sistem politik.Terkait dengan hubungannya dengan lingkungan, perspektif yang digunakan adalah ekologis. Keuntungan dari perspektif ekologis ini adalah dapat mengarahkan perhatian kita pada isu politik yang lebih luas. Agar dapat membuat penilaian yang objektif maka kita harus menempatkan sistem politik dalam lingkungannya. Hal ini dilakukan guna mengetahui bagaimana lingkungan-lingkungan membatasi atau membantu dilakukannya sebuah pilihan politik. Sifat saling bergantung bukan hanya dalam hubungan antara kebijaksanaan dengan sarana-sarana institusional saja, namun lembaga-lembaga atau bagian dari sistem politik tersebut juga saling bergantung. Untuk dapat mengatasi pengaruh lingkungan, Almond menyebutkan enam kategori kapabilitas sistem politik, yaitu kapabilitas ekstraktif, kapabilitas regulatif, kapabilitas distributif, kapabilitas simbolik, kapabilitas responsif, kapabilitas domestik dan internasional.

Ciri sistem politik menurut Gabriel A. Almond: Semua sistem politik mempunyai sturukut politik Semua sistem politik, baik yang modern maupun primitif, menjalankan fungsi yang sama walaupun frekuensinya berbeda yang disebabkan oleh perbedaan struktur. Kemudian sistem politik ini strukturnya dapat diperbandingkan, bagaimana fungsi-fungsi dari sistem-sistem politik itu dijalankan dan bagaimana pula cara/gaya melaksanakannya. Semua struktur politik mempunyai sifat multi-fungsional, betapapun terspesialisasinya sistem itu. Semua sistem politik adalah merupakan sistem campuran apabila dipandang dari pengertian kebudayaan.c. Analisis Struktural Fungsional dalam Sistem PolitikMenurut Gabriel Almond, dalam setiap sistem politik terdapat enam struktur atau lembaga politik, yaitu kelompok kepentingan, partai politik, badan legislatif, badan eksekutif, birokrasi, dan badan peradilan. Dengan melihat keenam struktur dalam setiap sistem politik, kita dapat membandingkan suatu sistem politik dengan sistem politik yang lain. Hanya saja, perbandingan keenam struktur tersebut tidak terlalu membantu kita apabila tidak disertai dengan penelusuran dan pemahaman yang lebih jauh dari bekerjanya sistem politik tersebut.Suatu analisis struktur menunjukkan jumlah partai politik, dewan yang terdapat dalam parlemen, sistem pemerintahan terpusat atau federal, bagaimana eksekutif, legislatif, dan yudikatif diorganisir dan secara formal dihubungkan satu dengan yang lain. Adapun analisis fungsional menunjukkan bagaimana lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi tersebut berinteraksi untuk menghasilkan dan melaksanakan suatu kebijakan.Input yang masuk dalam sistem politik disalurkan oleh lembaga politik, kemudian akan menghasilkan output, berupa keputusan yang sah dan mengikat yang sebelumnya melalui proses konversi. Dalam konversi terjadi interaksi antara faktor-faktor politik, baik yang bersifat individu, kelompok ataupun organisasi. Fungsi input, meliputi sosialisasi politik dan rekruitmen politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, dan komunikasi politik. Sedangkan fungsi output, antara lain pembuatan kebijakan, penerapan kebijakan, dan penghakiman kebijakan.Keunggulan dari kedua ragam pendekatan yang dikembangkan oleh Easton dan Almond antara lain adalah: Dalam membuat analisis politik, Easton dan Almond selalu peka akan kompleksitas antara sistem politik dengan sistem sosial yang lebih besar, yang mana sistem politik adalah sub-sistemnya. Kesederhanaan pendekatan. Konsep ini dapat dipakai untuk menganalisis berbagai macam sistem politik, demokratis atau otoriter, tradisional atau modern, dan sebagainya. Konsep Easton dan Almon berasumsi bahwa semua sitem memproses komponen-komponen yang sama sehingga kedua pendekatan itu bermanfaat dalam upaya mencari metode analisis dan pembandingan sistem politik yang seragam. Konsep yang diajukan oleh Almond memberi arahan untuk mencari data baru yang dapat meluaskan cakrawala perhatian ke masyarakat non-Barat dan non-modern.Kelemahan dari konsep atau pendekatan yang dikembangkan oleh Easton dan Almond: Analisis yang dikemukakan (baik sistem maupun struktural-fungsional) tidak memberikan rumusan yang terbukti secara empirik (tidak menghasilkan teori). Tidak menjelaskan hubungan sebab-akibat. Kedua pendekatan itu lebih mentitikberatkan pada penjelasan analisis. Analisis struktural-fungsional Almond memiliki masalah ketidakjelasan konsep tentang fungsi. Almond tidak menjelaskan garis-garis yang membatasi fungsi-fungsi dalam masyarakat politik. Kedua pendekatan itu dikritik karena sangat dipengaruhi oleh ideologi demokrasi-liberal Barat. Terlihat jelas pada asumsi Almond yang mengatakan bahwa fungsi-fungsi yang ada di sistem politik di Barat pasti juga ada di sistem non-Barat. Kedua pendekatan itu juga dikritik kecenderungan ideologisnya karena cara memandang masyarakat yang terlalu organismik. Easton dan Almond menyamakan masyarakat dengan organisme, yang selalu terlibat dalam proses diferensiasi dan koordinasi. Selain itu mereka juga memandang masyarakat sebagai makhluk biologis yang selalu mencari keseimbangan dan keselarasan.Obsesi Almond tentang ekuilibrum dan kestabilan telah membuatnya keliru tentang manfaat yang mungkin terdapat dalam dis-ekuilibrum, seperti revolusi atau perang kemerdekaan. Dis-ekuilibrum bisa dipakai untuk mencniptakan keadilan sosial, ketika cara-cara konvensional tidak mungkin dilakukan. Contohnya perang kemerdekaan melawan penjajah atau pemberontakan melawan kediktatoran.B. Praktek Sistem Politik Indonesia Sejak Awal Kemerdekaan Hingga Kinia. Sistem Politik pada Masa Orde LamaPada zaman orde lama di bawah kepemimpinan Bung Karno, saat itu Indonesia baru menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja merasakan nikmatnya sebuah kebebasan. Dengan semangat kemerdekaan itulah Indonesia setapak demi setapak namun pasti menuju ke arah kemajuan.Pada masa Orde Lama terdapat 2 sistem pemerintahan, yaitu:

1. Masa Demokrasi ParlementerPada massa Demokarasi Parlementer, Presiden hanya sebagai Kepala Negara, sedangkan Kepala Pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri. Parlemen bertanggung jawab kepada Parlemen dan dapat menjatuhkan kabinet dengan mosi tidak percaya. Hal ini terjadi karena keanggotaannya di dominasi anggota partai sehingga sering tetrjadi pergantian kabinet. Dan hal itu sering terjadi pada masa demokrasi parlementer yang mengakibatkan jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Akibatnya, pemerintahan tidak stabil dan program-program pemerintahan yang dilaksanakan lembaga eksekutif tidak bisa terealisasi, begitu juga dengan rancangan undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif yang sering disebut dengan Dewan Konstituante tidak bisa diselesaikan. Sebagai akhir dari masa demokrasi Parlementer adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli tahun 1959.2. Masa Demokrasi TerpimpinPresiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Pada masa ini presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat karena sistem kepemimpinan dalam pemerintahan dibawah komando presiden dan komunikasi satu arah. Semua lembaga yang pernah ada dibubarkan oleh presiden dan diganti dengan orang-orang pilihan presiden sendiri. Presiden pula yang menetapkan seluruh anggota parlemen dan anggota lembaga eksekutif yang membantu presiden dalam menjalankan kekuasaan. Presiden Soekarno mendeklarasikan diri sebagai presiden seumur hidup, berkembangnya ideologi partai-partai yang beraliran NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis), dan Indonesia keluar dari organisasi dunia yaitu PBB. Sebagai akhir dari masa demokrasi terpimpin adalah dengan adanya pemberontakan PKI pada tahun 1965.b. Sistem Politik pada Masa Orde BaruSistem politik pada masa ini juga menganut sistem pemerintahan Presidensiil, di mana Presiden merupakan center of power. Dengan demikian Orde Baru telah menjadi kekuatan kontrol Pemerintah yang terlegitimasi (secara formal-yuridis) dan tidak merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral dan wawasan kearifan yang tidak hidup dalam masyarakat awam, hal ini terlihat gerakan-gerakan dari bawah untuk menuntut hak-hak asasi, yang justru lebih kuat dan terjadi dimasa kejayaannya ide hukum revolusi diawal tahun 1960-an. Hubungan dan kedudukan antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur. Dimana kedudukan dua lembaga ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua lembaga ini adalah merupakan lembaga tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan kepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap kekuasaan yudikatif. Keadaan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena pengaturan yang terdapat di dalam UUD 1945 memungkinkan terjadinya hal ini. Oleh sebab itu, tidak salah pula apabila terdapat pandangan yang menyatakan bahwa UUD 1945 menganut supremasi eksekutif. Selama Orde Baru tak bisa dilepaskan dari doktrin dwifungsi ABRI. Sebagai salah satu kekuatan yang tersisa setelah Partai Komunis Indonesia hancur, ABRI mau tidak mau menambah perannya tidak sekedar kekuatan pertahanan dan keamanan tetapi juga kekuatan sosial dan politik. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa stabilitas politik bisa tercipta kalau ada campur tangan ABRI dalam politik. Untuk itu ABRI mencari pembenaran campur tangan dalam politik. Walaupun demikian, sebenarnya pada masa Orde Baru, kalau dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat berkembang dan maju. Di berbagai tempat -terutama di kota-kota besar- bangunan-bangunan besar dan mewah didirikan. Tapi kalau ditinjau dari segi politik, semakin menurun. Karena trias politika sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara, yang berfungsi hanya lembaga eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua lembaga ini tunduk di bawah lembaga eksekutif. Keduanya tak lebih hanyalah sebagai robot yang gerak-geriknya diatur oleh lembaga eksekutif. Demikian juga dari segi ekonomi, selama orde baru berkuasa, kurang berkembang, bahkan mengalami krisis yang berkepanjangan.Orde Baru yang telah ditinggalkan bangsa Indonesia telah meninggalkan banyak warisan. Di bidang politik, dominasi eksekutif yang berakhir dengan dominasi lembaga kepresidenan telah menyebabkan banyak kerancuan. Presiden menjadi sangat berkuasa tidak hanya dalam konteks kelembagaan bahkan jabatan presiden telah berubah jadi personifikasi Soeharto.Jatuhnya kekuasaan pada masa Orde Baru diawali dengan serangkaian unjuk rasa mahasiswa terhadap pemerintahan. Mahasiswa menganggap pada masa itu pemerintah tidak berhasil dalam mengendalikan stabilitas politik dan ekonomi. Akhirnya presiden Soeharto lengser karena dianggap semua yang terjadi adalah karena tanggungjawabnya yang memberikan persetujuan akan kebijakan yang merugikan rakyat.c. Sistem Politik Masa Pasca ReformasiSetelah rezim Orde Baru jatuh dan presiden Suharto lengser, maka presiden Suharto memberikan mandat kepada wakil presiden Habibie. Pemerintahan yang dipegang oleh Habibie hanya beberapa bulan saja. Ini dikarenakan adanya tekanan untuk mengadakan pemilu yang demokratis. Hingga pada tahun 1999 dilaksanakanlah agenda pemilu yang pertama kali di Indonesia.Indonesia memulai kehidupan barunya dengan melaksanakan pemilu secara jurdil dan demokratis. Masa ini cukup dikenal sebagai "orde reformasi". Sebuah orde di mana saat itu dilakukan reformasi secara total dengan agenda-agenda yang sejak lama direncanakan dan terjadi perombakan dalam segala bidang secara bertahap diawali dengan pergantian presiden dan kabinet di dalam pemerintahan.Pada masa ini, system pemerintahan Indonesia mulai menggunakan sistem pemerintahan presidensiil. Ini ditandai dengan berjalannya kekuasaan penuh oleh presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan dengan tetap diawasi oleh badan legislatif. Presiden bertanggung jawab penuh atas jalannya pemerintahan kepada MPR. Kemudian adanya UUD 1945 yang menetapkan fungsi sistem pemisahan kekuasaan sebagai adanya mekanisme kontrol antara Presiden dan MPR.Kemudian adanya pengakuan HAM (Hak Azasi Manusia) dan kebebasan pers pada masa reformasi. Setelah sekian lama pada masa Orde Baru terdapat banyak pelanggaran HAM, maka pada masa ini masyarakat Indonesia mendesak agar pemerintah membuat suatu kebijakan dengan memberikan suatu pengakuan terhadap adanya HAM. Lalu dibuatlah suatu Undang-Undang tentang HAM dan dibentuk suatu lembaga yang bernama KOMNAS HAM. Kebebasan pers yang pada saat Orde Baru sangat diatur dan dikendalikan oleh pemerintah, kini mulai bebas dalam memberikan informasi kepada seluruh masyarakat.Era pemerintahan orde reformasi yang ketika dibawah kepemimpinan Gus Dur berusaha mencoba menampilkan strategi demokratisasi yang khas yang dikenal sebagai demokrasi bawah, yaitu suatu demokrasi dan upaya demokratisasi Negara yang memprioritaskan upaya pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat. Menurut Gus Dur upaya menciptakan demokrasi hampir identik dengan upaya pembangunan civil society, melalui saluran komunikasi yang dimilikinya, ia mencoba memberikan satu kerangka kerja bagi petani, buruh, pedagang kecil, bahkan pegawai pemerintah untuk menyalurkan dan menata diri mereka masing-masing.

BAB IIIKESIMPULAN

Sistem politik pada masa orde lama dibagi menjadi dua yaitu:a. Demokrasi ParlementerPada masa ini peran lembaga eksekutif tidak efektif karena lebih mendominasinya peran legislative. Perdana Mentri pertanggung jawab pada parlemen. Presiden hanya sebagai kepala Negara dan hanya merupakan symbol pemerintahan. Program dari lembaga eksekutif tidak direalisasikan. b. Demokrasi Terpimpin Pada masa ini peran lembaga eksekutif cenderung otoriter dikarenakan peran presiden sangat mendominasi. Eksekutif dapat membuat undang undang dan Presiden Soekarno saat itu mendeklarasikan dirinya sebagai Presiden seumur hidup. Semua lembaga dikontrol oleh eksekutif. Dalam eksekutif terjadi kesenjangn dimana antara president dan jajaranya yang seharusnya memiliki kedudukan yang sejajar, tetapi seolah presiden yang paling memegang kendali. Sistem Politik pada masa Orde baruPeran lembaga eksekutif pada masa inipun mengarah pada sistem yang otoriter. Semua kebijakan yang diajukan harus mendapatkan persetujuan presiden. Lembaga lembaga yang lain serasa lumpuh karena semua berpusat pada presiden sebagai lembaga eksekutif. Sistem Politik pada masa Pasca ReformasiTerjadi perombakan dalam segala bidang secara bertahap diawali dengan pergantian presiden dan kabinet di dalam pemerintahan karena adanya keinginan rakyat memilik pemerintahan yang bersih tanpa adanya lembaga lembaga yang lebih mendominasi. Pada masa ini peran eksekutif sejajar dengan lembaga yang lainnya. Lembaga eksekutif menjalankan fungsinya sebagai mana mestinya. DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta : Gramedia.http://manshurzikri.wordpress.com/2010/02/09/review-konsep-sistem-politik/untitled2/ www.google.comhttp://izzahluvgreen.wordpress.com/2008/06/08/hubungan-kerja-lembaga-eksekutif-dan-yudikatif/http://www.legalitas.org/?q=Konfigurasi+Politik+pada+Era+Orde+Lama+dan+Orde+Baru%3A+Suatu+Telaahan+dalam+Partai+Politik18