Tuberkulosis
-
Upload
nina-novia -
Category
Documents
-
view
106 -
download
0
description
Transcript of Tuberkulosis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
TB (tuberkulosis) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang organ paru (Depkes RI,
2002). Selain menyerang paru, TB dapat menyerang organ lain (ekstra pulmonal) (Dinkes
Kab. Malang, 2011).
Penyakit TB masih menjadi permasalahan dunia. Berdasarkan data WHO,
diperkirakan telah terjadi 8,8 juta kasus baru pada tahun 2010 (berkisar antara 8,5 – 9,9
juta) dengan rasio 128 kasus tiap 100.000 penduduk. Diperkirakan, angka prevalensi TB
paru berjumlah 12 juta kasus (berkisar antara 11 juta sampai 14 juta) (WHO, 2010).
Salah satu poin yang terdapat dalam misi MDGs (Millenium Development Goals)
adalah penanggulangan HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lain termasuk TB. Salah satu tolak
ukur keberhasilan program penanggulangan TB adalah angka penemuan kasus baru, atau
yang disebut dengan CDR (Case Detection Rate) (PDPI, 2011).
Gambar 1. Case Detection Rate (CDR) Jawa Timur 2009 - 2011 (P2)
Penyakit TB Paru di Indonesia menempati urutan ketiga penyebab kematian umum.
Di Indonesia, penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional untuk program
1
pengendalian penyakit karena berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta
sering mengakibatkan kematian (Dinkes Kab. Malang, 2011).
Berdasarkan Program Penanggulangan TB Nasional, Indonesia menetapkan target
CDR sebesar 70%. Namun, target tersebut masih belum bisa dicapai di seluruh cakupan
daerah Indonesia. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 di Jawa
Timur, prevalensi TB sebanyak 0,2% dan prevalensi di Kabupaten Malang sebesar 0,4%
(RISKESDAS, 2007). Hasil penemuan penderita TB paru melalui pemeriksaan dahak tahun
2007, BTA (+) sebesar 725 penderita, diobati sebanyak 1.138 orang, dengan penderita
sembuh sebanyak 510 orang (77,16%). Pada tahun 2011, temuan kasus dengan BTA (+)
semakin meningkat sebesar 1.167 penderita yang terdiri dari 653 (55,96%), dengan tingkat
kesembuhan 698 penderita (87,36%) (Dinkes Kab. Malang, 2011).
Untuk mendukung jalannya program nasional tersebut, maka diperlukan upaya-
upaya khusus, untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan peran serta
masyarakat dengan tujuan utama pemberantasan TB.
Penelitian ini didasari oleh didapatkannya data dari Puskesmas Dau mengenai
pencapaian angka CDR yang sebesar 20,8%. Angka ini masih jauh dari target nasional yang
sebesar 70%. Ditambah lagi, ditemukannya 2 kasus baru TB dengan BTA (+) di, dusun
Rambaan, desa Landungsari pada tahun 2012. Kedua hal ini mendasari peneliti untuk
melakukan penelitan ini.
Sehubungan dengan masalah tersebut, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai
faktor yang berhubungan dengan rendahnya CDR TB dengan hasil BTA (+), diantaranya
status pendidikan, perekonomian dan tingkat pengetahuan masyarakat tentang TB.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan jumlah kasus baru TB
dengan BTA (+), sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan yang tepat sasaran serta
pencegahan yang sesuai pada lingkungan yang terkena untuk mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas akibat TB.
2
1.2 Analisis Situasi
Gambar 2. Peta Desa Landungsari
(Sumber: Data Kantor Desa Landungsari)
Desa Landungsari merupakan desa yang secara administratif berada di Kecamatan
Dau, Kabupaten Malang. Secara astronomis Desa Landungsari 7°21'-7°31' Lintang Selatan
dan 110°10'-111°40' Bujur Timur. Lokasinya lebih kurang 35 km dari ibukota kabupaten dan
2 km dengan ibukota kecamatan terdekat. Adapun batas-batas Desa Landungsari adalah
sebagai berikut:
Sebelah Barat : Desa Tegalwaru dan Desa Mulyoagung, Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang
Sebelah Utara : Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang
Sebelah Timur : Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang
Desa Landungsari terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Rambaan, Dusun Bendungan,
dan Dusun Klandungan, 12 RW yang masing-masing memiliki 2 hingga 4 RT. Dusun
Rambaan terdiri dari 3 RW yang masing-masing memiliki 2 hingga 3 RT. Masing-masing RT
terdiri atas beberapa kepala keluarga (KK). Pada RT 01 terdapat 78 KK, RT 02 terdapat 74,
dan pada RT 03 terdapat 80 KK.3
Gambar 3. Peta Desa Landungsari, Dusun Rambaan
(Sumber: Data Kantor Desa Landungsari)
Desa Landungsari memiliki fasilitas kesehatan, berupa 1 POSKESDES (Pos
Kesehatan Desa) yang dipimpin oleh seorang bidan desa, 9 POSYANDU yang masing-
masing dipimpin oleh kader, dan 4 Pos LANSIA.
1.3 Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara meningkatkan angka CDR (Case Detection Rate) pada desa
Landungsari?
2. Bagaimanakah pengetahuan dan ketrampilan kader mengenai pentingnya deteksi
dini pada TB Paru?
3. Bagaimanakah pengetahuan masyarakat Dusun Rambaan tentang TB Paru dan
pencegahannya?
4. Bagaimana pemberdayaan warga Dusun Rambaan dalam pendeteksian kasus baru
TB dengan BTA (+)?
1.4 Tujuan Kegiatan
1.4.1 Tujuan Umum
Meningkatkan temuan kasus TB paru dengan BTA (+) agar tercapai target
sebanyak 70% sampai dengan akhir tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
4
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang TB paru.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini TB.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menanggulangi TB.
1.5 Manfaat Kegiatan
1. Memberikan wawasan tentang Tuberkulosis kepada masyarakat.
2. Meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat Desa Landungsari pada umumnya dan
Dusun Rambaan pada khususnya.
5
BAB II
RUMUSAN DIAGNOSIS KOMUNITAS
2.1 Menemukan Prioritas Masalah Kesehatan RW 03 Dusun Rambaan Desa
Landungsari
Untuk menemukan prioritas masalah kesehatan, terlebih dahulu dilakukan skoring
terhadap 5 besar permasalahan kesehatan yang ada di Dusun Rambaan Desa Landungsari
pada periode Januari - September 2012. Data permasalahan kesehatan diambil dari data
sekunder yaitu SPM Puskesmas Dau, laporan kepala Desa Landungsari, laporan bidan
Desa Landungsari, kasun Dusun Rambaan, dan ketua RW 03, yang dikoordinasikan dengan
laporan yang masuk ke Puskesmas Dau. Skoring dilakukan dengan metode NGT (Nominal
Group Technique). Dengan mempertimbangkan data sekunder tersebut diatas, diambil 10
orang yang terdiri dari 4 orang wakil puskesmas (bidang penyakit menular, dokter
fungsional), 4 orang wakil dari kantor desa, dan 2 orang wakil dokter muda. Berikut tabelnya:
Tabel 1.Skoring Permasalahan Kesehatan di Puskesmas Dau dalam Kurun Waktu
Januari 2012– September 2012
No Problem I II III IV V VI VII VIII IX X Rata-
rata
SKOR
1. Pelayanan kesehatan dasar
pasien miskin target 100%
tercakup 22,69%
6 6 7 5 4 5 7 7 5 6 5,8 3
2. Jumlah kunjungan ibu hamil
(K4) target 95% tercakup 60,4%
5 5 6 8 5 7 5 5 5 4 5,5 5
3. Penemuan kasus TB baru
dengan target 67 kasus (70%),
hanya tercakup 14 kasus
(20,80%).
8 10 9 10 9 9 8 7 7 8 8,5 1
4. Hipertensi menempati peringkat
kedua dari 15 penyakit
terbanyak di Puskesmas Dau
5 5 5 5 6 5 6 6 6 7 5,6 4
6
5. ISPA menempati peringkat
pertama dari 15 penyakit
terbanyak di Puskesmas Dau
7 8 6 8 4 5 6 6 8 8 6,6 2
Dari skoring tersebut, didapatkan bahwa prioritas permasalahan pertama yaitu
penemuan kasus TBC baru dengan hasil BTA (+) dengan target ditemukan 67 kasus
target yang telah dicapai sebanyak 14 kasus (20,80 %).
7
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam melaksanakan penelitian terlebih dahulu dibutuhkan data primer dan data
sekunder. Data sekunder diperlukan di awal, saat menentukan prioritas masalah kesehatan.
Data sekunder yang diambil berupa data dari Puskesmas, profil desa dari kantor desa, data
yang tercatat di bidan setempat, kepala dusun, kepala RW dan kepala RT. Sedangkan data
primer, diperoleh melalui survei pada warga yang dilakukan untuk menganalisis
kemungkinan akar permasalahan yang terjadi di dusun tersebut. Survei dilakukan dengan
cara melakukan wawancara langsung berdasarkan kuesioner terhadap penduduk RW. 03.
RW 03, Dusun Rambaan, Desa Landungsari dipilih atas dasar ditemukannya dua kasus
pada Dusun Rambaan. Mengingat keterbatasan waktu, keterbatasan biaya pengambilan
sampel hanya dilakukan pada RW 03..
Penelitian survei merupakan bentuk penelitian deskriptif, dimana bila populasinya
sekitar 100, sampel yang diambil paling sedikit 30%. Nilai 30 ini juga dapat dibuktikan pada
tabel-tabel pengujian dalam statistika, dimana sampel diatas 30, nilai signifikansinya tidak
jauh berbeda dengan nilai untuk 40 sampel, 60 sampel, dan seterusnya, untuk populasi 100
(Sekaran, 2006).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan terbagi menjadi 2, yakni probability
sampling, dan non probability sampling. Desain pengambilan sampel dengan cara
probabilitas dilakukan jika representasi sampel penting untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian secara luas (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini dilakukan probability sampling
dengan metode simple random sampling. Teknik ini merupakan teknik yang paling
sederhana, dimana sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan tingkatan yang ada
dalam populasi. Pengacakan sampel dilakukan dengan menggunakan tabel random sampel.
(Trochim, 2006).
Berdasarkan hasil survei, maka dapat dibuat “Fish bone” yang terperinci, mengenai
faktor resiko yang dimiliki warga setempat. Fish bone merupakan diagram tulang-tulang ikan
yang menjelaskan bagaimana suatu permasalahan (misalnya TB pada kasus ini) bisa
terjadi. Fish bone yang ada, dibuat dengan mempertimbangkan faktor 5M (man, money,
material, method, machine), environment, dan time yang selalu menjadi akar permasalahan
kesehatan pada umumnya. Fish bone akan berperan untuk menunjukkan presentase warga
yang mempunyai faktor-faktor resiko tersebut. Ini akan mempermudah dalam penentuan
intervensi yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat.
8
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan “Fish bone” dari prioritas permasalahan
tersebut, dilakukan inventarisasi akar penyebab masalah dan dilakukan skoring dengan
menggunakan metode NGT (Nominal Group Technique) untuk menentukan prioritasnya,
sebagaimana dijabarkan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Inventarisasi Akar Penyebab Masalah
No Akar Permasalahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Prioritas
MAN
1. 68% warga merupakan kelompok usia produktif (21-50 tahun)
1 2 2 1 1 2 1 3 3 3 19 1,9 16
2. 30% warga tidak memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
5 4 6 5 8 7 7 6 5 5 58 5,8 8
3. 20% warga menganggap imunisasi BCG kurang penting
4 5 5 3 6 3 6 5 5 5 47 4,7 9
4. 100% kader kurang berperan dalam kegiatan
10 9 9 10 9 9 8 10 8 9 91 9,1 2
5. 17% warga tidak memeriksakan dahak secara sukarela bila ada yang terdiagnosis TB
6 8 7 7 8 7 7 7 6 7 70 7,0 6
6. 80% warga kurang pengetahuan TB
9 8 10 10 9 9 9 10 9 9 92 9,2 1
7. 7% warga menganggap bahwa jika ada
3 4 2 2 3 5 3 3 4 4 33 3,3 15
10
penderita TBC harus di isolasi
8. 93% warga tidak mengetahui cara mengeluarkan dan membuang dahak yang benar
7 9 9 6 8 8 9 9 8 8 81 8,1 3
METHOD
9. 82% warga tidak mengikuti penyuluhan
8 7 5 8 7 8 8 9 9 8 77 7,7 4
10. 50% warga menganggap tidak ada tindak lanjut dari petugas kesehatan setelah diadakan penyuluhan
3 3 4 3 3 4 5 5 4 5 39 3,9 11
MACHINE
11.
83% warga tidak memakai masker pada saat batuk atau sakit.
3 3 4 3 2 4 5 4 4 5 37 3,7 12
12.
70% warga menganggap tabung untuk menampung dahak sukar didapatkan
2 3 4 1 3 4 5 5 4 4 35 3,5 13
13. 13% warga mendapatkan informasi kesehatan melalui leaflet
5 6 7 6 7 6 6 5 6 6 60 6,0 7
MONEY
11
14.
50% warga memiliki penghasilan rendah.
2 2 4 1 3 4 5 5 4 4 34 3,4 14
ENVIRONMENT
15.
80% warga merupakan warga asli (penduduk tetap)
1 2 1 1 1 1 1 2 3 3 16 1,6 17
16.
40% warga tidak memiliki rumah ideal (kepadatan tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal, jumlah ventilasi, lingkungan rumah)
4 3 5 3 3 4 5 5 4 5 41 4,1 10
TIME
17.
85% waktu penyuluhan kurang tepat
6 7 6 8 7 9 8 7 8 8 74 7,4 5
Setelah dilakukan skoring, didapatkan prioritas akar penyebab masalah, ditentukan
inventarisasi solusi akar penyebab masalah, sebagaimana yang ditunjukkan dalam tabel
berikut.
Tabel 3. Inventarisasi Solusi Akar Penyebab Masalah
No Prioritas Masalah Solusi
Jangka Pendek Jangka Panjang
1. 80% warga kurang
pengetahuan TB.
Memberikan
penyuluhan tentang
penyakit TB disertai
dengan pemutaran
video singkat agar
warga lebih tertarik dan
lebih mengerti
Memberikan
penyuluhan secara
berkala dengan
sasaran terutama
warga yang beresiko
terinfeksi
12
2. 100% warga menganggap
kader kurang berperan
dalam kegiatan
Mengaktifkan kembali
kader kesehatan di
masyarakat, dengan
memberikan pelatihan
dan edukasi kepada
kader agar dapat
secara rutin
memberikan
penyuluhan kepada
warga
Evaluasi secara
berkala kepada
para kader untuk
meyakinkan bahwa
kader memberikan
informasi yang
dibutuhkan oleh
warga
Advokasi kepada
perangkat desa,
dinas kesehatan
untuk lebih
memperhatikan
kinerja kader, dan
memastikan kader
yang ada telah
berperan secara
maksimal
Meningkatkan peran
kader kesehatan yang
ada di masyarakat
dengan cara
mengikutsertakan
dalam tiap program
yang dilaksanakan
Pembagian pin dan
pocket-book kepada
kader
Advokasi kepada
puskesmas untuk dapat
menindaklanjuti
programa yang telah
dengan cara
mewajibkan kader TB
untuk melakukan
pelaporan skrining TB
secara berkala
3. 93% warga tidak
mengetahui cara
mengeluarkan dan
membuang dahak yang
benar
Memberikan
penyuluhan dan
peragaan mengenai
cara mengeluarkan dan
membuang dahak yang
benar dengan bahasa
yang mudah dimengerti
dan menarik
Memberikan
penyuluhan secara
berkala dengan
sasaran terutama
warga dengan gejala
batuk
Pembuatan stiker
ilustrasi mengenai cara
13
pengeluaran dan
pembuangan dahak
yang benar untuk
ditempel di rumah
warga
Pelatihan senam paru
untuk mendukung
pengeluaran dahak
4. 82% warga tidak mengikuti
penyuluhan
Mengadakan
penyuluhan dengan
bahasa yang awam di
masyarakat, yang
mengedepankan
interaksi 2 arah (role
play), sehingga warga
yang menjadi sasaran
lebih tertarik
Melakukan
dokumentasi seluruh
acara penyuluhan
sebagai referensi
kelompok penyuluhan
selanjutnya atau
tenaga kesehatan lain
Memfasilitasi kader
agar dapat memberikan
penyuluhan secara
langsung kepada warga
5. 85% waktu penyuluhan
kurang tepat
Melaksanakan
penyuluhan pada saat
diadakannya acara
rutin warga
Dokumentasi rundown
acara yang akan
diberikan kepada kader
setempat untuk di
sosialisasikan kepada
penyuluh selanjutnya
Melibatkan kader dalam
sosialisasi acara
Membuat perencanaan
acara (rundown acara)
yang terperinci serta
sosialisasi jauh
sebelum acara
dilaksanakan
6. 17% warga tidak
memeriksakan dahak
secara sukarela bila ada
yang terdiagnosis TB
Memberikan
penyuluhan mengenai
prosedur pemeriksaan
dan pelaporan jika
terdapat kasus TB baru
Advokasi kepada kader
setempat dan
posyandu setempat
untuk edukasi berkala
mengenai prosedur
14
pemeriksaan dan
pelaporan jika terdapat
kasus TB baru
7. 13% warga mendapatkan
informasi kesehatan
melalui leaflet
Memberikan leaflet
mengenai informasi-
informasi TB yang
harus diketahui
Advokasi kepada pihak
puskesmas untuk
memperbanyak leaflet
dan membagikan
kepada warga saat
penyuluhan
selanjutnya
8. 30% warga tidak
memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan
Memberikan sosialisasi
mengenai prosedur
pemeriksaan di
pelayanan kesehatan
terdekat
Advokasi kepada kader
setempat dan
posyandu setempat
untuk sering
mengingatkan warga
agar segera berobat
jika sakit
9. 20% warga menganggap
imunisasi BCG kurang
penting
Memberikan
penyuluhan mengenai
imunisasi BCG, akibat
yang akan timbul dan
manfaatnya bagi tubuh
Advokasi kepada kader
setempat dan
posyandu setempat
untuk edukasi berkala
mengenai pentingnya
imunisasi, khususnya
BCG
10. 40% warga tidak memiliki
rumah ideal (kepadatan
tidak sesuai dengan jumlah
anggota keluarga yang
tinggal, jumlah ventilasi,
lingkungan rumah)
Memberikan
penyuluhan kepada
warga mengenai syarat
rumah sehat dan
bagaimana cara
mencapai rumah sehat.
Advokasi kepada dinas
kesehatan dan
peumahan rakyat
untuk melakukan
screening berkala pada
warga tentang rumah
sehat
Setelah dilakukan inventarisasi solusi akar penyebab masalah, kembali dilakukan
15skoring dengan menggunakan metode NGT untuk menentukan prioritas solusi yang dapat
dilakukan.
Tabel 4. Prioritas Solusi Akar Penyebab Masalah
15
No Solusi 1 2 3 4 5 6 7 TotalRata-
rataSkor
1
Memberikan
penyuluhan tentang
penyakit TB disertai
dengan pemutaran
video singkat agar
warga lebih tertarik dan
lebih mengerti
10 10 9 9 10 9 9 66 9,4 1
2
Memberikan
penyuluhan secara
berkala dengan
sasaran terutama
warga yang beresiko
terinfeksi
5 5 5 5 6 7 7 40 5,7 20
3
Mengaktifkan kembali
kader kesehatan di
masyarakat, dengan
memberikan pelatihan
dan edukasi kepada
kader agar dapat
secara rutin
memberikan
penyuluhan kepada
warga
10 10 9 9 8 8 9 63 9 3
4
Meningkatkan peran
kader kesehatan yang
ada di masyarakat
dengan cara mengikut
sertakan dalam tiap
program yang
dilaksanakan
10 10 9 9 9 9 8 64 9,1 2
5
Pembagian pin dan
pocket-book kepada
kader
9 8 7 8 7 8 7 54 7,7 6
6 Evaluasi secara berkala
kepada para kader
untuk meyakinkan
5 4 5 5 6 7 7 39 5,5 21
16
bahwa kader
memberikan informasi
yang dibutuhkan oleh
warga
7
Advokasi kepada
perangkat desa, dinas
kesehatan untuk lebih
memperhatikan kinerja
kader, dan memastikan
kader yang ada telah
berperan secara
maksimal
6 6 5 5 6 6 7 39 5,5 22
8
Memberikan
penyuluhan dan
peragaan mengenai
cara mengeluarkan dan
membuang dahak yang
benar dengan bahasa
yang mudah dimengerti
dan menarik
8 7 7 7 6 7 7 49 7 11
9
Pembuatan stiker
ilustrasi mengenai cara
pengeluaran dan
pembuangan dahak
yang benar untuk
ditempel di rumah
warga
8 8 7 7 7 7 8 52 7,4 8
10
Pelatihan senam paru
untuk mendukung
pengeluaran dahak5 6 6 6 7 7 6 43 6,1 15
11
Memberikan
penyuluhan secara
berkala dengan
sasaran terutama
warga dengan gejala
batuk
5 5 6 5 6 6 7 40 5,7 19
12 Mengadakan
penyuluhan dengan
7 7 7 7 7 7 7 49 7 12
17
bahasa yang awam di
masyarakat, yang
mengedepankan
interaksi 2 arah (role
play), sehingga warga
yang menjadi sasaran
lebih tertarik
13
Memfasilitasi kader
agar dapat memberikan
penyuluhan secara
langsung kepada warga
8 7 7 8 7 8 7 52 7,4 7
14
Melakukan
dokumentasi seluruh
acara penyuluhan
sebagai referensi
kelompok penyuluhan
selanjutnya atau tenaga
kesehatan lain
6 5 6 5 6 6 7 41 5,8 18
15
Melaksanakan
penyuluhan pada saat
diadakannya acara
rutin warga
6 6 5 6 6 7 6 42 6 16
16Melibatkan kader dalam
sosialisasi acara8 8 8 7 7 8 8 54 7,7 5
17
Membuat perencanaan
acara (rundown acara)
yang terperinci serta
sosialisasi jauh
sebelum acara
dilaksanakan
9 8 7 7 6 7 6 50 7,1 10
18
Dokumentasi rundown
acara yang akan
diberikan kepada kader
setempat untuk di
sosialisasikan kepada
penyuluh selanjutnya
5 5 5 5 6 5 6 36 5,1 29
19 Memberikan
penyuluhan mengenai
prosedur pemeriksaan
7 7 6 7 7 7 6 47 6,7 14
18
dan pelaporan jika
terdapat kasus TB baru
20
Advokasi kepada kader
setempat dan
posyandu setempat
untuk edukasi berkala
mengenai prosedur
pemeriksaan dan
pelaporan jika terdapat
kasus TB baru
6 5 5 6 5 6 7 38 5,4 23
21
Memberikan leaflet
mengenai informasi-
informasi TB yang
harus diketahui
8 8 8 7 8 8 8 55 7,8 4
22
Advokasi kepada pihak
puskesmas untuk
memperbanyak leaflet
dan membagikan
kepada warga saat
penyuluhan selanjutnya
5 6 6 5 6 5 5 37 5,2 26
23
Memberikan sosialisasi
mengenai prosedur
pemeriksaan di
pelayanan kesehatan
terdekat
8 8 6 7 7 7 8 51 7,2 9
24
Advokasi kepada kader
setempat dan
posyandu setempat
untuk sering
mengingatkan warga
agar segera berobat
jika sakit
5 6 5 6 5 6 6 38 5,4 24
25
Memberikan
penyuluhan mengenai
imunisasi BCG, akibat
yang akan timbul dan
manfaatnya bagi tubuh
7 7 6 8 7 7 6 48 6,8 13
26 Advokasi kepada kader
setempat dan
6 6 5 5 6 6 5 38 5,4 25
19
posyandu setempat
untuk edukasi berkala
mengenai pentingnya
imunisasi, khususnya
BCG
27
Memberikan
penyuluhan kepada
warga mengenai syarat
rumah sehat dan
bagaimana cara
mencapai rumah sehat
6 6 5 5 6 5 5 37 5,2 27
28
Advokasi kepada dinas
kesehatan dan
peumahan rakyat untuk
melakukan screening
berkala pada warga
tentang rumah sehat
5 6 5 5 5 6 5 36 5,1 28
29
Advokasi kepada
petugas puskesmas
untuk dapat
menindaklanjuti
program yang telah
dengan cara
mewajibkan kader TB
untuk melakukan
pelaporan skrining TB
secara berkala
6 5 6 6 6 5 7 41 5,8 17
Berdasarkan skoring di atas, dipilih 17 prioritas intervensi jangka pendek yang akan
dilakukan pada Dusun Rambaan, Desa Landungsari yaitu sebagai berikut:
Tabel 5. Prioritas Intervensi Jangka Pendek
No Prioritas
1 Memberikan penyuluhan tentang penyakit TB disertai dengan pemutaran video singkat agar
warga lebih tertarik dan lebih mengerti.
2 Meningkatkan peran kader kesehatan yang ada di masyarakat dengan cara mengikut sertakan
dalam tiap program yang dilaksanakan.
3 Mengaktifkan kembali kader kesehatan di masyarakat, dengan memberikan pelatihan dan 20
edukasi kepada kader agar dapat secara rutin memberikan penyuluhan kepada
warga.
4 Memberikan leaflet mengenai informasi-informasi TB yang harus diketahui.
5 Melibatkan kader dalam sosialisasi acara.
6 Pembagian pin dan pocket-book kepada kader.
7 Memfasilitasi kader agar dapat memberikan penyuluhan secara langsung kepada warga.
8 Pembuatan stiker ilustrasi mengenai cara pengeluaran dan pembuangan dahak yang benar untuk ditempel di rumah warga.
9 Memberikan sosialisasi mengenai prosedur pemeriksaan di pelayanan kesehatan terdekat.
10 Membuat perencanaan acara (rundown acara) yang terperinci serta sosialisasi jauh sebelum
acara dilaksanakan.
11 Memberikan penyuluhan dan peragaan mengenai cara mengeluarkan dan membuang dahak
yang benar dengan bahasa yang mudah dimengerti dan menarik.
12 Mengadakan penyuluhan dengan bahasa yang awam di masyarakat, yang mengedepankan
interaksi 2 arah (role play), sehingga warga yang menjadi sasaran lebih tertarik.
13 Memberikan penyuluhan mengenai imunisasi BCG, akibat yang akan timbul dan manfaatnya
bagi tubuh.
14 Memberikan penyuluhan mengenai prosedur pemeriksaan dan pelaporan jika terdapat kasus
TB baru.
15 Pelatihan senam paru untuk mendukung pengeluaran dahak.
16 Melaksanakan penyuluhan pada saat diadakannya acara rutin warga.
17 Advokasi kepada petugas puskesmas untuk dapat menindaklanjuti program yang telah dengan
cara mewajibkan kader TB untuk melakukan pelaporan skrining TB secara berkala.
Dari prioritas intervensi masalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa rencana
intervensi yang dipilih untuk dilakukan kepada warga Dusun Rambaan, Desa Landungsari
adalah berupa:
Penyuluhan yang mencakup materi mengenai:
- penyakit TB
- cara mengeluarkan dan membuang dahak yang benar
21
- imunisasi BCG
- prosedur pelayanan kesehatan
Pelatihan:
- pelatihan kader dengan tujuan untuk mengaktifkan kembali kader kesehatan
- cara mengeluarkan dan membuang dahak yang benar
- senam paru untuk mendukung pengeluaran dahak
Pembuatan media, berupa:
- pocket book berisi informasi dasar tentang TB
- pin untuk kader
- stiker mengenai cara batuk dan mengeluarkan dahak yang benar
- leaflet mengenai penyakit TB
- form skrining TB
Pembuatan dan pemutaran video:
- penyakit TB
- testimoni penderita TB
- senam paru
22
BAB IV
RENCANA KEGIATAN
4.1 Rencana Kegiatan
Dalam merencanakan program intervensi pada warga Dusun Rambaan diperlukan
penentuan permasalahan utama yang menjadi dasar untuk menentukan tujuan umum
kegiatan, sebagaimana ditulis dalam tabel berikut:
Tabel 6. Health Problem dan Goal
Health Problem Goal
Penemuan kasus TBC baru
dengan target 67 kasus baru,
hanya tercakup target 14 kasus
(20,80%).
Meningkatkan temuan kasus TB paru
dengan BTA (+) agar tercapai target
sebanyak 70% sampai dengan akhir
tahun 2012.
Selain menentukan health problem dan goal untuk program intervensi, perlu
ditentukan juga kelompok yang akan menjadi sasaran kegiatan. Kelompok sasaran dibagi
menjadi tigakelompok, yaitu kelompok sasaran primer, sekunder, dan tersier. Kelompok
sasaran pada penelitian ini, akan terinci pada Tabel 7.
Tabel 7. Kelompok Sasaran dari Health Problem
Target Group
Primer Warga RW. 03, Dusun Rambaan, Desa Landungsari
Sekunder Kader kesehatan
Pelayan kesehatan (bidan desa, POSYANDU)
Tersier Puskesmas Dau
Pengurus Desa Landungsari
23
Selain menentukan goal dari intervensi yang akan dilakukan, perlu ditentukan juga
objective dari program intervensi warga. Objective ini dibuat berdasarkan faktor-faktor
resiko yang menyebabkan munculnya health problem di warga Dusun Rambaan. Hal ini
akan ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 8. Faktor Resiko dan Objective
Risk Factor (Man) Objective
100% warga menganggap kegiatan yang dilakukan kader kurang berperan.
Mengaktifkan kembali kader kesehatan
melalui kegiatan kesehatan yang
dilakukan sebanyak 100%
80% warga mempunyai
pengetahuan yang kurang
mengenai penyakit TB.
Meningkatkan pengetahuan warga
mengenai penyakit TB sebanyak 100%
pada akhir program.
20% warga menganggap
imunisasi BCG kurang penting.
Meningkatkan pengetahuan warga
mengenai pentingnya imunisasi BCG
sampai 100% pada akhir program
17% warga tidak memeriksakan
dahak secara sukarela bila ada
yang terdiagnosis TB.
Meningkatkan jumlah warga yang akan
memeriksakan dahak secara sukarela
bila ada yang terdiagnosis TB sebanyak
100% pada akhir program.
93% warga tidak mengetahui cara
batuk dan mengeluarkan dahak
yang benar
Meningkatkan pengetahuan warga
mengenai batuk dan mengeluarkan
dahak yang benar sebanyak 100% pada
akhir program.
30% warga tidak memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan.
Meningkatkan kesadaran warga untuk
memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan senbanyak 100% pada akhir
24
program.
Risk Factor (Machine) Objective
13% warga mendapatkan informasi kesehatan melalui leaflet.
Meningkatkan kesadaran warga untuk
mendapatkan informasi kesehatan
melalui leaflet sebanyak 90% pada akhir
program
Risk Factor (Method) Objective
82% warga tidak mengikuti penyuluhan.
Meningkatkan partisipasi warga untuk
mengikuti penyuluhan sebanyak 90%
Risk Factor (Time) Objective
85% waktu penyuluhan tidak tepat.
Memberikan penyuluhan sesuai dengan
jadwal kegiatan kader dan warga.
Risk Factor (Environment) Objective
40% warga tidak memiliki rumah sehat yang ideal.
Meningkatkan pengetahuan warga
mengenai ciri-ciri rumah sehat yang ideal
sebanyak 100%
Tujuan khusus ini perlu dirinci secara lebih detail untuk menentukan sub objective.
Sub objective diperoleh dari contributing risk factor yang menyebabkan risk factor muncul.
Hal ini akan ditunjukkan pada tabel berikut.
25
Tabel 9. Contributing Risk Factor dan Sub Objective
Risk Factor (Man) Contributing RF Sub objective
100% warga menganggap kegiatan yang dilakukan kader kurang berperan.
75% warga menganggap
kader kesehatan yang ada
kurang berperan
Meningkatkan pelatihan dan
edukasi terhadap kader
sebanyak 80% pada akhir
program.
Meningkatkan kesadaran
kader akan peran serta
dirinya di masyarakat
sebanyak 70% pada akhir
program.
80% warga mempunyai
pengetahuan yang kurang
mengenai penyakit TB.
95% warga kurang
mendapat penyuluhan
tentangTB
Meningkatkan jumlah
penyuluhan tentang TB
untuk warga sebanyak 50%
pada akhir program.
20% warga menganggap
imunisasi BCG kurang
penting.
100% warga merasa
penyuluhan mengenai BCG
kurang.
Meningkatkan pengetahuan
warga mengenai imunisasi
BCG sebanyak 100% pada
akhir program.
17% warga tidak
memeriksakan dahak
secara sukarela bila ada
yang terdiagnosis TB.
80% warga kurang
mengetahui tentang
prosedur pemeriksaan TB.
Meningkatkan pengetahuan
warga mengenai prosedur
pemeriksaan TB sebanyak
100% pada akhir program.
93% warga tidak mengetahui
cara batuk dan
mengeluarkan dahak yang
benar
80% warga kurang
mendapat media informasi
mengenai cara batuk &
mengeluarkan dahak.
Meningkatkan jumlah media
informasi mengenai cara
batuk dan mengeluarkan
dahak dengan benar
sebanyak 80% pada akhir
program dengan
penyuluhan.
26
30% warga tidak
memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan.
14% tingkat
awareness/kesadaran yang
rendah untuk memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan.
Meningkatkan kesadaran
warga untuk memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan
sebanyak 100% pada akhir
program.
Risk Factor (Machine) Contributing RF Sub objective
13% warga mendapatkan
informasi kesehatan melalui
leaflet.
97% warga merasa kurang
mendapat penyuluhan
Meningkatkan pengetahuan
kesehatan warga dengan
penyuluhan menggunakan
leaflet sebanyak 100% pada
akhir program
Risk Factor (Method) Contributing RF Sub objective
82% warga tidak mengikuti
penyuluhan.
96% warga menganggap
penyuluhan yang diberikan
kurang menarik.
Meningkatkan ketertarikan
warga terhadap materi
penyuluhan sebanyak 100%
pada akhir program.
Risk Factor (Time) Contributing RF Sub objective
85% warga merasakan
bahwa waktu penyuluhan
tidak tepat.
53% warga merasa bahwa
sosialisasi acara antar warga
kurang.
Meningkatkan sosialisasi
acara antar warga sebanyak
80% pada akhir program.
Risk Factor (Environment) Contributing RF Sub objective
40% warga tidak memiliki
rumah sehat yang ideal.
90% warga mempunyai
pengetahuan yang kurang
mengenai rumah sehat.
Meningkatkan pengetahuan
warga mengenai rumah
sehat sebanyak 100% pada
akhir program.
4.2 Metode Kegiatan
Metode kegiatan yang dipilih didasarkan pada prioritas intervensi yang akan
dilakukan pada warga yang telah disusun dan dijelaskan pada BAB III. Metode kegiatan
yang digunakan berupa penyuluhan dan pelatihan kader kesehatan yang diharapkan akan
menjadi kader TB. Metodenya adalah dengan menyuluh beberapa kader yang sudah ada
ditambah dengan beberapa pengurus RT. Diharapkan dengan diadakannya Penyuluhan
dan Pelatihan Kader Anti-Tuberkulosis (PEKAT), akan menambah kesadaran warga
Landungsari khususnya warga Dusun Rambaan untuk memeriksakan diri apabila ada 27
kecurigaan terkena TB. Dengan meningkatnya kesadaran warga, maka akan meningkatkan
angka CDR TB di wilayah Puskesmas Dau.
4.3 Strategi Kegiatan
Strategi yang digunakan dalam rangka memenuhi promosi kesehatan, dibagi
menjadi 3 yaitu strategi untuk warga, kader dan Puskesmas. Strategi untuk warga berupa,
intervensi saat kegiatan rutin (setelah acara PKK). Strategi kedua, melakukan penyuluhan
yang menarik dan informatif dengan menampilkan video, role play atraktif serta
mempraktikkan senam paru. Kemudian memberikan stiker dan leaflet, serta doorprize
berupa souvenir untuk warga yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan penyuluhan,.
Sedangkan untuk kader, akan dilakukan penyuluhan terlebih dahulu dengan
menampilkan video dan memberikan pocketbook mengenai pengetahuan tentang TB yang
lebih lengkap dan pembagian pin yang menandakan terpilihnya sebagai kader TB.
4.4 Media Kegiatan
Media yang digunakan dalam intervensi ini berupa slide presentasi yang berwarna
dengan banyak ilustrasi gambar dan dengan bahasa yang mudah diterima oleh warga, serta
kami tampilkan testimoni dari penderita TB yang telah sembuh. Selain itu dibuat juga stiker
yang berisi cara batuk dan cara mengeluarkan dahak yang benar, yang bisa ditempel di
rumah warga, dan leaflet mengenai pengetahuan TB secara umum, serta pocket book
mengenai pengetahuan tentang TB yang lebih lengkap untuk kader. Kemudian juga
diberikan video inovasi mengenai senam paru untuk warga dan kader agar dapat diterapkan
sendiri oleh warga.
4.5 Jadwal Kegiatan
Kegiatan direncanakan dilakukan selama 3 kali. Karena keterbatasan waktu,
keterbatasan biaya, dan dengan mempertimbangkan lokasi tempat kejadian tuberkulosis
maka dipilih 3 lokasi kegiatan dan dengan mempertimbangkan keaktifan kader di Dusun
Landungsari tersebut, diadakan kegiatan tambahan berupa penyuluhan dan pelatihan kader.
Tabel 10. Jadwal Kegiatan
No. Waktu Kegiatan
1. Kamis, 25 Oktober 2012 Penyuluhan dan pelatihan kader
2. Minggu, 28 Oktober 2012 Penyuluhan dan pelatihan warga RT 01
3. Selasa, 30 Oktober 2012 Penyuluhan dan pelatihan warga RT 02 dan RT 03
28
4.6 Tantangan
Terdapat beberapa tantangan yang didapatkan selama kegiatan antara lain
terbatasnya waktu dan dana dalam melaksanakan program secara holistik meliputi seluruh
faktor resiko. Ketiga,.
4.7 Sistem Evaluasi
Berbagai kegiatan yang akan dilakukan di Dusun Landungsari terdiri atas penyuluhan
TB, cara batuk dan cara mengeluarkan dahak yang benar, pelatihan senam paru, dan role
play. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai rencana kegiatan yang telah
ditentukan berdasar metode dan strategi yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut pada
tabel akan dijelaskan sistem evaluasi pada masing masing kegiatan intervensi warga
29
Tabel 11. Sistem Evaluasi Kegiatan Intervensi
KEGIATAN TOLAK UKUR
Penyuluhan tentang TB serta cara batuk dan
mengeluarkan dahak yang benar
Pretest dan posttest
Diskusi (tanya jawab)
Jumlah kehadiran dalam setiap kegiatan
Pelatihan tentang senam paru
Penayangan video testimoni dari penderita TB
yang sudah sembuh
Antusiasme warga dalam mengikuti kegiatan
Jumlah kehadiran dalam setiap kegiatan
Antusiasme warga dalam mengikuti kegiatan
Jumlah kehadiran dalam setiap kegiatan
Role play Antusiasme warga dalam mengikuti kegiatan
Diskusi (tanya jawab)
Jumlah kehadiran dalam setiap kegiatan
30