TTD Asma Bronkial Non Daftar Pustaka
-
Upload
adrian-haning -
Category
Documents
-
view
16 -
download
3
description
Transcript of TTD Asma Bronkial Non Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di
dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah
penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai
dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju.
Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia
Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari
seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian
gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan
asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for
Asthma (GINA).(1)
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas
tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan,
risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data Studi Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10
penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-
4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia
sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.
Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International
Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma
2
(gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai
gejala klasik.(2)
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan SKDI survei tahun 2007 sebesar
228 per 100.000 kelahiran hidup. Secara kuantitatif trend AKI di indonesia cenderung
menurun sejak tahun 1994. Namun angka ini masih tertinggi di Asia. Secara distribusi
persentase penyumbang AKI secara berturut-turut adalah sebagai berikut: perdarahan
(28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), abortus (5%), persalinan tidak maju (5%),
emboli osbtruktif (3%), dan lain-lain.(3) Asma dalam kehamilan merupakan salah satu
keadaan yang dapat meningkatkan morbiditas serta mortalitas ibu hamil bila tidak
ditangani dengan baik. Selama kehamilan berat penyakit asma dapat berubah sehingga
penderita memerlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Penelitian
retrospektif memperlihatkan bahwa selama kehamilan 1/3 penderita mengalami
perburukan penyakit, 1/3 lagi menunjukkan perbaikan dan 1/3 sisanya tidak mengalami
perubahan. Meskipun selama kehamilan pemberian obat-obat harus hati-hati, tetapi
asma yang tidak terkontrol bisa menimbulkan masalah pada bayi berupa peningkatan
kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat dan lahir prematur, peningkatan
insidensi operasi caesar, berat badan lahir rendah dan perdarahan postpartum. Prognosis
bayi yang lahir dari ibu menderita asma tapi terkontrol sebanding dengan prognosis bayi
yang lahir dari ibu yang tidak menderita asma. Oleh sebab itu mengontrol asma selama
kehamilan sangat penting untuk mencegah keadaan yang tidak diinginkan baik pada ibu
maupun janinnya.(4)
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu
meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan
edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan
yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya
mencegah terjadinya serangan asma.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asma Bronkiale
2.1.1.Definisi
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat sementara/reversible.(5)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan.
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis,fisiologis dan patologis. Ciri-ciri
klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang
sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah
mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang
ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis
yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan
perubahan struktur saluran napas.(1)
Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang
sifatnya hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam.(6)
2.1.2Anatomi dan Fisiologi
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara
garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang
dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan
berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari
bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis.
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
4
mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut
disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama
dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi sel
goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh
rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus
akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air
untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai
keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembuluh
darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati
suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100%.(6)
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan
antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat
jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening yang dinamakan
adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Laring
merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak
didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di
bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan
oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang
merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan,
gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari
epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus,
tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi
batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran
pernafasan bagian bawah.(7)
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk
seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan
diantara kartilago satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang hanya
bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing
yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat
5
yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa. Bronkus merupakan lanjutan dari
trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V.
Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri
disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang.(6)
Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri.
Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih
panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang.
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat
berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini
disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung
kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos,
diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus. Setelah
bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari: Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris
dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru.(7)
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran
gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang
terjadi, yaitu:(7)
1. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui
cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan
karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intra pleura
dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekitar –8mmHg.
Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif
terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama
dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat
6
1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar
paru.
2. Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler
melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari
tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan
partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi
dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi
tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya
karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
3. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke
jaringan melalui transport aliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan melalui
dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikatan
dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida
ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma
dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat
mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah
orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa
O2 = 100% ), bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir
dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah
lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan
oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan
karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan.
Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan
dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah.
Fungsi sebagai pengatur keseimbangan asam basa : pH darah yang normal
berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45.
Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun bertambahnya produksi
CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH
darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang
diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru.
Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan PaCO2 turun akibat
hiperventilasi.(7)
7
Gambar 1. Anatomi dan Obstruksi Saluran Nafas Pada Asma
2.1.2.Patomekanisme
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma
dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
(tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang
dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam
jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama
melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos
8
bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran nafas. Pada reaksi alergi fase
cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan
alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase
lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa
minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting
cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.(1)
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan menbuat epitel saluran
napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator
yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan
sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2.
Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf
eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid
sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel inflamasi.
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter
objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, dan inhalasi zat nonspesifik.(1)
2.1.3.Faktor Risiko Asma
Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.(1)
1. Faktor genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
9
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama
dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan faktor resiko
asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan
asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritosin,
tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.
c. Bahan yang mengiritasi
Contoh:parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
10
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelsaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diobati maka gejala asmanya lebih
sulit diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang
dapat diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa asma pada
usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagaian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktiviatas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musin kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan)
2.1.4.Gambaran Klinis Asma
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak
napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan
pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk
tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan
sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien
asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough
variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan
11
spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan
metakolin.(8)
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma
tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor
pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas
maupun perubahan cuaca.(8)
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal
minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap
memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien
dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan
dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di
lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.(8)
2.1.5.Klasifikasi AsmaSebenarnya derajat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat asma
persisten dapat berkurang atau bertambah. derajat gejala eksaserbasi atau serangan
asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.
1. Klasifikasi menurut etiologi
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etilogi, terutama
dengan bahan lingkungan yang mensensitisasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara
lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
2. Klasifikasi menurut derajat berat asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menetukan obat yang
diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma
diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten
berat.
3. Klasifikasi menurut kontrol asma
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah
kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau sembuh. Namun pada asma, hal
itu tidak realistis. Maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol
yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan pengobatan adalah
memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan pemberian
obat yang aman, dan tanpa efek samping.
4. Klasifikasi menurut gejala
12
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan.
Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat ringannya suatu
penyakit. Pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk
mengklasifikasikan penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat
penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai
faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala
malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat
yang digunakan untukmengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat, dan frekuensi
pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermitten, persisten
ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1).
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan danobat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya
serangan. Global initiative for asthma (GINA) melakukan pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menetukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan
sedang, dan asma serangan berat (tabel 2). Dalam hal ini perlu adanya pembedaan
antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat
ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien.
Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma
yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.(1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gejala pada orang dewasa(1)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal ParuIntermitten Bulanan
Gejala <1x/minggu, tanpa gejala di luar seranganSerangan singkat
≤2 kali sebulan APE ≥80%VEP1 ≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE <20%
Persisten ringan Mingguan Gejala >1x/minggu, tetapi <1x/hariSerangan dapat menggangu aktivitas dan tidur
>2 kali sebulan APE >80%VEP1 ≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE 20-30%
13
Persisten sedang
Harian Gejala setiap hariSerangan menggangu aktivitas dan tidurBronkodilator setiap hari
>2 kali sebulan APE 60-80%-VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik-Variabilitas APE >30%
Persisten berat Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuhaktivitas fisik terbatas
Sering APE ≤60%VEP1 ≤60% nilai prediksi APE ≤60% nilai terbaikVariabilitas APE >30%
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma(8)
Ringan Sedang BeratAktivitas Dapat berjalan
Dapat berbaringJalan terbatasLebih suka duduk
Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin
tergangguBiasanya terganggu
Biasanya terganggu
Frekuensi napas
Meningkat Meningkat Sering >30 kali/menit
Retraksi otot-otot bantu napas
Umumnya tidak ada
Kadang kala ada Ada
Mengi Lemah sampai sedang
Keras Keras
Frekuensi nadi
<100 100-120 >120
Pulsus paradoksus
Tidak ada (<10mmHg)
Mungkin ada (10-25mmHg)
Sering ada (>25 mmHg)
APE sesudah bronkodilator (% prediksi)
>80% 60-80% <60%
PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHgSaCO2 >95% 91-95% <90%
Keterangan: dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi.
2.2. Asma Pada KehamilanTidak ada bukti bahwa kehamilan memiliki efek yang dapat diprediksi terhadap asma
yang telah ada sebelumnya. Gluck dan Gluck (2006) melaporkan bahwa sekitar
14
sepertiga kasus mengalami perberatan penyakit, sepertiga kasus lainnya mengalami
menifestasi klinis yang lebih ringan dibandingkan sebelum kehamilan, dan sepertiga
terakhir tidak mengalami perubahan manifestasi klinis asma sebelum dan sesudah
kehamilan. Namun, Hendler et al (2006) melaporkan bahwa wanita dengan tingkat
keparahan asma yang lebih berat memiliki kemungkinan eksaserbasi asma yang lebih
besar dalam kehamilan.(9)
Secara umum, Schatz et al (2003) melaporkan bahwa sekitar 20% wanita dengan
tingkat keparahan asma ringan dan sedang akan mengalami eksaserbasi asma
intrapartum.(9) Selama kehamilan, berat penyakit asma dapat berubah sehingga penderita
memerlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Prognosis bayi yang
lahir dari ibu menderita asma tapi terkontrol sebanding dengan prognosis bayi yang
lahir dari ibu yang tidak menderita asma. Oleh sebab itu mengontrol asma selama
kehamilan sangat penting untuk mencegah keadaan yang tidak diinginkan baik pada ibu
maupun janinnya. Pada umumnya semua obat asma dapat dipakai saat kehamilan
kecuali komponen α adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Kortikosteroid inhalasi
sangat bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah serangan akut terutama saat
kehamilan. Bila terjadi serangan, harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu
pemberian inhalasi agonis beta-2, oksigen dan kortikosteroid sistemik. Pemilihan obat
pada penderita hamil, dianjurkan : Obat inhalasi; Memakai obat-obat lama yang pernah
dipakai pada kehamilan sebelumnya yang sudah terdokumentasi dan terbukti aman.(10)
2.2.1.Efek Asma pada Kehamilan
Asma, terutama apabila dengan tingkat keparahan yang berat, dapat
mempengaruhi hasil kehamilan secara bermakna. Dalam sebagian besar penelitian,
dijumpai peningkatan insidensi preeklampsia, persalinan preterm, bayi berat lahir
rendah, dan mortalitas perinatal. Walaupun belum terbukti, secara logika asma yang
terkontrol baik akan memberi hasi yang lebih baik. Kematian ibu dapat terjadi
akibat status asmatikus. Penyulit yang mengancam nyawa adalah penumotoraks,
pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, kelelahan otot serta
henti napas.(11)
2.2.2.Efek Asma pada Janin
Penelitian pada baik manusia maupun hewan menunjukkan bahwa alkalosis pada
ibu dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi maternal
15
terganggu. Gangguan pada janin diperkirakan merupakan akibat dari beberapa
faktor, yaitu berkurangnya aliran darah fetus, berkurangnya aliran darah balik vena
ibu, dan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan basa.
Apabila ibu tidak lagi mampu mempertahankan tekanan oksigen normal dan terjadi
hipoksemia, janin akan berespon dengan mengurangi aliran darah umbilikus,
meningkatkan resistensi vasukler sistemik dan paru, dan akhirnya mengurangi
curah jantung. Kesadaran bahwa janin dapat mengalami gangguan berat sebelum
penyakit ibu menjadi parah menunjukkan pentingnya pemantauan dan tatalaksana
agresif pada semua wanita hamil dengan asma akut. Pemantauan respon janin pada
dasarnya menjadi indikator gangguan pada ibu.(11)
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. PA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun
Alamat : Oenesu
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
MRS : 8 Juli 2015
Pembiayaan : Jamkesda
3.2. Anamnesis (Autoanamnesis) tanggal 8 Juli 2015
3.2.1 Keluhan Utama
Keluhan sesak napas dan batuk beberapa jam SMRS
16
3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sesak napas beberapa jam SMRS, sesaknya muncul tiba-tiba.
Sesaknya muncul pada malam hari ketika pasien sedang duduk, pasien juga merasa
dadanya teras berat, dan terengah-engah dalam berbicara tetapi masih dalam kalimat,
sesasaknya agak berkurang kalau pasien duduk atau tempat tidurnya ditinggikan. Pasien
pernah mengalami sesak sekitar 4 hari SMRS, tetapi ini menurut pasien sesak saat ini
lebih berat dari yang sebelumnya. Sesaknya pasien ini sering kambuh, sudah terjadi 3
kali kambuh dalam 1 bulan terakhir dan hal ini sering terjadi pada malam hari atau
cuaca dingin. Pasien juga terlihat gelisah dan berkeringat dingin. Selama ini pasien tidak
pernah melakukan pengobatan untuk sesaknya, pasien hanya duduk beristirahat sambil
minum air hangat dan teh hangat kalau terjadi sesak, pasien juga mengatakan
mengonsumsi obat herbal. Sebulan yanag lalu mengonsumsi antasida karena pasien
merasa perih di perut. Pasien sudah memiliki riwayat sesak sejak remaja, biasanya
pasien kambuh 1-2 kali dalam setahun, dan diawali dengan batuk. Saat usia kandungan
pasien memasuki usia kandungan yang kedua bulan, sesaknya bertambah berat dalam
sebulan bisa terjadi 1 kali kambuhan dan kadang-kadang tanpa disertai batuk. Pasien
juga mngeluh batuk yang disertai lendir warna putih sejak 2 minggu SMRS, batuknya
sering muncul pada malam hari sehingga pasien susah tidur dan terbangun pada malam
hari, setiap kali batuk dada pasien juga terasa nyeri, sesaknya pasien juga yang terjadi
sekarang diawali oleh batuk yang dialami pasien. Pasien juga rentan terhadap alergi
debu. Saat ini sedang usia kandungan pasien memasuki usia yang ke- 4 bulan. BAB dan
BAK baik, makan pasien sedikit sejak 2 minggu SMRS, pasien hanya mengonsumsi
sekitar 2-5 sendok serta minum pasien teratur.
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma sejak remaja
3.2.5 Riwayat Keluarga
Keluarga dari orang tuanya
3.2.6 Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-)
3.2.7 Riwayat Pengobatan
Menggunakan obat Antasid yang di beli di warung dan konsumsi obat herbal.
3.3. Pemeriksaan Fisik (8 Juli 2015)
17
Keadaan Umum: Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (E4V5M6)
Tanda Vital :
TD :120/80 mmHg
N : 74x/menit, reguler, kuat angkat
S : 36oC ; aksiler
RR : 30 x/menit
Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah dicabut, warna : hitam.
Kulit : Warna kulit sawo matang, Kelainan kulit (-), Sianosis (-), Ikterik (-),
Pucat (-), turgor kulit baik.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor +/+, refleks
cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
Hidung : Deformitas (-/-), Deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-),
pernapasan cuping hidung (+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), otorhea (-/-)
Mulut : Mukosa bibir pucat, kering, sianosis (-), perdarahan gusi (-), plak putih
(-), atrofi lidah (-),Trismus (-).
Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-), trakea letak di tengah, JVP 5
- 2 cm H2O, Penggunaan otot bantu napas (+/+)
M.sternocleidomastoideus dextra dan sinistra
Thoraks
Bentuk : Rata, pelebaran vena (-), luka (-), scar (-), Massa (-)
Pulmo Anterior
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, otot bantu pernapasan (+)
M.Intercostalis dextra dan sinistra, pelebaran sela iga (-)
Palpasi : Vocal Fremitus D=S normal, Taktil Fremitus D=S normal,
Nyeri tekan (-) pada kedua dinding dada
Perkusi : Sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Wheezing (+/+) pada seluruh lapang paru,
Ronkhi (-/-)
Pulmo Posterior :
18
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, otot bantu pernapasan (+),
pelebaran sela iga (-)
Palpasi : Vocal Fremitus D=S normal, Taktil Fremitus D=S normal,
Nyeri tekan (-) pada kedua dinding dada
Perkusi : Sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Wheezing (+/+) pada seluruh lapang paru,
Ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
Perkusi :
Batas kanan : di bidang linea Parasternal dextra
Batas kiri : di bidang linea midklavikula sinistra
Pinggang Jantung : ICS 3 Linea parasternal sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, tunggal, murmur (-): sistolik, gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kesan cembung, venektasi (-), ascites (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) (10x/ menit) terdengar normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), ballotement (-), Lien Schuffner 0, ascites
(-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat Hangat
CRT < 2 detik < 2 detik
Motorik 5 5
Tonus Normal Normal
19
3.4. Hasil Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin 12.4 g/dl
Jumlah eritrosit 5.04 10^6/uL
Hematokrit 39.2 %
MCV 77.8 fL
MCH 24.2 pg
MCHC 31.1 g/L
RDW-CV 14.5 %
RDW-SD 39.2 fL
Jumlah leukosit 19.79 10^3/uL
Eosinofil 4.9 %
Basofil 0.2%
Neutrofil 82.7%
Limfosit 8.1%
Monosit 5.1%
Jumlah Eosinofil 0.77 10^3/uL
Jumlah Basofil 0.04 10^3/uL
PDW 16.37 10^3/uL
MPV 1.60 10^3/uL
P-LCR 1.01 10^3/uL
PCT 396 10^3/uL
20
3.5. Daftar Masalah
21
Cue and clue Problem
list
DD Planning therapy Planning
diagnosis
Plannin
monitorin
g
Evaluasi
dan
terapi
Permpuan
29 tahun
Dyspnoe beberpa jam
SMRS
Gelisah
Berkeringat dingin
Dada terasa berat
Mengganggu waktu
tidur
Riw. Dyspnoe
kambuh 4 hari SMRS
Dyspnoe yang terjadi
3 kali dalam sebulan
terakhir
Batuk yang disertai
dahak warna putih 2
minggu SMRS
Nyeri dada ketika
batuk
Asupan makan yang
sedikit 2-5 sendok
Riwayat alergi debu
Riwayat asma sejak
remaja
Riwayat keluarga
yang memiliki
penyakit yang sama
dengan pasien
Pemfis:
Dyspneu
ec
Asma
bronchi
al
persiste
n
sedang
derajat
seranga
n
sedang
Bronchitis asmatikus
PPOK
Nebulizer
Salbutamol dan
Ipatropium inhaler
+ NaCl 2cc tiap 8
jam
Infus larutan yang
mengandung asam
amino (Natrium
35 mEq, Kalium
20 mEq,
Magnesium 5
mEq, Florida 35
mEq, Sulfat 5
mEq, Asetat 13
mEq, Glukonat 5
mEq, Laktat 20
mEq, Sitrat 6
mEq, Fosfor 10
mmol, Zinc 5
umol, Glucosa,
Asam amino 30 g,
BCAA 30%) 1000
1 bag/24 jam
Injeksi
Methylprednisolon
1x62,5 mg (IV)
Injeksi Ranitidin
2x50 mg IV
Fenoterol HBr 3x2
Darah
lengkap
Rontgen
thoraks,
Lung
Function
Test Peak
Epiratory
Flow Rate
(PEFR atau
FEV)
Skin Test
Histamine
provocation
bronchial
test
Tes sptum
Evaluasi
keluhan
dan TTV
KIE
untuk
nebuliza
er
Edukasi
menghi
ndari
allergen
Menhin
dari
polusi
udara
Menghi
ndari
faktor
pencetu
s
22
Kesadaran: compos
mentis
TD: 120/70mmHg
N: 76x/menit
S: 36 C
RR: 30x/menit
Hidung: pernapasan
cuping hidung (+)
Leher: penggunaan
otot bantu napas (+),
m.sternocleidomastoid
eus dextra dan sinistra
Pulmo:
Inspeksi:
pengembangan
dinding dada simetris
Palpasi: taktil fremitus
D=S normal
Perkusi: sonor (+/+)
pada kedua lapangan
paru
Aukultasi: ves(+/+),
rh(-/-), wh(+/+) pada
seluruh lapangan paru
puff
23
Perempuan
29 tahun
Gravida G4P3A0 UK
20-21 minggu
Pemfis:
Kesadaran: compos
mentis
TD: 120/70mmHg
N: 76x/menit
S: 36 C
RR: 30x/menit
Abdomen:kesan
cembung
Gravida G4P3A
0 UK
20-21
minggu
Tangani penyakit
organik
Evaluasi
keluhan
penyakit
penyerta
Evaluasi Tanda VitalEvaluasi kehamilan
KIE
pasien
tentang
dampak
penyakit
penyerta
terhadap
kehamil
annya
24
3.6. Observasi
Hari/ Tgl Kamis, 9 Juli 20115 (Hari ke 2) Jam 14. 30 WITA
S Sesak napas
Nyeri dada berkurang
Batuk disertai dahak warna kuning kental
O GCS : E4V5M6 Composmentis
TTV : TD : 130/80 ; Nadi : 72 x/mnt ; Suhu : 36 °C ; RR : 30 x/mnt
Mata : konjungtiva anemis (-/-) ; Sklera ikterik (-/-) ;
refleks cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea terletak di
tengah
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (+/+) pada kedua lapang paru, rhochi (-/-)
Cor : S1S2 tunggal, Gallop (-) ; murmur (-)
Abdomen : Supel , BU (+) ;
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
A Asma bronkiale persisten sedang derajat serangan sedang
Gravida G4P3A0 UK 20-21 minggu ;
P Nebulizer Salbutamol dan Ipatropium inhaler + NaCl 2cc tiap 8 jam
Infus larutan yang mengandung asam amino (Natrium 35 mEq, Kalium 20
mEq, Magnesium 5 mEq, Florida 35 mEq, Sulfat 5 mEq, Asetat 13 mEq,
Glukonat 5 mEq, Laktat 20 mEq, Sitrat 6 mEq, Fosfor 10 mmol, Zinc 5 umol,
Glucosa, Asam amino 30 g, BCAA 30%) 1000 1 bag/24 jam
Injeksi Methylprednisolon 1x62,5 mg (IV)
Injeksi Ranitidin 2x50 mg IV
Fenoterol HBr 3x2 puff
Evaluasi Wheezing
25
Hari/ Tanggal Jumat, 10 Juli 2015 (Hari ke 3) 14.30 WITA
S Batuk disertai dahak warna kuning. Sesak berkurang
O GCS : E4V5M6 Composmentis
TTV : TD : 130/80 ; Nadi : 72 x/mnt ; Suhu : 36 °C ; RR : 30 x/mnt
Mata : konjungtiva anemis (-/-) ; Sklera ikterik (-/-) ;
refleks cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea terletak
di tengah
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (+/+) pada kedua lapang paru, rhochi
(-/-)
Cor : S1S2 tunggal, Gallop (-) ; murmur (-)
Abdomen : Tampak cembung, supel , BU (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
A Asma bronkiale persisten sedang derajat serangan sedang
G4 P3A0 UK 20-21 minggu ;
P Nebulizer Salbutamol dan Ipatropium inhaler + NaCl 2cc tiap 8 jam
Infus larutan yang mengandung asam amino (Natrium 35 mEq, Kalium 20
mEq, Magnesium 5 mEq, Florida 35 mEq, Sulfat 5 mEq, Asetat 13 mEq,
Glukonat 5 mEq, Laktat 20 mEq, Sitrat 6 mEq, Fosfor 10 mmol, Zinc 5
umol, Glucosa, Asam amino 30 g, BCAA 30%) 1000 1 bag/24 jam
Injeksi Methylprednisolon 1x62,5 mg (IV)
Injeksi Ranitidin 2x50 mg IV
Fenoterol HBr 3x2 puff
Evaluasi WheezingHari/ Tgl Sabtu, 11 Juli 2015 (Hari ke 4) 14.30 WITA
S Batuk disertai dahak warna kuning Sesak napas (-) Pilek dengan sekretnya berwarna putih
O GCS : E4V5M6 Composmentis
TTV : TD : 120/70 ; Nadi : 80 x/mnt ; Suhu : 36 °C ; RR : 20 x/mnt
Mata : konjungtiva anemis (-/-) ; Sklera ikterik (-/-) ;
26
refleks cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea terletak di
tengah
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhochi (-/-)
Cor : S1S2 tunggal, Gallop (-) ; murmur (-)
Abdomen : Tampak cembung, supel , BU (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
A Asma bronkiale persisten sedang derajat serangan sedang
G4 P3A0 UK 20-21 minggu ;
P Nebulizer Salbutamol dan Ipatropium inhaler + NaCl 2cc tiap 8 jam
Infus larutan yang mengandung asam amino (Natrium 35 mEq, Kalium 20 mEq,
Magnesium 5 mEq, Florida 35 mEq, Sulfat 5 mEq, Asetat 13 mEq, Glukonat 5
mEq, Laktat 20 mEq, Sitrat 6 mEq, Fosfor 10 mmol, Zinc 5 umol, Glucosa,
Asam amino 30 g, BCAA 30%) 1000 1 bag/24 jam
Injeksi Methylprednisolon 1x62,5 mg (IV)
Injeksi Ranitidin 2x50 mg IV
Fenoterol HBr 3x2 puff
Evaluasi tanda vital/tanda klinis
27
Hari/ Tgl Minggu, 12 Juli 2015 (Hari ke 5) 12.00 WITAS Batuk berkurang
Pilek berkurang Sesak napas (-)
O GCS : E4V5M6 Composmentis
TTV : TD : 130/80 ; Nadi : 72 x/mnt ; Suhu : 36 °C ; RR : 30 x/mnt
Mata : konjungtiva anemis (-/-) ; Sklera ikterik (-/-) ;
refleks cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea terletak di
tengah
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhochi (-/-)
Cor : S1S2 tunggal, Gallop (-) ; murmur (-)
Abdomen : Tampak cembung, supel , BU (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem (-)A Asma bronkiale persisten sedang derajat serangan sedang
G4 P3A0 UK 20-21 minggu ;
P Nebulizer Salbutamol dan Ipatropium inhaler + NaCl 2cc tiap 8 jam
Infus larutan yang mengandung asam amino (Natrium 35 mEq, Kalium 20 mEq,
Magnesium 5 mEq, Florida 35 mEq, Sulfat 5 mEq, Asetat 13 mEq, Glukonat 5
mEq, Laktat 20 mEq, Sitrat 6 mEq, Fosfor 10 mmol, Zinc 5 umol, Glucosa,
Asam amino 30 g, BCAA 30%) 1000 1 bag/24 jam
Injeksi Methylprednisolon 1x62,5 mg (IV)
Injeksi Ranitidin 2x50 mg IV
Fenoterol HBr 3x2 puff
Evaluasi tanda vital/tanda klinis
28
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Penegakkan Diagnosis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang , pasien Ny.PA
dapat didiagnosis sebagai penyakit asma bronkial persisten derajat serangan. Gejala dan
tanda yang didapatkan pada pasien yaitu :
Dari hasil anamnesis yang dialakukan pada pasien ini dapat diketahui bahwa pasien
mengeluhkan adanya sesak napas disertai dengan batuk berdahak berwarna putih
terutma pada malam hari yang mengganggu tidur dan disertai nyeri dada. Bising mengi
(wheezing) menggunakan stetoskop. Pasien juga mengeluhkan rasa berat di dada.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.(12)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gejala pada orang dewasa(1)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal ParuIntermitten Bulanan
Gejala <1x/minggu, tanpa gejala di luar seranganSerangan singkat
≤2 kali sebulan APE ≥80%VEP1 ≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE <20%
Persisten ringan Mingguan Gejala >1x/minggu, tetapi <1x/hariSerangan dapat menggangu aktivitas dan tidur
>2 kali sebulan APE >80%VEP1 ≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE 20-30%
Persisten sedang
Harian Gejala setiap hariSerangan menggangu aktivitas dan tidur
>2 kali sebulan APE 60-80%-VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik
29
Bronkodilator setiap hari
-Variabilitas APE >30%
Persisten berat Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuhaktivitas fisik terbatas
Sering APE ≤60%VEP1 ≤60% nilai prediksi APE ≤60% nilai terbaikVariabilitas APE >30%
Pada pasien ini, gejala sesak napas sudah mengalami 3 kali kekambuhan dalam 1 bulan
terakhir. Serangan asma menggangu aktivitas dan juga tidur pasien karena terjadi pada
malam hari. Berdasarkan gejala diatas, asma pada pasien ini termasuk dalam klasifikasi
asma persisten sedang.
Derajat beratnya serangan asam dapat diklasifikasikan menjadi serangan ringan,
sedang dan berat yang dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma(8)
Ringan Sedang BeratAktivitas Dapat berjalan
Dapat berbaringJalan terbatasLebih suka duduk
Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin
tergangguBiasanya terganggu
Biasanya terganggu
Frekuensi napas
Meningkat Meningkat Sering >30 kali/menit
Retraksi otot-otot bantu napas
Umumnya tidak ada
Kadang kala ada Ada
Mengi Lemah sampai sedang
Keras Keras
Frekuensi nadi
<100 100-120 >120
Pulsus paradoksus
Tidak ada (<10mmHg)
Mungkin ada (10-25mmHg)
Sering ada (>25 mmHg)
APE sesudah bronkodilator (% prediksi)
>80% 60-80% <60%
PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHgSaCO2 >95% 91-95% <90%
Keterangan: dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi.
30
Berdasarkan hasil anamnesis diketahui bahwa saat serangan sesak, aktivitas pasien
teratas dan lebih suka duduk, saat berbicara pasien terengah dan hanya mengeluarkan
beberapa kalimat. Kesadaran pasien compos mentis, frekuensi napas meningkat
30x/menit, bunyi mengi terdengar keras melalui stetoskop, frekuensi nadi <100x/menit.
Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan, pasien mengalami asma persisten
sedang dengan serangan sedang
Ny. PA sesak napas beberapa jam SMRS
Sesak pada kasus ini terjadi akibat hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan
beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil
dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin
yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada
asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan
berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses
inflamasi kronik.(8)
Ny. PA batuk disertai lendir berwarna putih yang terjadi setelah sesaknya timbul
Batuk disertai lendir pada kasus ini terjadi karena hipersekresi mucus yang berlebihan
karena hiperaktivitas saluran napas yang melibatakan interaksi antara sel dan mediator
yang mebentuk proses inflamasi.(8)
Ny. PA batuk dan sesaknya memberat pada malam hari, sehingga pasien sring
terbangun dari tidur serta mendapat mendapat 2 kali serangan dengan gejala
yang sama dalam rentang waktu sebulan
Sesak dan batuknya pasien mengganggu aktivitas tidurnya pasien serta mendapat 2 kali
serangan dalam kurun waktu sebulan merupakan kategori yang termasuk dalam
klasifikasi asma bronkial persiten ringan.(8)
Ny. PA mempunyai riwayat asma sebelumnya, riwayat anggota keluarga dengan
asma, riwayat alergi debu dan dingin.
Faktor risiko asma secara umum yaitu faktor genetic dan faktor lingkungan.
1. Faktor genetic yang berperan, yaitu :
Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
31
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.(1)
2. Faktor lingkungan yang berperan yaitu lingkungan dalam rumah (debu) dan
lingkungan luar rumah (cuaca dingin).(1)
4.2. Penatalaksanaan Kasus
1) Nebulizer combivent + Nacl 2cc tiap 8 jam
Penatalaksanaannya diberika pelega (reliever), prinsipnya untuk dilatasi jalan napas
melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang
berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas, yaitu
combivant yang di dalamnya mengandung komposisi obat golongan anti kolinergik
(ipratropium bromide) yang mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan napas sehingga menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan, dan golongan β2-receptor agonist (salbutamol
sulfat) yang mengakibatkan relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan
mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast, serta memiliki waktu mulai kerja (onset) yang cepat.(10)
2) Metylprednisolon
Untuk mengatasi reaksi inflamasi yang menyebabkan sesak yang dialami oleh
pasien Ny.PA diberikan obat Injeksi Metylprednisolon 1x62,5 mg IV. Penggunaan
metylprednisolon pada pasien ini yaitu di ambil efek glukokortikoid yang berfungsi
utnuk menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada
lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim
lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun
mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui
blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi
atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit
pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan
meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-
mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya
32
terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin,
tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek
antiinflamasi.(13)
3) Infus Aminofluid
Pasien Ny. PA mendapat Infus Aminofluid 1000cc 1 bag/24 jam. Penggunaan
infuse aminfluid in diindikasikan untuk penyediaan amino, elektrolit asam dan air dalam
asupan oral tidak memadai sebelum dan setelah operasi. Gunakan dalam kehamilan &
menyusui: Keamanan pada wanita hamil belum ditetapkan. Aminofluid harus digunakan
pada wanita hamil dan wanita yang mungkin hamil hanya jika maanfaat
terapeutik lebih besar dari pada risiko yang terkait dengan pengobatan. Dosis
dewasa: dosis biasa: 500mL/ dosis melaui infus vea perifer. Laju infus
biasanya pada orang dewasa adalah 500mL/120 menit dan harus melambat
pada pasien usia lanjut dan kritis. Dosis dapat disesuaikan dengan berat
badan, kondisi pasien dan usia pasien. Dosis maksimum 2500mL/hari. (14)
4) Ranitidin
Pasien Ny. PA mendapatkan Ranitidin 2x50 mg IV. Ranitidin merupakan antagonis
reseptor H2 yang selektif dan reversibel yang bekerja menghambat sekresi asam
lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus, atau gastrin. Dan juga
mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung. Bioavilabilitas ranitidin yang
diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien hati. Masa paruhnya kira-
kira 1,7-3 jam pada orang dewasa dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal
ginjal. Pada penyakit hati masa paruh ranitidine juga memanjang meskipun tidak
sebesar gagal ginjal. Kadar puncak pada plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
penggunaan 150 mg ranitidine secara oral dan yang terikat protein plasma hanya 15%.
Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar
setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal,
sisanya melalui tinja. Ranitidin efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan
mempercepat penyembuhannya. Karena ekskresi antagonis reseptor H2 terutama
melalui ginjal maka pada pasien ginjal dosisnya harus dikurangi. Efek samping: nyeri
kepala, pusing, mual, mialgia,mual, diare, kehilangan libido, impoten, dan ruam kulit.
33
5) Berotec
Pasien Ny. PA mendapat Berotec 3x2 puff. Berotec inhaler adalah terapi simptomatik
untuk gejala asma akut yang di dalamnya terkandung fenoterol bromide (golongan β2-
receptor aginst kerja cepat). Obat-obat golongan β adrenergic, antikolinergik, dan
derivate xantin bisa mempertinggi efek dari berotec. Serta menurut penelitian tidak
memiliki risiko pada janin dan wanita wanita hamil. Dosis: episode asma akut: 1
hirupan. Jika suatu serangan asma tidak menghilang setelah 2 hirupan, mungkin
dibutuhkan hirupan berikutnya. Pencegahan asma yang timbul sebagai akibat olahraga:
1-2 hirupan/pemakaian, maksimal sampai 8 hirupan/hari. Asma bronchial dan kondisi
lain yang disertai dengan penyempitan saluran pernapasan yang bersifat reversibel: jika
pengulangan dosis dibutuhkan, 1-2 hirupan/pemakaian, maksimal sampai 8
hirupan/hari.(15)
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkiale. Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta; 2008 Nov;
2. Baratawidjaja K, Soebaryo R, Kartasasmita C, Suprihati, Sundaru H, Siregar S. Allergy and Asthma, The Scenario in Indonesia. Princ Pract Trop Allergy Asthma. 2006;707–36.
3. Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI. Angka Kematian Ibu [Internet]. Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI. 2014. Available from: http://www.menegpp.go.id/v2/index.php/datadanin formasi /kesehatan?download=23:angka-kematian-ibu-melahirkan-aki
4. IPDI. Asma [Internet]. Konsensus IPDI. 2003 [cited 2015 Jul 5]. Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html
5. Ohrui T, Yasuda H, Yamaya M, Matsui T, Sasaki H. Transient Relief Of Asthma Symptoms During Jaundice: A Possible Beneficial Role Of Bilirubin. 2003;193–6.
6. Husada S. Asma Bronkiale. Puskesmas Oke. 2008.
7. Alsagaff H, Mukty A. Anatomi dan Faal Pernapasan dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. VI. Surabaya: Airlangga University Press; 2009.
8. Sukamto, Sundaru H. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V. Sudyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Jakarta: Interna Publishing; 2006. 404-414 p.
9. Cunningham F et al. Asma Dalam Kehamilan. In: Obsetri Williams. XXI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta; 2003. 73-75 p.
11. Mochtar R. Asma Dalam Kehamilan. In: Sinopsis Obstetri. II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998.
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia [Internet]. 2003. Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf
13. PT. Dexa Medica. Methylprednisolone [Internet]. Dexa Medica. 2015. Available from: http://www.dexa-medica.com/our-product/searchs/Methylprednisolone
14. Widyaningrum W. Aminofluid Info. 2013; Available from: https://id.scribd.com/doc/142893438/Aminofluid-Info
35
15. Berotec Inhaler [Internet]. Situs Obat. 2015. Available from: http://www.situsobat.com/2013/10/berotec.html