Trauma Ureter n Buli
-
Upload
yudriawan-annas -
Category
Documents
-
view
128 -
download
0
description
Transcript of Trauma Ureter n Buli
Trauma Ureter
Trauma ureter sangat jarang terjadi namun kadang dapat juga terjadi, biasanya terjadi selama prosedur
bedah pelvis yang sulit atau sebagai hasil dari luka tembak. Kecelakaan dengan deselerasi cepat dapat
menyebabkan avulse ureter dari pelvis renalis. Trauma juga dapat pula disebabkan oleh endoskopi
manipulasi dari ureteral kalkuli.
Etiologi
Massa pada daerah pelvis (keganasan) dapat pula menyebabkan perubahan posisi ureter kea rah lateral
dan hal tersebut dapat menyebabkan trauma pada ureter dikarenakan malposisi selama diseksi.
Karsinoma kolon dapat menginvasi area diluar dinding kolon termasuk ureter. Devaskularisasi dapat
terjadi akibat diseksi limfonuduli daerah pelvis atau setelah radioterapi kanker pelvis. Pada situasi ini,
fibrosis dan striktur pada ureter dapat terjadi bersamaan dengan ureteral fistula. Manipulasi endoskopik
dari kalkulus ureter dengan suatu stone basket atau ureteroskop dapat menyebabkan perforasi atau
avulsi dari ureter.
Patogenesis
Ureter dapat saja terligasi dan terpotong tanpa disengaja pada pembedahan pelvis yang sulit.
Pada beberapa kasus, sepsis dan kerusakan ginjal yang parah dapat terjadi setelah operasi. Ekstravasasi
urine dapat terjadi pada beberapa operasi yang dapat mencetuskan fistula ureterovaginal atau
ureterokutan. Dapat juga terjadi ekstravasasi intraperitoneal, sehingga menyebabkan ileus dan
peritonitis. Setelah transeksi parsial ureter, terjadi stenosis dan fibrosis reaktif.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda
1. Jika ureter telah terpotong atau terligasi secara parsial selama operasi, biasanya penanda
setelah operasi yaitu demam dengan rentang sushu 38,60C-38,8oC.
2. Nyeri pada pingang dan quadran bawah abdomen.
3. Beberapa pasien juga kadang mengalami paralisis ileus dengan nausea dan muntah-muntah.
4. Dapat juga terbentuk fistula uretrokutan. Biasanya terjadi setelah 1 hari setelah operasi.
5. Dapat terjadi hidronefrosis jika oreter terligasi sempurna.
6. Akut peritonitis juga dapat terjadi jika terjadi ekstravasasi urine ke daerah cavum peritoneum.
Pemeriksaan Radiologis
1. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan peningatan densitas yang luas pada daerah pelvis
atau pada area retroperitonium dimana jejas dicurigai.
2. Setelah pemberian kontras, dapat diketahui tempat ekstravasi dan sumber jejas.
3. Pada cedera akut akibat kekerasan eksternal, uretrogram dapat memperlihatkan hasil yang
normal.
4. Dengan uretrografi retrograde dapat membantu mengetahui secara pasti obstruksi atau
ekstravasasi.
Tatalaksana
Penanganan cepat pada trauma ureter diperlukan. Kesempatan terbaik untuk mengoreksi adalah
dengan dioperasi. Jika dalam 7-10 hari setelah kejadian trauma dan tidak terjadi infeksi, abses, atau
komplikasi lain, maka perlu dilakukan eksplorasi ulang dan perbaikan harus dilakukan. Drainase dengan
nefrostomi perkutan harus dilakukan jika cedera telat dikenali atau pasien memiliki komplikasi yang
signifikan yang membuat rekonstruksi yang segera tidak dapat menguntugkan.
1. Trauma ureter sepertiga bawah
Trauma pada sepertiga bawah ureter dapat dilakukan beberapa tatalaksanan. Pilihan
prosedurnya adalah reimplantasi ke buli-buli yang dikombinasikan dengan suatu prosedur
psoas-hitch untuk meminimalisir tekanan saat menganasnotomosis ureter. Antirefluks harus
dilakukan jika memungkinkan. Ureteroureterostomi primer dapat digunakan pada trauma ureter
pada sepertiga bawah jika ureter telah terligasi tanpa transeksi. Ureter biasanya cukup panjang
untuk jenis anastomosis seperti ini. Bladder tube flap dapat digunakan saat ureter berukuran
lebih pendek. Transureteroureterostomi dapat dilakukan jika urinoma yang luas dan infeksi
pelvis telah terjadi. Prosedur ini memungkinkan anastomosis dan rekonstruksi pada beberapa
area dari proses patologis yang telah terjadi.
2. Trauma miduretral
Trauma miduretral dapat terjadi akibat dari kekerasan dari luar dan dapat diperbaiki dengan
baik dengan ureteroureterostomi primer atau transureteroureterostomi.
3. UPPER URETERAL INJURIES
Trauma pada ureter sepertiga atas sangat baik jika ditatalaksana dengan ureteroureterostomi
primer. Jika terjadi kehilangan ureter yang luas, maka autotransplantasi ginal dapat dilakukan.
Trauma Buli-buli
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin
bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga kemungkinan
mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma buli-buli pada beberapa klinik
urologi kurang lebih 2% dari seluruh trauma pada system urogenitalia.
Etiologi
Kurang lebih 90% trauma tumpul uli-buli adalah akibat farktur pelvis oleh fasia endopelvik dan
diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada
arah berlawanan, dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur bias pula terjadi akibat
fragmen tulang pelvis merobek dindingnya.
Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekanan dari luar
berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundusdan menyebabkan
ekstrsvasasi urine ke rongga intraperitonium.
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara lain pada reseksi buli-buli
transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula partus kasep atau tindakan operasi di
daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli.
Rupture buli-buli dapat pula terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi jika sebelumya terdapat
kelainan pada dinding buli-buli. Tuberculosis, tumor buli-buli, atau obsruksi infravesikal kronis
menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang menyebabkan kelemahan dinding buli-buli. Pada
keadaan itu bias terjadi rupture buli-buli spotan.
Klasifikasi
Secara klinis buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera buli-buli ekstra peritoneal, cedera
intraperitoneal. Pad akontusio buli-buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan
hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine ke luar buli-buli.
Cedera intraperitoneal merupakan 25-45% dari seluruh trauma buli-buli, sedangkan kejadian cedera
buli-buli ekstraperitoneal kurang lebih 45-60% dari seluruh trauma bilu-buli. Kadang-kadang cedera buli-
buli intraperitoneal bersama cedera buli-buli ektraperitoneal (2-12%). Jika tidak mendapatkan
perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan berakibat kematian karena peritonitis atau
sepsis.
Diagnosis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri di daerah
suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak mampu miksi. Gambaran klinis
bergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal,
adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini
mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tampak tanda sepsis dari
suatu peritonitis atau abses perivesika.
Pemeriksan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke dalam buli-buli sebanyak
300-400ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter peruretram. Kemudian dibuat beberapa
foto, yaitu (1) foto saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anteroposterior (AP), (2) pada posisi oblik, (3)
wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan buli-buli.
Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga perivesikal yang
merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. jika terdapat kontras yang berada pada sela-sela
usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi yang kecil seringkali tidak tampak
adanya ekstravasasi (negative palsu) terutama jika kontras yang dimasukkan kurang dari 250 ml.
Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dulu bahwa tidak ada perdarahan
yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah dari muara uretra merupakan tanda dari cedera uretra.
Jika diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas disamping cedera buli-buli, sistografi dapat
diperoleh melalui foto PIV.
Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk melakukan sistografi dapat dicoba uji
pembilasan buli-buli sebanyak ± 300 ml kemudian cairan dikeluarkan lagi. Jika cairan tidak keluar atau
keluar tetapi kurang dari volume yang dimasukkan, kemungkinan besar ada robekan pada buli-buli. Cara
ini sekarang tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan infeksi atau menyebabkan robekan yang lebih
luas.
Terapi
Pada kontusio buli-buli, cukp dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat
pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari.
Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-buli
serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi ekstravasasi urine ke rongga
intraperitonium dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli
dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi.
Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)dianjurkan untuk
memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan
penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan
kejadian kegagalan penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga
perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan rupture buli-buli terdapat cedera organ
lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter
sistostomi. Apalagi jika ahli ortopedi memasang plat untuk memperbaiki fraktur pelvis, mutlak harus
dilakukan penjahitan buli-buli guna menghindari terjadinya pengaliran urine kef ragmen tulang yang
telah dioperasi.
Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter
sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksan sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya
ekstravasasi urine. Sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine. Sistografi
dibuat pada hari ke-10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertaruhkan
sampai 3 minggu.
Penyulit
Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis yang dibiarkan dalam waktu
lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli
intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari
ekstravasasi urine pada rongga intraperitoneum. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan sepsis yang
dapat mengancam jiwa.
Kadang-kadang dapat pula terjadi penyulit berupa keluhan miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang
biasanya sembuh sebelum 2 bulan.
Prognosis
Prognosis dari trauma ureter akan sangat baik jika diagnosis ditegakkan dengan cepat dan operasi
koreksi dilakukan. Keterlambatan dalam diagnosis memperberat prognosis karena infeksi, hidronefrosis,
abses, dan pembentukan fistula.