TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA ( Studi...
Transcript of TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA ( Studi...
TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
( Studi Pada Alokasi Dana Desa Desa Kampung Hilir, Kecamatan Tambelan,
Kabupaten Bintan Tahun 2015 )
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
HALDY FIRDIANSYAH
NIM. 120565201049
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
201
1
TRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
( Studi Pada Alokasi Dana Desa Desa Kampung Hilir, Kecamatan Tambelan,
Kabupaten Bintan Tahun 2015 )
HALDY FIRDIANSYAH
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Sistem pengelolaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa termasuk
didalamnya mekanisme penghimpunan dan pertanggungjawaban. Salah satu desa
yang ada di Kabupaten Bintan adalah Desa Kampung Hilir, desa ini merupakan desa
yang berada di Kecamatan Tambelan. Desa ini memiliki sumber-sumber pendapatan
asli daerah yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, namun Adapun
beberapa temuan masalah yang ditemukan peniliti adalah : adanya pemungutan
pembayaran Wifi desa dengan iuran Rp. 5.000 Per-Jam untuk masyarakat yang
menggunakannya. Pasar desa yang terdiri dari enam warung dengan iuran Rp.
300.000 Per- Bulan dengan perjanjian pembayaran sewa harus satu tahun dan biaya
kerusakan warung ditanggung oleh pengguna bukan pemerintah desa. Iuran air
ledeng dengan biaya Rp. 5.000 Per-Bulan yang dibebankan kepada masyarakat.
Kemudian Perlengkapan acara untuk pernikahan seperti kursi dan tenda dipungut
biaya oleh pemerintah desa, biaya bisa mencapai Rp. 500.000 bahkan lebih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Transparansi Pengelolaan
Keuangan Desa Pada Pengelolaan Pendapatan Asli Desa Kampung Hilir, Kecamatan
Tambelan, Kabupaten Bintan Tahun 2015. Pada penelitian ini penulis menggunakan
jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pengelolaan keuangan desa pada pengelolaan pendapatan
asli Desa Kampung Hilir, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan Tahun 2015
belum transparan
Kata Kunci : Desa, Pendapatan Asli Desa, Transparansi
2
A B S T R A C T
The village fund management system run by the Government of the village
including the mechanism of gathering together and accountability. One of the
villages that are in Bintan Regency is the village of Kampung Hilir, this village is a
village located in Kecamatan Tambelan. The village has sources of income of the
original area that should be utilized by the community, but as for some of the
findings of the problem found peniliti are: the existence of payment collection Wifi
village with Rp. 5,000 dues Per-Jam for communities that use it. Market village
consisting of six stalls with Rp. 300,000 dues-Per-Month rent payment agreement
must be one year and the cost of damage incurred by the user stalls instead of the
Government. Tuition of tap water at a cost of Rp. 5,000 Per Month charged to the
community. Then wedding events for Equipment such as chairs and tents charge by
the Government of the village, the cost could reach Rp. 500,000 even more.
The purpose of this research is to know the transparency of financial
management At Village management of Income Original Village of Kampung Hilir
sub-district Tambelan, Bintan Regency is the year 2015. In this study the author uses
Descriptive types of Qualitative research. Based on the research results then can be
drawn the conclusion that financial management is the management of the original
revenue villages in the village of Kampung Hilir sub-district Tambelan, Bintan
Regency Year 2015 has not been transparent
Keywords: Village, Native Village Of Income, Transparency
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi Desa yang dimiliki
berbeda dengan otonomi yang
dimiliki oleh daerah propinsi
maupun daerah kabupaten dan
daerah kota. Otonomi yang dimiliki
oleh desa adalah berdasarkan asal-
usul dan adat istiadatnya, bukan
berdasarkan penyerahan wewenang
dari pemerintah. Desa atau nama
lainnya, yang selanjutnya disebut
desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-
istiadat setempat yang diakui dalam
sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten.
Landasan pemikiran yang perlu
dikembangkan saat ini adalah
keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokrasi, dan
pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014, kewenangan
desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan masyarakat desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa
berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan adat istiadat desa.
Terkait dengan otonomi desa
menimbulkan konsekuensi
bertambahnya kewenangan
pemerintah desa akibat dari
pelimpahan urusan wewenang yang
semula dilakukan oleh pemerintah
daerah menjadi hak otonom desa.
Salah satu contohnya adalah
terjadinya perubahan kewenangan
dalam hal pengelolaan asset desa
yang semula banyak ditangani oleh
pemerintahan daerah, maka dengan
adanya otonomi desa, pemerintah
desa akan mendapat pelimpahan
kewenangan yang lebih besar untuk
melakukan pengelolaan aset desa
secara mandiri
Sistem pengelolaan dana desa
yang dikelola oleh pemerintah desa
termasuk didalamnya mekanisme
penghimpunan dan
pertanggungjawaban. Dalam
melaksanakan tugas, kewenangan,
hak, dan kewajibannya dalam
pengelolaan keuangan desa, kepala
desa memiliki kewajiban untuk
menyampaikan laporan. Laporan
tersebut bersifat periodik semesteran
dan tahunan, yang disampaikan ke
Bupati/Walikota dan ada juga yang
disampaikan ke Badan
Permusyawaratan Desa (selanjutnya
disingkat BPD).
Dalam rangka mewujudkan
pembangunan desa, maka salah satu
alternatif yang dilakukan adalah
mengembangkan pendapatan asli
desa. Sumber pendapatan asli desa
akan menghasilkan output secara
maksimal bagi pemerintah desa jika
ditunjang dengan strategi yang
digunakan pemerintah desa dalam
mengelola pendapatan asli desa
Pengelolaan Pendapatan Asli Desa
dilakukan dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan desa
sebagai penambah dan pemasukan
dan sumber pendapatan desa.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 77
tentang pengelolaan kekayaan milik
1
desa dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat desa serta meningkatkan
pendapatan desa. Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Neger
Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Keuangan desa dikelola berdasarkan
asas-asas transparan, akuntabel
partisipatif, serta dilakukan dengan
tata tertib dan disiplin anggaran.
Pengelolaan keuangan desa, dikelola
dalam masa satu tahun anggara yakni
mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desamber.
Pengelolaan keuangan desa tidak
lepas dari Kepala Desa dan
perangkat Desa lainnya
Dengan demikian, asas
transparan menjamin hak semua
pihak untuk mengetahui seluruh
proses dalam setiap tahapan serta
menjamin akses semua pihak
terhadap informasi terkait
Pengelolaan Keuangan Desa
Transparansi dengan demikian,
berarti Pemerintah Desa pro aktif dan
memberikan kemudahan bagi
siapapun, kapan saja untuk
mengakses atau mendapatkan atau
mengetahui informasi terkait
Pengelolaan Keuangan Desa.
Pada tahun 2005 pemerintah
mengeluarkan kebijakan Alokasi
Dana Desa (ADD), yang ditandai
dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005,
Peraturan mengenai ADD ditindak
lanjuti melalui Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ
Tahun 2005 tentang Pedoman
Alokasi Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Pemerintah
Desa yang intinya berisi mengenai
prosedur pelaksanaan ADD. Untuk
menindaklanjuti PP Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa serta Surat Edaran
Mendagri Nomor 140/640/SJ tentang
Pedoman Alokasi Dana Desa salah
satunya mengatur tentang
Penggunaan ADD yakni ADD yang
diterima Pemerintah Desa sejumlah
30% dipergunakan untuk biaya
operasional penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Biaya
operasional tersebut mencakup :
a. Belanja Pemerintah Desa seperti
belanja barang, belanja
pemeliharaan, biaya perjalanan
dinas, biaya rapat, ATK dan lain-
lain sebesar 20%.
b. Operasional dan tunjangan BPD
terdiri dari tunjangan pimpinan
dan anggota BPD, perjalanan
dinas, biaya rapat dan ATK
sebesar 25%.
c. Tambahan kesejahteraan Kepala
Desa dan Perangkat Desa sebesar
15%.
d. Bantuan biaya operasional
Lembaga Desa yang dibentuk,
diakui dan dibina oleh Pemerintah
Desa seperti LPMD, RT, RW,
PKK, Karang Taruna dan Linmas
sebesar 40%. Kemudian ADD
yang diterima Pemerintah Desa
sejumlah 70% dipergunakan
untuk pemberdayaan masyarakat
desa.
Alokasi Dana Desa
dimaksudkan untuk membiayai
program Pemerintahan Desa dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan
dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberian ADD merupakan wujud
dari pemenuhan hak desa untuk
menyelenggarakan otonominya agar
tumbuh dan berkembang mengikuti
2
pertumbuhan dari desa itu sendiri
berdasar keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat.
Ketentuan formal yang
mengatur ADD secara lebih jelas
sebagai pelaksanaan Peraturan
Pemerintah tersebut ada dalam
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007
pada bab IX. Dalam Permendagri
tersebut telah cukup dijelaskan mulai
tujuan ADD, tata cara penghitungan
besaran anggaran per Desa,
mekanisme penyaluran, penggunaan
dana sampai dengan
pertanggungjawabannya. Berikut
jumlah ADD 3 tahun terakhir di
Desa Kampung Hilir :
Tabel I.1
Alokasi Dana Desa 2014-2015
No Tahun Alokasi Dana
Desa
1 2014 Rp. 482. 475.299
2 2015 Rp. 825.795.826
3 2016 Rp. 1.887. 478.
477
Sumber : Kantor Desa Kampung
Hilir 2016
Salah satu desa yang ada di
Kabupaten Bintan adalah Desa
Kampung Hilir, desa ini merupakan
desa yang berada di Kecamatan
Tambelan. di Desa ini juga
mendapatkan alokasi dana desa,
semakin tahun semakin meningkat
namun antara pendapatan yang
diterima ada ketidak sesuaian
penggunaan yang tidak diketahui
oleh masyarakat.
. Melalui gejala di atas maka
peneliti ini di beri judul
TRANSPARANSI
PENGELOLAAN KEUANGAN
DESA (Studi Pada Alokasi Dana
Desa Kampung Hilir, Kecamatan
Tambelan, Kabupaten Bintan
Tahun 2015 )
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah
dideskripsikan dari latar belakang
tersebut, maka yang menjadi
permasalahan adalah “Bagaimana
Transparansi Pengelolaan
Keuangan Desa Pada Alokasi dana
desa Desa Kampung Hilir,
Kecamatan Tambelan, Kabupaten
Bintan Tahun 2015 ?
C. Metode Penelitian
Dilihat dari obyek dan
metode analisis yang digunakan,
maka penelitian ini termasuk
dalam tipe penelitian deskriptif
kualitatif. Tipe penelitian ini
berusaha mendeskripsikan
gambaran yang senyatanya dari
fenomena yang terjadi pada
pengelolaan keuangan desa,
khususnya tranparansi
pengelolaan keuangan desa di
desa kampung hilir Kecamatan
Tambelan Kabupaten Bintah
Tahun 2015. Oleh karena
merupakan penggambaran dari
sebuah fenomena, maka
penelitian ini dianggap juga
penelitian fenomonologi
mengacu pada pendapat
3
Moleong (2005 : 5), yang
mengatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan pendekatan
naturalistik untuk mencari dan
menemukan pengertian atau
pemahaman tentang fenomena
dalam suatu latar yang
berkonteks khusus.
Penelitian kualitatif adalah
penelitian dengan menggunakan
latar belakang alamiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada.
Pendekatan yang digunakan
adalah fenomenologi.
Pendekatan Fenomenologi
bertujuan memahami respon atas
keberadaan manusia/
masyarakat, serta pengalaman
yang dipahami dalam
berinteraksi (Saladien, 2006).
Para fenomenolog percaya
bahwa pada makhluk hidup,
tersedia berbagai cara untuk
menginterpretasikan pengalaman
melalui interaksi dengan orang
lain (Moleong, 2005: 18). Oleh
karena itu fenomenologi disini
digunakan untuk
menggambarkan dan
menjelaskan bagaimana
Transparansi Pengelolaan
Keuangan Desa Pada
Pengelolaan Pendapatan Asli
Desa Kampung Hilir,
Kecamatan Tambelan,
Kabupaten Bintan Tahun 2015
D. Teknik Analisis Data
Sugiono (2005:89), Analisa data
adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematik data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data
kedalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain. Dalam penelitian
kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama
dilapangan dan setelah selesai
dilapangan.
LANDASAN TEORITIS
A. Transparansi
Pada Pasal 4 ayat 7
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia No. 37 Tahun
2007, tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, dikatakan
transparan adalah prinsip
keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-
luasnya tentang keuangan daerah.
Dengan adanya transparansi
menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi
tentang kebijakan, proses pembuatan
dan pelaksanannya, serta hasil-hasil
yang dicapai. Transparansi juga
memiliki arti keterbukaan organisasi
dalam memberikan informasi yang
terkait dengan aktivitas pengelolaan
4
sumber daya publik kepada pihak-
pihak yang menjadi pemangku
kepentingan (Mahmudi, 2010:17-
18).
Transparansi pengelolaan
keuangan publik merupakan prinsip
good governance yang harus
dipenuhi oleh organisasi sektor
publik. Dengan dilakukannya
transparansi tersebut publik akan
memperoleh informasi yang aktual
dan faktual, sehingga mereka dapat
menggunakan informasi tersebut
untuk (1) membandingkan kinerja
keuangan yang dicapai dengan yang
direncanakan (realisasi v.s
anggaran), (2) menilai ada tidaknya
korupsi dan manipulasi dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan
pertanggung jawaban anggaran, (3)
menentukan tingkat kepatuhan
terhadap peraturan perundangan
yang terkait, (4) mengetahui hak dan
kewajiban masing-masing pihak,
yaitu antara manajemen organisasi
sektor publik dengan masyarakat dan
dengan pihak lain yang terkait
(Mahmudi, 2010:32).
Hafiz (2011:13)
transparansi adalah prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi
tentang kebijakan, proses pembuatan
serta hasil yang dicapai. Mustopa
Didjaja (2003:261) transparansi
adalah keterbukaan pemerintah
dalam membuat kebijakan- kebijakan
sehingga dapat diketahui oleh
masyarakat. Transparansi pada
akhirnya akan menciptakan
akuntabilitas antara pemerintah
dengan rakyat.
Mardiasmo (2002:45)
menyebutkan transparansi adalah
keterbukaan pemerintah dalam
memberikan informasi yang terkait
dengan aktifitas pengelolaan sumber
daya publik kepada pihak yang
membutuhkan yaitu masyarakat.
Mardiasmo menyebutkan tujuan
transparansi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa yaitu :
a. Salah satu wujud
pertanggungjawaban
pemerintah kepada
masyarakat
b. Upaya peningkatan
manajemen pengelolaan
pemerintahan
c. Upaya peningkatan
manajemen pengelolaan
dan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik
dan mengurangi
kesempatan praktek
Korupsi.
Menurut Hamdi (2001 : 52-51)
“Transparansi penyelenggaraan
pelayanan publik adalah pelaksanaan
tugas dan kegiatan yang bersifat
terbuka bagi masyarakat dari proses
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan/pengendaliannya,
serta mudah diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan
informasi”. Transparansi dibangun
dalam suasana adanya aliran
informasi yang bebas. Dalam
suasana ini, proses, institusi, dan
informasi dapat secara langsung di
akses oleh mereka yang
berkepentingan. Di samping itu, juga
tersedia cukup informasi untuk
memahami dan memonitor ketiga hal
itu
5
Menurut Riswandha (2003:59),
transparansi adalah rakyat paham
akan keseluruhan proses
pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh pemerintah. Jadi,
transparansi itu berarti bersifat
terbuka, mudah, dan dapat diakses
oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
Transparansi mensyaratkan bahwa
pelaksana pelayanan publik memiliki
pengetahuan tentang permasalahan
dan informasi yang relevan dengan
yang kegiatan pelayanan. Dalam
konteks transparansi pelaksana
pelayanan publik, pelaksana harus
terbuka pada setiap tindakannya dan
siap menerima kritikan maupun
masukan, terutama yang dapat dari
masyarakat adalah merupakan
kebutuhan utama agar aparatur
memahami aspirasi riil masyarakat.
Keterbukaan sangat diperlukan untuk
mengurangi peluang timbulnya
perilaku aparatur yang dapat
merugikan negara dan masyarakat.
Selanjutnya, menurut Ratminto dan
Winasih (2005 : 209-216), paling
tidak ada 10 (sepuluh) dimensi atau
kondisi aktual yang diharapkan
terjadi dalam transparansi
penyelenggaraan pelayanan publik,
yaitu :
a. Manajemen dan pelaksanaan
pelayanan publik harus
diinformasikan dan mudah
diakses oleh masyarakat.
b. Prosedur pelayanan harus
dibuat dalam bentuk Bagan
Alir.
c. Persyaratan teknis dan
administratif pelayanan harus
diinformasikan secara jelas
pada masyarakat.
d. Kepastian rincian biaya
pelayanan harus
diinformasikan secara jelas
pada masyarakat.
e. Kepastian dan kurun waktu
penyelesaian pelayanan harus
diinformasikan secara jelas
pada masyarakat.
f. Pejabat/petugas yang
berwenang dan bertanggung
jawab memberikan pelayanan
harus ditetapkan secara
formal berdasarkan SK.
Pejabat/petugas yang
berwenang dan bertanggung
jawab memberikan pelayanan
dan atau menyelesaikan
keluhan/
g. persoalan/sengketa,
diwajibkan memakai tanda
pengenal dan papan nama di
meja/tempat kerja petugas.
Pejabat/petugas tersebut
harus ditetapkan secara
formal berdasarkan Surat
Keputusan/Surat Penugasan
dari pejabat yang berwenang.
h. Lokasi pelayanan harus jelas.
i. Janji pelayanan harus tertulis
secara jelas.
j. Standar pelayanan publik
harus realistis dan
dipublikasikan pada
masyarakat.
k. Informasi Pelayanan harus
dipublikasikan dan
disosialisasikan pada
masyarakat melalui media.
6
Menurut Dwiyanto (2008:236)
Tiga indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur transparansi
pelayanan publik :
1. Mengukur tingkat
keterbukaan proses
penyelenggaraan pelayanan
publik
Penilaian terhadap
peningkatan keterbukaan
disini meliputi seluruh proses
pelayanan publik termasuk
didalamnya adalah
persyaratan, biaya, dan waktu
yang dibuthkan serta
mekanisme atau prosedur
pelayanan yang harus
dipenuhi
2. Seberapa mudah prosedur
pelayanan dapat dipahami
oleh pengguna
3. Kemudahan untuk
memperoleh informasi
mengenai beberapa aspek
penyelenggaraan pelayanan
publik.
B. Pengelolaan Keuangan Desa
Dengan disahkannya UU
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
diharapkan segala kepentingan dan
kebutuhan masyarakat desa dapat
diakomodir dengan lebih baik.
Pemberian kesempatan yang lebih
besar bagi desa untuk mengurus tata
pemerintahannya sendiri serta
pemerataan pelaksanaan
pembangunan diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat desa,
sehingga permasalahan seperti
kesenjangan antar wilayah,
kemiskinan, dan masalah sosial
budaya lainnya dapat diminimalisir.
Pengertian Keuangan Desa
menurut UU Desa adalah semua hak
dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala
sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban Desa. Hak dan
kewajiban tersebut menimbulkan
pendapatan, belanja, pembiayaan
yang perlu diatur dalam pengelolaan
keuangan desa yang baik. Siklus
pengelolaan keuangan desa meliputi
perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban, dengan
periodisasi 1 (satu) tahun anggaran,
terhitung mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.
Setiap tahapan proses
pengelolaan keuangan desa tersebut
memiliki aturan-aturan yang harus
dipahami dan dilaksanakan sesuai
dengan batasan waktu yang telah
ditentukan. Untuk memahami
pengelolaan keuangan desa secara
utuh, berikut disajikan gambaran
umum pengelolaan keuangan desa
dikaitkan dengan pemerintah
pusat/provinsi/kabupaten/kota,
subjek pelaksananya di desa, struktur
APB Desa, laporan dan lingkungan
strategis berupa ketentuan yang
mengaturnya.
Keuangan Desa dikelola
berdasarkan praktik-praktik
pemerintahan yang baik. Asas-asas
Pengelolaan Keuangan Desa
sebagaimana tertuang dalam
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
yaitu transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan
tertib dan disiplin anggaran, dengan
uraian sebagai berikut:
7
1. Transparan yaitu prinsip
keterbukaan yang
memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan
mendapat akses informasi
seluas-luasnya tentang
keuangan desa. Asas yang
membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk
memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang
penyelenggaraan
pemerintahan desa dengan
tetap memperhatikan
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. Akuntabel yaitu perwujudan
kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan
pengendalian sumber daya
dan pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan dalam
rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Asas
akuntabel yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir kegiatan
penyelenggaraan
pemerintahan desa harus
dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat desa
sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan;
3. Partisipatif yaitu
penyelenggaraan
pemerintahan desa yang
mengikutsertakan
kelembagaan desa dan unsur
masyarakat desa; 4. Tertib
dan disiplin anggaran yaitu
pengelolaan keuangan desa
harus mengacu pada aturan
atau pedoman yang
melandasinya.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia
Nomor 241 Tahun 2014 pasal 1
tentang Pelaksanaan
Pertanggungjawaban Transfer ke
Daerah dan Dana Desa. Dana desa
adalah dana yang bersumber dari
APBN yang diperuntukkan bagi
yang ditransfer melalui APBD
kabupaten dan kota yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan. Dana desa adalah
salah satu issu krusial dalam undang-
undang desa, penghitungan anggaran
berdasarkan jumlah desa dengan
mempertimbangkan jumlah
penduduk, angka kemiskinan, luas
wilayah, dan tingkat kesulitan
geografis dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan
pemerataan pembangunan desa.
Karena issu yang begitu krusial, para
senator menilai, penyelenggaraan
pemerintahan desa membutuhkan
pembinaan dan pengawasan,
khususnya penyelenggaraan kegiatan
desa.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
diberikan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus
kewenangannya sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas desa. Hal itu
berarti dana desa akan digunakan
untuk menandai kesel uruhan
kewenangan sesuai denagan
kebutuhan dan prioritas dana desa
tersebut namun, mengingat dana desa
8
bersumber dari Belanja Pusat, untuk
mengoptimalkan penggunaan dana
desa, Pemerintah diberikan
kewenangan untuk menetapkan
prioritas penggunaan dana desa
untuk mendukung program
pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Penetapan prioritas penggunaan dana
tersebut tetap sejalan dengan
kewenangan yang menjadi
tanggungjawab desa. Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa pada Pasal 18 bahwa Anggaran
Dana Desa berasal dari APBD
Kabupaten/Kota yang bersumber dari
bagian Dana Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota untuk desa paling
sedikit 10% (sepuluh persen).
Anggaran Pendapatan dan
Belanja bahwa Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa selanjutnya
disingkat APBDES adalah Rencana
Keuangan Tahunan Desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa yang
ditetapkan dengan Peraturan Desa
dan Dana Alokasi Desa terdapat pada
Bantuan Keuangan Pemerintah
Kabupaten meliputi:
1. Tunjangan Penghasilan
Aparatur Pemerintah Desa
(TPAPD).
2. Anggaran Dana Desa.
3. Penyisihan pajak dan
retribusi daerah.
4. Sumbangan bantuan lainnya
dari Kabupaten.
Menurut Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa pada
Pasal 72 ayat (1) mengenai sumber
pendapatan desa, dalam huruf d
disebutkan “ anggaran dana desa
yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam
ayat (4) Pasal yang sama disebutkan
"Anggaran Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d
paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari dana perimbangan
yang diterima Kabupaten/Kota dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus".17 Dalam masa
transisi, sebelum dana desa mencapai
10% anggaran dana desa dipenuhi
melalui realokasi dari Belanja Pusat
dari desa“ program yang berbasis
desa”.
Kementrian/lembaga mengajukan
anggaran untuk program yang
berbasis kepada menteri dan menteri
yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perencanaan
pembanguna nasional untuk
ditetapkan sebagai sumber dana desa.
Berlakunya Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 dirasakan menjadi
angin segar bagi desa. Adanya
undang-undang ini menjadi dasar
hukum dari diakuinya desa sebagai
suatu daerah otonomi sendiri. Dalam
hubungannya dengan desentralisasi
fiscal yang menjadi pokok dari
berlakunya undang-unadang tersebut
yaitu terkait dengan 10% dana dari
APBN untuk desa diseluruh
Indonesia, dimana setiap desa akan
menerima dana kurang lebih besar 1
Milyar per tahun. Pembagian
anggaran yang hampir seragam
berkisar 1 Milyar padahal kapasitas
9
pengelolaan pemerintah sangat
beragam ( hal ini akan diantisipasi
melalui aturan-aturan desentralisasi
fiscal yang mengatur besarnya
anggaran desa berdasarkan
kebutuhan serta kemampuannya
mengelola melalui peraturan
pemerintah.
Berdasarkan Peraturan
Mentri Dalam Negeri Nomor 4
Tahun 2007 Pasal 1 yang dimaksud
dengan pengelolaan adalah rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penggunaan,
penatausahaan, penilaian,
pembinaan, pengawasan dan
pengendalian. Pengelolaan atau
disebut juga dengan manajemen
dalam pengertian umum adalah suatu
seni, ketrampilan, atau keahlian.25
Yakni seni dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain atau
keahlian untuk menggerakkan orang
melakukan seuatu pekerjaan.
Menurut Stoner (2006:43)
pengelolaan merupakan proses
perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-
usaha para anggota organisasi dan
pengguna sumberdaya-sumberdaya
organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Menurut Arif (2007:32)
pengelolaan keuangan desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran,
penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan desa.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 37 tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa. Pemerintah daerah mempunyai
kewenangan yang lebih luas dalam
pengelolaan daerahnya. Salah satu
bentuk kepedulian pemerintah
terhadap pengembangan wilayah
pedesaaan adalah adanya anggaran
pembangunan secara khusus yang
dicantumkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) untuk pembangunan
wilayah pedesaan. Pemerintah desa
wajib mengelola keuangan desa
secara transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan
tertib dan disiplin. Transparan
artinya dikelola secara terbuka,
akuntabel artinya
dipertanggungjawabkan secara legal,
dan partisipatif artinya melibatkan
masyarakat dalam penyusunannya.
Keuangan desa harus dibukukan
dalam sistem pembukuan yang benar
sesuai dengan kaidah sistem
akuntansi keuangan pemerintahan
(Nurcholis,2011:82). Kepala Desa
sebagai kepala pemerintahan desa
adalah pemegang kekuasaan
pengelola keuangan desa dan
mewakili pemerintahan desa dalam
kepemilikan kekayaan desa yang
dipisahkan. Oleh karena itu, Kepala
Desa mempunyai kewewenang:
a. Menetapkan kebijakan
tentang pelaksanaan APBDesa.
b. Menetapkan kebijakan
tentang pengelolaan barang desa.
c. Menetapkan bendahara
desa
d. Menetapkan petugas yang
melakukan pemungutan penerimaan
desa dan.
10
e. Menetapkan petugas yang
melakukan pengelolaan barang milik
desa.
Sumber keuangan desa atau
pendapatan desa sebagaimana yang
disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Pasal 68 menyatakan bahwa sumber
pendapatan desa terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Desa yang
terdiri dari hasil usaha desa,
hasil kekayaan desa, hasil
swadaya dan partisipasi, hasil
gotong royong, dan lain-lain
pendapatan asli desa yang
sah;
b. Bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling
sedikit 10% (sepuluh per
seratus), untuk desa dan dari
retribusi Kabupaten/Kota
sebagian diperuntukkan bagi
desa;
c. Dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang
diterima oleh
Kabupaten/Kota untuk desa
paling sedikit 10% (sepuluh
per seratus), yang
pembagiannya untuk setiap
desa secara proporsional
d. Bantuan keuangan dari
Pemerintah yaitu bantuan dari
Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan;
e. Hibah dan sumbangan dari
pihak ketiga yang tidak
mengikat.
D. Akuntabilitas Dalam
Pengelolaan Dana Desa
Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan Desa Sistem pemerintahan
saat ini, membuat desa mempunyai
peran yang strategis dalam
membantu pemerintah daerah dalam
proses penyelenggaraan
pemerintahan, termasuk
pembangunan.Dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014
disebutkan bahwa pengaturan desa
bertujuan untuk: (a) Memberikan
pengakuan dan penghormatan atas
Desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan
sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia; (b)
Memberikan kejelasan status dan
kepastian hukum atas Desa dalam
sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia demi mewujudkan
keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia; (c) Melestarikan dan
memajukan adat, tradisi, dan budaya
masyarakat Desa; (d) Mendorong
prakarsa, gerakan, dan partisipasi
masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset
Desa guna kesejahteraan bersama;
(e) Membentuk Pemerintahan Desa
yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab; (f)
Meningkatkan pelayanan publik bagi
warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum.
Akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan
daerah diartikan sebagai kewajiban
pemerintah daerah untuk
mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pelaksanaan
pemerintahan di daerah dalam
11
rangka otonomi daerah untuk
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban yang terukur
baik dari segi kualitasnya maupun
kuantitasnya. Pemerintah daerah
sebagai pelaku pemerintahan harus
bertanggungjawab terhadap apa yang
telah dilakukannya terhadap
masyarakat dalam rangka
menjalankan tugas, wewenang, dan
kewajiban Pemerintah Daerah
(Sabarno, 2007:129).
Dalam akuntabilitas
terkandung kewajiban untuk
menyajikan dan melaporkan segala
kegiatan, terutama dalam bidang
administrasi keuangan kepada pihak
yang lebih tinggi. Media
pertanggungjawaban akuntabilitas
tidak terbatas pada laporan
pertanggungjawaban, akan tetapi
juga mencakup aspek-aspek
kemudahan pemberi mandat untuk
mendapatkan informasi, baik
langsung maupun tidak langsung
secara lisan maupun tulisan,
sehingga akuntabilitas dapat tumbuh
pada lingkungan yang
mengutamakan keterbukaan sebagai
landasan pertanggungjawaban
(Sulistiyani, 2011:71). Secara umum,
pengelolaan keuangan desa harus
berpedoman pada prinsip-prinsip
berikut: (1)Pengelolaan keuangan
direncanakan secara terbuka melalui
musyawarah perencanaan
pembangunan desa yang hasilnya
dituangkan dalam Peraturan Desa
tentang APBDesa, serta dilaksanakan
dan dievaluasi secara terbuka dan
melibatkan seluruh unsur masyarakat
desa; (2) Seluruh kegiatan harus
dapat dipertanggungjawabkan secara
administrasi, teknis, dan hukum; (3)
Informasi tentang keuangan desa
secara transparan dapat diperoleh
oleh masyarakat; (4) Pengelolaan
keuangan dilaksanakan dengan
prinsip hemat, terarah, dan terkendal
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Desa Kampung Hilir
berbatasan dengan Desa Kampung
Melayu di sebelah timur dan Desa
Kampung Melayu disebelah utara.
Desa Kukup disebelah selatan dan
Laut disebelah barat. Masyarakat
pada umumnya bekerja untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga
Mata pencaharian masyarakat di
Desa Kampung Hilir beragam ada
yang bertani, berkebun, beternak,
menambang, kerajinan dan industri
rumahan, dan berdagang. Adapun
jarak tempuh desa Kapung Hilir ke
Pusat Pemerintahan Kecamatan yaitu
berjarak ½ Km dan jarak dari pusat
pemerintahan Kabupaten Bintan
yaitu 370 km. Desa Kampung Hilir
memiliki jumlah penduduk sebanyak
1608 Jiwa yang terdiri dari 446 KK.
Berikut merupakan gambaran umum
mata pencaharian masyarakat Desa
Kampung Hilir Kabupaten Bintan.
Tabel III.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan
Mata Pencaharian
No Jenis Mata
Pencharian
Jumlah
1
2
Pegawai Negeri
Sipil
35
5
12
No Jenis Mata
Pencharian
Jumlah
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
TNI/POLRI
Swasta
Honorer
Wiraswata
Petani
Tukang
Buruh Tani
Pensiunan
Nelayan
Pengusaha
kecil, menengah
dan besar
Pedagang
Barang
Kelontong
Pedagang
Keliling
Perangkat Desa
Lainnya
8
64
87
54
6
1
10
248
2
5
2
7
10
Sumber : Profil Desa
Kampung Hilir, 2017
Berdasarkan dari tabel diatas
dapat diketahui bahwa mayoritas
mata pencaharian masyarakat yaitu
nelayan, hal ini membuktikan bahwa
mata pencaharian pada Desa
Kampung Hilir masih harus
diperhatikan guna dapat
mengingkatkan perekonomian
masyarakat yang berdampak kepada
kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dapat diketahui tingkat
pendidikan masyarakat pada Desa
Kampung Hilir sebagai berikut :
Tabel III.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
No Tingkat
Pendidikan
Masyarakat
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
Taman Kanak-
kanak
Sekolah
Dasar/sederajat
SMP
SMA/SMU
Akademi/D1-D3
Sarjana
Pascasarjana
41
303
246
250
26
53
-
Sumber : Profil Desa
Kampung Hilir, 2017
Berdasarkan dari tabel diatas
dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan masyarakat di Desa
Kampung Hilir masih harus
diperhatikan mengingat masyarakat
mayoritas belum dapat melanjutkan
pendidikan ke arah yang lebih tinggi,
13
sehingga dapat memberikan dampak
kepada pengetahuan masyarakat
yang nantinya berguna bagi
masyarakat itu sendiri dan juga bagi
pembangunan desa.
C. TUGAS POKOK DAN
FUNGSI
1. Kepala Desa
Kepala Desa adalah sebagai
kepala atau pimpinan dalam
organisasi pemerintahan di Kantor
Kantor Desa Kampung Hilir, yang
memiliki tugas sebagai berikut :
a. Sebagai unsur pimpinan
dalam Kantor Kantor Desa
Kampung Hilir
b. Melaksanakan instruksi
Camat atas nama Bupati
c. Mengadakan koordinasi
dengan instansi terkait yang
lebih tinggi maupun dengan
masyarakat langsung
d. Menandatangani surat-surat
keluar dan biaya-biaya yang
akan dibayarkan
e. Mengeluarkan nota dinas dan
memberikan sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan
oleh setiap karyawan
f. Menandatangani surat-surat
berharga lainnya.
Tanggungjawab :
Bertanggungjawab kepada Camat
2. Sekretaris Desa
Sekretaris Desa adalah
sebagai Kepala Sekretariat di Desa
yang bertanggungjawab langsung
kepada Kades dan yang membawahi
kaur yang ada di Desa, yang
memiliki tugas sebagai berikut :
a. Mengkoordinasikan
penyusunan program
kerja/kegiatan pemerintah
desa
b. Melaksanakan urusan surat
menyurat, kearsipan dan
pelaporan
a. Melakukan pelayanan
administrasi yang
dibutuhkan oleh
masyarakat di bidang
pemerintahan,
pembangunan dan
kemasyarakatan
b. Mengadakan kegiatan
pencatatan dan
pemeliharaan inventaris
dan kekayaan desa
c. Melaksanakan tugas tugas
lain yang diberikan
kepala desa
3. Kepala Urusan
Pemerintahan
Kepala Urusan pemerintahan
adalah yang melaksanakan tugas-
tugas dalam bidang pemerintahan di
Kantor Desa setempat. Tugas-tugas
Kepala Urusan pemerintahan antara
lain meliputi :
a. Melaksanakan tugas kegiatan
di bidang administrasi
wilayah, administrasi
kependudukan, administrasi
pertanahan dan profil desa
b. Membantu meningkatkan
urusan urusan administrasi
kegiatan organisasi social
politik dan lembaga
kemasyarakatan lainnya
14
c. Mempersiapkan secara
priodik program kerja di
bidang pemerintahan
d. Memberikan saran dan
pertimbangan kepada kepala
desa melalui sekretaris desa
dalam bidang pemerintahan
e. Melaksanakan tugas lain
yang diberikan sekretaris
desa
4. Kepala Urusan Keuangan
Kepala Urusan Keuangan adalah
yang melaksanakan tugas tugas
dalam bidang keuangan di kantor
desa setempat. Tugas tugas Kepala
Urusan Keuangan antara lain
meliputi :
a. Melaksanakan administrasi
keuangan desa,
mempersiapkan data guna
menyusunAPBDesa,
perubahan dan perhitungan
penerimaan dan pengeluaran
keuangan desa
b. Melaksanakan administrasi
penghasilan lainnya yang sah
untuk kepala desa, perangkat
desa dan biaya kegiatan
pemerintah desa
c. Mempersiapkan secara
priodik program kerja di
bidang keuangan
d. Membantu pelaksanaan
administrasipersyaratan
program program kredit
desa
e. Membantu kelancaran
pemasukan pendapatan desa
f. Menginventarisir kekayaan
desa, baik barang barang
yang bergerak maupun
barang barang yang tidak
bergerak
g. Memberikan saran dan
pertimbangan kepada kepala
desa melalui sekretaris desa
di bidang keuangan
h. Melaksanakan tugas lain
yang diberikan sekretaris
desa
5. Kepala Urusan
Kesejahteraan Rakyat
Kepala Urusan Kesejahteraan
Rakyat adalah yang melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang
Kesejahteraan Rakyat di Kantor
Desa setempat. Tugas-tugas Kepala
Urusan Kesejahteraan Rakyat antara
lain meliputi :
a. Melaksanakan kegiatan
pencatatan keadaan
kesejahteraan rakyat
termasuk bencana alam,
bantuan social, pendidikan
dan kebudayaan, kesenian,
pemuda dan olahraga,
pramuka, pemberdayaan
perempuan dan PMI di desa.
b. Menyelenggarakan
inventarisasi penduduk yang
tuna karya, tuna wisma, tuna
social, para penyandang cacat
( mental dan fisik ), yatim
piatu, jompo, panti asuhan
dan memasyarakatkan
kembali bekas narapidana
c. Mengikuti perkembangan
serta melaporkan tentang
keadaan kesehatan
masyarakat, kegiatan
kependudukan, (keluarga
berencana, ketenagakerjaan,
transmigrasi, lingkungan
hidup)
15
d. Melakukan kegiatan
pencatatan bagi para peserta
jamaah haji di desa
e. Melaksanakan kegiatan dan
pencatatan dan
perkembangan keagamaan,
badan amil zakat desa dan
pengurusan kematian
f. Melaksanakan kegiatan dan
pencatatan dan
perkembangan keagamaan,
badan amil zakat desa dan
pengurusan kematian
g. Melaksanakan tugas lain
yang diberikan sekretaris
desa
6. Kepala Urusan
Pembangunan
Kepala Urusan Pembangunan
adalah yang melaksanakan tugas-
tugas dalam bidang Pembangunan di
Kantor Desa setempat. Tugas-tugas
Kepala Urusan Pembangunan antara
lain meliputi :
a. Melaksanakan tugas
kegiatan di bidang
pembangunan antara
lain meliputi
menyiapkan/menyusu
n ruang data,
menyusun data
pembangunan,
menyiapkan masalah
masalah
pembangunan desa.
Meneliti dan
mengadakan evaluasi
dalam rangka
koordinasi
pembangunan desa
serta membantu
penyusunan program
pembangunan desa
b. Mengikuti dan
melaporkan
perkembangan
keadaan dan kegiatan
di bidang pertanian,
perindustrian
perdagangan maupun
perekonomian lainnya
c. Melaksanakan tugas
tugas lain yang
diberikan sekretaris
desa
7. Kepala Urusan Ketentraman
dan Ketertiban
Kepala Urusan Ketentraman dan
Ketertiban adalah yang
melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang Ketentraman dan Ketertiban
di Kantor Desa setempat. Tugas-
tugas Kepala Urusan Ketentraman
dan Ketertiban antara lain meliputi :
a. Melaksanakan tugas
kegiatan di bidang
ketertiban antara lain
meliputi
mengumpulkan,
mengolah dan
mengevaluasi data di
bidang ketentraman
dan ketertiban
b. Melakukan
pembinaan
ketentraman dan
ketertiban masyarakat
c. Melakukan pelayanan
kepada masyarakat di
bidang ketentraman
dan ketertiban
d. Membantu
pelaksanaan
pengawasan terhadap
pengaturan bantuan
kepada masyarakat
16
serta melakukan
kegiatan pengawasan
akibat bencana alam
dan bencana lainnya
e. Membantu dan
mengusahakan
kegiatan yang
berkaitan dengan
pembinaan dan
kerukunan warga
f. Mengumpulkan bahan
dan menyusun
laporan di bidang
ketentraman dan
ketertiban
g. Melaksanakan tugas
tugas lain yang
diberikan sekretaris
desa
8. Kepala Dusun
1) Kepala Dusun berkedudukan
sebagai unsur pembantu
kepala desa yang memimpin
di wilayah dusun.
2) Untuk menjalankan tugas
sebagaimana dimaksud ayat
(1) kepala dusun berfungsi :
a. Pelaksanaan kegiatan
pemerintahan,
pembangunan dan
kemasyarakatan serta
ketentraman dan
ketertiban diwilayah
kerjanya
b. Pelaksanaan peraturan
desa diwilayah kerjanya
c. Pelaksanaan kebijakan
kepala desa
d. Kepala Dusun dalam
melaksanakan tugasnya
bertanggungjawab
kepada kepala desa
ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Kesediaan dan aksesbilitas
dokumen
Dana Desa merupakan berkah
yang berpotensi menjadi bencana.
Pasalnya, jika tidak dikelola dengan
baik, dana berjumlah milyaran
tersebut akan berubah menjadi
bencana. Merujuk pada UU No. 6
Tahun 2014, Dana Desa wajib
digunakan untuk empat urusan, yaitu
penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pembinaan, dan
pemberdayaan masyarakat. Undang-
undang yang terdiri dari 16 bab dan
122 pasal ini memberlakukan
implikasi hukum bagi aktor-aktor
pengelolanya.
Semakin menguatnya posisi
desa dalam proses pembangunan
menunjukkan tuntutan publik, yaitu
tata kelola pemerintahan desa harus
berlangsung secara akuntabel. Oleh
karena itu, tak heran jika kemudian
aspek transparansi dan partisipasi
menjadi dua kata kunci penting.
Keduanya diatur dalam pasal 82 ayat
1-5.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa tidak ada
keterbukaan informasi dalam
pengelolaan dana desa di Desa Hilir.
Dalam Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 dijelaskan bahwa,
keuangan desa adalah semua hak dan
kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa
yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk
17
kekayaan yang behubungan dengan
hak dan kewajiban desa tersebut.
Sumber keuangan desa pada umunya
berasal dari Alokasi dana desa, dana
dari Pemerintah, dan hasil dari
BUMDes. Adapun pelaksanaan
urusan pemerintah daerah oleh
pemerintah desa akan didanai dari
APBD, sedangkan pelaksanaan
urusan pemerintah pusat yang
diselenggarakan oleh pemerintah
desa didanai oleh APBN.
Transparansi artinya dalam
menjalankan pemerintahan,
pemerintah mengungapkan hal-hal
yang sifatnya material secara berkala
kepada pihak-pihak yang memiliki
kepentingan, dalam hal ini yaitu
masyarakat luas sehingga prinsip
keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi
seluasluasnya tentang keuangan
daerah. Krina (2003) mengatakan
prinsip-prinsip transparansi dapat
diukur melalui sejumlah indikator
seperti berikut : (1) Mekanisme yang
menjamin sistem keterbukaan dan
standarisasi dari semua proses-proses
pelayanan publik; (2) Mekanisme
yang memfasilitasi pertanyaan-
pertanyaan publik tentang
berbagaikebijakan dan pelayanan
publik, maupun proses-proses
didalam sektor publik; (3)
Mekanisme yang memfasilitasi
pelaporan maupun penyebaran
informasi maupun penyimpangan
tindakan aparat publik didalam
kegiatan melayani.
Transparansi dijelaskan
dalam kesediaan dan aksesbilitas
dokumen dengan pelaksanaa anggran
yang berisi tentang pendapatan dan
pengeluaran desa setiap tahunnya.
Terdiri dari jumlah dana yang di
dapatkan, pendapatan desa kemudian
pengeluaran seperti belanja tidak
langsung, dan belanja langsung
pegawai sampai dengan
pembangunan desa.
2. Kejelasan dan kelengkapan
informasi
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa selama ini prosedur
dalam dana desa sudah ada, namun
banyak tidak dipublikasikan kepada
masyarakat di Desa ini. Sistem
pemerintahan yang ada dan berlaku
saat ini desa mempunyai peran yang
strategis dan penting dalam
membantu pemerintah daerah dan
proses penyelenggaraan pemerintah
serta pembangunan. Penyusunan
perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan daerah juga bertujuan
pada pemberdayaan dan
pengembangan usaha kecil dan
menengah, hal tersebut ditandai
semakin meningkatnya anggaran
pembangunan yang dialokasikan
untuk kegiatan pembangunan
pedesaan baik menyangkut
pembangunan fisik maupun
pemberdayaan masyarakat pedesaan.
Salah satu bentuk kepedulian
pemerintah terhadap pemberdayaan
masyarakat desa dan pengembangan
wilayah pedesaan adalah anggaran
pembangunan secara khusus yang
dianggarkan dalam Anggaran
Pendapatan dan belanja Daerah
(APBD) untuk pembangunan
wilayah pedesaan.
18
Undang-undang nomor 23tahun
2014 tentang pemerintahan daerah
telah diatur mengenai pelaksanaan
sistem desentralisasi di negara
indonesia, dimana pemerintah pusat
memberikan kewenangan yang lebih
besar kepada daerah untuk
melakukan serangkaian proses
mekanisme dan tahapan perencanaan
yang dapat menjamin keselarasan
pembangunan. Pemberian otonomi
daerah seluas-luasnya berarti
pemberian kewenangan dan
keleluasaan kepada daerah untuk
mengelola dan memanfaatkan
sumber daya secara optimal
3. Keterbukaan Proses
Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa pengelolaan dana
desa belum transparan, dan tidak
secara luas di informasikan kepada
masyarakat, dalam mendukung
terwujudnya good governance
masyarakat sebagai salah satu alat
untuk mendorong berjalannya
prinsip-prinsip good governance.
Segala sesuatu yang berhubungan
dengan masyarakat harus dibuat
secara terbuka. Apalagi di Desa Hilir
yang masih ada masyarakatnya
berpendidikan rendah sehingga untuk
masalah alokasi dana tentu harus
dibuka dan dijelaskan secara terang-
terangan agar masyarakat dapat
mendukung jalannya pemerintahan
desa bukan malah berfikiran buruk
terhadap dana yang telah masuk
tersebut.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pengelolaan keuangan desa
pada pengelolaan Alokasi dan desa
di Desa Kampung Hilir, Kecamatan
Tambelan, Kabupaten Bintan Tahun
2015 belum transparan, hal ini dapat
dilihat dari hasil temuan sebagai
berikut :
1. Mengukur tingkat
keterbukaan proses
penyelenggaraan pelayanan
publik ditemukan bahwa
pengelolaan dana desa belum
transparan, dan tidak secara
luas di informasikan kepada
masyarakat, dalam
mendukung terwujudnya
good governance masyarakat
sebagai salah satu alat untuk
mendorong berjalannya
prinsip-prinsip good
governance. Segala sesuatu
yang berhubungan dengan
masyarakat harus dibuat
secara terbuka. Apalagi di
Desa Hilir yang masih ada
masyarakatnya berpendidikan
rendah sehingga untuk
masalah alokasi dana tentu
harus dibuka dan dijelaskan
secara terang-terangan agar
masyarakat dapat mendukung
jalannya pemerintahan desa
bukan malah berfikiran buruk
terhadap dana yang telah
masuk tersebut.
2. Seberapa mudah prosedur
pelayanan dapat dipahami
oleh pengguna ditemukan
bahwa sudah dilakukan
19
walaupu belum optimal.
Salah satu prosedur dalam
pengelolaan dana desa adalah
memusyawarahkan untuk apa
dana desa tersebut di
alokasikan salah satunya
adalah lewat musrenbangdes.
prosedur dalam pengelolaan
keuangan desa hanya di
lakukan secara terbuka untuk
pemerintah desa bukan untuk
masyarakat.
3. Kemudahan untuk
memperoleh informasi
mengenai beberapa aspek
penyelenggaraan pelayanan
public ditemukan bahwa
tidak ada keterbukaan
informasi dalam pengelolaan
dana desa di Desa Hilir,
transparansi pengelolaan
Dana Desa masih dianggap
sebagai ancaman bagi
sebagian pejabat publik.
Beberapa informasi terkait
kebijakan penggunaan Dana
Desa kerap hanya dikuasai
oleh segelintir elit.
Tertutupnya informasi dan
kebijakan tersebut terutama
berkaitan dengan pengelolaan
keuangan. Pengelolaan
keuangan Dana Desa dinilai
sensitif jika dihadapkan pada
kewajiban pemerintah desa
untuk memenuhi aspek
transparansi.
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya ada media untuk
menginformasikan kepada
masyarakat tentang
pengelolaan dana desa di
Desa Hilir
2. Seharusnya pengelolaan
pendapatan asli desa di
lakukan secara terbuka
3. Seharusnya pemerintah desa
mendorong partisipasi
masyarakat desa unuk
mengawasi pengelolaanny
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muhammad. 2007. Tata Cara
Pengelolaan Keuangan Desa
Dan Pengelolaan Kekayaan
Desa. Pekanbaru: ReD Post
Press
Dwiyanto. 2008. Mewujudkan Good
Governance melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
Hafiz,Abdul,
2011,”Akuntasi,Transparansi,
dan Akuntabilitas Keuangan
Publik”
Hamdy. 2001. Ekonomi
Internasional: Teori dan
Kebijakan Keuangan
Internasional. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Kristianten.2006.Transparansi
Anggaran Pemerintah. Jakarta
:Rineka Cipta.
Mahmudi,2010,Manajemen
Keuangan, Jakarta: Airlangga.
Mardiasmo,2002,Otonomi Daerah
dan Manajemen Keuangan
Daerah, Yogyakarta : Andi
Offset.
20
Moleong,Lexy J,2005,Metode
Penelitian Kualitatif, Bandung :
Remaja Rosda karya.
Mustopadidjaja. 2003, Pemerintah
Yang Baik dan
Tranparansi,Yogyakarta : Andi
Offset.
Nurcholis, Hanif. 2011.
Pertumbuhan dan
Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih.
2005. Manajemen Pelayanan.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Riswanda, Imawan. 2003.
Membedah Politik Orde Baru.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Saladien,2006,Rancangan Penelitian
Kualitatif Modul Metodologi
Penelitian
Kualitatif, Bandung : Pustaka
Setia.
Santosa. 2008. Administrasi Publik
Teori dan aplikasi Good
Governance. Bandung : Refika
Aditama
Sedarmayanti, 2004, Good
Government (Pemerintahan
yang baik); Bandung: CV.
Mandar Maju
Stoner. 2006. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
Subarsono.2003. Analisis Kebijakan
Publik, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar
Sugiono. 2005. Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung:
ALFABETA
Syafiie, Inu Kencana. 2007.
Kepemimpinan Pemerintahan
Indonesia. Bandung:Refika
Aditama.
Widjaja, HAW. 2003. Otonomi
Desa. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Zulkarnaen dan Saebani, B.A., 2012,
Hukum Konstitusi, CV Pustaka
Setia, Bandung.
Peraturan Perundang-undangan :
Peraturan Menteri dalam Negeri
Nomor 37 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Neger
Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan
Keuangan Desa