TRANSISI EPi

download TRANSISI EPi

of 8

Transcript of TRANSISI EPi

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    1/8

    TRANSISI EPIDEMIOLOGI

    Di negara yang telah maju angka kematian menurun menyusul terjadinyakemajuan dalam perekonomian dan teknologi. Revolusi Mortalitas di Indonesia

    yang merupakan revolusi demografi pertama di Indonesia terjadi pada sekitar

    tahun 1950-an. Indonesia termasuk "beruntung", karena ketika memulai usaha

    penurunan kematian, di negara lain sudah tercipta teknologi untuk memirunkan

    angka kematian. Indonesia dapat segera mengadopsi teknologi kedokteran

    modern, seperti imunisasi dan anti biotic, tanpa menunggu kemajuan

    perekonomian yang cepat.

    Transisi mortalitas dari angka kematian yang tinggi ke angka kematian

    yang rendah umumnya disertai dengan transisi epidemiology, yaitu bergesernya

    jenis penyakit penyebab kematian. Penyakit menular merupakan penyebab

    kematian paling banyak pada saat angka kematian masih tinggi yang

    pengobatanya biasanya hanya memerlukan teknologi kedokteran yang relatif

    "sederhana" dalam ukuran zaman sekarang. Contoh penyakit tersebut:

    tubercoluse dan diare. Namun, ketika angka kematian sudah rendah penyebab

    kematian tidak lagi disebabkan karena penyakit Infeksi, tetapi lebih disebabkan

    oleh penyakit degeneratif (penyakityang berhubungan dengan penurunan fungsi

    organ tubuh karena proses penuaan, seperti penyakit jantung, kanker dan

    tekanan darah tinggi). Kelainan jiwa dan kecelakaan.

    Dalam bahasan ini, penyakit dikelompokkan menjadi penyakit menular

    dan bukan menular. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit dipteri, pertusis,

    campak malaria, dan HIV/AIDS. Penyakit tidak menular antara lain termasuk

    kardiovaskuler (penyakit yang berkaitan dengan jantung), kelainan dan

    gangguan perintal, neoplasma, bronchitis, asma, emfisema, kelainan hati,

    penyakit susunan syaraf, komplikasi kehamilan / persalinan, serta cedera

    kecelakaan.

    Pengukuran kecenderungan angka kematian di Indonesia selama ini

    didasarkan suatu asumsi bahwa terdapat suatu hubungan yang konsisten antara

    besaran dan pola kematian bayi dan anak di suatu pihak dengan besaran dan

    pola kematian dewasa di pihak lain. Para pakar demografi Indonesia biasanya

    menggunakan suatu model matematis dari Coale-Demeny. Seperti model

    matematis lainya (yang berkenaan dengan kematian), peningkatan (penurunan)

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    2/8

    angka kematian bayi selalu bersamaan dengan peningkatan (penurunan) angka

    kematian dewasa. Dengan kata lain, data empiris yang digunakan untuk diskusi

    kematian di Indonesia semata di dasarkan pada data empiris untuk kematian dibab ini dipusaykan pada data empiri angka kematian bayi.

    Angka kematian bayi (IMR) Indonesia mengalami penurunan dari 142 per

    1000 kelahiran. (menjelang tahun 1971) menjadi 70 per 1000 kelahiran

    (menjelang tahun 1990). Ketika angka kematian bayi masih di atas 100

    biasanya disebut tahap soft rock penyebab kematian masih didominasi oleh

    penyakit menular. Sampai akhir tahun 1970-an Indonesia masih berada pada

    tahap shaft rock, namun, Di Yogyakarta sudah lepas dari tahap shqft rock pada

    akhir tahun 1960-an, dengan IMR sebeasar 93. saat ini (1995-2000) Di

    Yogyakarta sudah memiliki angka kematian bayi di bawah 30-an yang disebut

    dengan tahap hard rock, yang harus dicapai oleh propinsi lain mulai periode

    2000-2005 (lihat table 5.1). di DI Yogyakrta penyebab kematian tidak lagi

    didominasi oleh penyakit menular, tetapi oleh penyakit degeneratif yang secara

    kedokteran memerlukan teknologi pengobatan yang lebih canggih, kelainan jiwa,

    dan kecelakaan.

    Di antara tahap shaft rock dan tahap hard rock terdapat tahap

    intermediate rack. Banyak propinsi di Indonesia, dan Indonesia secara

    keseluruhan, kini berada pada tahap lintermediate rock. Di tahap ini, penyebab

    kematian merupakan gabungan penyakit menular dan penyakit degeneratif,

    kelainan jiwa, serta kecelakaan. Table 5.1 memperlihatkan pengelompokan

    propinsi menurut ketiga tahap ini pada periode 1990-1995 dan proyeksi hingga

    2020-2025. Nusa Tenggara Barat merupakan satu-saumya propinsi yang masih

    berada di tahap shaft rock pada tahun 1990-1995.

    Namun, perlu disebutkan bahwa pada angka kematian bayi di bawah 30

    pun muncul penyakit infeksi yang mematikan. Akhir-akir ini kita menemuhi

    penyakit HIV/AIDS yang belum ada pengobatanya, dan penyakit ini termasuk

    kelompok penyakit menular, walau (untungnya) penyebaran infeksi ini melaluhi

    cara yang sangat khas, dan tidak melaluhi udara, air atau makanan.

    Dipihak lain, ebagai akibat revolusi fertilitas dan mortalitas, jumlah

    penduduk lansia(60+) meningkat dari sekitar 7,9 juta pada tahun 1980 menjadi

    kira-kira 11,3 juta pada tahun 1990, dan diperkirakan menjadi kurang lebih 12,8

    juta pada tahun 1995, dan 17,7 juta pada tahun 2005, serta 28,8 juta pada tahun

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    3/8

    2020. jumlah 17,7 juta penduduk lansia pada tahun 2005 mirip dengan dua kali

    jumlah penduduk UKI Jakarta terdiri penduduk lansia. Pada tahun 2020 jumlah

    penduduk lansia di Indonesia mirip jumlah propinsi Jawa Tengah pada tahun1990 bila semua penduduknya lansia.

    Pasar kerja perlu menanggapi kebutuhan para lansia ini, Misalnya, perlu

    adanya angka kerja yang melayani kesehatan, pendidikan, keamanan,

    transportasi, dan rekreasi para lansia. Mungkin pula semua fasilitas unuk para

    lansia telah serba elektronik sehingga tidak lagi, atau hanya sedikit,

    membutuhkan pelayanan dari tenaga kerja. Biia para lansia ini sakit-sakitan,

    kebutuhan pengobatan penyakit lansia akan meningkat. Bila mereka tetap sehat,

    kebutuhan untuk menjaga mereka tetap sehat dan pemenuhan asasi mereka

    akan menonjol. Perlukah dipikirkan usaha yang menciptakan komunikasi teras-

    menerus antara para penduduk lansia dan penduduk muda, agar tercipta suatu

    pasar kerja yang lebih optimal, selain hal tersebut akan memperlambat

    kepikunan para lansia.

    Bila kebijakan hidup sehat berhasil di galakkan, pasar kerja juga akan

    dibanjiri oleh mereka yang lansia. Mereka ini dapat di fanfaatkan untuk mengisi

    lapangan pekerjaan yang lebih padat "otak" dan kurang mempergunakan tenaga

    fisik. Kemajuan dalam teknologi komputer tampaknya dapat dimanfaatkan untuk

    peningkatan pasar kerja, mereka juga membutuhkan barang dan jasa yang

    berbeda dengan ketika para pemuda masuk pasar kerja. Transportasi dan

    keamanan perlu dipikirkan untuk memperhatikan mooilitas pekerja lansia dari

    rumah ke tempat kerja. Pola pemukiman juga perlu memperhatikan perubahan

    pasar kerja ini.

    Di tinjau dari prosentase penduduk lansia terhadap penduduk

    keseluruhan, DI Yogyakarta merupakan penduduk "paling tua". Pada awal PJP II

    lebih dari 10% keseluruhan penduduk DI Yogyakarta sudah mencapai usia 60

    tahun atau lebih. Penduduk perempuan di DI Yogyakarta sudah mengalami

    penuaan yang lebih cepat dari pada penduduk laki-laki. Persentase tersebut

    12,16% untuk perempuan, sebaliknya hanya 9,98% untuk laki-laki pada awal

    PJP II.

    Para lansia pun memiliki sisa hidup yang makin panjang. Kalau waktu

    yang makin panjang ini tidak dimanfaatkan dengan baik, mereka akan makin

    lama menjadi beban perekonomian. Namun, dari sisi lain, para lansia ini

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    4/8

    sesungguhnya masih mempunyai "waktu" yang lebih lama untuk "menikmati"

    investasi yang telah mereka lakukan selama 60 tahun. Mereka pun masih dapat

    belajar lagi, karena mereka masihdapat hidup lebih lama lagi. Setelah usia 60 tahun, rata-rata mereka akan masih

    bertalian hidup sekitar 17 tahun.

    Peningkatan akan harapan hidup ini juga mengimplikasikan terjadinya

    peningkatan kebutuhan barang dan jasa bagu penduduk pada usia yang lebih

    tua. Bila juga mempunyai pendapatan, atau didukung oleh pendapatan keluarga

    mereka atau oleh pemerintah, kebutuhan ini akan berabah menjadi pennintaan

    terhadap barang dan jasa, yang akhiraya mempenganihi permintaan terhadap

    pekerja.

    Transisi Kesehatan

    Diare merupakan penyakit penyumbang terbesar terhadap kematian pada

    tahun 1971, 1989 dan 1986. walau pada tahun 1986 diare masih merupakan

    penyumbang terbesar, namun prosentasenya telah menurun dari 18,8% pada

    tahun 1980 menjadi 12,0% pada tahun 1986. Persentase ini teras menurun

    menjadi 8,0% pada tahun 1992. pada tahun 1992 penyakit penyumbang

    terbesar (16,5%) terhadap kematian. Presentase penyakit kardiovaskuler

    sebagai penyebab kematian pada tahun 1992 kira-kira tiga kali lipat persentase

    pada tahun 1971.

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    5/8

    Tabel 4. Penyakit Penyebab Kematian Utama, di Indonesia, 1992

    Sumber : Wilopo, 1995

    Pada tahun 1971 dan 1980 penyakit radang saluran pernapasan

    menjadi penyumbang kedua dalam penyebab kematian di Indonesia.

    Sumbangan penyakit lain seperti tuberkulosa dalampenyebab kematian,

    cenderung meningkat penyakit yang juga mangalami kenaikan dalam

    persentase:cedera dan kecelakaan, bronchitis/asma serta difteri, pertusis dan

    campak.

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    6/8

    Tabel 5. Kematian Akibat Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia, 1992

    Gambar 4. Persentase Kematian Akibat Penyakita Kardiovaskuler

    Untuk kasus penyakit kardiovaskuler, wilayah Jawa dan Bali mempunyai

    persentase kematian paling besar dibandingkan dengan wilayah lain. Ssekitar

    20,8% penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab kematian terdapat di Jawa dan

    Bali. Angka tersebut bahkan melebihi angka nasional (15,5%). Sumatra hampir

    menyamai angka nasional. Penyakit tersebut dapat diakibatkan oleh konsumsi

    makanan yang kurang seirnbang (terlalu banyak kolesterol), stress, kurang olali

    raga, dan kegeinukan. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa pulau Jawa dan

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    7/8

    Bali mempunyai persentase tertinggi, karena umumnya wilayah tersebut

    cenderung lebih maju dan masyarakatnya mempunyai gaya hidup yang berbeda

    dibandingkan wilayah lainya.Terdapat pola penyakit menurut kelompok umur. Penyakit menular/dalam

    hal ini penyakit diare dan saluran peraapasan, masih mendominasi kematian

    kelompok umur muda (kurang dari lima tahun). Dengan meningkatnya usia,

    penyebab kematian bergeser ke penyakit tidak menular, terutama oleh penyakit

    kardiovaskuler.

    Penyakit penyebab kematian juga mengalami pergeseran posisi, dari

    Tetanus Neonatorium pada tahun 1986 menjadi ISPA (Infeksi Saluran

    Pernafasan Akut) pada tahun 1992. penurunan persentase penyakit Tetanus

    Neonatorium tersebut mungkin disebabkan adanya program imunisasi untuk

    para ibu hamil.

    Tabel 6. Beberapa Pola Penyakit Penyebab Kematian Bayi:

    Indonesia, 1986 Dan 1992

    Jenis penyakit 1986 (%) 1992 (%)

    1 . Tetanus

    Neonatorium

    2. Gangguan

    perinatal

    3. Diare

    4. ISPA

    5. Difteria

    pertusis, dan

    campak

    6. Penyakit

    system syaraf

    19,3

    12,4

    15,5

    12,4

    9,4

    tt

    7,9

    11,8

    11,5

    37,7

    2,6

    7,3

    Sumber: Wilopo, 1995

  • 7/26/2019 TRANSISI EPi

    8/8

    Selain itu, perubahan dalam penyebab kematian ini dibarengi pula

    dengan perubahan pada derajat kesehatan masyarakat. Pada saat angka

    kematian bayi masih tinggi atau angka harapan hidup waktu lahir masih rendah,penurunan angka kematian bayi (dan peningkatan angka harapan hidup waktu

    lahir) biasanya mencerminkan terjadinya peningkatan derajat kesehatan

    masyarakat. Perbaikan kesehatan terjadi pada pencegahan terjadinya kematian

    pada bayi dan usia yang masih muda. Perbaikan ini juga terlihat dengan

    meningkatnya jumlah penduduk berusia muda. Peningkatan penduduk berusia

    muda, yang terjadi dengan cepat, menyebabkan terjadinya peledakan penduduk,

    khususnya penduduk muda.

    Sumber; Indonesia, Departemen Kcesehatan (1993).

    Gambar 3. Pola Penyakit Penyebab Kematian Bayi