TRANSFORMASI SPASIAL DESA CIHIDEUNG KECAMATAN … · Web view2019. 6. 11. · transformasi...
Transcript of TRANSFORMASI SPASIAL DESA CIHIDEUNG KECAMATAN … · Web view2019. 6. 11. · transformasi...
TRANSFORMASI SPASIAL DESA CIHIDEUNG KECAMATAN
PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2003 - 2018
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
Ulfah Fachrita
1506889
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia ini.
Perkembangan Indonesia pun bisa dikatakan pesat dari berbagai aspek, bisa
dilihat dari Pulau Jawa yang dengan kepadatan penduduk lebih tinggi
dibandingkan pulau-pulau besar lainnya seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
dan Papua. Pusat pemerintahan yang berada di Pulau Jawa inilah yang menjadikan
Pulau Jawa menjadi pulau yang dapat terlihat perkembangannya secara signifikan.
Kota-kota besar didalamnya yang semakin hari memperlihatkan kekhasannya
untuk menarik mata dunia. Tidak hanya kota, namun daerah lain selain kota juga
ikut dalam merubah kondisi wilayahnya.
Perubahan-perubahan tersebut tentunya memiliki dampak positif dan negatif
bagi kondisi fisik alam maupun kondisi masyarakatnya. Permasalahan di setiap
kota hampir memiliki masalah yang sama dalam proses perkembangannya salah
satunya yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memunculkan masalah.
Yunus (2008) menyatakan bahwa transformasi ekonomi dilihat dari perspektif
kegiatan penduduk asli dan perspektif penduduk pendatang. Sedangkan
Transformasi Sosial dapat dilihat dari perspektif mata pencaharian, keterampilan,
kekerabatan, kelembagaan, strata sosial, kontrol sosial, dan mobilitas penduduk.
Jumlah penduduk di suatu wilayah tidaklah selalu tetap dan sama, namun akan
selalu berubah baik itu bertambah maupun berkurang seiring berjalannya waktu.
Pertumbuhan penduduk dalam hal ini pula dapat dilihat dari beberapa aspek
seperti pertambahan angka kelahiran yang tidak seimbang dengan angka kematian
dan aktivitas seperti migrasi, urbanisasi, dan ruralisasi. Selain itu pula akan
berdampak pada kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya serta pengetahuan dan
teknologi.
Semakin berkembangnya daerah perkotaan, lahan pun berkurang untuk
dibangunnya fasilitas-fasilitas yang menunjang aktivitas manusia sehari-hari,
maupun pemukiman, tidak hanya itu saja, banyaknya orang-orang dari luar Pulau
Jawa yang mencari lapangan pekerjaan menuju kota-kota besar pun
mengakibatkan mereka akan mencari lahan untuk ditempati. Namun lahan yang
ada memiliki luas yang tetap, dan menyebabkan orang-orang tersebut akan
mencari pemukiman di daerah-daerah pinggiran kota yang dapat dikatakan masih
memiliki banyak lahan yang belum terbangun.
Perubahan tata guna lahan menjadi pemukiman ini pula harus melihat kondisi
dan dampak bagi masyarakat sekitar yang lahannya mengalami perubahan. Seperti
dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur Hak Asasi Manusia yang
diatur dalam Pasal 28H ayat (1) berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Dalam perkembangannya, pembangunan kearah pinggiran kota
mengakibatkan adanya penambahan ruang yang bersifat kekotaan di daerah
pinggiran kota yang disebut dengan perkembangan horizontal sentrifugal (Yunus,
2005). Menurut Yunus (2006) pula mengemukakan bahwa perkembangan daerah
pinggiran kota dipengaruhi oleh enam determinan, yaitu aksesibilitas, pelayanan
publik, karakteristik lahan karakteristik pemilik lahan, peraturan pemerintah dan
inisiatif developer.
Kecamatan Parongpong merupakan salah satu daerah yang berada di
Kabupaten Bandung dengan luas wilayahnya secara keseluruhan adalah 32,89
km² (Situs Resmi Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman dalam
http://ppsp.nawasis.info/). Kecamatan Parongpong merupakan wilayah yang
strategis dikarenakan wilayahnya berada di antara Kota Bandung, Kota Cimahi,
Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, dan Kecamatan Lembang. Selain itu
pula terdapat beberapa desa yang menjadi lintasan antara Kecamatan Lembang
dan Kecamatan Ngamprah yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Bandung
Barat.
Kecamatan Parongpong terkenal dengan wisata bunganya, mayoritas
pekerjaan penduduk di wilayah ini adalah petani. Petani di wilayah ini merupakan
petani bunga dan tanaman hias lainnya, ada pula yang bercocok tanam sayuran.
Hal ini menjadi daya tarik Kecamatan Parongpong, bahkan pemerintah Bandung
Barat mendeklarasikan wilayah Parongpong sebagai kota wisata bunga. Terdapat
7 desa di Kecamatan Parongpong, dan diantara 7 desa tersebut yang sudah
terkenal dan berkembang menjadi kawasan wisata bunga yaitu Desa Cihideung.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bayu Wahyudi (2017), Desa Cihideung
ini menjadi salah satu dari 3 desa yang mengalami banyak terjadinya perubahan
tata guna lahan. Posisi geografis desa Cihideung ini pula menjadi salah satu desa
yang terlewati oleh lintasan jalur Kecamatan Lembang dan Kecamatan Ngamprah.
Hal ini akan menjadikan Desa Cihideung akan menjadikan daerah yang ramai lalu
lintas. Tidak hanya digunakan oleh penduduk sekitar desa saja namun juga
masyarakat yang akan menggunakan jalur dari Kecamatan Lembang menuju
Kecamatan Ngamprah.
Tidak hanya saja perubahan lahan yang terjadi melainkan perubahan yang
dalam kehidupan masyarakat pun dapat terjadi dan dapat meliputi aspek seperti
social, budaya, ekonomi, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Desa Cihideung
sendiri sudah mengalami banyak perubahan dalam hal lahan yang banyak
dibangun objek wisata mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata permainan,
tidak hanya tempat wisata melainkan fasilitas pendukung lainnya seperi tempat
makan, penginapan, butik, dan lainnya.
Dalam penelitian yang dialakukan oleh Hanifah Gunawan, dkk mengenai
Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa
Wisata (2015), dijelaskan mengenai kondisi masyarakat Desa Cihideung sebelum
mengalami perubahan dari kawasan pertanian menjadi desa wisata selain itu
perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat Desa Cihideung, dapat
diidentifikasi melalui hal-hal berikut:
a. Pemanfaatan lahan didominasi oleh masyarakat Desa Cihideung dalam
bidang pertanian,
b. Rendahnya jumlah penduduk (9038 jiwa) sehingga tidak terjadi kepadatan
penduduk,
c. Mayoritas mata pencaharian sebagai petani (sebesar 87%),
d. Rendahnya tingkat pendidikan (kualitas dan kuantitas pendidikan di Desa
Cihideung pun kurang memadai),
e. Interaksi sosial yang kuat (gotong royong, kerja sama, musyawarah, saling
sapa, sopan santun),
f. Proses sosialisasi unsurunsur masyarakat pedesaan,
g. Memegang teguh normanorma sosial (norma agama, norma kesopanan),
h. Sikap hidup yang sederhana,
i. Rendahnya mobilitas sosial baik vertikal karena minimnya kualitas sumber
daya manusia dan horizontal karena,
j. Teknologi tepat guna dengan cara memanfaatkan sumber daya lingkungan
Desa Cihideung,
k. Sistem pemerintahan yang belum tersosialisasikan dengan baik,
l. Rendahnya ukuran komunitas karena minimnya kualitas sumber daya
manusia,
m. Kesenian tradisional yang masih kental dan dilakukan atas dasar
keikhasan,
n. Adat istiadat yang masih kental yaitu adat memberikan sesaji kepada mata
air sebelum melakukan kegiatan bertani.
Selain itu pula dijelaskan mengenai perubahan sosial budaya yang terjadi pada
masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata, bahwa pada awalnya mayoritas
masyarakat Desa Cihideung adalah petani palawija maupun petani sawah, namun
seiringnya waktu dan terjadinya pembebasan lahan, melau berubah profesi
menjadi petani bunga potong maupun bibit bunga, dan Desa Cihideung pun
dinobatkan sebagai desa agrowisata.
Karena dinobatkan sebagai desa agrowisata pembangunan fasilitas penduung
pun menyebabkan perubahan yang terjadi pula pada masyarakat Desa Cihideung.
Perubahan tersebut dapat diidentifikasi melalui beberapa hal berikut:
a. Berkurangnya lahan pertanian karena banyak dibangun objek pariwisata,
b. Meningkatnya jumlah penduduk karena banyaknya pendatang,
c. Mata pencaharian menjadi heterogen karena mulai banyak lapangan
pekerjaan non pertanian,
d. Meningkatnya tingkat pendidikan karena tersedianya kualitas dan
kuantitas Sekolah di Desa Cihideung serta para orang tua sudah
menyekolahkan anaknya untuk bisa mendapatkan pekerjaan,
e. Berkembangnya teknologi modern yang membantu kegiatan masyarakat
Desa Cihideung salah satunya adalah telepon genggam, laptop, komputer,
warnet dan jaringan internet,
f. Berkurangnya interaksi sosial,
g. Memudarnya solidaritas sosial karena adanya pendatang serta wisatawan,
h. Meningkatkan eksistensi kesenian tradisional karena didukung oleh
pemerintah dan objek pariwisata,
i. Meningatnya Tingkat Keagamaan karena adanya pendatang yang
menyebarkan syiar-syiar agama Islam,
j. Hilangnya adat istiadat karena tertutupnya mata air yang ada di Desa
Cihideung karena pembangunan,
k. Lembaga Kemasyarakatan mulai berkembang dikarenakan meningkatnya
jumlah penduduk, meningkatnya pemahaman akan pendidikan sehingga
sumber daya manusia yang berkualitas serta bantuan dari objek pariwisata,
l. Sistem Pemerintahan berubah mengikuti perubahan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat.
Didukung oleh faktor desa wisata bunga yang dapat dijumpai sepanjang jalan
dan faktor lain yaitu jalur penghubung antara Kecamatan Lembang dan
Kecamatan Ngamprah. Aktivitas inilah yang menggerakan desa tersebut untuk
membangun aksesibilitas dan fasilitas, yang tentunya dapat menjadi keuntungan
dalam segi ekonomi bagi Desa Cihideung. Pembangunan fasilitas tersebut
tentunya akan menggunakan lahan yang belum terbangun maupun yang sudah
terbangun.
Dan tentunya perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan
maupun perkembangan desa tidak dapat dihindari dan tidak dapat terkendali.
Menurut Malingreau (1978) bahwa perubahan penggunaan lahan adalah segala
campur tangan manusia, baik secara permanen maupun siklis terhadap suatu
kumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan
disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhannya baik kebendaan
maupun spiritual atau keduanya.
Dengan perubahan yang terjadi banyak sekali dampak positif dan negatif yang
timbul seperti banyaknya penduduk pendatang yang mendiami Desa Cihideung
sehingga penduduk asli dapat tergeserkan, berkurangnya lahan pertanian karena
dirubah menjadi objek wisata, kebijakan pemerintah pun berubah mengikuti
perubahan yang terjadi. Selain itu terdapat dampak positif yang terjadi yaitu
tingkat pendidikan akan meningkat karena adanya fasilitas dan aksesibilitas yang
terbangun, membuat Desa Cihideung banyak dikunjungi wisatawan dan akan
berpengaruh dalam pendapatan pedagang setempat.
Mengingat perubahan-perubahan yang terjadi, perlu diketahui pula pelaku
yang melakukan perubahan serta maksud dan tujuan dari melakukannya
perubahan tata guna lahan. Karna hal ini menyebabkan banyaknya lahan yang
mengalami perubahan. Tidak hanya itu para penduduk asli Desa Cihideung pun
harus dipertimbangkan dalam aktivitas perubahan yang dilakukan oleh pelaku
maupun developer. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui
perkembangan pemanfaatan lahan dan perubahan-perubahan dalam segi sosial
yang berada di desa cihideung, maka judul yang dapat diangkat dalam penelitian
kali ini yaitu “Transformasi Spasial Desa Cihideung Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2003-2018”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar Belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimakah transformasi spasial yang terjadi di Desa Cihideung?
2. Bagaimanakah karakteristik pelaku transformasi spasial yang terjadi di Desa
Cihideung?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis transformasi spasial yang terjadi di Desa Cihideung.
2. Menganalisis karakteristik pelaku transformasi spasial yang terjadi Di Desa
Cihideung.
D. Manfaat Penelitian
Inti dari sebuah penelitian yang berkualitas adalah dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luas. Mengingat pentingnya manfaat dari sebuah
penelitian, penulis mencantumkan manfaat dari penelitian ini yang
diantaranya didasari oleh latar belakang peneliti melakukan kajian ini yaitu.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan memperkaya ilmu
pengetahuan serta diharapkan bisa dijadikan referensi dalam penelitian lebih
lanjut.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelola dan
pemerintah setempat dalam evaluasi pemanfaatan lahan serta untuk lebih
memperhatikan mengenai kondisi lingkungan fisik dan kondisi masyarakat
yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
E. Definisi Operasional
1. Transfromasi Spasial yaitu proses perubahan ciri, sifat dalam satuan waktu
tertentu di suatu daerah yang mengalami perubahan dalam segi fisik dan
penduduknya.
2. Pelaku transformasi spasial adalah seseorang yang melakukan perubahan
lahan untuk dijadikan seperti tempat usaha maupun pemukiman, dan dilihat
dari tujuan melakukan perubahan, lalu asal daerah pelaku
3. Pemanfaatan lahan yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah,
lembaga, pengembang maupun pengelola dalam hal untuk dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk dapat diusahakan.
4. Kepemilikan lahan yaitu, lahan yang dimiliki oleh perorangan atau
kelompok/lembaga untuk dikelola.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Metode Hasil
1
Yusril Ihza
Mahendra dan
Wisnu
Pradoto
(2016)
Transformasi
Spasial di
Kawasan Peri
Urban Kota
Malang
Analisis dibantu
dengan menggunakan
sistem infomasi
geografis yaitu
ArcGis 9.3 untuk
analisis overlay peta
dan analisis kernel
density
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan ditemukan perbedaan
transformasi spasial yang terjadi di wilayah utara peri urban Kota
Malang dengan wilayah yang berada di selatan kota. Kecamatan
Kedungkandang yang berada di selatan kota mengalami transformasi
yang rendah dan memiliki pola lahan terbangun yang cenderung
linier, sementara Kecamatan Lowokwaru mengalami transformasi
yang tinggi dan memiliki pola lahan terbangun yang konsentris.
Perbedaan tersebut terjadi diakibatkan oleh faktor kependudukan
berupa tingginya pertumbuhan penduduk, pusat aktivitas,
aksesibilitas, peran developer dan factor kebijakan terkait arahan pola
ruang kawasan.. Kecenderungan pola persebaran kepadatan
penduduk dan lahan terbangun mengarah ke utara kota yang berarti
menunjukkan kecenderungan arah perkembangan kota.
2 Meidiani L
Dewi dan
Wakhidah
Transformasi Fisik
Spasial Kampung
Kota di Kelurahan
Penelitian ini
menggunakan
pendekaran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa
bentuk transformasi fisik spasial yang terjadi pada kawasan kampong
kota di pusat kota Semarang bervariasi tergantung pada masing-
Kurniawati
(2013)
Kembangsari
Semarang
kuantitatif dengan
metode analisis yaitu
metode spasial,
metode distribusi
frekuensi, dan
metode deskriptif
komparatif.
masing jalan yang melingkupinya. Pada kawasan kampong kota yang
masuk dalam kawasan fungsional ekonomi Kota Semarang seperti
Kelurahan Kembangsari mengalami tansformasi yang cenderung
kecil atau tidak signifikan, hanya pada kawasan di sekitar Jl.
Gajahmada yang transformasinya cukup terlihat karena karakteritik
kampong di Kelurahan Kembangsari itu sendiri kurang kuat, berbeda
dengan transformasi pada kawasan kampong kota lain seperti
Kauman yang dipengaruhi oleh lokasinya yang berdekatan dengan
Pasar Johar dan aktivitas sosial budaya di dalamnya. Sedangkan
untuk transformasi pada Kampung Gandek Puspo dipengaruhi oleh
perkembangan sejarah masyarakat di dalamnya.
3 Andi Tenri
Tappu (2014)
Analisis Pengaruh
Transformasi
Spasial Terhadap
Pemanfaatan
Lahan Pertanian di
Kawasan Pesisir
Peri Urban
Kota Makassar
Dalam penelitian ini
metode pendekatan
yang digunakan yaitu
studi literatur.
Dari hasil pembahasan didapatkan bahwa terjadi perubahan
penggunaan maupun pemanfaatan lahan pertanian di Kelurahan
Barombong yang cukup besar dan akan terus meningkat Konversi
lahan pertanian atau alih fungsi lahan di Kelurahan Barombong pada
dasarnya merupakan akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan
dan kepemilikan lahan antara sektor pertanian maupun nonpertanian.
Oleh karena itu, dengan adanya konversi lahan maka akan
berdampak pada kondisi perumahan dan lingkungan fisik, kesehatan
(Studi Kasus
Kelurahan
Barombong)
dan tingkat pendapatan, serta akan berpengaruh pada tingkat
kesejahteraan masyarakat petani itu sendiri.
4
Ramadhian
Wijayanti
(2018)
Analisis
Transformasi
Spasial Sosial
Ekonomi dan
Kekompakan Kota
(Compact City) di
Wilayah Peri
Urban Kota
Tanggerang
Selatan
Dalam penelitian ini
menggunakan
analisis overlay
dengan menggunakan
Sistem Infomasi
Geografis untuk
menganalisa
perubahan
penggunaan lahan
secara spasial dan
mengaitkan dengan
data sekunder yang
dijelaskan dengan
deskriptif dan studi
literatur.
Dari hasil menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi spasial dan
transformasi sosial dan ekonomi di Wilayah Kota Tanggerang
Selatang. Dari transformasi spasial bahwa dalam periode tahun 2011-
2017 telah terjadi perubahan penggunaan lahan. Dari transformasi
sosial dan ekonomi terjadi perubahan sektor ekonomi, yang semula
berorientasi pada sektor primer dan sekunder menjadi sektor
sekunder dan tersier.
5 Puji Hardanti Transformasi Dalam penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jumlah, pertumbuhan,
(2011) Wilayah Peri
Urban. Kasus Di
Kabupaten
Semarang
analisis data yang
digunakan adalah
deskriptif dan analisis
tabel.
kepadatan, dan lapangan pekerjaan penduduk merupakan faktor yang
berkaitan dengan transformasi wilayah peri urban. Selama periode
tahun 2005 sampai tahun 2009, beberapa indikator tersebut
mengalami perubahan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Transformasi Spasial
Menurut Antoniades (1990, dalam Pratiwi 2009), transformasi adalah sebuah
proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap terbatas,
perubahan dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur
eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah
dikenal sebelumnya proses menggandakan secara berulang-ulang atau
melipatgandakan.
Istilah transformasi merujuk pada suatu proses pergantian (peradaban) ciri-ciri
tertentu dalam satuan waktu tertentu. Proses ini mengandung tiga unsur penting.
Pertama, perbedaan merupakan aspek yang sangat penting dalam proses
transformasi karena dengan perbedaanlah dapat terlihat perwujudan dari sebuah
proses transformasi. Kedua, konsep ciri atau identitas yang merupakan acuan
didalam suatu proses transformasi, baik ciri sosial, ekonomi, atau ciri penampilan
sesuatu. Ketiga, proses transformasi selalu bersifat historis yang terkait pada
satuan waktu berbeda. Oleh karena itu transformasi selalu menyangkut perubahan
masyarakat dari suatu masyarakat yang lebih sederhana ke masyarakat yang lebih
modern dalam waktu yang berbeda (Abdullah, 1994 dalam Giyarsih, 2009).
Menurut S. R. Giyarsih (2010, dalam Nela Agustin Kurnianingsih dan Iwan
Rudiato), transformasi wilayah dapat ditunjukkan melalui rentetan perubahan
peristiwa yang panjang pada komponen-komponen yang akan berkaitan satu
dengan yang lainnya, berawal pada pusat pedesaan yang seringnya pada simpul
penghubung transportasi. Sedangkan menurut Yunus (2008, dalam Meidiani L
Dewi dan Wakhidah Kurniawati, 2013), tinjauan transformasi pada fisik spasial
untuk kawasan sendiri dapat dilihat dari transformasi bentuk pemanfaatan lahan,
karakteristik bangunan, karakteristik jalan, dan karakteristik permukiman.
Menurut Giyarsih, Muta’ali, dan Widodo (2003, dalam Sri Rum Giyarsih,
2010), bahwa pola transformasi wilayah yang lebih tinggi terdapat di wilayah
yang mempunyai tingkat aksesibilitas fisik wilayah tinggi. Dalam analisis mikro
ditemukan bahwa aksesibilitas tinggi terdapat di desa industri dan aksesibilitas
rendah terdapat di desa pertanian. Dengan kata lain terdapat perbedaan yang
signifikan tingkat transformasi wilayah antara desa industri yang memiliki
aksesibilitas tinggi dan desa pertanian yang memiliki aksesibilitas rendah.
Transformasi tidak berlangsung secara spontan dan menyeluruh. Karakter
transformasi suatu lingkungan sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial budaya.
Transformasi itu sendiri memiliki bagian-bagian dari sistem budaya yang mudah
terpengaruhi dan ada yang merupakan inti yang cenderung bertahan. Dalam hal
ini unsur yang bersifat fisik cenderung lebih mudah mengalami transformasi,
sedangkan yang bersifat keyakinan dan kebiasaan akan cenderung bertahan
(Rapoport, 1983 dalam Ramadhian Wijayanti, 2018).
Transformasi wilayah merupakan representasi dari perkembangan wilayah
yang digambarkan sebagai suatu proses perubahan dan pergeseran karakteristik
dari komponen wilayah dalam kurun waktu tertentu sebagai akibat dari hubungan
timbal balik antarkomponen wilayah tersebut, dengan demikian transformasi
wilayah meliputi variabel-variabel yang bersifat multidimensional (Giyarsih,
2009).
B. Pemanfaatan Lahan
Menurut FAO (dalam Yunianto dan Woro, 1991: 1) mengemukakan bahwa
lahan ialah suatu wilayah di permukaan bumi yang mempunyai sifat-sifat agak
tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal di atas maupun di
bawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi,
hidrologi vegetasi dan binatang yang merupakan hasil aktivitas manusia di masa
lampau maupun masa sekarang, dan perluasan sifat-sifat tersebut mempunyai
pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia di saat sekarang maupun di
masa yang akan datang.
Lahan berbeda dengan tanah, istilah tanah lebih mengarah pada tubuh tanah
(soil) dan materi tanah (materials) yang menekankan pada sifat fisik tanah secara
kimiawi dan organik (Sadyohutomo, 2006: 8). Seperti dikemukakan oleh
Mukhoriyah (2012: 6), bahwa tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang
terdiri dari komponen-komponen padat, cair, dan gas yang memiliki sifat dan
perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk dari hasil interaksi antara iklim
dan jasad hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi relief tempatnya
terbentuk dan waktu. Sedangkan lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri
atas iklim, relief, tanah, air, vegetasi, dan benda yang memiliki pengaruh terhadap
penggunaan lahan.
Selain itu pengertian lahan menurut Jayadinata (1999: 10), merupakan tanah
yang sudah ada peruntukannya dan umumnya dimiliki dan dimanfaatkan oleh
perorangan atau lembaga untuk dapat diusahakan. Lahan adalah areal atau
kawasan yang diperuntukkan untuk penggunaan tertentu yang biasanya
dinyatakan dalam satuan hektar (Ha), dalam hal ini dapat dipahami sebagai ruang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang yaitu ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya, sedangkan Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan
pola ruang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004
Tentang Penatagunaan Tanah pada Pasal 1 alenia 4 Pemanfaatan tanah atau lahan
adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik
penggunaan tanahnya. Lalu selain itu menurut Undang-Undang Nomor. 26 Tahun
2007, Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
Seringkali masyarakat umum tidak dapat membedakan perbedaan
pemanfaatan lahan dengan penggunaan lahan. Pemanfaatan lahan (land usage)
berbeda dengan penggunaan lahan (land use). Penggunaan lahan (land use)
menurut Malingreau (1979), merupakan campur tangan manusia baik secara
permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual maupun gabungan keduanya.
Namun seiringnya waktu, dan pertumbuhan penduduk yang membutuhkan
lahan untuk beraktivitas, seringkali lahan yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan
fungsi lahan itu sendiri. Pemanfaatan ini biasanya tidak melihat dari sisi
perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya. Perencanaan adalah hal memilih dan
menghubungkan fakta-fakta serta hal membuat dan menggunakan dugaan-dugaan
mengenai masa yang akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap dianggap perlu untuk mencapai
mencapai hasil yang diinginkan (Moekijat, 1980; 431-432, dalam Yulia Asyiawati
dan Nur Evy Oktavya, 2014).
C. Pola Pemanfaatan Lahan
Kawasan perkotaan di Indonesia adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang). Pesatnya perkembangan pembangunan di kawasan pinggiran terjadi
dikarenakan kawasan tersebut telah menjadi pusat pertumbuhan baru dan dapat
dilihat dari banyaknya penduduk yang memilih untuk tinggal dikarenakan
kenyamanan dan jauh dari kepadatan kota (Nelson & Nelson, 2010).
Menurut Ehinmowo dan Eludoyin tahun 2010 (dalam Dewa Raditya Putra dan
Wisnu Pradoto, 2016), perkembangan pada wilayah pinggiran akan memunculkan
banyak aktivitas komersial yang diiringi dengan peningkatan kualitas sarana dan
prasarana. Lalu menurut Deng, Huang, Rozelle, Zhang, & Li, tahun 2015 (dalam
Dewa Raditya Putra dan Wisnu Pradoto, 2016), perkembangan wilayah pinggiran
yang terjadi pada kota-kota besar tidak terlepas dari peran pemenintah atas
kebijakan yang telah diambil terkait aturan pemanfaatan tata ruang kota.
Menurut Dewa Raditya Putra dan Wisnu Pradoto (2016), mengemukakan
bahwa Penggunaan lahan merupakan salah satu kegiatan campur tangan manusia
atas penguasaan terhadap tanah, baik itu dilakukan secara terencana atau tidak
terencana. Dalam penggunaan lahan pada suatu wilayah akan membentuk sebuah
pola perkembangan sebuah wilayah, baik itu nanti berbentuk teratur atau tidak
teratur.
Pola perkembangan lahan terbangun pada kawasan perkotaan dapat dibagi
menjadi 3, yaitu: pola linier dengan bentuknya mengikuti jaringan jalan, pola
kantong dengan bentuk mengelompok disekitar pusat kota, pola hirarki dengan
bentuk yang teratur dan berada disekitar pusat kota (Koestoer, 2001).
Perkembangan pemanfaatan lahan di suatu wilayah merupakan artikulasi dari
kegiatan manusia yang ada di permukaan bumi. Perkembangan pemanfaatan lahan
pada suatu wilayah dapat berupa perubahan bentuk pemanfaatan lahan, perubahan
harga lahan dan perubahan lingkungan. Perkembangan pemanfaatan lahan ini
dicirikan dari perubahan lahan (Yunus, 2000).
D. Fasilitas Umum
Fasilitas merupakan segala sesuatu yang memudahkan konsumen dalam
menggunakan jasa perusahaan tersebut. Selain itu pula fasilitas merupakan sarana
yang dapat memermudah serta memperlancar suatu fungsi tertentu, tidak hanya itu
saja, fasilitas untuk setiap kebutuhan suatu instansi, lembaga, dan lainnya dapat
berbebeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan akan kegunaan dari lembaga,
instansi, maupun pelayanan publik lainnya.
Sedangkan menurut Kotler (2009: 45), fasilitas merupakan segala sesutau
yang bersifat peralatan fisik yang disediakan oleh pihak penjual jasa untuk
mendukung kenyamanan konsumen. Lalu fasilitas menurut Lupioadi (2008: 148)
merupakan penampilan, kemampuan sarana prasarana dan keadaan lingkungan
sekitarnya dalam menunjukkan eksistensinya kepada eksternal yang meliputi
fasilitas fisik (gedung) perlengkapan dan peralatan.
Menurut Tjiptono (2004: 19), fasilitas merupakan sumber daya fisik yang
harus ada sebelum suatu jasa ditawarkan kepada pelanggan. Dilanjutkannya
desain dan tata letak fasilitas jasa erat kaitannya dengan pembentukan presepsi
pelanggan (Tjiptono, 2006: 43). Hal ini membuktikan bahwa fasilitas sangat
penting karena dapat membentuk presepsi dan kenyamaan pelanggan saat
menikmati pelayanan yang ditawarkan.
Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dapat mendongkrak
penjualan jasa dan menciptakan keunggulan tersendiri dibandingkan pesaing
kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan (Kotler dalam Tjiptono, 2006: 61). Dalam salah satu studi mengenai
SERVQUAL menurut Parasuraman, et al dalam Lupiyoadi (2008: 182), terdapat
lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut:
1. Tangible (Berwujud), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal.
2. Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsiveness (Ketanggapan), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,
dengan penyampaian informasi yang jelas.
4. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan
para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan
kepada perusahaan.
5. Empati (Emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan pelanggan.
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Peneltian
Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat yang secara geografis terletak pada koordinat antara 60º 41’ s/d 70º 19’
lintang Selatan dan 107º 22’ s/d 108º 05’ Bujur Timur (menurut situs resmi
http://bandungbaratkab.go.id/). Iklim di Kabupaten Bandung Barat adalah hangat
dan sedang, dengan curah hujan yaitu signifikan, dengan presipitasi bahkan
selama bulan terkering. Menurut Koppen dan Geiger, iklim ini diklasifikasikan
sebagai Cfd. Suhu rata-rata di Kabupaten Bandung Barat adalah 17,6°C, dan
memiliki curah hujan tahunan rata-rata adalah 1500-3500 mm/tahun (Menurut
situs resmi https://id.climate-data.org/).
Cakupan wilayah Kabupaten Bandung Barat, meliputi 15 (lima belas)
kecamatan yang terdiri dari : Padalarang, Cikalongwetan, Cililin, Parongpong,
Cipatat, Cisarua, Batujajar, Ngamprah, Gununghalu, Cipongkor, Cipeundeuy,
Lembang, Sindangkerta, Cihampelas dan Rongga. Dilihat dari sisi penggunaan
lahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat, penggunaan lahan untuk budidaya
pertanian merupakan penggunaan lahan terbesar yaitu 66.500,294 HA, sedangkan
yang termasuk kawasan lindung seluas 50.150,928 HA, budidaya non pertanian
seluas 12.159,151 HA dan lainnya seluas 1.768,654 HA.
Lokasi penelitian terletak di Desa Cihideung yang merupakan salah satu desa
yang berada di Kecamatan Parongpong dengan luas wilayahnya secara
keseluruhan adalah ± 2,44 km², Desa terluas di Kecamatan Parongpong adalah
Desa Karyawangi dan Desa yang memiliki luas terkecil adalah Desa Cihanjuang
Rahayu. Kecamatan Parongpong memiliki jumlah penduduk kurang lebih 113.211
jiwa dengan rincian jumlah laki-laki 57.519 jiwa dan jumlah perempuan 55.692
jiwa (Kecamatan Parongpong dalam Angka tahun 2018).
Secara administratif Desa Cihideung memiliki batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatas dengan Desa Karyawangi,
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ciwaruga dan Kecamatan Sukasari
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cigugur Girang,
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lembang.
B. Metode Penelitian
Penelitian memerlukan suatu metode untuk memudahkan pendahuluan, proses
pengumpulan data dan menampilkan hasil yang ditemukan. Penggunaan metode
Gambar 1 : Peta Administrasi Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, KBB
sangatlah penting sebab akan berdampak terhadap kebutuhan suatu penelitian.
Menurut Soerjono Soekanto (dalam Bob Susanto, 2014), penelitian merupakan
suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada analisis dan konstruksi yang
dilakukan secara sistematis, metodologis dan konsisten dan bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi keinginan manusia
untuk mengetahui apa yang sedang dihadapinya.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif karena
peneliti mencari informasi dan studi literature dengan cara survey, wawancara dan
analisis data citra, peta tutupan lahan, dan Peta Rupa Bumi Indonesia. Analisis
yang dilakukan dengan menggunakan bantuan GIS untuk memetakan,
menghitung luas perubahan pemanfaatan lahan, dan juga memetakan pola
perkembangan pemanfaatan lahan.
Dimana data-data yang diperlukan adalah data primer yang diperoleh dari
hasil survey dan data-data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait
dan studi literatur. Data-data tersebut diolah dan dianalisis dengan metode Sistem
Informasi Geografis (SIG) yaitu dengan cara peta dari beberapa tahun akan
dianalisis pemanfaaran lahannya dan di overlay untuk mengetahui perubahan yang
terjadi pada pemanfaatan lahan yang berada di Desa Cihideung.
C. Pendekatan Geografi yang digunakan
Pendekatan geografi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
keruangan. Pendekatan ini merupakan proses analisis yang menitikberatkan ruang
sebagai titik fokusnya. Seperti yang dikemukakan oleh Yunus (2010: 44)
pendekatan keruangan adalah suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar
mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang yang dalam
hal ini variabel ruang mendapat posisi utama dalam setiap analisis. Dengan
menggunakan analisis keruangan, dapat diketahui bagaimana perkembangan
pemanfaatan lahan yang terjadi dari tahun ke tahun di Desa Cihideung Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2013: 61), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Menurut Hadari Nawawi (2005), populasi adalah keseluruhan objek penelitian
yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-
gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Sedangkan sampel merupakan
sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi.
a. Populasi Wilayah
Adapun yang menjadi populasi wilayah pada penelitian ini adalah meliputi
kawasan Desa Cihideung.
b. Populasi Manusia
Sesuai dengan populasi wilayah, maka populasi manusianya adalah
seluruh penduduk Desa Cihideung.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2013: 62), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Penelitian ini menggunakan teknik
Purposional Random yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan
secara acak dan purposional.
a. Sampel Wilayah
Sampel wilayah dalam penelitian ini adalah wilayah yang
mengalami perubahan lahan yang berada di Desa Cihideung.
b. Sampel Responden
Sampel responden dalam penelitian ini adalah penduduk yang
mengalami perubahan lahan.
E. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (1996), variabel adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian satu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. Selain itu menurut Sugiyono (2013: 3), mengemukakan bahwa
“variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya”. Variabel diperlukan untuk menentukan
indikator dan sub indikator dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian,
berikut merupakan
Variabel Indikator Sub Indikator
Transformasi
Spasial
Perubahan Fisik
Aksesibilitas dan
Transportasi
- Kualitas Jalan
- Jarak Waktu Tempuh
- Kemudahan
Transportasi
Pemanfaatan Lahan
Terbangun
Perubahan Sosial
Status Sosial
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Fasilitas Terbangun
Kepemilikan Lahan
penjabaran indikator dan sub indikator dari variabel penelitian:
Sumber : Diolah oleh Peneliti (2019)
F. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membantu proses berlangsungnya
penelitian ini yaitu:
1. Alat
a. Pedoman observasi, digunakan sebagai acuan dalam pengambilan data di
lapangan
b. Pedoman wawancara/angket, digunakan sebagai acuan dalam wawancara
maupun pertanyaan kepada responden
c. Alat tulis, digunakan untuk pencatatan hasil temuan di lapangan
d. Laptop ASUS ROG, digunakan untuk penyusunan data
e. Software ArcGis 10.3, digunakan untuk pembuatan peta yang diperlukan
f. Microsoft Word 2013¸ digunakan untuk penyusunan data
g. Samsung Galaxy Note 9, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan
selama berada di lapangan
2. Bahan
a. Peta Rupa Bumi Indonesia
b. Data Tutupan Lahan
c. Citra Satelit Quickbird
d. Data Kependudukan
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data dalam suatu penelitian. Tujuan dari teknik pengambilan data
yaitu untuk menggali data agar data menjadi relevan sesuai dengan kebutuhan
penelitian dan sumber data yang tersedia. Teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi Lapangan
Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi langsung ke lapangan objek
peneliti dan mengamati kondisi wilayah penelitian. Pada saat pra-penelitian untuk
mengetahui kondisi fisik, pemukiman, sosial pada lokasi penelitian.
2. Wawancara/Angket
Wawancara atau Angket merupakan data primer yang digunakan untuk
pengumpulan dan memperoleh data mengenai pelaku yang melakukan
transformasi spasial dilihat dari tujuan melakukan transformasi spasial, asal
daerah pelaku. Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan pada sampel yang
telah ditentukan sebelumnya, dan angket diberikan kepada responden dan setelah
dijawab segera disusun untuk diolah dan dianalisis.
3. Studi Literatur
Studi literatur yaitu mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Teknik ini berguna untuk memperoleh pendapat
para ahli dan teorinya melalui bacaan. Lalu mencari informasi yang ada dengan
mencarinya di instansi terkait, laporan penelitian, jurnal-jurnal baik media cetak
dari internet. Tujuan digunakannya teknik ini yaitu untuk menjadi petunjuk dan
bahan pertimbangan sehingga dapat memperjelas analisis dalam pemecahan
masalah suatu penelitian.
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi pada penelitian in dilakukan pada saat mencari tinjauan
pustaka dengan cara mengumpulkan data-data berupa dokumentasi tulisan,
gambar peta, dan lainnya dari dinas, badan, maupun lembaga yang terkait yang
memiliki tingkat relevansi dengan penelitian.
H. Teknik Pengolahan Data
Langkah pengolahan data dilakukan dalam rangka mempersiapkan data yang
telah didapatkan di lapangan untuk diolah lebih lanjut.
1. Penyuntingan (Editing)
Penyuntingan merupakan langkah melihat kembali apakah data yang telah
diambil relevan atau cukup baik untuk diproses dan diolah lebih lanjut. Setelah
dilakukan pengecekan ulang, langkah selanjutnya yaitu menyusun data-data
dengan rapi sehingga memudahkan peneliti untuk menggunakan data.
2. Pengkodean (Coding)
Pengkodean dilakukan untuk memilah serta memindahkan mana data yang
dianggap relevan dengan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian dan
mana yang tidak. Dalam penelitian ini, pengkodean dilakukan berdasarkan
jawaban responden yang diklasifikasikan dengan memberi kode tertentu berupa
angka.
3. Penentuan Skor (Skoring)
Skoring merupakan langkah dalam proses penentuan skor atas setiap jawaban
dari setiap responden yang dijadikan sampel dalam penelitian serta dilakukan
dengan membuat beberapa klasifikasi yang cocok tergantung pemahaman dari
responden.
4. Tabulasi (Tabulating)
Tabulasi merupakan kegiatan pengolahan data dengan cara data yang didapat
diklasifikasikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut berisi seluruh data atau
informasi yang berhasil dikumpulkan dengan daftar pertanyaan yang telah
ditentukan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian.
5. Interpretasi Data
Langkah ini bertujuan untuk mendeskripsikan data yang telah melalui
beberapa tahap sebelumnya yaitu editing, coding, skoring dan tabulating. Data
yang didapat perlu diinterpretasi dengan tujuan untuk memberikan gambaran
terhadap data atau informasi yang didapat dari para responden yang dijadikan
sampel penelitian.
I. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari
lapangan. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah
sebagai berikut.
1. Analisis Statistik Persentase
Analisis statistik ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan responden
dan fenomena di lapangan. Teknik analisis ini dirumuskan sebagai berikut.
P= FN
x 100 %
Keterangan :
P = Besaran Persentase
F = frekuensi jawaban yang dipilih responden
N = jumlah total responden
100 = Bilangan konstan (%)
Setelah melakukan perhitungan terhadap data yang telah didapatkan
dilapangan untuk mengklasifikasiannya dapat dilihat dari kriteria penilaian skor
pada tabel dibawah ini.
Presentase Kriteria
100% Seluruhnya
75-99% Sebagian besar
51-74% Lebih dan setengahnya
50% Setengahnya
25-49% Kurang dan setengahnya
1-24% Sebagian kecil
0% Tidak ada
Sumber : Arikunto (2006:57)
2. Analisis Sistem Informasi Geogafis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alat yang dapat membantu
untuk visualisasi dan analisis data. Dalam kegiatan pengolahan data menggunakan
bantuan perangkat lunak ArcGis.
a. Metode Analisis Overlay
Salah satu metode analisis keruangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah proses overlay (tumpeng susun) antara dua atau lebih
layer tematik untuk mendapatkan data kombinasi baru yang sesuai dengan
kebutuhan dan digunakan untuk analisis selanjutnya. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui perubahan pemanfaatan lahan. Dengan
melakukan overlay pada peta maka diharapkan akan menghasilkan
gambaran jelas mengenai kondisi spasial dan perubahan pemanfaatan
lahan yang terjadi di Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten
Bandung Barat.
J. Alur Penelitian
Peta Rupa Bumi Citra Satelit Data Kependudukan
Penyesuaian wilayah
penelitian
Pengumpulan Data
Overlay Citra
Analisis Data
Wawancara
Pengolahan Data
Transformasi Spasial
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Bineka Cipta.
Asyiawati, Yulia, dan Oktavya, Nur Evy. 2014. Strategi Pengendalian
Pemanfaatan Lahan Sekitar Kawasan Kalimalang Kota Bekasi Secara
Berkelanjutan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 14 No. 1.
Fakultas Teknik. Universitas Islam Bandung: Bandung.
Dewi, Meidiani L., Kurniawati, Wkhidah. 2013. Transformasi Fisik Spasial
Kampung Kota di Kelurahan Kembangsari Semarang. Jurnal Ruang, Vol.
1, No. 1. Universitas Diponegoro: Semarang.
Giyarsih, Sri Rum. 2009. Transformasi Wilayah. Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada: Yogyakarta.
Giyarsih, Sri Rum. 2010. Pola Spasial Transformasi Wilayah di Koridor
Yogyakarta-Surakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.
Gunawan, Hanifah. dkk. 2015. Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat
Desa Cihideung sebagai Desa Wisata. Jurnal Sosietas, Vol. 5 No. 2.
Iklim: Bandung Barat. (tanpa tahun). Dalam situs resmi https://id.climate-
data.org/ diakses pada 27 September 2018 Pukul 17.50 WIB.
Jayadinata, T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan
dan Wilayah, Edisi Ketiga. ITB: Bandung.
Kabupaten Bandung Barat. (tanpa tahun). Geografis KBB. Dalam situs resmi
http://bandungbaratkab.go.id/ diakses pada 27 September Pukul 18.00
WIB.
Koestoer, R. H. 2001. Dimensi Keruangan Kota: teori dan kasus. Jakarta: UI
Press.
Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran, Jilid 2, Edisi 13. Alih Bahasa
Benyamin Molan. Jakarta: Prehallindo.
Kurnianingsih, Nela Agustin., Rudiarto, Iwan. 2014. Analisis Transformasi
Wilayah Peri-Urban pada Aspek Fisik dan Sosial Ekonomi (Kecamatan
Kartasura). Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, Vol. 10 (3): 265-277.
Universitas Diponegoro: Semarang.
Lupiyoadi, Rambat, dan Hamdani, A. 2008. Manajemen Pemasaran Jasa.
Cetakan Keempat. Jakarta: Salemba Empat.
Malingreau, J.P. 1978. Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra Untuk
Inventarisasi dan Analisisnya. PUSPICS-Fakultas Geografi UGM:
Yogyakarta.
Malingreau, J.P. 1979. Penggunaan Lahan Pedesaan, Penafsiran Citra untuk
Inventarisasi dan Analisis Pusat Pendidikan Interpretasi, Citra
Penginderaan Jauh dan Survei Terpadu. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Mukhoriyah. 2012. Kajian Nilai Ekologi-Ekonomi Lahan Sawah dan Kaitannya
dengan Rencana Tata Ruang di Kota Depok. Depok: Pascasarjana Ilmu
Geografi Jurusan Geografi FPMIPA – UI.
Nawawi, Hadari. 2005. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Nelson, L., & Nelson, P. B. 2010. The global rural: Gentrification and linked
migration in the rural USA. Progress in Human Geography. doi:
http://dx.doi.org/10.1177/0309132510380487
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Penatagunaan Tanah pada Pasal 1 alenia 4.
Pratiwi. 2009. Definisi Transformasi. Bandung: Artikel Institut Teknologi.
Profil Kecamatan Parongpong. Kecamatan Parongpong dalam Angka 2018.
Putra, Dewa Raditya & Pradoto, Wisnu. 2016. Pola dan Faktor Perkembangan
Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Maranggen, Kabupaten Demak. Jurnal
Pengembangan Kota Vol. 4 No. 1 (67-75). doi: 10.14710/jpk.4.1.67-75
Sadyohutomo. 2006. Penatagunaan Tanah. Yogyakarta: Aditya Media.
Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Susanto, Bob. 2014. 18 Pengertian Penelitian Menurut Para Ahli Lengkap.
[online]. diakses dari : http://www.spengetahuan.com/ pada tanggal 27
September 2018 Pukul 17.00 WIB.
Tjiptono, Fandy. 2004. Strategi Pemasaran, Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.
Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H Ayat 1 yang Mengatur Hak Asasi
Manusia.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
Wahyudi, Bayu. 2017. Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Menganalisis
Penggunaan Lahan di Kecamatan Parongpong. Universitas Pendidikan
Indonesia: Bandung.
Wijayanti, Ramadhian. 2018. Analisis Transformasi Spasial Sosial Ekonomi dan
Kekompakan Kota (Compact City) di Wilayah Peri-Urban Kota
Tanggerang Selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah:
Jakarta.
Yunianto, T dan Woro, S. 1991. Evaluasi Sumberdaya Lahan (Kesesuaian
Lahan). Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari. 2005. Manajemen Kota : Perspektif Spasial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Sabari. 2006. Problematika Perkembangan Fisik Kota (Acuan
Khusus Daerah Urban Fringe). Makalah pada forum Seminar Nasional
Mengenai Fenomena Perkembangan Fisik Kota, Universitas Diponegoro:
Semarang.
Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban Determinan Masa
Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______________. ‘Kondisi Umum Kabupaten Bandung Barat’ dalam Situs Resmi
Percepatan Pembangunan dan Sanitasi Pemukiman
(http://ppsp.nawasis.info/) diakses pada 27 September 2018 Pukul 15.00
WIB.