TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN...

48
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017 BUKU V 1 LATAR BELAKANG Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut Petugas Pemasyarakatan. Pada saat ini kondisi Lapas dan rumah tahanan negara (Rutan) sebagian besar mengalami over kapasitas. Jumlah penghuni Lapas di Indonesia sudah jauh melebihi kapasitas. Kondisi ini menimbulkan terjadinya berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan narapidana, seperti kasus perkelahian antar narapidana serta kasus tindak pidana lainnya. Over kapasitas juga mengakibatkan menurunnya pelayanan dan perawatan, rentan gangguan keamanan dan ketertiban, serta melemahnya rentang kendali dan pengawasan. Kondisi over kapasitas ini sudah berlangsung lama dan hampir terjadi di seluruh lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara diIndonesia terutama yang berada di kota besar. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, misalnya dengan pembangunan Lapas dan Rutan baru pada wilayah pemekaran untuk menambah kapasitas hunian. Pembangunan Lapas dan Rutan yang baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi dilakukan sebagai upaya mengatasi kelebihan kapasitas penghuni Lapas dan Rutan. Pemenuhan sarana dan prasarana Lapas dan Rutan merupakan keharusan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tugas dan fungsi Lapas dan Rutan, sehingga kebijakan penganggaran harus mempertimbangkan risiko yang timbul akibat tidak dipenuhinya sarana dan prasarana tersebut. Kegiatan pembangunan Lapas atau Rutan dibuat dalam skala prioritas pembangunan Lapas dan Rutan pada wilayah yang mengalami over kapasitas atau wilayah yang dimungkinkan sebagai penyangga over kapasitas. Tabel 1. Pembangunan UPT Pemasyarakatan Prioritas I No. Wilayah Kapasitas Isi Over Kapasitas % 1 Sumatera Utara 6674 15194 8520 128% 2 Kepulauan Riau 1072 1996 924 86% 3 Riau 1555 4697 3142 202% 4 Jambi 978 2103 1125 115% 5 Bengkulu 730 1298 568 78% 6 DKI Jakarta 5056 10921 5865 116% 7 Jawa Barat 7808 15206 7398 95% 8 Kalimantan Timur 1642 3814 2172 132% Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-07.OT.01.03 Tahun 2011

Transcript of TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN...

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 1

LATAR BELAKANG

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan

terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan

merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga

Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang

statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum

ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan

narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut Petugas Pemasyarakatan.

Pada saat ini kondisi Lapas dan rumah tahanan negara (Rutan) sebagian besar mengalami over

kapasitas. Jumlah penghuni Lapas di Indonesia sudah jauh melebihi kapasitas. Kondisi ini

menimbulkan terjadinya berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan narapidana, seperti kasus

perkelahian antar narapidana serta kasus tindak pidana lainnya. Over kapasitas juga mengakibatkan

menurunnya pelayanan dan perawatan, rentan gangguan keamanan dan ketertiban, serta

melemahnya rentang kendali dan pengawasan.

Kondisi over kapasitas ini sudah berlangsung lama dan hampir terjadi di seluruh lembaga

pemasyarakatan dan rumah tahanan negara diIndonesia terutama yang berada di kota besar. Berbagai

upaya telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, misalnya dengan pembangunan Lapas dan Rutan

baru pada wilayah pemekaran untuk menambah kapasitas hunian.

Pembangunan Lapas dan Rutan yang baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi dilakukan sebagai upaya

mengatasi kelebihan kapasitas penghuni Lapas dan Rutan. Pemenuhan sarana dan prasarana Lapas

dan Rutan merupakan keharusan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tugas dan fungsi Lapas dan

Rutan, sehingga kebijakan penganggaran harus mempertimbangkan risiko yang timbul akibat tidak

dipenuhinya sarana dan prasarana tersebut.

Kegiatan pembangunan Lapas atau Rutan dibuat dalam skala prioritas pembangunan Lapas dan

Rutan pada wilayah yang mengalami over kapasitas atau wilayah yang dimungkinkan sebagai

penyangga over kapasitas.

Tabel 1. Pembangunan UPT Pemasyarakatan Prioritas I

No. Wilayah Kapasitas Isi Over

Kapasitas %

1 Sumatera Utara 6674 15194 8520 128%

2 Kepulauan Riau 1072 1996 924 86%

3 Riau 1555 4697 3142 202%

4 Jambi 978 2103 1125 115%

5 Bengkulu 730 1298 568 78%

6 DKI Jakarta 5056 10921 5865 116%

7 Jawa Barat 7808 15206 7398 95%

8 Kalimantan Timur 1642 3814 2172 132%

Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-07.OT.01.03 Tahun 2011

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 2

Tabel 2. Pembangunan UPT Pemasyarakatan Prioritas II

No. Wilayah Kapasitas Isi Over

Kapasitas %

1 Sumatera Selatan 4.028 6.187 2.159 54%

2 Aceh 1.973 3.433 1.460 74%

3 Kalimantan Selatan 2.404 3.716 1.312 55%

4 Kalimantan Barat 1.500 2.523 1.023 68% Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-07.OT.01.03 Tahun 2011

Tabel 3. Pembangunan UPT Pemasyarakatan Prioritas III

No. Wilayah Kapasitas Isi Over

Kapasitas %

1 Lampung 2.887 4.312 1.425 49%

2 Sumatera Barat 1.951 2.448 497 25%

3 DI. Yogyakarta 913 1.241 328 36%

4 Jawa Timur 10.682 15.513 4.831 45%

5 Sulawesi Tengah 1.180 1.576 396 34%

6 Sulawesi Tenggara 1.035 1.498 463 45%

7 bangka Belitung 860 969 109 13%

8 Jawa Tengah 11.736 9.805 - -

9 kalimantan Tengah 1.912 1.711 - -

10 Sulawesi utara 1.630 1.539 - -

11 Gorontalo 410 566 156 38%

12 Sulawesi Selatan 4.661 3.717 - -

13 Bali 1.432 1.712 280 20%

14 NTT 2.820 2.828 8 0%

15 Maluku 1.360 772 - -

16 Maluku Utara 1.023 554 - -

17 Papua Barat 436 401 - -

18 Papua Barat 1.558 1.199 - -

19 NTB 1.196 1.616 420 35%

20 Banten 3.163 4.542 1.379 44%

21 Sulawesi Barat 334 400 66 20% Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-07.OT.01.03 Tahun 2011

Model pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah

dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam

menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas).

Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan

prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut

meliputi :

1. Sarana Gedung Pemasyarakatan

Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan

gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 3

sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial,

dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok tinggi yang

mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram penghuninya.

2. Pembinaan Narapidana

Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas,

baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian

lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan

barang-barang yang diproduksi di luar Lapas (hasil produksi perusahan).

3. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat

dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri,

mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan

melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para

narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

Pelaksanaan rencana pembangunan Lapas harus berdasarkan kebutuhan dan skala prioritas yang

berkesinambungan. Upaya yang dilakukan dalam penambahan kapasitas harus sesuai dengan

anggaran yang tersedia sehingga diperlukan strategi dalam menentukan rencana pembangunan yang

meliputi:

1. Pembangunan Baru

Pembangunan baru dilakukan pada wilayah yang mengalami over kapasitas lebih dari 75%

(tujuh puluh lima persen) dengan ambang kelebihan kapasitas melebihi 1500 (seribu lima

ratus) orang.

2. Pembangunan Kembali

Pembangunan kembali atau rekonstruksi dilakukan sebagaiupaya penataan kembali UPT

Pemasyarakatan yang mengalami over kapasitas 50 % (lima puluh persen) sampai dengan 75

% (tujuh puluh lima persen). Pembangunan kembali dilakukan apabila pada lokasi tersebut

masih dimungkinkan dari segi tata ruang dan luas lahan yang tersedia, namun apabila tidak

dimungkinkan maka dilakukan relokasi ke tempat lain yang masih berada pada wilayah yang

sama sehingga dalam operasionalnya masih menggunakan satuan organisasi lama.

3. Pembangunan Baru pada Daerah Pemekaran Wilayah

Pembangunan UPT Pemasyarakatan baru yang dilaksanakan pada daerah pemekaran

wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan instansi penegak hukum di wilayah tersebut.

4. Rehabilitasi atau Renovasi

Rehabilitasi atau renovasi dilakukan pada UPT Pemasyarakatan yang masih dimungkinkan

untuk ditambah kapasitasnya dengan tingkat over kapasitas sampai dengan 50% (lima puluh

persen).

Lapas saat ini tidak hanya sebagai tempat membina narapidana secara konvensional, tetapi juga dapat

menjadi salah satu sarana untuk mendorong dihasilkannya produk-produk berkualitas. Kegiatan

industri yang ada di lapas saat ini merupakan penunjang bagi pembinaan terhadap narapidana,

sekaligus dapat merubah pandangan masyarakat dari Lapas yang bersifat konsumtif menjadi lapas

yang bersifat produktif. Beberapa varian kegiatan produktif tersebut antara lain mulai dari

manufacturing, percetakan, olahan makanan, dan penggemukan sapi.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 4

Dalam pelaksanaan KPBU, hingga saat ini belum ada peraturan perundangan yang memungkinkan

bagi pihak swasta untuk mengelola Lapas, namun pemerintah dapat saja bekerjasama dengan swasta

dalam pembangunan bangunan Lapas. Dalam pembuatan toolkit infrastruktur Lapas ini akan disusun

panduan penyusunan Pra-Studi Kelayakan untuk KPBU dalam pembangunan dan pengelolaan

fasilitas Lapas.

TUJUAN TOOLKIT KPBU

Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri

PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah

dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan

umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara

proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan

untuk:

1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku

kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi

Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan

2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata

cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk

memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi

dokumen pra studi kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa toolkit atau petunjuk pelaksanaan

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.

Toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website

diharapkan dapat:

1) Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri PPN No.

4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly)

2) Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena toolkit dibuat berbasiskan website

3) Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan dapat memperjelas pengguna dalam menentukan

tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen Pra-Studi Kelayakan

(Pre-Feasibility Study/Pre-FS).

PENERIMA MANFAAT

Penerima manfaat dari Toolkit KPBU Infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan ini diantaranya

adalah:

1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah

• Bappenas

• Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

• Kementerian Dalam Negeri

• Kementerian Keuangan

• Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota)

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 5

• Dinas-dinas dan UPT pengelola Lapas

• Instansi yang akan menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)

• Dan lain-lain

2. Badan Usaha

• Badan Usaha yang ingin menjadi pemrakarsa

• Badan usaha yang ingin mengikuti proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana

• Perbankan dan institusi pembiayaan lainnya

3. Pemangku kepentingan lainnya

• Lembaga donor

• Konsultan penyiapan KPBU

• Dan lain-lain

MANFAAT KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA

Skema KPBU menjadi salah satu prioritas skema pembiayaan infrastruktur dengan berbagai

pertimbangan sebagai berikut:

• Adanya keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

• Skema KPBU menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan

infrastruktur atau layanan publik

• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta atau badan usaha dalam penentuan proyek yang

layak untuk dikembangkan

• Skema KPBU memungkinkan bagi Pemerintah untuk memilih dan memberi tanggung jawab

kepada pihak swasta yang benar-benar memiliki kapasitas untuk melakukan pengelolaan yang

efisien terhadap fasilitas atau infrastruktur yang dibangun.

• Melalui skema KPBU, Pemerintah dapat memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak

swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal terhadap infrastruktur yang

dikerjasamakan, sehingga layanan publik dapat digunakan secara berkelanjutan.

INFRASTRUKTUR KPBU

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan

Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan

infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu:

1) Infrastruktur transportasi

2) Infrastruktur jalan

3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi

4) Infrastruktur air minum

5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah

terpusat

11) Infrastruktur konservasi energi

12) Infrastruktur fasilitas perkotaan

13) Infrastruktur kawasan

14) Infrastruktur pariwisata

15) Infrastruktur fasilitas pendidikan

16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 6

6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah

setempat

7) Infrastruktur sistem pengelolaan

persampahan

8) Infrastruktur telekomunikasi dan

informatika

9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan

10) Infrastruktur minyak dan gas bumi

17) Infrastruktur kesehatan

18) Infrastruktur pemasyarakatan

19) Infrastruktur perumahan rakyat

RUANG LINGKUP TOOLKIT

Ruang lingkup Toolkit KPBU Infrastruktur Pemasyarakatan ini adalah:

1. Proyek KPBU yang diusulkan merupakan proyek yang diprakarsai Pemerintah (solicited)

ataupun oleh Badan Usaha (unsolicited);

2. Fasilitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dimaksud adalah fasilitas yang diperlukan

untuk mendukung seluruh kegiatan di dalam Lapas.

3. Toolkit ini memungkinkan untuk digunakan dalam penyiapan KPBU untuk berbagai

klasifikasi Lapas seperti Lapas Kelas I, Lapas Kelas IIA, Lapas Kelas IIB dan Lapas Kelas III

dan juga Lapas untuk tujuan tertentu seperti Lapas Wanita, Lapas Anak, Lapas Narkoba, dan

sebagainya.

TEMPLATE PRA-STUDI KELAYAKAN

Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk keperluan

penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk infrastruktut fasilitas Lapas. Secara

umum, isi prastudi kelayakan meliputi:

Ringkasan Eksekutif

Bab 1 : Pendahuluan

Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan

Bab 3 : Kajian Teknis

Bab 4 : Kajian Ekonomi dan Komersial

Bab 5 : Kajian Hukum dan Kelembagaan

Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial

Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU

Bab 8 : Kajian Risiko

Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)

Bab 11 : Kajian Pengadaan

Lampiran-lampiran

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 7

• Info Memorandum

• Bahan Market Sounding

• Real Demand Survey

• Kajian Lingkungan (KA-ANDAL dan/atau lainnya)

• Lain-lain

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 8

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dokumen Pra-Studi Kelayakan harus diawali oleh Ringkasan Eksekutif yang merupakan

ringkasan dari Dokumen Pra-Studi Kelayakan yang akan menjadi titik perhatian (highlight)

perencanaan bisnis atau tesis dari rencana bagi pengambil keputusan dalam proses KPBU ini.

Tujuan Ringkasan Eksekutif adalah untuk memberikan gambaran perencanaan pelaksanaan

KPBU kepada pembaca.

Ringkasan Eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek ini

dan tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan jumlah dan

tujuan pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan pernyataan

pembayaran bagi pihak Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) maupun Badan Usaha

Pelaksana (BUP) serta manfaat bagi semua pihak.

Dalam menyusun Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan yaitu:

Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan eksekutif

secara lengkap harus meliputi sebagai berikut :

1. Pengantar

Awali Ringkasan Eksekutif dengan latar belakang diperlukannya proyek serta mengapa

perlunya proyek ini dilakukan dengan skema KPBU. Jelaskan apakah ini merupakan

proyek solicited atau unsolicited dan siapa yang menjadi pemrakrasanya.

2. Lokasi Proyek

Mendefinisikan rencana lokasi pelaksanaan proyek, mulai dari provinsi,

kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa serta cakupan pelayanannya.

3. Peluang Pasar

Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek KPBU di sektor penyelenggaraan

Lapas yang direncanakan berdasarkan hasil analisa pasar yang dilakukan.

4. Skema Kerjasama yang ditawarkan

Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta

dengan alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP.

5. Rencana Investasi

Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihak-pihak

yang terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila ada)

mencakup Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang diharapkan

(Expected Revenue), biaya (Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit projection) selama

masa kerjasama.

6. Struktur Organisasi

Menjelaskan para pemangku kepentingan yang akan telibat dalam KPBU. Penjelasan

dapat dilakukan cukup melalui skema organisasi disertai dengan keterangannya.

7. Kesiapan Proyek

Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah maupun

belum terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan sebagainya.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 9

8. Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Menjelaskan diperlukan atau tidaknya serta kesiapan dari Dukungan Pemerintah

dan/atau Jaminan Pemerintah dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 10

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menguraikan secara umum latar belakang diperlukannya penerapan skema KPBU dalam

pembangunan dan/atau pengelolaan Lapas dilihat dari kondisi umum pelayanan Lapas dan

target Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas Lapas.

Beberapa poin penting untuk dapat dimasukkan dalam Latar Belakang ini antara lain meliputi:

1. Kondisi penyelenggaraan Lapas secara nasional, beserta data-data pendukungnya. Misalkan

bercerita tentang daya tampung lapas yang sudah melebihi kapasitas, jumlah narapidana

dan anak didik pemasyaraktan, jumlah lapas dan sebagainya.

2. Apa saja target atau kebijakan umum Pemerintah dalam meningkatkan penyelenggaraan

pemasyarakatan melalui perbaikan pelayanan di Lapas.

3. Upaya dan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah bersangkutan dalam peningkatan

pengelolaan Lapas.

4. Kendala yang dihadapi dalam pembiayaan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lapas.

5. Kesimpulan akan adanya kebutuhan pembiayaan untuk meningkatkan kualitas

penyelenggaraan Lapas dengan melibatkan pihak swasta melalui skema KPBU.

1.2. Maksud dan Tujuan

Dalam sub-bab ini diuraikan tentang maksud dan tujuan dari penyusunan Pra-Studi Kelayakan

tersebut.

1.2.1. Maksud

Mendefinisikan maksud penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU. Contoh dari

maksud tersebut antara lain sebagai berikut:

• Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi

dalam pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan Lapas XXX.

• Mengembangkan struktur pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan Lapas

XXX melalui skema KPBU.

• Menyampaikan kajian kelayakan pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan

Lapas XXX melalui skema KPBU.

• Dan/atau lainnya

1.2.2. Tujuan

Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari

tujuan tersebut antara lain:

• Memberikan pemahaman akan kelayakan dalam penyediaan dan/ataupun

penyelenggaraan Lapas XXX melalui skema KPBU;

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 11

• Menemukan faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat menghalangi kelancaran

Proyek KPBU yang diusulkan dan menilai apakah proyek investasi tersebut layak

untuk dilaksanakan;

• Memastikan peningkatan kualitas penyelenggaraan Lapas XXX;

• Terciptanya peningkatan kemampuan manajerial dalam memberikan pelayanan dan

fasilitas kepada warga binaan di Lapas XXX;

• Dan/atau lainnya

1.3. Sistematika Pembahasan

Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan beserta uraian

singkat isi dari tiap-tiap bab dalam Pra-Studi Kelayakan, yaitu:

Ringkasan Eksekutif

Bab 1 : Pendahuluan

Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan

Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan

Bab 4 : Kajian Teknis

Bab 5 : Kajian Ekonomi dan Komersial

Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial

Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU

Bab 8 : Kajian Risiko

Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)

Bab 11 : Kajian Pengadaan

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 12

BAB 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN

2.1. Analisis Kebutuhan

Permasalahan yang terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan secara umum harus dapat

diuraikan secara jelas. Kondisi Lapas serta jumlah Lapas yang ada dibandingkan dengan jumlah

narapidana yang ada serta mengidentifikasi segala permasalahan dan kekurangannya. Untuk

mengidentifikasi permasalahan dimaksud, maka beberapa pertanyaan berikut ini harus sudah

dapat dijawab pada tahapan Prastudi Kelayakan ini.

2.1.1. Kondisi Eksisting Lapas

Menjelaskan kondisi eksisting lembaga pemasyarakatan secara umum di Indonesia yang

antara lain meliputi:

• Kapasitas Lapas terhadap daya tampung penghuni Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP) dan realisasi jumlah WBP.

• Manfaat keberadaan sebuah Lapas terhadap lingkungan sekitar.

• Kualitas secara teknis bangunan dan kemampuan pengelolaan Lapas yang ada

• Pembiayaan pengelolaan fasilitas Lapas.

• Dan lain-lain yang dianggap perlu

2.1.2. Prioritas Penanganan Lapas Saat ini

Menjelaskan mengenai prioritas penanganan Lapas yang ada sesuai dengan kondisi dan

permasalahannya di masing-masing wilayah, sehingga akan muncul suatu hasil apakah

penanganannya berupa pembangunan baru, pembangunan kembali/rekonstruksi,

pembangunan baru pada daerah pemekaran atau pemeliharaan/renovasi.

2.1.3. Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah

Menjelaskan apa saja inisiatif Pemerintah/Pemda dalam meningkatkan kondisi Lapas di

wilayah tersebut, termasuk misalnya alokasi anggaran dan program apa saja yang sedang

atau akan dijalankan, dan lain sebagainya.

2.1.4. Demografi dan Kebutuhan

Menjelaskan tingkat prioritas penanganan Lapas di wilayah pelayanan sesuai dengan

tingkat hunian yang terjadi dimasing masing lapas/rutan seperti over kapasitas berapa

persen yang akan menjadi prioritas utama dan jumlah kelebihan penghuni berapa orang

yang akan menjadi penilaian tingkat kebutuhan agar bisa dibangun sebuah Lapas baru.

2.2. Kriteria Kepatuhan

Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian rencana penyediaan atau pengelolaan

lembaga pemasyarakatan dengan rencana-rencana, program-program, dan kebijakan-kebijakan

yang ada. Dalam sub-bab Kriteria Kepatuhan, dokumen Pra-Studi Kelayakan harus dapat

menjelaskan mengenai hal-hal berikut:

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 13

a. Siapakah yang akan menjadi PJPK dan apa dasar hukumnya.

b. Adakah peraturan yang mendukung atau sebaliknya melarang pelaksanaan

pengembangan Lapas melalui skema KPBU?

c. Apa saja rencana pengembangan Lapas yang terdapat di dalam RPJMN?

d. Apa saja rencana pengembangan Lapas yang terdapat di dalam RPJMD Provinsi?

e. Apa saja rencana pengembangan Lapas yang terdapat di dalam RPJMD

Kabupaten/Kota bersangkutan?

f. Apa saja rencana pengembangan Lapas yang terdapat di dalam Rencana Strategis

Kementerian Hukum dan HAM?

g. Dari aspek tata ruang, perlu dikaji kesesuaian lokasi Lapas XXX terhadap perencanaan

tata ruang wilayah sehingga diharapkan lokasi yang diusulkan tidak melanggar fungsi

kawasannya.

h. Apa saja rencana pengembangan Lapas yang terdapat di dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersangkutan?

2.3. Kesimpulan

Berdasarkan kajian-kajian terhadap perencanaan yang telah diuraikan diatas, maka dalam sub-

bab ini harus bisa menjelaskan sejauh mana kesesuaian rencana proyek KPBU pengembangan

Lapas XXX yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan serta peraturan dan perencanaan

yang ada.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 14

BAB 3. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN

3.1. Kajian Hukum

Sub-Bab Kajian Hukum ini bertujuan untuk memastikan bahwa rencana pengembangan fasilitas

Lapas melalui skema KPBU telah sesuai dengan peraturan perundangan yang terkait. Beberapa

hal yang perlu dibahas setidaknya meliputi:

3.1.1. Analisis Peraturan Perundangan

Analisa peraturan perundang-undangan akan mengkaji berbagai peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di

sektor pengembangan fasilitas Lapas. Perlu dipastikan bahwa rencana proyek KPBU ini

tidak menyalahi peraturan perundangan yang ada. Beberapa peraturan yang perlu dikaji

dalam Dokumen Pra-FS ini meliputi:

a. Peraturan KPBU

Memastikan bahwa pengembangan infrastruktur fasilitas Lapas XXX termasuk

dalam infrastruktur yang masuk dalam daftar infrastruktur yang dapat di-KPBU-kan.

Peraturan ini mengacu pada Perpres No. 38/2015 dan Permen PPN No. 4/2015.

Beberapa point penting yang perlu dibahas meliputi:

• Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan

Usaha dalam penyediaan infrastruktur Lapas dengan skema KPBU

(Kerjasama Pemerintah Badan Usaha);

• Penjelasan pengembangan fasilitas Lapas termasuk dalam infrastruktur yang

dapat dikerjasamakan melalui skema KPBU sebagai infrastruktur ekonomi

dan infrastruktur sosial;

• Pelaksanaan pengembangan infrastruktur fasilitas Lapas dapat dilakukan

dengan skema KPBU dengan menggabungkan dengan lebih dari satu jenis

infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur.

• Pasal atau ayat terkait penetapan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama

(PJPK) untuk proyek KPBU yang diusulkan serta bagaimana pengaturan

pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya

operasional, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana.

b. Peraturan terkait penyelenggaraan Lapas

Memastikan bahwa pengembangan infrastruktur fasilitas Lapas XXX didukung oleh

peraturan yang terkait penyelenggaraan Lapas. Beberapa peraturan yang dapat

menjadi acuan diantaranya adalah:

• Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

• Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (“PP 31/1999”);

• Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 15

• Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerjasama

Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan

• Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia;

• Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, yang telah diubah oleh

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-

05.0T.01.01 Tahun 2011;

• Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-PP.02.01

Tahun 1990 tentang Dana Penunjang Pembinaan Narapidana dan Insentif

Karya Narapidana;

• Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor

M.01.PL.01.01 Tahun 2003 tentang Pola Bangunan Unit Pelaksana Teknis

Pemasyarakatan

c. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha

Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana

proyek KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian

Badan Usaha sebagai BUP di sektor penyelenggaraan fasilitas Lapas sekurang-

kurangnya adalah:

1) UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelola Keuangan

Badan Layanan Umum

d. Peraturan Terkait Lingkungan

Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan

dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan

besaran proyek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin

Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain:

1) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

2) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2015 tentang Jenis

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan

e. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah

Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur

oleh Pemerintah Daerah, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun

2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui oleh Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

21 tahun 2011. Bisa juga dilakukan pengkajian tentang kemungkinan dilakukannya

pinjaman daerah dengan merujuk pada PP no. 30 tahun 2011 tentang Pinjaman

Daerah. Perlu dikaji kemungkinan pembiayaan fasilitas Lapas melalui APBD

provinsi dan/atau APBD Kabupaten/Kota bersangkutan.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 16

f. Peraturan Terkait Pengadaan

Sub-bab ini akan membahas peraturan terkait pengadaan BUP terutama untuk

menentukan tahapan proses pengadaan, apakah pengadaan BUP dilakukan secara

satu tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran proyek KPBU.

Peraturan yang perlu dikaji setidaknya adalah Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun

2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama

Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

g. Peraturan Terkait Penanaman Modal

Berisikan kajian mengenai penanaman modal usaha dalam pengembangan

infrastruktur fasilitas Lapas melalui skema KPBU dengan mengacu pada Peraturan

Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan

Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Berdasarkan peraturan presiden tersebut, perlu dilihat batas kepemilikan modal asing

untuk bidang usaha penyediaan sarana dan atau prasarana penyelenggaraan fasilitas

Lapas.

h. Peraturan Terkait Persaingan Usaha

Berisikan kajian kesesuaian proyek pengembangan fasilitas Lapas dengan peraturan

persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan

pelaksanaannya.

i. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan

Dilakukan kajian terkait tenaga kerja atau pegawai yang akan terlibat dalam

pengembangan fasilitas Lapas XXX melalui skema KPBU, baik pada saat konstruksi

maupun saat pengoperasiannya. Kajian ini dapat mengacu salah satunya pada

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan peraturan

pelaksanaan di bawahnya.

j. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah

Bila proyek pengembangan fasilitas Lapas XXX melalui skema KPBU ini

memerlukan tanah, maka perlu dilakukan kajian terhadap proses pengadaan tanah

yang harus mengacu pada:

• UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

• Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden No.

99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015.

• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana telah diubaH

dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 6 Tahun 2015.

• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional

dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 17

untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

• Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional

dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara.

k. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah

Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang

Milik Daerah dalam proyek pengembangan fasilitas Lapas XXX dengan mengacu

pada:

• Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah

• Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 87/PMK.06/2016 tentang Perubahan

atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 246/PMK.06/2014.

• Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka

Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan No. 65/PMK.06/2016.

l. Peraturan Terkait Perpajakan

Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan

pengembangan fasilitas Lapas oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat

teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha jika

diperlukan.

m. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah

Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan

pemerintah terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan

dengan pemberian dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu

dilakukan analisa terhadap Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012

Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek

Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur.

n. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah

Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan

pemerintah dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat

diberikan oleh Menteri Keuangan melalui PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia

(Persero) selaku badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah

diberikan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko

keuangan dalam APBN.

Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap proses pemberian jaminan pemerintah

oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang diatur dalam:

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 18

• Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur

dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan

Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah

dengan Badan Usaha, sebagaimana telah diubah dengan PMK No

8/PMK/08/2016 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur

dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha

• Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam

Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan

Infrastruktur

3.1.2. Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi

Dalam sub-bab ini, dokumen Pra-Studi Kelayakan perlu menguraikan isu-isu hukum

yang berpotensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun

pelaksanaan proyek KPBU berdasarkan kajian hukum yang telah dilakukan di sub-bab

sebelumnya, serta menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan

terjadi dan besaran dampaknya. Misalnya, risiko yang diakibatkan dari diterbitkannya

peraturan baru.

3.1.3. Kebutuhan Perijinan

Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan

pengembangan fasilitas Lapas XXX serta rencana strategi untuk memperoleh perijinan-

perijinan tersebut, baik perijinan sebelum proses pengadaan maupun setelah proses

pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat

Penetapan Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan

pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses

pengadaan. Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan

setelah proses pengadaan dan penandatangan kerjasama.

3.1.4. Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum

Dalam sub-bab ini perlu diuraikan rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan

dan hukum tersebut diatas disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi,

serta pelaksanaan proyek KPBU.

3.2. Kajian Kelembagaan

Sub-Bab Kajian Kelembagaan ini bertujuan untuk menjelaskan kelembagaan yang akan terlibat

dalam pengembangan penyelenggaraan Fasilitas Lapas, struktur kelembagaannya, tugas dari

masing-masing institusi yang terlibat serta mengkaji permasalahan dan rencana mitigasi

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 19

permasalahan di aspek kelembagaan. Pada bagian ini, analisis kelembagaan akan dilaksanakan

dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memastikan kewenangan institusi yang akan bertindak sebagai PJPK dalam

melaksanakan KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi infrastruktur (jika

ada);

b. Melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dengan menentukan

peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang berkaitan dalam pelaksanaan KPBU;

c. Menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan kegiatan

penyiapan KPBU, serta menentukan sistem pelaporan Tim KPBU kepada PJPK;

d. Menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan

e. Menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.

Uraian kajian kelembagaan ini meliputi:

3.2.1. Struktur Organisasi KPBU

Pada sub-bab ini digambarkan skema atau struktur organisasi dari instansi-instansi yang

akan terlibat dalam KPBU beserta dengan penjelasan umumnya.

3.2.2. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama

Pada bagian ini menguraikan institusi mana yang menjadi PJPK serta dilakukan analisa

mengenai kewenangan institusi yang menjadi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU

yang diusulkan.

Dalam bagian ini juga perlu diuraikan apakah PJPK akan dibantu oleh Badan Penyiapan

atau Tim KPBU.

3.2.3. Pemetaan Peran dan Tanggungjawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping)

Dalam sub-bab ini akan diuraikan peran dan tanggung jawab dari masing-masing

lembaga terkait dengan proyek pengembangan fasilitas Lapas, diantaranya meliputi:

a. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)

Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan oleh

PJPK, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.

b. Tim KPBU

Menguraikan apakah Tim KPBU sudah terbentuk atau belum dan juga berisikan

penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat

Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim

KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.

c. Badan Usaha Pelaksana - BUP (Special Purpose Company - SPC)

Menguraikan tugas dan tanggung jawab BUP, serta menentukan peran dalam skema

pengambilan keputusan.

d. Kementerian Hukum dan HAM

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 20

Menguraikan peran dan tanggungjawab Kementerian Hukum dan HAM dalam

proyek kerjasama yang diusulkan, meliputi diantaranya:

• Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan hak

asasi manusia;

• Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kemendikbud;

• Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan KemenkumHAM;

• Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

KemenkumHAM di daerah;

• Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan

• Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

e. UPT Pemasyarakatan

Menguraikan tugas dan peran UPT Pemasyarakatan dalam mendukung pelaksanaan

proyek KPBU ini sesuai dengan peran dan wewenangnya.

f. Pemerintah Daerah Provinsi

Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Provinsi dalam mendukung

pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah provinsi di

sektor pemasyarakatan.

g. Pemerintah Kabupaten/Kota

Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam

mendukung pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah

di sektor pemasyarakatan.

h. Kementerian/Lembaga Non Kementerian Terkait

Menguraikan kewenangan dan tanggungjawab kementerian/lembaga non

kementerian yang tugas dan fungsinya terkait dengan aspek perencanaan dan

pengembangan fasilitas Pemasyarakatan, seperti misalnya Bappenas, Kemenkeu,

dan sebagainya.

i. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia

(Persero) apabila proyek KPBU yang direncanakan memerlukan Jaminan

Pemerintah.

j. Badan Lainnya

Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain

yang akan terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan.

3.2.4. Perangkat Regulasi Kelembagaan

Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan

(stakeholder) terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi

untuk mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud

diatas.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 21

3.3. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan

Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab

pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan

pengambilan keputusan terkait pelaksanaan Proyek KPBU.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 22

BAB 4. KAJIAN TEKNIS

4.1. Kondisi Eksisting

4.1.1. Kondisi Geografis Lokal

Menguraikan kondisi geografis lokal secara umum wilayah kabupaten/kota sampai

dengan kondisi geografis di rencana lokasi pengembangan Lapas XXX.

4.1.2. Kondisi Fisik Alam

Menguraikan kondisi fisik alam wilayah kabupaten/kota dan juga kondisi fisik alam di

lokasi Lapas XXX, yang meliputi diantaranya topografi, kondisi geologis, rawan bencana

dan sebagainya.

4.1.3. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Kondisi sosial ekonomi dan budaya merupakan salah satu faktor penting untuk melihat

potensi pertumbuhan jumlah narapidana di wilayah tersebut. Beberapa kondisi sosial

ekonomi yang perlu ditinjau antara lain :

• Struktur penduduk menurut mata pencarian dan pendidikan

• Tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk sesuai data sensus BPS tahun

terakhir

• Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga

• Tingkat kriminalitas

4.1.4. Kondisi Pemasyarakatan

Sub-bab kondisi eksisting ini ditujukan untuk menguraikan kondisi penyelenggaraan

Lapas di wilayah perencanaan. Beberapa kondisi eksisting yang perlu diuraikan

diantaranya meliputi:

• Jumlah dan Lokasi Lapas

• Aksesibilitas lokasi Lapas

• Tingkat hunian Lapas

• Rasio Jumlah Tahanan dari tahun ke tahun di wilayah tersebut

• Prosentase jenis WPB (misalnya berdasarkan usia, kejahatan, jenis kelamin,

umur, pidana, narkoba, terorisme, dan sebagainya)

• Kajian terhadap UPT Lapas (struktur organisasi, status pegawai, dan sebagainya)

• Kerjasama Pihak Lain menguraikan berbagai lembaga yang bekerjasama

dengan Lapas dalam melakukan pembinaan, misalnya dinas pendidikan,

kepolisian, institusi keagamaan, dan lain-lain.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 23

4.1.5. Kondisi Sarana dan Prasarana Lapas

• Kondisi sarana gedung pemasyarakatan, termasuk didalamnya kondisi gedung

portir dan kunjungan, gedung blok hunian (jumlah kapasitas daya tampung

warga binaan serta kondisinya), bangunan prasarana (pagar, tembok pagar antar

bangunan, pengerasan jalan lingkungan), ketersediaan utilitas, dan sebagainya.

• Kondisi sarana pembinaan narapidana (sarana pendidikan keterampilan untuk

WPB, jenis pembinaan, pelayanan kesehatan, proses pembinaan narapidana, dan

sebagainya).

• Kondisi petugas pembinaan (tingkat pendidikan, pelatihan yang pernah ada, dan

sebagainya)

4.2. Tinjauan Tata Ruang

Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah kabupaten/kota

bersangkutan dan juga secara lebih mendetail di rencana lokasi Lapas XXX yang akan

dikerjasamakan. Tinjauan tersebut meliputi:

• Struktur tata ruang

• Rencana detil tata ruang

• Peraturan zonasi

• Rencana pengembangan wilayah

Dalam kajian ini perlu disimpulkan bagaimana kesesuaian lokasi Lapas XXX yang akan

dikerjasamakan dengan perencanaan tata ruang di wilayah tersebut. Hal yang sangat perlu dikaji

adalah rencana pengembangan fungsi wilayah di lokasi Lapas XXX.

4.3. Aspek Utilitas

Pada bagian ini diuraikan mengenai kondisi utilitas di wilayah kabupaten/kota bersangkutan

secara umum dan juga kondisi utilitas di lokasi Lapas XXX. Kajian tersebut meliputi:

4.3.1. Sumber Tenaga Listrik

Menguraikan ketersediaan pasokan listrik secara umum dan juga di wilayah lokasi Lapas

XXX, sehingga dapat disimpulkan kesiapan utilitas listrik untuk pengembangan fasilitas

Lapas XXX.

4.3.2. Sumber Air Bersih

Menguraikan sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat secara umum, termasuk

juga cakupan lokasi pelayanan air minum perpipaan yang ada. Akan sangat baik jika

disampaikan dalam bentuk peta layanan. Perlu diketahui apakah terdapat layanan

SPAM perpipaan di lokasi Lapas XXX.

4.3.3. Pengelolaan Limbah

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 24

Menguraikan sistem pengelolaan limbah cair dan limbah padat yang saat ini berlangsung

di wilayah perencanaan, termasuk juga cakupan pelayanan, sistem pengelolaan, sistem

pembuangan limbah, dan sebagainya. Nantinya akan dikaitkan dengan sistem

pengelolaan limbah cair dan limbah pada di Lapas XXX.

4.3.4. Sistem Transportasi

Menguraikan sistem transportasi yang tersedia dil wilayah perencanaan, termasuk

didalamnya sistem transportasi berupa angkutan kota, bis, MRT, LRT, dan sebagainya

bila ada. Hal ini untuk melihat kemudahan transportasi bagi keluarga WBP untuk

melakukan kunjungan ke Lapas XXX.

4.4. Kajian Kebutuhan

Dalam sub-bab diuraikan kebutuhan akan infrastruktur fasilitas Lapas berdasarkan kondisi

tingkat hunian saat ini dan juga kecenderungan peningkatan jumlah WBP sesuai dengan

kecenderungan peningkatan hunian Lapas selama beberapa tahun terakhir.

4.4.1. Potensi Pertumbuhan WBP

Menjelaskan tentang potensi pertumbuhan jumlah WBP yang perlu diakomodasi oleh

Lapas.

4.4.2. Kebutuhan Fasilitas

Bagian ini menjelaskan tentang kebutuhan fasilitas pembinaan di dalam Lapas XXX

yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan potensi pertumbuhan di bagian atas.

4.4.3. Dukungan Masyarakat dan Dunia Usaha

Menjelaskan tentang adanya dukungan masyarakat dan dunia usaha/industri terhadap

kebutuhan adanya Lapas XXX.

4.5. Rancang Bangun Awal

Dalam sub-bab ini akan diuraikan rancang bangun awal infrastruktur Lapas XXX yang akan

dikerjasamakan, mulai dari desain sampai dengan serah terima aset. Hal-hal yang perlu dikaji

dan diuraikan dalam sub-bab ini adalah seperti di bawah ini.

4.5.1. Klasifikasi Lapas

Pada bagian ini menceritakan klasifikasi atau kategori Lapas XXX. Lapas

diklasifikasikan atas 3 (tiga) tipe:

a. Lapas Kelas I : kapasaitas hunian standar ≥ 1500 orang

b. Lapas Kelas II A : kapasitas hunian standar ≥ 500 – 1500 orang

c. Lapas Kelas II B : kapasitas hunian standar ≤ 500 orang

d. Lapas Kelas III

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 25

Klasifikasi tersebut di dasarkan atas kapasitas hunian atau daya tampung narapidana dan

juga berdasarkan tempat kedudukan dan kegiatan kerja petugas lapas (berdasarkan

struktur organisasi yang berbeda –beda).

Selain itu juga perlu diuraikan Lapas Kabupaten/Kota XXXX sebagai Lapas Terbuka

atau Lapas Tertutup.

4.5.2. Lokasi Lapas XXX

Pada bagian ini diuraikan tentang lokasi Lapas XXX secara detail, termasuk peta lokasi.

Dijelaskan juga mengenai pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan ketentuan dan

pertimbangan-pertimbangan lainnya seperti:

• Mengacu pada Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota;

• Mengacu pada peraturan zonasi;

• Keamanan lingkungan sekitar Lapas;

• Jarak dengan permukiman penduduk dan/atau pusat kegiatan ekonomi

masyarakat;

• Ketersediaan moda transportasi bagi pengunjung;

• Dan/atau lainnya.

Jika diberikan lokasi Lapas XXX belum ditetapkan dan diberikan beberapa alternatif

lokasi, maka dilakukan pembobotan untuk memilih lokasi terbaik yang dapat dilakukan

dengan analisis multikriteria. Kegiatan tersebut meliputi:

a. Penentuan Kriteria

Kriteria yang sebaiknya dipenuhi dalam menentukan lokasi lembaga

pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

• Zoning (peruntukan lahan)

• Fisik (physical features)

• Utilitas

• Transportasi

• Parkir

• Dampak lingkungan (sosial dan alam)

• Pelayanan publik

• Penerimaan/respon masyarakat (termasuk perubahan perilaku)

• Permintaan dan penawaran (pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga

kerja, distribusi pendapatan)

• Kedekatan dengan pusat kota

• Ketersediaan tenaga listrik dan air

• Iklim

• Ketersediaan modal

• Perlindungan terhadap kebakaran, perlindungan polisi, pelayanan kesehatan

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 26

• Perumahan/permukiman penduduk

• Peraturan setempat

• Pertumbuhan kota di masa yang akan datang.

b. Pembobotan Kriteria

Pembobotan dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait seperti regulator, operator,

dan user.

c. Analisis Multikriteria

Analisis multikriteria dilakukan dengan melakukan skoring terhadap masing-masing

alternatif lokasi lembaga pemasyarakatan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya.

4.5.3. Sarana Gedung Pemasyarakatan

Pada bagian ini diuraikan konsep desain bangunan Lapas XXX. Konsep ini perlu disertai

dengan gambar-gambar dan layout dari sarana gedung pemasyarakatan tersebut.

Diharapkan bahwa konstruksi bangunan gedung Lapas ini dirancang untuk ramah

lingkungan seperti misalnya:

• Peralatan

Penggunaan peralatan yang tidak berlebihan dan sesuai prosposional, sehingga

fungsi bangunan menjadi lebih optimal dan lebih ramah lingkungan.

• Kontrol Polusi Air dan Limbah

Disediakan kontrol air untuk mengantisipasi terjadinya polusi air yang diakibatkan

oleh aktivitas di dalam Lapas.

• Kontrol Polusi Udara

Kebutuhan udara segar bagi WBP yang ada didalam lembaga pemasyarakatan juga

telah disiapkan rancangan yang lebih maksimal. Hal ini untuk menjaga kesehatan

WBP yang ada dalam Lapas

• Kontrol Polusi Suara

Kelancaran komunikasi antara petugas dan warga binaan perlu dipastikan berjalan

dengan lancar. Sehingga konstruksi bangunan juga perlu dirancang agar suara-suara

bising tidak terjadi. Perlu dilengkapi dengan fasilitas yang mampu memberi

kelancaran pada suara – suara yang dapat mengganggu komunikasi antara petugas

lapas dengan warga binaan atau dengan berbagai pihak di dalam lapas..

• Dampak Ekologis

Keseimbangan antara keberadaan Lapas dengan lingkungan sekitar juga perlu dijaga.

Misalnya kawasan Lapas selama ini adalah menjadi langganan banjir apabila

intensitas hujan dikawasan adalah tinggi. Sehingga bangunan Lapas didesain lebih

tinggi serta dengan tetap memperhatikan lingkungan pendukung disekitarnya..

• Pemakaian Energi

Bangunan di desain dengan memberikan akses sinar matahari masuk kedalam Lapas.

Hal ini dimaksudkan untuk menghemat penggunaan energi juga dari sisi kesehatan

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 27

lebih terjamin, karena kuman – kuman serta berbagai sumber penyakit dapat

diminimalisir oleh sinar matahari yang dapat menjangkau di hampir semua sudut

bangunan.

Kajian yang perlu dilakukan dalam perancangan gedung pemasyarakatan diantaranya

meliputi:

• Perhitungan kebutuhan lahan dengan menggunakan standar-standar yang berlaku

untuk setiap fasilitas (sel, kantor, ruang kunjungan, poliklinik, fasilitas umum dan

keagaaman, utilitas, ruang terbukan hijau, dan sebagainya)

• Konsep Tapak, termasuk sistem zoning (zona hunian dan zona non-hunian),

pembagian zona keamanan (minimum security, medium security, atau maximum

security), dan sebagainya.

• Sirkulasi di dalam lapas (sirkulasi WBP, petugas, dan pengunjung)

• Konsep pagar Lapas

• Konsep pemantauan keamanan (sistem kamera pantau, sistem komunikasi, dan lain-

lain)

• Material bangunan yang akan digunakan yang juga mempertimbangkan kekuatan

struktur selama periode kerjasama dan juga selanjutnya.

• Rencana penyediaan utilitas (air bersih, pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah

padat, hidran kebakaran, listrik dan lain-lain)

• Pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup.

• Bentuk bangunan lembaga pemasyarakatan selaras dengan karakteritis budaya

daerah.

4.5.4. Sistem Keamanan Lapas

Pada bagian ini diuraikan sistem keamanan Lapas yang akan diterapkan, mencakup:

• Perancangan Sistem Keamanan

• Prinsip Sistem Keamanan Lapas

• Persyaratan Umum Lapas Berkaitan dengan Kemanan

• Dasar Perencanaan Bangunan Lapas

4.5.5. Sarana Pembinaan

Pada bagian ini diuraikan sarana pembinaan yang akan disediakan seperti misalnya

sarana pendidikan, perpustakaan, bengkel pembinaan, fasilitas keagamaan, ruang

terbuka hijau, dan lain-lain. Sarana pembinaan ini akan tergantung dari tipe Lapas yang

akan dikerjasamakan.

4.6. Spesifikasi Keluaran

4.6.1. Ruang Lingkup Kerjasama

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 28

Pada bagian ini diuraikan mengenai ruang lingkup kerjasama yang akan dilakukan dalam

skema KPBU ini. Misalnya, apakah proyek KPBU hanya akan menyediakan sarana

gedung pemasyarakata, hanya menyediakan sarana pembinaan, atau menyediakan

kedua-duanya, atau ada bagian lain dari pengelolaan Lapas.

4.6.2. Standar Pelayanan Minimum

Pada bagian ini diuraikan variabel spesifikasi keluaran yang harus dipenuhi oleh BUP

selama masa kerjasama. Contoh dari standar pelayanan minimum untuk penyediaan

fasilitas Lapas ini adalah seperti pada tabel di bawah ini.

No Spesifikasi Teknis Keterangan

1 Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas I/IIA/IIB/III

2 Luas lahan M2

3 Luas bangunan M2

4 Jumlah Rencana Kapasitas Penghuni Warga Binaan

Orang

5 Jalan Akses M2

6 Luas areal parkir M2

7 Kesesuaian dengan RTRW setempat

8 Biaya Konstruksi Rp

9 Biaya Operasional dan pemeliharaan Rp

10 Dan lain-lain

4.6.3. Tahapan Pengembangan

Pada bagian ini diuraikan rencana pengembangan atau konstruksi fasilitas Lapas yang

akan dikerjasamakan dan juga rencana pengadaan peralatan (jika ada).

4.6.4. Mitigasi Permasalahan

Pada bagian ini diuraikan mengenai kemungkin permasalahan yang timbul selama masa

konstruksi dan juga disampaikan strategi mitigasi untuk menangani permasalahan yang

mungkin timbul tersebut.

4.6.5. Spesifikasi Aset Saat Serah Terima

Pada bagian ini diuraikan tentang spesifikasi atau kondisi aset yang dikerjasamakan yang

harus dipenuhi pada saat serah terima aset tersebut disaat akhir masa kerjasama.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 29

BAB 5. KAJIAN EKONOMI DAN FINANSIAL

Pada bab ini perlu dilakukan kajian secara ekonomi yang meliputi analisis permintaan (demand),

analisis pasar dari sisi investor, analisis struktur pendapatan, serta analisis biaya dan manfaat

sosial (ABMS). Selain itu juga dilakukan kajian finansial yang meliputi asumsi analisis keuangan,

pendapatan pelaku usaha, biaya Capex dan OPEX, indikator keuangan, proyeksi kinerja

keuangan, analisis sensitivitas, serta analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money).

5.1. Kajian Ekonomi

5.1.1. Analisis Permintaan (Demand)

Analisis permintaan ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih

komprehensif terkait proyek pembangunan atau pengembangan Lapas, terutama dari

aspek ekonomi, komersial dan jumlah kebutuhan fasilitas bangunan dan fungsi lainnya,

maka proyeksi dan perkiraan jumlah penghuni lapas menjadi sangat penting. Hal ini akan

menentukan asumsi besarnya biaya pembangunan gedung dan fasilitas yang diperlukan

yang ideal dan pengaruh-pengaruhnya.

Kajian ini berisi ringkasan dari Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey – RDS)

yang akan memuat proporsi penghuni yang akan menempati bangunan lapas, serta

kemampuan dan harapan pelayanan yang diinginkan. Kajian RDS Lembaga

Pemasyarakatan ini juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi analisa demand forecast

dan akan dilampirkan dalam Lampiran Prastudi Kelayakan.

5.1.2. Metodologi

Dalam subbab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan

Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam

metodologi mencakup:

a. Metode pengumpulan data, misalnya dilakukan melalui wawancara kepada

responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner

memuat pertanyaan menyangkut karakteristik responden dan pertanyaan

menyangkut dengan bangunan lapas yang akan dibangun.

b. Metode Analisis, misalnya metode analisis deskriptif, analisis crosstabs, dan/ataupun

analisis multinomial logistic regression. Analisis deskriptif berusaha menjelaskan atau

menggambarkan karakteristik data hasil survei melalui serangkaian tabel ataupun

grafik, sedangkan analisis crosstabs (tabulasi silang) pada prinsipnya menyajikan data

dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris dan kolom. Melalui analisis crosstabs dapat

dilihat apakah antara variabel pada sisi baris dan variabel pada sisi kolom memiliki

hubungan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Chi-Square yang ditampilkan.

Sedangkan untuk melihat sekuat apa hubungan antara variabel dalam baris dengan

variabel dalam kolom dapat dilihat dari nilai korelasinya. Analisis multinomial logistic

regression (MLR) merupakan perluasan dari binary (dua kategori) logistic regression,

dimana variabel tidak bebasnya mempunyai kategori lebih dari dua.

5.1.3. Pelaksanaan Survey dan Pengolahan Data Survai

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 30

Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang mencakup

diantaranya:

• Jumlah sampel beserta cara penentuan sampel jumlah responden beserta persentase

karakteristik respondennya.

• Kegiatan pelatihan enumerator untuk penguasaan kuesioner dan metode

mewawancarai rensponden.

• Waktu dan lokasi pelaksanaan survei.

• Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner.

• Proses editing dan pengkodean (coding).

• Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan

pengolahan data.

5.1.4. Analisis RDS

Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis terhadap hasil pengumpulan data. Analisis ini

dapat dilakukan secara deskriptif, induktif, logistic multinomial, ataupun gabungan dari

antaranya. Beberapa hal yang perlu diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada:

• Institusi responden

• Pangkat dan jabatan responden

• Alur jumlah atau prosentase penghuni Lapas mulai dari tahanan, pengadilan hingga

pemasyarakatan.

• Sarana bangunan eksisting yang digunakan.

• Ketersediaan utilitas Lapas

• Jenis dan tingkat penggunaan fasilitas Lapas.

• Tingkat ketersediaan penjaga dan pembina Lapas.

• Ekspetasi utama responden terhadap rencana pembangunan gedung lapas.

(misalnya, keamanan, kenyamanan, kebersihan laingkungan, maupun fasilitas

lainnya).

• Dan sebagainya.

5.2. Analisis Pasar (Market)

Analisis pasar yang dimaksud adalah bukan potensi jumlah penghuni Lapas, namun lebih pada

minat dunia usaha pada proyek KPBU di sektor pengembangan Lapas. Dalam sub-bab ini perlu

dimasukkan beberapa hal di bawah ini:

• Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang

diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup

ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan,

risiko utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan

Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional

terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 31

waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan,

serta risiko utama yang menjadi pertimbangan.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU,

diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur

perolehan penjaminan, dan lainnya.

• Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang

sehat dalam pengadaan proyek KPBU.

• Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi

dari proyek-proyek KPBU sektor pengembangan Lapas.

5.3. Analisis Struktur Pendapatan KPBU

Berisikan uraian potensi-potensi sumber pendapatan proyek KPBU selama masa perjanjian

kerjasama. Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif atau pembayaran serta

diidentifikasi dampak terhadap pendapatan jika terjadi:

• kenaikan biaya KPBU (cost over run);

• pembangunan KPBU selesai lebih awal;

• pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehingga

dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawback

mechanism);

• pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban.

5.4. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS)

Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA) merupakan

alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan

masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek KPBU dan tanpa ada proyek

KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU serta

kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa

hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran

dukungan pemerintah. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam Prastudi Kelayakan ini

meliputi:

5.4.1. Asumsi umum

• Periode evaluasi;

• Faktor konversi;

• Dan asumsi lain yang diperlukan.

5.4.2. Manfaat

Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek

KPBU pembangunan atau pengembangan Lapas. Berikut adalah contoh beberapa

manfaat yang mungkin terjadi dari investasi pembangunan atau pengembangan Lapas:

• Manfaat kesehatan penghuni Lapas

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 32

• Manfaat pendapatan penghuni Lapas dari kegiatannya di dalam Lapas

• Manfaat efisiensi kebutuhan SDM dalam pengelolaan Lapas

• Dan sebagainya

Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi,

seperti penghematan biaya dan lainnya. Manfaat tersebut selanjutnya dikonversi dari

nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

5.4.3. Biaya

Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak.

Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi. Biaya tersebut diantaranya

adalah:

• Biaya penyiapan KPBU;

• Biaya modal;

• Biaya operasional;

• Biaya pemeliharaan;

• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.

5.4.4. Parameter Penilaian

Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU

yang akan akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputi:

• Economic Internal Rate of Return (EIRR);

• Economic Net Present Value (ENPV);

• Economic Benefit Cost Ratio (BCR).

5.4.5. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan

KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:

• Perubahan nilai social discount rate;

• Penurunan/kenaikan komponen biaya;

• Penurunan/kenaikan komponen manfaat

5.5. Analisis Keuangan

Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan

dijalankan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain meliputi:

5.5.1. Asumsi Analisis Keuangan

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 33

Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU

bangunan Lembaga pemasyarakatan adalah antara lain sebagai berikut :

• Tingkat inflasi per tahun

• Persentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman

pertahun

• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan,

pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.

• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya

• Periode kerja sama

5.5.2. Pendapatan

Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU. Proyeksi

pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis

sebelumnya.

5.5.3. Biaya

Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari

tahap konstruksi atau pengembangan Lapas hingga pengoperasian dan

pemeliharaannya. Unsur biaya yang perlu dikaji meliputi:

• Biaya investasi (CAPEX)

Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara

total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga

berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi

(CAPEX) sektor pembangunan atau pengembangan Lapas antara lain meliputi :

o Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan lahan/tanah

o Biaya investasi untuk pembangunan lembaga pemasyarakatan.

o Biaya investasi untuk pembangunan bangunan penunjang

o Biaya investasi untuk fasilitas Lapas

o Biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur pendukung, termasuk jalan

akses, tempat parkir, dll.

o Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek investasi

ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang mencakup biaya

perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek, biaya bantuan

hukum, dan biaya peresmian.

• Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX)

Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi

tentang biaya-biaya operasional, yang antara lain:

o Biaya tenaga kerja

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 34

o Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur bangunan lembaga

pemasyarakatan.

o Biaya listrik, bahan bakar genset, dan utilitas

o Biaya penyusutan

o Biaya asuransi

o Biaya bunga hutang

o Biaya lainnya

5.5.4. Indikator keuangan

Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting yang akan

menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha Pelaksana.

Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:

• Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan Debt-Service Coverage

Ratio (DSCR) dari proyek dan modalitas.

• Perbandingan Financial Internal Rate of Return (FIRR) proyek terhadap Weighted

Average Cost of Capital (WACC). Jika FIRR lebih besar dari WACC maka Proyek

KPBU dinilai LAYAK.

• Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

• Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return

(MARR) masih lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

• Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

5.5.5. Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana

Pada sub-bab ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan

menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu

dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:

• Proyeksi laba rugi (income statement)

• Proyeksi neraca (balance sheet)

• Proyeksi arus kas (cash flow)

5.5.6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan

KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya:

• Penurunan/kenaikan biaya;

• Penurunan/kenaikan permintaan.

5.6. Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang)

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 35

Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk membandingkan

dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif

penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator – PSC).

Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV

KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai

manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih.

Penilaian VFM membandingkan total biaya proyek dari komparator sektor publik (PSC) dengan

itu proyek KPBU dan perbedaan ini disebut sebagai nilai manfaat uang. Jika biaya proyek KPBU

yang dinilai cenderung menjadi lebih rendah daripada biaya PSC, maka proyek KPBU dikatakan

kemungkinan dapat memberikan nilai manfaat positif untuk uang.

Penilaian VFM memanfaatkan asumsi tentang ekonomi makro dan lokal masa depan, penilaian

risiko probabilistik, model keuangan dan analisis sensitivitas untuk melakukan perbandingan ini

dan untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai potensi VFM bahwa proyek dapat

bermanfaat.

Total biaya proyek dibandingkan pada risiko disesuaikan dan net present value ( "NPV") dasar.

Untuk sampai pada biaya risiko yang sesuai, salah satu praktik standar yang sering dilakukan

adalah dengan mengembangkan matriks risiko dan mengkuantifikasi risiko tersebut melalui

workshop risiko.

Penilaian VFM disajikan dalam bab ini telah dilakukan setelah penutupan keuangan untuk

proyek tersebut. Bagian berikut memberikan rincian tentang biaya proyek dan hasil penilaian

VFM ini.

5.6.1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost)

Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk

menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama.

Untuk PSC : CAPEX dan OPEX

Untuk KPBU : CAPEX, OPEX, dan profit

5.6.2. Pembiayaan (Financing)

PSC KPBU

Competitive neutrality

Risk

Ancillary cost

Financing

Base cost

Risk

Ancillary cost

Financing

Base cost

Value for Money

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 36

Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya total

pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh

pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi.

5.6.3. Biaya Lain-lain (Ancillary Cost)

Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait

langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.

5.6.4. Risiko

Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC

seluruh risiko ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko

ditransfer kepada Badan Usaha.

5.6.5. Competitive Neutrality

Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan

kerugian kompetitif yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi

tertentu, yang terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost

dari PSC yang menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal

tersebut, competitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC.

5.6.6. Kesimpulan

Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran

VFM dari proyek KPBU.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 37

BAB 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan.

Beberapa hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi:

6.1. Pengamanan Lingkungan

Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian

awal lingkungan (Initial Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu

dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan:

1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar

belakang, tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan

pada setiap tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-

of-life);

2. Lokasi terkena dampak;

3. Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;

4. Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak proyek:

• Susun daftar potensi dampak;

• Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak;

• Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/

merugikan), jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi);

5. Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi.

6.2. Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan

Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya

telah dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan

cukup besar maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini.

Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU.

Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:

1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya;

2. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena

dampak;

3. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU,

apakah pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;

4. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan;

5. Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak

dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;

6. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan

tanah dan/atau pemukiman kembali;

7. Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak;

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 38

8. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman

kembali.

Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan

dokumen pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu

diperhatikan oleh PJPK:

1. Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL

atau SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan

yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Berikut adalah kriteria proyek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan Hidup):

a. Berlokasi di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan

kawasan lindung (batas tapak bersinggungan atau dampak potensial diperkirakan

mempengaruhi kawasan lindung terdekat); dan/atau

b. Memenuhi salah satu kriteria berikut:

Kriteria Jenis Kegiatan Pembangunan Lembaga Pemasyarakatan yang Wajib

Amdal

No Jenis Kegiatan Keterangan

1 Pembangunan bangunan gedung

dengan luas lahan 5 Ha

Besaran diperhitungkan berdasarkan:

a. Pembebasan lahan.

b. Daya dukung lahan.

c. Tingkat kebutuhan air sehari-hari.

d. Limbah yang dihasilkan.

e. Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (getaran,

kebisingan, polusi udara, dan lain-lain).

f. KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB. (koefisien luas

bangunan)

g. Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang.

h. Konflik sosial akibat pembebasan lahan (umumnya

berlokasi dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi).

i. Struktur bangunan bertingkat tinggi dan basement

menyebabkan masalah dewatering dan gangguan tiang-

tiang pancang terhadap akuifer sumber air sekitar.

j. Bangkitan pergerakan (traffic) dan kebutuhan permukiman

dari tenaga kerja yang besar.

k. Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parkir pengunjung.

l. Produksi sampah, limbah domestik

m. Genangan/banjir lokal.

2 Pembangunan bangunan gedung

dengan luas bangunan 10.000 m2

2. Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK

dapat menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur

oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 39

BAB 7. KAJIAN BENTUK KPBU

Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai

dengan penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi:

7.1. Alternatif Skema Kerjasama

Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan

keuntungan dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut, seperti misalnya

BOT, BTO, BOO, kontrak manajemen, kontrak sewa, dan sebagainya.

7.2. Penetapan Skema KPBU

Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan.

Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan,

ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis

dan finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha pelaksana, kemungkinan

pembiayaan dari sumber lain serta pembagian risikonya dan kepastian adanya pengalihan

keterampilan manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik.

Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab

masing-masing lembaga.

7.3. Lingkup kerjasama KPBU

Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana. Dalam

menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk tupoksi dari

lembaga-lembaga terkait.

Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan suksesnya

proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif, alokasi dan

manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya.

Peran dan tanggung jawab instansi terkait perlu diuraikan secara lebih mendetail dalam sub-bab

ini, seperti misalnya peran PJPK, Badan Usaha Pelaksana, Dinas, DPRD, dan sebagainya,

berdasarkan struktur KPBU yang akan diterapkan

7.4. Jangka waktu dan pentahapan KPBU

Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian investasi

yang ditanamkan Badan Usaha. Untuk pembangunan sebuah lembaga pemasyarakatan yang

besar perlu dilakukan pentahapan dan pertimbangan lainnya.

7.5. Keterlibatan pihak ketiga

Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kompensasi

/pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian. Beberapa pihak ketiga diantaranya PLN

sebagai penyedia listrik, PDAM sebagai penyedia air minum, institusi penjaminan, dan lainnya.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 40

7.6. Alur finansial operasional

Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah proyek KPBU

diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan khusus pengelola proyek dari

sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan usaha tersebut dalam mengelola alur

finansial operasional. Badan usaha tersebut bisa saja dalam bentuk Badan Layanan Umum

Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya.

7.7. Penggunaan aset daerah

Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD apa saja yang

akan digunakan untuk kerjasama ini dan bagaimana sistem pemakaian yang akan diterapkan.

Aset ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya aset jalan akses, aset

terminal, aset jaringan listrik dan sebagainya.

7.8. Status kepemilikan aset dan pengalihan aset

Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset selama jangka waktu perjanjian kerjasama dan

mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian kerjasama.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 41

BAB 8. KAJIAN RISIKO

Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu

proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisa risiko

terdiri atas identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Tujuan analisa

risiko adalah agar stakeholder dapat memperoleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui

proses pengelolaan risiko yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan

menyerap/menerima risiko tersebut.

8.1. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek.

Untuk sektor lembaga pemasyarakatan, risiko-risiko tersebut biasanya antara lain meliputi:

a. Risiko Lokasi risiko pencemaran ke lingkungan sekitar lokasi, keresahan masyarakat,

kegagalan implementasi AMDAL, dan sebagainya.

b. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi risiko keterlambatan penyelesaian

konstruksi dan kenaikan biaya, kesalahan desain atau desain yang tidak lengkap,

ketidakjelasan spesifikasi output, risiko uji operasi, dan sebagainya.

c. Risiko Sponsor adanya anggota konsorsium yang tidak dapat memenuhi kewajiban

kontraktualnya, kinerja kontraktor EPC dan OPC yang buruk,

d. Risiko Finansial risiko tidak tercapainya perolehan biaya proyek (financial close),

terjadinya fluktuasi nilai mata uang dan tingkat bunga pinjaman, perubahan tingkat inflasi

yang signifikan, dan sebagainya.

e. Risiko Operasional risiko terjadinya perubahan biaya operasi & pemeliharaan,

operasional sistem yang tidak optimal, kenaikan biaya energi, risiko kecelakaan dan

sebagainya.

f. Risiko Pendapatan risiko kegagalan penetapan nilai availability payment.

g. Risiko Politik risiko perubahan politik yang signifikan, pemutusan kerjasama akibat

perubahan regulasi, risiko mata uang asing (repatriasi, ekspropriasi, dan konversi).

h. Risiko Kahar risiko kahar politik akibat perang dan sebagainya, risiko bencana alam.

i. Risiko Kepemilikan Aset risiko hilang atau rusaknya aset, buruknya kondisi aset saat

serah terima, dan sebagainya.

8.2. Prinsip Alokasi Risiko

Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam pelaksanaan

proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan

cara mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara

lebih efisien dan efektif.

Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah “Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif

lebih mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko

tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko

yang rendah dan biaya proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku

kepentingan proyek tersebut.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 42

Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang

dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu

memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal

penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).

8.3. Metode Penilaian Risiko

Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang

paling signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, disusun suatu kriteria penilaian risiko

yang dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko.

Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko

Peringkat Keterangan

Hampir Pasti Terjadi Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah

terjadi di proyek lainnya.

Mungkin Sekali Terjadi Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual

Mungkin Terjadi Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu

Jarang Terjadi Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa terjadi,

tapi mungkin tidak akan pernah terjadi

Hampir Tidak Mungkin

Terjadi

Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi

di proyek lainnya.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 43

Pemeringkatan Dampak Risiko

Peringkat Dampak

Keuangan Keselamatan Penundaan Kinerja Hukum Politik

Tidak

Penting

Varian

<5% terhadap

anggaran

Tidak ada atau

hanya cidera pribadi,

Pertolongan

Pertama dibutuhkan tetapi

tidak ada penundaan hari

< 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi

ada dampak kecil terhadap unsur-unsur

non-inti

Pelanggaran

Kecil

Perubahan dan

dampak kecil terhadap proyek

Ringan Varian 5%-

10% terhadap

anggaran

Cidera ringan,

perawatan medis dan penundaan

beberapa hari

3 – 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi

ada kerugian sementara dari sisi

layanan, atau kinerja unsur-unsur non-inti

yang berada dibawah

standar

Pelanggaran

prosedur/ pedoman

internal

Perubahan

memberikan dampak yang

signifikan terhadap proyek

Sedang Varian

10%-20% terhadap

anggaran

Cidera:

Kemungkinan rawat inap dan

banyak

penundaan hari

6 – 12 bulan Kerugian sementara

unsur proyek inti, atau standar kinerja unsur

inti yang menjadi

berada di bawah standar

Pelanggaran

kebijakan/ peraturan

pemerintah

Ketidakstabilan

situasi berdampak pada keuangan

dan kinerja.

Besar Varian

20%_30% terhadap

anggaran

Cacat sebagian

atau penyakit jangka panjang

atau beberapa cidera serius

1 – 2 tahun Ketidakmampuan

untuk memenuhi unsur inti, dan secara

signifikan menjadikan proyek dibatalkan

Pelanggan

lisensi atau hukum,

pengenaan penalti

Ketidakstabilan

berdampak pada keuangan dan

kinerja

Serius Varian

30%-50% terhadap

anggaran

Kematian atau

cacat permanen

>2 tahun Kegagalan total

proyek

Intervensi

peraturan atau tuntutan,

pengenaan penalti

Ketidakstabilan

menyebabkan penghentian

layanan

Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukaan dalam matriks peta risiko berikut:

Matriks Peta Risiko

Kemungkinan

Konsekuensi

Tidak

Penting Ringan Sedang Besar Serius

Hampir Pasti Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi

Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi

Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi

Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi

Hampir Tidak

Mungkin Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 44

8.4. Mitigasi Risiko

Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan

mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi

risiko ini berisi rencana-rencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat

risiko terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko,

meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau

menerima/menyerap risiko tersebut.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 45

BAB 9. KAJIAN KEBUTUHAN DUKUNGAN PEMERINTAH

DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH

Bab ini menguraikan kebutuhan Dukungan Pemerintah serta cakupan kebutuhan Jaminan

Pemerintah berdasarkan hasil kajian ekonomi dan komersial serta kajian risiko, proses dan strategi

untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, serta kajian kesiapan

proyek untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.

9.1. Kajian Kemampuan PJPK

Dalam sub-bab ini dikaji kemampuan PJPK dalam membiayai porsi pembiayaan yang menjadi

tanggung jawabnya dan juga kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan subsidi

dan/atau availability payment. Hal ini bisa dikaji dari kapasitas fiskal pemerintah daerah dan

laporan keuangan daerah selama 5 hingga 10 tahun ke belakang.

Selain kemampuan finansial, hal yan gperlu dikaji juga adalah kemampuan sumber daya manusia

untuk dapat menyelenggarakan proyek KPBU dan juga menjalankan fasilitas yang akan di-KPBU-

kan.

9.2. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah

Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan

Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial

yang diberikan terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan

memiliki total biaya investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).

VGF diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari biaya konstruksi dengan porsi yang tidak

mendominasi keseluruhan biaya konstruksi (maksimal 49%).

Dalam sub-bab ini diuraikan pemenuhan kriteria untuk mendapatkan VGF. Beberapa hal yang

perlu dijawab dalam sub-bab ini diantaranya adalah:

a. Apakah proyek secara ekonomi layak namun secara finansial belum layak?

b. Apakah proyek didasarkan pada “prinsip pengguna membayar”

c. Apakah pemilihan investor swasta dilakukan melalui proses tender yang terbuka dan

kompetitif dibawah skema KPBU?

d. Apakah draft perjanjian kerjasama telah memuat skema peralihan aset dan/ atau

manajemen aset dari investor ke PJPK pada akhir masa konsesi?

e. Apakah dalam studi kelayakan telah menunjukkan:

• Alokasi risiko yang optimal antara investor dan PJPK

• Menyimpulkan bahwa proyek layak secara ekonomis dan akan layak secara

finansial apabila diberikan VGF

f. Apakah sektor yang akan di-KPBU-kan termasuk dalam sektor yang disebutkan dalam

Perpres No. 38 tahun 2015?

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 46

9.3. Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah

Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk

mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha. Jaminan Pemerintah ini diberikan oleh

Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan

peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Penyediaan fasilitas Jaminan Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.

265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek

KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.

Fasilitas dapat disediakan untuk proyek KPBU prioritas ataupun proyek KPBU lainnya yang

memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri diatas. Jenis fasilitas yang

disediakan meliputi:

a. Fasilitas Penyiapan Proyek, yang meliputi:

• penyiapan Kajian Akhir Prastudi Kelayakan;

• penyiapan kajian dan/ atau dokumen pendukung untuk Kajian Akhir Prastudi

Kelayakan

b. Fasilitas Pendampingan Transaksi, yang meliputi:

• pelaksanaan pengadaan Badan Usaha;

• pelaksanaan penandatanganan Perjanjian KPBU;

• perolehan pembiayaan untuk Proyek KPBU (financial close), sepanjang merupakan

bagian dari tanggung jawab yang dialokasikan kepada PJPK berdasarkan

Perjanjian KPBU.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 47

BAB 10. KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU

DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES)

Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab sebagai

berikut:

10.1. Identifikasi hal-hal kritis

Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan proyek

KPBU dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya penyelesaian studi

Amdal, perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya.

10.2. Rencana penyelesaian hal-hal kritis

Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-hal

kritis yang perlu diselesaikan. Hal ini akan dijabarkan dalam bentuk matriks.

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTU PEMASYARAKATAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN 2017

BUKU V 48

BAB 11. KAJIAN PENGADAAN

Dalam bab ini perlu diuraikan beberapa hal berikut.

11.1. Landasan hukum pengadaan KPBU

Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan Badan

Usaha.

11.2. Pembentukan Panitia Pengadaan

Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung Panitia

Pengadaan.

11.3. Tahapan dalam pengadaan KPBU

Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan satu tahap

atau pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya.

Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU

yang memiliki karakteristik:

a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan

b. Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.

Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang

memiliki karakteristik:

a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena

terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan

b. Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.

11.4. Proses Pengadaan

Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti tertuang pada

sebelumnya.

11.5. Jadwal dan Kontak

Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat

sekretariat Panitia Pengadaan.