TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

50
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN KAWASAN INDUSTRI 2017 BUKU III 1 LATAR BELAKANG Pemerintah memahami dan berkepentingan agar pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan dalam rangka menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh. Pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah Indonesia dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional. Pengembangan kawasan industri adalah realisasi dari maksud membangun struktur industri yang kokoh serta mendorong perkembangan ke seluruh wilayah Indonesia. Kawasan Industri (KI) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri. Oleh karenanya kemudahan pembangunan kawasan industri dapat mengurangi dampak lingkungan yang merugikan dan mempercepat pemenuhan kebutuhan barang melalui penggunaan barang dalam negeri. Dampak atau Outcome percepatan pembangunan kawasan industri adalah tersedianya lapangan pekerjaan yang diperlukan sehubungan dengan pertambahan penduduk menuju kondisi bonus demografi – dimana usia produktif akan mendominasi penduduk Indonesia. Dengan demikian, dari sisi pemerintah, peran pembangunan KI sejalan dengan maksud peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Untuk itu pemerintah berkepentingan melakukan percepatan serta peningkatan intensitas pembangunan perindustrian melalui pembukaan KI yang lebih luas dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Tantangan dari sisi kependudukan, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah usia angkatan kerja (15 – 64 tahun) mencapai sekitar 70%, sedang 30% penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 64 tahun) yang akan terjadi pada tahun 2020-2030. Dengan demikian pada perioda tersebut, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif, yang berarti bahwa sekitar 10 orang usia produktif akan menanggung 3-4 usia tidak produktif. Data statistik kependudukan menjelaskan bahwa tenaga kerja yang terserap di sektor industri adalah seperti pada tabel di bawah ini:

Transcript of TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

Page 1: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 1

LATAR BELAKANG

Pemerintah memahami dan berkepentingan agar pembangunan nasional di bidang ekonomi

dilaksanakan dalam rangka menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan

industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan

sumber daya yang tangguh. Pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur

industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan sumber daya secara

optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah Indonesia dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada

kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan

nasional.

Pengembangan kawasan industri adalah realisasi dari maksud membangun struktur industri yang

kokoh serta mendorong perkembangan ke seluruh wilayah Indonesia. Kawasan Industri (KI) adalah

kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri. Oleh karenanya

kemudahan pembangunan kawasan industri dapat mengurangi dampak lingkungan yang merugikan

dan mempercepat pemenuhan kebutuhan barang melalui penggunaan barang dalam negeri. Dampak

atau Outcome percepatan pembangunan kawasan industri adalah tersedianya lapangan pekerjaan

yang diperlukan sehubungan dengan pertambahan penduduk menuju kondisi bonus demografi –

dimana usia produktif akan mendominasi penduduk Indonesia.

Dengan demikian, dari sisi pemerintah, peran pembangunan KI sejalan dengan maksud peningkatan

pertumbuhan ekonomi dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Untuk

itu pemerintah berkepentingan melakukan percepatan serta peningkatan intensitas pembangunan

perindustrian melalui pembukaan KI yang lebih luas dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Tantangan dari sisi kependudukan, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah usia

angkatan kerja (15 – 64 tahun) mencapai sekitar 70%, sedang 30% penduduk yang tidak produktif

(usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 64 tahun) yang akan terjadi pada tahun 2020-2030. Dengan

demikian pada perioda tersebut, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif,

yang berarti bahwa sekitar 10 orang usia produktif akan menanggung 3-4 usia tidak produktif.

Data statistik kependudukan menjelaskan bahwa tenaga kerja yang terserap di sektor industri adalah

seperti pada tabel di bawah ini:

Page 2: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 2

Sumber: BPS

Peran penyerapan tenaga kerja pada sektor industri sebesar 13,33% pada kecenderungan

perkembangan penduduk perkotaan semakin intensif menjelaskan bahwa tuntutan peningkatan

lapangan pekerjaan di sektor ini sudah semakin besar.

Kebijakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2014-2019 sudah tepat mengembangkan

kawasan industri di luar Pulau Jawa. Namun tantangan utama Pemerintah adalah membangun,

sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat mungkin, kawasan industri yang diisi dengan fabrikan atau

jenis industri yang memperkokoh rantai produksi nasional dan berdaya saing internasional. Untuk itu

pemerintah perlu membuka diri penyertaan investasi suasta melalui investasi kawasan industri

melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Dalam pengembangan KPBU untuk bidang usaha infrastruktur kawasan industri, maka pihak Swasta

perlu bekerja sama dengan Pemerintah yang diatur melalui PJPK (Penanggung Jawab Proyek

Kerjasama). PJPK untuk kawasan industri, sesuai lingkup tugas dan kewenangannya, dapat terdiri

dari Menteri Perindustrian, Gubernur, Walikota dan atau Bupati, maupun pihak yang mendapat

amanat penugasan sebagai PJPK sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Pihak swasta

yang berminat bisa merespons penawaran KPBU Kawasan Industri dari PJPK atau mengusulkan

kawasan industri yang sudah menjadi program Pemerintah untuk dilaksanakan melalui skema

KPBU.

Dalam maksud mengembangkan dan atau perluasan kawasan industri melalui KPBU, sebaiknya

pihak yang ingin mengembangkan KPBU Kawasan Industri tersebut melakukan tahapan kegiatan

secara tertib untuk memastikan bahwa kegiatan yang diusulkan memang cocok dan bermanfaat bila

dikembangkan secara KPBU. Pada toolkit ini, dipandu penyusunan pada tahap pra-studi kelayakan

yang sudah didukung dengan studi pendahuluan yang menginformasikan telaahan kebutuhan,

telaahan kepatuhan, telaahan value for money, telaahan pendapatan diakhiri dengan rekomendasi dan

kebijakan. Untuk itu diperlukan kejelasan sekurang-kurangnya tentang deliniasi kawasan industri

dilengkapi dengan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders). Termasuk dalam tahap ini, perlu

memetakan pemangku kepentingan, serta identifikasi dan penetapan PJPK dan/atau, dalam keadaan

Rata-rata

Feb-14 Feb-15 Feb-16 Feb-17 (%)

1

Pertanian,

Perkebunan,Kehutanan,

Perburuan dan Perikanan

40.833.052 40.122.816 38.291.111 39.678.453 32,94

2Pertambangan dan

penggalian1.623.109 1.420.917 1.311.834 1.370.669 1,19

3 Industri 15.390.188 16.382.756 15.975.086 16.573.121 13,33

4 Listrik, Gas dan Air Minum 308.588 311.834 403.824 414.849 0,30

5 Konstruksi 7.211.967 7.714.384 7.707.297 7.162.968 6,18

6

Perdagangan, rumah

makan dan jasa

akomodasi

25.809.269 26.647.168 26.689.630 29.104.970 22,43

7Transportasi,

Pergudangan, Komunikasi5.324.105 5.192.181 5.608.749 5.692.432 4,52

8.

Lembaga Keuangan, Real

Estate, Usaha Persewaan

dan Jasa Perusahaan

3.193.357 3.643.881 3.531.525 3.592.657 2,89

9.Jasa Kemasyarakatan,

social dan Perorangan18.476.287 19.410.884 19.459.412 20.948.730 16,23

. T O T A L 118.169.922 120.846.821 118.978.468 124.538.849 100

Periode 2014-2017No. Sektor

Page 3: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 3

terdapat beberapa pihak yang berhak bertindak sebagai PJPK, maka perlu disiapkan penyepakatan

Koordinator PJPK.

Untuk itu di susun tool-kit KPBU Kawasan Industri ini sebagai upaya mempermudah pemahaman

serta pelaksanaan pembentukan KPBU Kawasan Industri, sebagai salah satu bimbingan penyiapan

KPBU juga dapat diperoleh dari Bappenas.

TUJUAN TOOLKIT KPBU

Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri

PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah

dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan

umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara

proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan

untuk:

1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku

kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi

Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan

2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata

cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk

memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi

dokumen pra studi kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa toolkit atau petunjuk pelaksanaan

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.

Toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website

diharapkan dapat:

1) Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri PPN No.

4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly)

2) Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena toolkit dibuat berbasiskan website

3) Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan dapat memperjelas pengguna dalam menentukan

tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen Pra-Studi Kelayakan

(Pre-Feasibility Study/Pre-FS).

PENERIMA MANFAAT

Penerima manfaat dari Toolkit KPBU Infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan ini diantaranya

adalah:

1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah

• Bappenas

• Kementerian Perindustrian

• Kementerian Pekerjaan Umum

Page 4: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 4

• Badan Koordinasi Penanaman Modal

• Kementerian Keuangan

• Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota)

• Instansi yang akan menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)

• Dan lain-lain

2. Badan Usaha

• Badan Usaha yang ingin menjadi pemrakarsa

• Badan usaha yang ingin mengikuti proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana

• Perbankan dan institusi pembiayaan lainnya

3. Pemangku kepentingan lainnya

• Lembaga donor

• Konsultan penyiapan KPBU

• Dan lain-lain

MANFAAT KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA

Skema KPBU menjadi salah satu prioritas skema pembiayaan infrastruktur dengan berbagai

pertimbangan sebagai berikut:

• Adanya keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

• Skema KPBU menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan

infrastruktur atau layanan publik

• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta atau badan usaha dalam penentuan proyek yang

layak untuk dikembangkan

• Skema KPBU memungkinkan bagi Pemerintah untuk memilih dan memberi tanggung jawab

kepada pihak swasta yang benar-benar memiliki kapasitas untuk melakukan pengelolaan yang

efisien terhadap fasilitas atau infrastruktur yang dibangun.

• Melalui skema KPBU, Pemerintah dapat memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak

swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal terhadap infrastruktur yang

dikerjasamakan, sehingga layanan publik dapat digunakan secara berkelanjutan.

INFRASTRUKTUR KPBU

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan

Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan

infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu:

1) Infrastruktur transportasi

2) Infrastruktur jalan

3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi

4) Infrastruktur air minum

11) Infrastruktur konservasi energi

12) Infrastruktur fasilitas perkotaan

13) Infrastruktur kawasan

14) Infrastruktur pariwisata

Page 5: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 5

5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah

terpusat

6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah

setempat

7) Infrastruktur sistem pengelolaan

persampahan

8) Infrastruktur telekomunikasi dan

informatika

9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan

10) Infrastruktur minyak dan gas bumi

15) Infrastruktur fasilitas pendidikan

16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga

17) Infrastruktur kesehatan

18) Infrastruktur pemasyarakatan

19) Infrastruktur perumahan rakyat

RUANG LINGKUP TOOLKIT

Ruang lingkup Toolkit KPBU Infrastruktur Kawasan Industri ini adalah:

1. Proyek KPBU yang diusulkan merupakan proyek yang diprakarsai Pemerintah (solicited)

ataupun oleh Badan Usaha (unsolicited);

2. Kawasan Industri yang dimaksud adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang

dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh

Perusahaan Kawasan Industri.

3. Pengembangan Kawasan Industri dalam toolkit ini adalah suatu usaha Pemerintah/Pemda

dalam mengembangkan suatu kawasan milik Pemerintah/Pemda dalam bentuk sebuah

kawasan industri yang dilengkapi dengan segala utilitas yang diperlukan melalui suatu

kerjasama dengan pihak swasta tanpa mengalihkan kepemilikan lahan.

TEMPLATE PRA-STUDI KELAYAKAN

Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk keperluan

penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk pengembangan Kawasan Industri. Secara

umum, isi prastudi kelayakan meliputi:

Ringkasan Eksekutif

Bab 1 : Pendahuluan

Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan

Bab 3 : Kajian Teknis

Bab 4 : Kajian Ekonomi dan Komersial

Bab 5 : Kajian Hukum dan Kelembagaan

Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial

Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU

Bab 8 : Kajian Risiko

Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)

Page 6: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 6

Bab 11 : Kajian Pengadaan

Lampiran-lampiran

• Info Memorandum

• Bahan Market Sounding

• Real Demand Survey

• Kajian Lingkungan (KA-ANDAL dan/atau lainnya)

• Lain-lain

Page 7: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 7

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dokumen Pra-Studi Kelayakan harus diawali oleh Ringkasan Eksekutif yang merupakan ringkasan

dari Dokumen Pra-Studi Kelayakan yang akan menjadi titik perhatian (highlight) perencanaan bisnis

atau tesis dari rencana bagi pengambil keputusan dalam proses KPBU ini. Tujuan Ringkasan

Eksekutif adalah untuk memberikan gambaran perencanaan pelaksanaan KPBU kepada pembaca.

Ringkasan Eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek ini dan

tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan jumlah dan tujuan

pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan pernyataan pembayaran bagi

pihak Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) maupun Badan Usaha Pelaksana (BUP) serta

manfaat bagi semua pihak.

Dalam menyusun Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan yaitu:

Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan eksekutif

secara lengkap harus meliputi sebagai berikut :

1. Pengantar.

Awali Ringkasan Eksekutif dengan latar belakang diperlukannya proyek serta mengapa

perlunya proyek ini dilakukan dengan skema KPBU. Jelaskan apakah ini merupakan proyek

solicited atau unsolicited dan siapa yang menjadi pemrakrasanya.

2. Lokasi Proyek

Mendefinisikan rencana lokasi pelaksanaan proyek, mulai dari provinsi, kabupaten/kota,

kecamatan, kelurahan/desa serta cakupan pelayanannya.

3. Peluang Pasar

Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek pengembangan KI dengan skema

KPBU yang direncanakan berdasarkan hasil analisa pasar yang dilakukan.

4. Skema Kerjasama yang ditawarkan

Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta dengan

alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP.

5. Rencana Investasi

Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihak-pihak yang

terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila ada) mencakup

Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang diharapkan (Expected Revenue), biaya

(Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit projection) selama masa kerjasama.

6. Struktur Organisasi

Menjelaskan para pemangku kepentingan yang akan telibat dalam KPBU. Penjelasan dapat

dilakukan cukup melalui skema organisasi disertai dengan keterangannya.

7. Kesiapan Proyek

Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah maupun belum

terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan sebagainya.

8. Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Page 8: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 8

Menjelaskan diperlukan atau tidaknya serta kesiapan dari Dukungan Pemerintah dan/atau

Jaminan Pemerintah dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan.

Page 9: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 9

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menguraikan secara umum latar belakang diperlukannya penerapan skema KPBU dalam

pengembangan Kawasan Industri (KI) dilihat dari kondisi umum pengembangan KI secara umum

dan target Pemerintah dalam pengembangan KI tersebut.

Beberapa poin penting untuk dapat dimasukkan dalam Latar Belakang ini antara lain meliputi:

1. Kondisi pengembangan KI secara nasional, beserta data-data pendukungnya. Misalkan

menguraikan tentang potensi pertumbuhan industri di daerah-daerah yang perlu didukung

dengan adanya KI.

2. Apa saja target atau kebijakan umum Pemerintah dalam pengembangan KI.

3. Upaya dan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah bersangkutan dalam pengembangan KI.

4. Kendala yang dihadapi dalam pembiayaan dalam pengembangan KI.

5. Kesimpulan akan adanya kebutuhan pembiayaan untuk pengembangan KI dengan melibatkan

pihak swasta melalui skema KPBU.

1.2. Maksud dan Tujuan

Dalam sub-bab ini diuraikan tentang maksud dan tujuan dari penyusunan Pra-Studi Kelayakan

tersebut.

1.2.1. Maksud

Mendefinisikan maksud penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU. Contoh dari maksud

tersebut antara lain sebagai berikut:

• Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi

dalam pengembangan dan pengelolaan KI.

• Mengembangkan struktur pembiayaan pengembangan dan pengelolaan KI melalui skema

KPBU.

• Menyampaikan kajian kelayakan pembiayaan dan teknis pengembangan dan pengelolaan

KI melalui skema KPBU.

• Dan/atau lainnya

1.2.2. Tujuan

Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari tujuan

tersebut antara lain:

• Memberikan pemahaman akan kelayakan teknis dan finansial dalam pengembangan dan

pengelolaan Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU;

Page 10: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 10

• Menemukan faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat menghalangi kelancaran

Proyek KPBU yang diusulkan dan menilai apakah proyek investasi pengembangan dan

pengelolaan Kawasan Industri ABCD adalah layak untuk dilaksanakan;

• Memastikan peningkatan pengelolaan Kawasan Industri ABCD;

• Terciptanya peningkatan kemampuan manajerial dalam memberikan pelayanan dan

fasilitas kepada Perusahaan Industri di Kawasan Industri ABCD;

• Dan/atau lainnya

1.3. Sistematika Pembahasan

Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan beserta uraian singkat

mengenai isi atau pokok-pokok dari tiap-tiap bab dalam Pra-Studi Kelayakan, yaitu:

Ringkasan Eksekutif

Bab 1 : Pendahuluan

Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan

Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan

Bab 4 : Kajian Teknis

Bab 5 : Kajian Ekonomi dan Komersial

Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial

Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU

Bab 8 : Kajian Risiko

Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)

Bab 11 : Kajian Pengadaan

Page 11: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 11

BAB 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN

2.1. Analisis Kebutuhan

Permasalahan dan kebutuhan pengembangan KI secara umum harus dapat diuraikan secara jelas.

Perlu digambarkan kondisi KI yang ada serta potensi KI yang dibutuhkan serta mengidentifikasi

segala permasalahan dan kekurangannya. Untuk mengidentifikasi permasalahan dimaksud, maka

beberapa pertanyaan berikut ini harus sudah dapat dijawab pada tahapan Prastudi Kelayakan ini.

2.1.1. Kondisi Eksisting KI

Menjelaskan kondisi eksisting KI secara umum di Indonesia yang antara lain meliputi:

• Jumlah KI yang ada serta peruntukannya

• Kualitas pelayanan KI yang ada saat ini

• Manfaat KI selama ini terhadap kemajuan perindustrian

• Pembiayaan penyelenggaraan KI.

• Dan lain-lain yang dianggap perlu

2.1.2. Prioritas Pengembangan KI

Menjelaskan mengenai prioritas dan strategi Pemerintah dan Pemda dalam pengembangan

KI, yang dapat dilihat juga dari rencana pengembangan wilayah (RTRW, RPJMN, dan

sebagainya).

2.1.3. Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah

Menjelaskan apa saja inisiatif Pemerintah/Pemda dalam menyelenggarakan KI di wilayah

perencanaan, termasuk misalnya alokasi anggaran dan program apa saja yang sedang atau

akan dijalankan, dan lain sebagainya.

2.1.4. Kebutuhan Pengembangan KI

Menjelaskan sebuah kesimpulan dari hasil analisis sebelumnya (kondisi eksisting, prioritas

pengembangan dan inisiatif Pemerintah/Pemda) berupa dibutuhkannya pengembangan KI di

wilayah perencanaan.

2.2. Kriteria Kepatuhan

Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian rencana pengembangan Kawasan Industri

ABCD dengan rencana-rencana, program-program, dan kebijakan-kebijakan yang ada. Dalam sub-

bab Kriteria Kepatuhan, dokumen Pra-Studi Kelayakan harus dapat menjelaskan mengenai hal-hal

berikut:

a. Siapakah yang akan menjadi PJPK dan apa dasar hukumnya.

b. Adakah peraturan yang mendukung atau sebaliknya melarang pelaksanaan pengembangan

Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU?

Page 12: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 12

c. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam RPJMN dan/atau Renstra

Kementerian Perindustrian?

d. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam RPJMD Provinsi?

e. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam RPJMD Kabupaten/Kota

bersangkutan?

f. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam Rencana Strategis Kementerian

Hukum dan HAM?

g. Dari aspek tata ruang, perlu dikaji kesesuaian lokasi Kawasan Industri ABCD terhadap

perencanaan tata ruang wilayah sehingga diharapkan lokasi yang diusulkan tidak melanggar

fungsi kawasannya.

h. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam Rencana Kerja Pemerintah

Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersangkutan?

2.3. Kesimpulan

Berdasarkan kajian-kajian terhadap perencanaan yang telah diuraikan diatas, maka dalam sub-bab ini

harus bisa menjelaskan sejauh mana kesesuaian rencana proyek KPBU pengembangan Kawasan

Industri ABCD yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan serta peraturan dan perencanaan yang

ada.

Page 13: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 13

BAB 3. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN

3.1. Kajian Hukum

Sub-Bab Kajian Hukum ini bertujuan untuk memastikan bahwa rencana pengembangan Kawasan

Industri ABCD melalui skema KPBU telah sesuai dengan peraturan perundangan yang terkait.

Beberapa hal yang perlu dibahas setidaknya meliputi:

3.1.1. Analisis Peraturan Perundangan

Analisa peraturan perundang-undangan akan mengkaji berbagai peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di sektor

pengembangan KI. Perlu dipastikan bahwa rencana proyek KPBU ini tidak menyalahi

peraturan perundangan yang ada. Beberapa peraturan yang perlu dikaji dalam Dokumen Pra-

FS ini meliputi:

a. Peraturan KPBU

Memastikan bahwa pengembangan infrastruktur KI termasuk dalam infrastruktur yang

masuk dalam daftar infrastruktur yang dapat di-KPBU-kan. Peraturan ini mengacu pada

Perpres No. 38/2015 dan Permen PPN No. 4/2015. Beberapa point penting yang perlu

dibahas meliputi:

• Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan

Usaha dalam penyediaan infrastruktur KI dengan skema KPBU (Kerjasama

Pemerintah Badan Usaha);

• Penjelasan bahwa pengembangan KI termasuk dalam infrastruktur yang dapat

dikerjasamakan melalui skema KPBU sebagai infrastruktur ekonomi dan

infrastruktur sosial;

• Pelaksanaan pengembangan infrastruktur KI dapat dilakukan dengan skema

KPBU dengan menggabungkan dengan lebih dari satu jenis infrastruktur atau

gabungan dari beberapa jenis infrastruktur.

• Pasal atau ayat terkait penetapan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)

untuk proyek KPBU yang diusulkan serta bagaimana pengaturan pengembalian

investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan

keuntungan Badan Usaha Pelaksana.

b. Peraturan terkait pengembangan KI

Memastikan bahwa pengembangan Kawasan Industri ABCD didukung oleh dan sesuai

dengan peraturan yang terkait penyelenggaraan KI. Beberapa peraturan yang dapat

menjadi acuan diantaranya adalah:

• Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian

• Peraturan Pemerintah nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri

• Peraturan Menteri Perindustrian nomor 05/M-IND/Per/2/2014 tahun 2014

tentang Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Kawasan Industri dan Ijin Perluasan

Kawasan Industri.

• Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus

Page 14: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 14

• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 Tentang

Kementerian Perindustrian

• Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-

Ind/Per/6/2016 TentangPedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri

c. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha

Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana proyek

KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian Badan Usaha

sebagai BUP di sektor pengembangan KI sekurang-kurangnya adalah:

1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

3) Peraturan Pemerintah nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri

d. Peraturan Terkait Lingkungan

Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan

dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan

besaran proyek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin

Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain:

1) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

2) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2015 tentang Jenis

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan

e. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah

Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur oleh

Pemerintah Daerah, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui oleh Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun

2011. Bisa juga dilakukan pengkajian tentang kemungkinan dilakukannya pinjaman

daerah dengan merujuk pada PP no. 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Perlu dikaji

kemungkinan pembiayaan sebagian investasi pengembangan Kawasan Industri ABCD

melalui APBD provinsi dan/atau APBD Kabupaten/Kota bersangkutan.

f. Peraturan Terkait Pengadaan

Sub-bab ini akan membahas peraturan terkait pengadaan BUP terutama untuk

menentukan tahapan proses pengadaan, apakah pengadaan BUP dilakukan secara satu

tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran proyek KPBU.

Peraturan yang perlu dikaji setidaknya adalah Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015

tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan

Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Page 15: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 15

g. Peraturan Terkait Penanaman Modal

Berisikan kajian mengenai penanaman modal usaha dalam pengembangan KI melalui

skema KPBU dengan mengacu pada Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal Asing serta Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di

Bidang Penanaman Modal. Berdasarkan UU dan Perpres tersebut, perlu dilihat juga batas

kepemilikan modal asing untuk bidang usaha penyediaan sarana dan atau prasarana

penyelenggaraan Kawasan Industri ABCD.

h. Peraturan Terkait Persaingan Usaha

Berisikan kajian kesesuaian proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD dengan

peraturan persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan

pelaksanaannya.

i. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan

Dilakukan kajian terkait tenaga kerja atau pegawai yang akan terlibat dalam

pengembangan Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU, baik pada saat konstruksi

maupun saat pengoperasiannya. Kajian ini dapat mengacu salah satunya pada Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaan di

bawahnya seperti misalnya Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kajian dilakukan antara lain pada

aspek pengupahan, keselamatan kerja, dan kebijakan K3.

j. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah

Bila proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU ini

memerlukan tanah, maka perlu dilakukan kajian terhadap proses pengadaan tanah yang

harus mengacu pada:

• UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

• Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan

Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015.

• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana telah diubaH dengan Peraturan

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun

2015.

• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan

Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

• Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional dan

Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

k. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah

Page 16: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 16

Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik

Daerah dalam proyek pengembangan kawasan industri dengan mengacu pada:

• Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah

• Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan Barang Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Menteri Keuangan No. 87/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia No. 246/PMK.06/2014.

• Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan

Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.

65/PMK.06/2016.

l. Peraturan Terkait Perpajakan

Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengembangan

Kawasan Industri ABCD oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat

teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha

Pelaksana jika diperlukan.

m. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah

Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah

terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian

dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap

Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan

Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan

Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur.

n. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah

Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah

dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan oleh

Menteri Keuangan melalui PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku

badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah diberikan dengan

memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam APBN.

Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap proses pemberian jaminan pemerintah oleh

PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang diatur dalam:

• Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam

Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan

Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan

Badan Usaha, sebagaimana telah diubah dengan PMK No 8/PMK/08/2016 tentang

Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama

Pemerintah dengan Badan Usaha

Page 17: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 17

• Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka

Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur

3.1.2. Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi

Dalam sub-bab ini, dokumen Pra-Studi Kelayakan perlu menguraikan isu-isu hukum yang

berpotensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan

proyek KPBU berdasarkan kajian hukum yang telah dilakukan di sub-bab sebelumnya, serta

menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran

dampaknya. Misalnya, risiko yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru.

3.1.3. Kebutuhan Perijinan

Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan

pengembangan Kawasan Industri ABCD serta rencana strategi untuk memperoleh perijinan-

perijinan tersebut, baik perijinan sebelum proses pengadaan maupun setelah proses

pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan

Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan pemerintah (jika

dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses pengadaan. Sementara Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah proses pengadaan dan

penandatangan kerjasama.

3.1.4. Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum

Dalam sub-bab ini perlu diuraikan rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan

hukum tersebut diatas disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta

pelaksanaan proyek KPBU.

3.2. Kajian Kelembagaan

Sub-Bab Kajian Kelembagaan ini bertujuan untuk menjelaskan kelembagaan yang akan terlibat dalam

pengembangan Kawasan Industri ABCD, struktur kelembagaannya, tugas dari masing-masing

institusi yang terlibat serta mengkaji permasalahan dan rencana mitigasi permasalahan di aspek

kelembagaan. Pada bagian ini, analisis kelembagaan akan dilaksanakan dengan mengikuti langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Memastikan kewenangan institusi yang akan bertindak sebagai PJPK dalam melaksanakan

KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi infrastruktur (jika ada);

b. Melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dengan menentukan

peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang berkaitan dalam pelaksanaan KPBU;

c. Menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan kegiatan penyiapan

KPBU, serta menentukan sistem pelaporan Tim KPBU kepada PJPK;

d. Menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan

e. Menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.

Uraian kajian kelembagaan ini meliputi:

Page 18: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 18

3.2.1. Struktur Organisasi KPBU

Pada sub-bab ini digambarkan skema atau struktur organisasi dari instansi-instansi yang akan

terlibat dalam KPBU beserta dengan penjelasan umumnya.

3.2.2. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama

Pada bagian ini menguraikan institusi mana yang menjadi PJPK serta dilakukan analisa

mengenai kewenangan institusi yang menjadi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU yang

diusulkan.

Dalam bagian ini juga perlu diuraikan apakah PJPK akan dibantu oleh Badan Penyiapan atau

Tim KPBU.

3.2.3. Pemetaan Peran dan Tanggungjawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping)

Dalam sub-bab ini akan diuraikan peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga

terkait dengan proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD, diantaranya meliputi:

a. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)

Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan oleh PJPK,

serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.

b. Tim KPBU

Menguraikan apakah Tim KPBU sudah terbentuk atau belum dan juga berisikan

penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat

Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim

KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.

c. Badan Usaha Pelaksana/BUP (Special Purpose Company - SPC)

Menguraikan tugas dan tanggung jawab BUP, serta menentukan peran dalam skema

pengambilan keputusan.

d. Kementerian Perindustrian

Menguraikan peran dan tanggungjawab Kementerian Perindustrian dalam proyek

kerjasama yang diusulkan, meliputi diantaranya:

• Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perindustrian;

• Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kemenperin;

• Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenperin;

• Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kemenperin di

daerah;

• Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan

• Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

e. Perusahaan Kawasan Industri

Menguraikan tugas dan peran Perusahaan Kawasan Industri dalam mendukung

pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan peran dan wewenangnya.

Page 19: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 19

f. Pemerintah Daerah Provinsi

Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Provinsi dalam mendukung

pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah provinsi di sektor

perindustrian.

g. Pemerintah Kabupaten/Kota

Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mendukung

pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah di sektor

perindustrian.

h. Kementerian/Lembaga Non Kementerian Terkait

Menguraikan kewenangan dan tanggungjawab kementerian/lembaga non kementerian

yang tugas dan fungsinya terkait dengan aspek perencanaan dan pengembangan Kawasan

Industri ABCD, seperti misalnya Bappenas, Kemenkeu, dan sebagainya.

i. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

apabila proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD dengan skema KPBU yang

direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah.

j. Badan Lainnya

Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang

akan terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan.

3.2.4. Perangkat Regulasi Kelembagaan

Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder)

terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk

mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud diatas.

3.3. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan

Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab

pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan

pengambilan keputusan terkait penyiapan proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD melalui

skema KPBU.

Page 20: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 20

BAB 4. KAJIAN TEKNIS

4.1. Kondisi Eksisting

Sub-bab kondisi eksisting ini ditujukan untuk menguraikan kondisi penyelenggaraan perindustrian,

khususnya penyelenggaraan kawasan industri, di wilayah perencanaan. Beberapa kondisi eksisting

yang perlu diuraikan diantaranya meliputi:

4.1.1. Kondisi Geografis Lokal

Menceritakan kondisi geografis lokal secara umum wilayah kabupaten/kota sampai dengan

kondisi geografis di lokasi rencana pengembangan kawasan industri yang dimaksud.

4.1.2. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Kondisi sosial ekonomi dan budaya mnerupakan faktor penting untuk melihat potensi

kebutuhan penyediaan kawasan industri. Beberapa kondisi sosial ekonomi yang perlu ditinjau

antara lain :

• Struktur penduduk menurut mata pencarian dan pendidikan

• Tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk sesuai data sensus BPS tahun terakhir

• Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga

• PDRB dan Ceruk Perindustrian

• Pola pertumbuhan PDRB

• Proyeksi PDRB

4.1.3. Kondisi Perindustrian dan Kawasan Industri Eksisiting

Menjelaskan mengenai ke adaan sektor perindustrian secara umum, kemudian keadaan

kawasan industri dan usaha industri yang ada dan berada di dalam kawasan industri maupun

yang berada di luar kawasan industri, jumlah, tipe usaha industri,luas tanah terpakai dan

kapasitas luas kawasan industri, lokasi dan kondisi kawasan industri yang ada saat ini.

4.2. Tinjauan Tata Ruang

Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah kabupaten/kota

bersangkutan dan juga secara lebih mendetail di rencana lokasi kawasan industri yang akan

dikerjasamakan. Tinjauan tersebut meliputi:

• Struktur dan pola tata ruang

• Rencana detil tata ruang

• Peraturan zonasi

• Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Page 21: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 21

• Rencana pengembangan

Dalam kajian ini perlu disimpulkan bagaimana kesesuaian rencana lokasi kawasan industri yang akan

dikerjasamakan dilihat dari aspek tata ruang

4.3. Aspek Utilitas

Pada bagian ini diuraikan mengenai kondisi utilitas di wilayah kabupaten/kota bersangkutan secara

umum dan juga kondisi utilitas di rencana lokasi kawasan industri. Kajian tersebut meliputi:

4.3.1. Sumber Tenaga Listrik

Menguraikan ketersediaan pasokan listrik secara umum dan juga di wilayah lokasi kawasan

industri, sehingga dapat disimpulkan kesiapan utilitas listrik untuk pengembangan fasilitas

kawasan industri (infrastruktur dasar kawasan industri) yang akan dikerjasamakan.

4.3.2. Sumber Air Bersih

Menguraikan sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat secara umum, termasuk juga

cakupan lokasi pelayanan air minum perpipaan yang ada. Akan sangat baik jika disampaikan

dalam bentuk peta.

4.3.3. Pengelolaan Limbah

Menguraikan sistem pengelolaan limbah cair dan limbah padat yang saat ini berlangsung di

wilayah perencanaan, termasuk juga cakupan pelayanan, sistem pengelolaan, sistem

pembuangan limbah, dan sebagainya.

4.3.4. Sistem Transportasi

Menguraikan sistem transportasi yang tersedia dil wilayah perencanaan, termasuk

didalamnya sistem transportasi berupa angkutan kota, bis, MRT, LRT, dan sebagainya bila

ada.

4.4. Kajian Kebutuhan

Dalam sub-bab ini diuraikan kebutuhan akan infrastruktur perindustrian berupa kawasan industri )

berdasarkan proyeksi penduduk berdasarkan umur, ketersediaan fasilitas perindustrian khususnya

yang terkait kawasan industri, ketersediaan usaha industri dan kawasan industri saat ini, potensi

penyerapan tenaga terampil, dan sebagainya.

4.4.1. Proyeksi Penduduk

Bagian ini menguraikan proyeksi penduduk berdasarkan umur

4.4.2. Potensi Angkatan Kerja.

Page 22: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 22

Menjelaskan tentang perimbangan antara jumlah usaha industri dan kawasan industri dengan

jumlah penduduk, serta angkatan kerja di wilayah tersebut.

4.4.3. Kebutuhan Penambahan Kapasitas Produksi

Dengan berbagai metoda dapat didekati guna mengetahui kebutuhan penambahan kapasitas

produksi. Hal ini dapat didekati dengan kecenderungan pertumbuhan secara time-series

disandingkan dengan kapasitas terpasang. Maka bila kapasitas terpasang lebih kecil dari

pertumbuhan permintaan maka selisihnya adalah peluang penambahan kapasitas terpasang

yang berarti investasi baru.

4.4.4. Potensi Penyerapan Kawasan Industri Yang dikerjasamakan

Dengan memperoleh informasi kapasitas dari jenis usaha industri disekitar kawasan industri

yang dikerjasamakan, termasuk informasi dari kawasan industri yang sudah ada, maka dapat

diperkirakan daya serap kawasan industri yang akan dikerjasamakan dalam rangka menyerap

kapasitas terpasang untuk memenuhi permintaan akibat pertumbuhan permintaan barang jadi

hasil industri.

4.4.5. Dukungan Masyarakat dan Dunia Usaha

Menjelaskan tentang adanya dukungan masyarakat dan dunia usaha/industri terhadap

kebutuhan adanya kawasan industri (tempat beroperasinya usaha industri).

4.5. Rancang Bangun Awal

Dalam sub-bab ini akan diuraikan renaca indusk kawasan industri berikut rancang bangun awal

kondisi tapak infrastruktur perindustrian – kawasan industri yang akan dikerjasamakan, mulai dari

desain sampai dengan serah terima aset. Hal-hal yang perlu dikaji dan diuraikan dalam sub-bab ini

adalah seperti di bawah ini.

4.5.1. Jenis, Besaran Usaha Industri dan Kawasan Industri

Pada bagian ini menceritakan jenis industri atau kategori industri berikut skala pelayanan

kawasan industri yang akan dikerjasamakan.

4.5.2. Visi dan Misi Kawasan Industri

Pada bagian ini diuraikan visi dan misi Kawasan Industri.

4.5.3. Lokasi Kawasan Industri

Pada bagian ini diuraikan tentang lokasi kawasan industri secara detail, termasuk peta lokasi.

Dijelaskan juga mengenai pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan ketentuan dan

pertimbangan-pertimbangan lainnya seperti:

• Mengacu pada Rencana Indusk Pengembangan Industri

Page 23: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 23

• Mengacu pada Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota dan peraturan

pelaksanaannya

• Mengacu pada peraturan zonasi.

• Mengacu pada perundangan tentang pencemaran air.

• Mengacu pada perundangan tentang baku mutu kebisingan.

• Mengacu pada perundangan tentang pencemaran udara.

4.5.4. Daya Tampung dan Tahapan Pengembangan

Pada bagian ini diuraikan perkiraan jumlah pekerja (buruh) dan tenaga manajemen industri

yang akan ditampung di Kawasan Industri ybs. Serta tahaan pengembangnnya.

4.5.5. Lahan, Prasarana Dasar, Prasarana Penunjang dan Prasarana Kawasan Industri

A. Lahan

Dijelaskan luas lahan dan batas-batasnya serta lokasinya dalam wilayah administrasi

pemerintahan. Baik dijelaskan juga yang sudah dikuasai dari total luas yang akan

dikuasai.

B. Prasarana Dasar

Perusahaan kawasan industri wajib menydiakan prasarana dasar, dan dirincikan uraian

kuantitas, kualitas dan spesifikasi berikut pengadaannya. Prasarana dasar terdiri dari sbb:

a. instalasi pengolahan air baku;

b. instalasi pengolahan air limbah;

c. saluran drainase;

d. instalasi penerangan jalan; dan

e. jaringan jalan.

C. Prasarasana Penunjang di dalam Kawasan Industri

Pemerintah dan atau pemerintah daerah perlu menyediakan prasarana penunjang.

Perusahaan Kawasan Industri dapat membangun prasarana penunjang, berupa:

a. perumahan;

b. pendidikan dan pelatihan;

c. penelitian dan pengembangan;

d. kesehatan;

e. pemadam kebakaran; dan

f. tempat pembuangan sampah.

Dengan demikian, perusahaan kawasan industri perlu berkoordinasi dengan

pemerintah/pemerintah daerah untuk penyesuaian penyediaan prasarana penunjang.

Page 24: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 24

D. Prasarana

Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya menyediakan prasarana sbb:

a. jaringan energi dan kelistrikan;

b. jaringan telekomunikasi;

c. jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku;

d. sanitasi; dan

e. jaringan transportasi.

Dengan demikian perlu dijelaskan kapasitas dan keadaan prasarana tersebut serta

memastikan bahwa kawasan industri bisa berkerja dengan baik sesuai tahapan

pengembangannya.

Kehandalan layanan prasarana yang disediakan oleh pemerintah pun perlu diuraikan

untuk mitigasi bila kehandalannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

4.6. Spesifikasi Keluaran

Spesifikasi Keluaran adalah standar minimum yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana

dalam pengelolaan kawasan industri selama periode kerjasama. Beberapa hal yang dapat menjadi

indikator spesifikasi keluaran misalnya adalah:

1. Sumber daya listrik yang akan digunakan serta besarannya;

2. Sistem penyediaan air bersih serta pengelolaan air limbah dan persampahan yang akan

diterapkan;

3. Sistem komunikasi dan informatika yang dapat diakses.

4. Kapasitas atau daya tampung kawasan;

5. Standar bangunan yang akan dibangun;

6. Standar jalan dalam kawasan industri;

7. Dan sebagainya

Page 25: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 25

BAB 5. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL

Pada bab ini perlu dilakukan kajian secara ekonomi yang meliputi analisis permintaan (demand),

analisis pasar dari sisi investor, analisis struktur pendapatan, serta analisis biaya dan manfaat sosial

(ABMS). Selain itu juga dilakukan kajian finansial yang meliputi asumsi analisis keuangan,

pendapatan pelaku usaha, biaya Capex dan OPEX, indikator keuangan, proyeksi kinerja keuangan,

analisis sensitivitas, serta analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money).

5.1. Kajian Ekonomi

5.1.1. Analisis Permintaan (Demand)

Kajian ini berisi ringkasan dari Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey – RDS) yang

akan memuat proporsi minat pengusaha industri untuk berinvestasi di kawasan industri yang

dimaksud, dan proporsi pertumbuhan permintaan barang jadi (sesuai jenis industri yang akan

dikembangkan) di kawasan industri yang dimaksud, yang dapat diproduksi di kawasan

industri yang dimaksud.

A. Metodologi

Dalam sub bab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan

Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam

metodologi mencakup :

a. Metode pengumpulan data, misalnya dilakukan melalui wawancara kepada

responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner

memuat pertanyaan menyangkut karakteristik responden dan pertanyaan

sehubungan dengan kawasan industri yang akan dibangun. Struktur pertanyaan

terbagi dalam : a. Konfirmasi atas perkiraan pertumbuhan permintaan barang jadi dan

tantangan pengadaannya di masa depan; dan b. Minat pengusaha untuk berinvcestasi

jenis industri yang akan berkembang ke depan di lokasi kawasan industri yang

dimaksud. Maka responden terbagi menjadi responden dari asosiasi

produsen/industri sehubungan konfoirmasi pertumbuhan permintaan, dan responden

dari para pengusaha yang permintaan nya meningkat maupun para pengusaha yang

jenis usahanya sudah ditetapkan pada lokasi kawasan industri yang akan

dikerjasamakan.

b. Metode Analisis, misalnya metode analisis deskriptif, analisis crosstabs, dan/ataupun

analisis multinomial logistic regression. Konfirmasi atas perkiraan pertumbuhan

permintaan untuk mengestimasi tambahan kapasitas produksi yang diperlukanm,

sedangkan Minat pengusaha untuk mengetahui faktor penarik dan penolak

berinvestasi di lokasi kawasan industri yang dimaksud.

B. Pelaksanaan Survei dan Pengolahan Data Survei

Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang mencakup

diantaranya:

Page 26: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 26

• Jumlah sampel serta cara penentuan sampel jumlah responden beserta persentase

karakteristik respondennya.

• Kegiatan pelatihan enumerator untuk penguasaan kuesioner dan metode

mewawancarai rensponden.

• Waktu dan lokasi pelaksanaan survei.

• Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner.

• Proses editing dan pengkodean (coding).

• Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan pengolahan

data.

C. Analisis Deskriptif

Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis secara deskriptif. Beberapa hal yang perlu

diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada:

a. Responden Asosiasi Industri

• Informasi kelompok usia responden.

• Informasi domisili responden.

• Pengetahuan responden atas pertumbuhan demand dan kebutuhan

peningkatan kapasitas produksi/terpasang;

b. Responden Pengusaha (sesui jenis industrinya)

• Informasi jenis industri, lama berusaha;

• Pengetahuan tentang keadaan lokasi (rencana) kawasan industri (utilitas,

akses, perburuhan dlsb)

• Faktor yang mempengaruhi minat investasi (perluasan atau investasi jenis

industri baru)

• Faktor yang mempenmgaruhi minat berinvestasi di lokasi kawasan industri

yang direncanakan.;

5.1.2. Analisis Pasar (Market)

Dalam subbab ini diuraikan tentang minat dunia usaha pada proyek KPBU infrastruktur

perindustrian berbentuk kawasan industri. Beberapa hal yang perlu dimasukkan adalah

sebagai berikut :

• Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang

diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup

ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko

Page 27: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 27

utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah

dan/atau Jaminan Pemerintah.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional

terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka

waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan,

serta risiko utama yang menjadi pertimbangan.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU,

diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur

perolehan penjaminan, dan lainnya.

• Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang

sehat dalam pengadaan proyek KPBU.

• Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari

proyek-proyek KPBU sektor infrastruktur perindustrian berbentu kawasan industri.

5.1.3. Analisis Struktur Pendapatan KPBU

Struktur pendapatan KPBU Kawasan Industri akan diuraikan dari potensi sumber

pendapatan, tarif sewa dan resiko struktur pendapatan tersebut.

A. Sumber Pendapatan Potensial

Mengingat lahan dikuasai pemerintah dan tidak dialihkan, maka tidak ada penjualan

tanah kepada unit usaha industri di dalam kawasan industri. Sumber pendapatan potensial

kawasan industri adalah dari:

a. Usaha penjualan:

• penjualan bangunan untuk usaha industri;

• penjualan bangunan untuk penyimpanan-pergudangan;

b. usaha penyewaan dan retribusi:

• Sewa tanah untuk bangunan gedung perkantoran dan/atau gedung industri ,

• Sewa bangunan gudang maupun kavling penyimpanan barang sementara;

• Sewa tanah untuk: a) papan reklame/iklan ruang luar, b) antenna

telekomunikasi.

• Sewa a) papan reklame/iklan ruang luar, b) antenna telekomunikasi.;

• Retribusi masuk kawasan industri menurut jenis kendaraan;

• Retribusi parkir;

• Retribusi dan/atau jasa pembayaran listrik;

• Retribusi dan/atau jasa pembayaran gas;

• Retribusi dan/atau jasa pembayaran air minum;

• Retribusi kebersihan dan pemeliharaan lingkungan;

Page 28: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 28

• Retibusi jasa keamanan

• Jasa pembayaran kewajiban kepada pemerintah secara kolektif untuk jenis -

jenis pajak dan kewajiban lainnya;

B. Penetapan Tarif Sewa

Penetapan tarif sewa perlu dilakukan secara rasional dan kompetitif. Secara rasional perlu

ditetapkan dengan mempertimbangkannya sebagai bagian dari komponen biaya penyewa,

namun dari sisi penyewa (usaha kawasan industri) perlu diatas ongkos operasional dan

pemeliharaan dan (cicilan) biaya modalnya. Penetatapan kompetitif diterapkan dengan

mempertimbangkan biaya sewa serupa pada kawasan industri sejenis dan terdekat.

Untuk pengadaan dana pengembalian barang modal (sinking funds), adalah dana yang

diperlukan untuk pengadaan barang modal pada saat berakhir usia produktif (usia efektif)

barang modal tersebut, misal untuk barang modal instalasi air minum, system jaringan

pipa dan saluran, modal untuk sumber (catu) daya listrik cadangan, dan barang modal

lainnya, dapat ditambahkan dari pembayaran retribusi dan sewa bulanan sehingga

diperoleh secara bulanan, atau bila memungkinkan dimasukkan pada harga jual atau

cicilan tahunan, maupun metoda pembayaran lainnya.

C. Risiko Struktur Pendapatan

Risiko struktur pendapatan yang dapat dikenali antara lain:

a. Keterlambatan penyerapan pasar dibanding perkiraan daya serap pasar atas tanah

usaha industri maupun untuk kegiatan penunjangnya seperti:

penyimpanan/pergudangan. Hal ini dapat disebabkan terdapat pesaing maupun

perubahan makro ekonomi maupun kondisi lokal;

b. Risiko atas perlambatan pendapatan yang akan diterima melalui modal tambahan,

seperti usaha penyewaan gudang, papan reklame/media ruang luar, maupun

penyewaan menara dan/atau antena telekomunikasi dan usaha penyewaan

lainnya di luar penyewaan tanah. Terdapat kepentingan pengembalian modal dan

perolehan keuntungan pada saat yang sama.

c. Risiko atas besaran pendapatan dari retribusi utilitas seperti air minum, jaringan

gas, listrik yang belum optimal dari sisi kecepatan pengembalian modal akibat

efisiensi dan teknologi baru dalam operasionalisasi tenant / usaha industri.

5.1.4. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS)

Analisis Biaya Manfaat Sosial(ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA) merupakan

alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan

masyarakat. ABMS membandingkan kondisi masyarakat dan lingkungan secara umum pada

saat sudah ada proyek KPBU terhadap keadaan tidak ada ada proyek KPBU. Hasil ABMS

digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU serta kelayakan untuk

dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan

ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan

pemerintah. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam Prastudi Kelayakan ini meliputi:

Page 29: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 29

A. Asumsi umum

• Periode evaluasi;

• Faktor konversi;

• Dan asumsi lain yang diperlukan.

B. Manfaat

Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek KPBU

infrastruktur perindustrian berbentuk kawasan industri yang dikerjasamakan. Manfaat

dikuantifikasi dan dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

C. Biaya

• Biaya penyiapan KPBU;

• Biaya modal;

• Biaya operasional;

• Biaya pemeliharaan;

• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.

Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak.

Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

D. Parameter Penilaian

Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU

yang akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputi:

• Economic Internal Rate of Return (EIRR);

• Economic Net Present Value (ENPV);

• Economic Benefit Cost Ratio(BCR).

E. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan

KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:

• Perubahan nilai social discount rate;

• Penurunan/kenaikan komponen biaya;

• Penurunan/kenaikan komponen manfaat.

5.2. Kajian Keuangan

Page 30: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 30

Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan dijalankan.

Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain meliputi:

5.2.1. Asumsi Analisis Keuangan

Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU

Infrastruktur Kawasan Industri adalah antara lain sebagai berikut :

• Periode kerja sama

• Tingkat inflasi per tahun

• Debt to Equity Ratio (Komposisi Pinjaman dan Modal)

• Bunga pinjaman

• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya

• Nilai tukar mata uang

• Tarif pajak

• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan,

pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.

• Asumsi lain yang diperlukan

• Jumlah industri

• Besaran tarif

5.2.2. Pendapatan

Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU Infrastruktur

Kawasan Industri. Proyeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU

yang telah dianalisis sebelumnya.

Pendapatan untuk Infrastruktur Kawasan Industri yaitu:

• Pendapatan Sewa Bangunan/Kaveling Lahan Industri

• Pendapatan Fasilitas Jaringan Energi Dan Kelistrikan;

• Pendapatan Fasilitas Jaringan Telekomunikasi;

• Pendapatan Fasilitas Jaringan Sumber Daya Air;

• Pendapatan Fasilitas Sanitasi; Dan

• Pendapatan Fasilitas Jaringan Transportasi

5.2.3. Biaya

Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari tahap

konstruksi hingga pengoperasian dan pemeliharaannya. Unsur biaya yang perlu dikaji

meliputi:

• Biaya investasi (CAPEX)

Page 31: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 31

Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara

total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga berlaku.

Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi

(CAPEX) sektor Infrastruktur Kawasan Industri ini antara lain meliputi :

o Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan tanah

o Biaya investasi Infrastruktur Industri

o Biaya investasi Infrastruktur Penunjang

o Biaya investasi Infrastruktur dasar

o Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan tujuan pengembangan)

o Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek

investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang

mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan manajemen, biaya bantuan

hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran.

• Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX)

Biaya-biaya operasional yang dihitung antara lain:

o Biaya tenaga kerja

o Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas

o Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur

o Biaya penyusutan

o Biaya asuransi

o Biaya bunga hutang

o Biaya lainnya

5.2.4. Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana

Pada bagian ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan

menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu

dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:

• Proyeksi laba rugi (income statement)

(Inggris : Income Statement atau Profit & Loss Statement) adalah bagian dari laporan

keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang

menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan

laba/rugi bersih.

• Proyeksi neraca (balance sheet)

adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode

akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas tersebut pada akhir periode.

Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas.

• Proyeksi arus kas (cash flow)

Page 32: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 32

Adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu

periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk dan keluar uang (kas) perusahaan.

5.2.5. Kelayakan Proyek

Bagian ini akan membahas indikator yang menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan

oleh Badan Usaha Pelaksana. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:

• IRR, NPV dan DSCR dari proyek.

• Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC

maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

• Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return

(MARR) masih lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

• Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

• Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

5.2.6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU

terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya:

• Penurunan/kenaikan pendapatan;

• Penurunan/kenaikan biaya;

5.3. Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang)

Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk membandingkan

dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif

penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator – PSC). Nilai

Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU. Jika Nilai

VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif,

maka skema tersebut tidak dipilih.

5.3.1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost)

Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk

menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama.

Untuk PSC : CAPEX, OPEX dan Pendapatan

Untuk KPBU : CAPEX, OPEX, dan Pendapatan

5.3.2. Pembiayaan (Financing)

Page 33: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 33

Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Umumnya total

pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman

dengan suku bunga yang lebih tinggi.

5.3.3. Biaya Lain-lain (Ancillary Cost)

Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait

langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.

5.3.4. Risiko

Menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh pelaksana proyek. Pada PSC seluruh risiko

ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU risiko akan dialokasikan pada masing-

masing pihak yang dianggap paling mampu melakukan mitigasi risikonya.

5.3.5. Competitive Neutrality

Menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kompetitif

yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat

pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang menimbulkan

kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive neutrality

ditambahkan ke dalam PSC.

5.3.6. Kesimpulan

Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran

VFM dari proyek KPBU.

Page 34: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 34

BAB 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa

hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi:

6.1. Pengamanan Lingkungan

Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal

lingkungan (Initial Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan

disampaikan pada kajian awal lingkungan:

1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang,

tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap

tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-of-life;

2. Lokasi terkena dampak;

3. Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;

4. Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak proyek:

• Susun daftar potensi dampak;

• Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak;

• Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan),

jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi);

5. Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi.

6.2. Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan

Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya telah

dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan cukup besar

maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini.

Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU.

Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:

a. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya;

b. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena dampak;

c. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU, apakah

pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;

d. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan;

e. Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak

dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;

Page 35: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 35

f. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah

dan/atau pemukiman kembali;

g. Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak;

h. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali.

Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan

dokumen pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan

oleh PJPK:

1. Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau

SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

2. Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat

menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.

Page 36: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 36

BAB 7. KAJIAN BENTUK KPBU

Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan

penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi:

7.1. Alternatif Skema Kerjasama

Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan

dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut, seperti misalnya BOT, BTO, BOO,

kontrak manajemen, kontrak sewa, dan sebagainya.

7.2. Penetapan Skema KPBU

Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan.

Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan,

ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan

finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha pelaksana, kemungkinan pembiayaan

dari sumber lain serta pembagian risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan

manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik.

Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masing-

masing lembaga.

7.2.1. Lingkup kerjasama KPBU

Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana (BUP).

Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk

tupoksi dari lembaga-lembaga terkait. Misalkan bahwa BUP hanya menyediakan peralatan

kantor manajemen atau juga hingga membangun pergudangan untuk kegiatan penyimpanan

bahan baku/bahan jadi, dan sebagainya.

Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan suksesnya

proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif, alokasi dan

manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya.

Peran dan tanggung jawab instansi terkait perlu diuraikan secara lebih mendetail dalam sub-

bab ini, seperti misalnya peran PJPK, Badan Usaha Pelaksana, dan sebagainya, berdasarkan

struktur KPBU yang akan diterapkan.

7.2.2. Jangka Waktu dan Pentahapan KPBU

Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian

investasi yang ditanamkan Badan Usaha. Diuraikan pula rencana kegiatan proses penyiapan

transaksi KPBU dengan memperhatikan kondisi permintaan ataupun pertimbangan lainnya.

7.2.3. Keterlibatan Pihak Ketiga

Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kompensasi

/pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian.

Page 37: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 37

7.2.4. Penggunaan aset daerah

Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD yang akan

digunakan untuk kerjasama ini dan bagaimana sistem pemakaian yang akan diterapkan. Aset

ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya aset jalan akses, aset jaringan

listrik, gedung dan sebagainya.

7.2.5. Alur Finansial Operasional

Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah proyek

KPBU diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan khusus pengelola

proyek dari sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan usaha tersebut dalam

mengelola alur finansial operasional. Badan usaha tersebut bisa saja dalam bentuk Badan

Layanan Umum Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya.

7.2.6. Status Kepemilikan Aset dan Pengalihan Aset

Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset selama jangka waktu perjanjian kerjasama

dan mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian kerjasama.

Page 38: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 38

BAB 8. KAJIAN RISIKO

Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu

proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisis risiko terdiri

atas identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Tujuan analisis risiko

adalah agar stakeholder dapat memperoleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui proses

pengelolaan risiko yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan

menyerap/menerima risiko tersebut.

8.1. Identifikasi Resiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek.

Untuk sektor perindustrian, khususnya usaha kawasan industri , risiko-risiko tersebut biasanya antara

lain meliputi:

a. Risiko Lokasi

Risiko pencemaran ke lingkungan sekitar lokasi, keresahan masyarakat, dan sebagainya.

b. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi

Risiko keterlambatan penyelesaian konstruksi dan kenaikan biaya, kesalahan desain atau

desain yang tidak lengkap, ketidaksesuaian peralatan praktik, ketidakjelasan spesifikasi

output, risiko uji operasi, dan sebagainya.

c. Risiko Sponsor

Risiko karena adanya anggota konsorsium yang tidak dapat memenuhi kewajiban

kontraktualnya serta kinerja kontraktor EPC dan OPC yang buruk.

d. Risiko Finansial

risiko tidak tercapainya perolehan biaya proyek (financial close), terjadinya fluktuasi nilai

mata uang dan tingkat bunga pinjaman, perubahan tingkat inflasi yang signifikan, dan

sebagainya.

e. Risiko Operasional

Risiko terjadinya perubahan biaya operasi & pemeliharaan peralatan dan perlengkapan

praktik siswa, kerusakan peralatan, kenaikan biaya energi, tidak tersedianya tenaga pengajar

yang memadai, dan sebagainya.

f. Risiko Pendapatan

Risiko kegagalan penetapan retribusi awal, kegagalan penyesuaian retribusi sesuai rencana

dalam model finansial, perubahan volume output proyek, ketidaksiapan availability payment

dan sebagainya.

g. Risiko Politik

Risiko perubahan politik yang signifikan, pemutusan kerjasama akibat perubahan regulasi,

risiko mata uang asing (repatriasi, ekspropriasi, dan konversi).

h. Risiko Kahar

Risiko kahar politik akibat perang dan sebagainya, risiko bencana alam.

i. Risiko Kepemilikan Aset

Page 39: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 39

Risiko hilang atau rusaknya aset, buruknya kondisi aset saat serah terima, dan sebagainya.

8.2. Prinsip Alokasi Risiko

Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam pelaksanaan

proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara

mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara lebih

efisien dan efektif.

Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah “Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih

mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut. Jika

prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan

biaya proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek

tersebut.

Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang

dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu

memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal

penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).

8.3. Metode Penilaian Resiko

Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling

signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, disusun suatu kriteria penilaian risiko yang

dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko.

Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko

Peringkat Keterangan

Hampir Pasti Terjadi Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah

terjadi di proyek lainnya.

Mungkin Sekali Terjadi Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual

Mungkin Terjadi Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu

Jarang Terjadi Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa terjadi,

tapi mungkin tidak akan pernah terjadi

Hampir Tidak Mungkin

Terjadi

Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi

di proyek lainnya.

Page 40: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 40

Pemeringkatan Dampak Risiko

Peringkat Dampak

Keuangan Keselamatan Penundaan Kinerja Hukum Politik

Tidak Penting

Varian <5%

terhadap

anggaran

Tidak ada/ hanya cidera pribadi,

Pertolongan

Pertama dibutuhkan tetapi

tidak ada penundaan hari

< 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi ada dampak kecil

terhadap unsur-unsur

non-inti

Pelanggaran Kecil

Perubahan dan dampak kecil

terhadap proyek

Ringan Varian 5%-

10% terhadap

anggaran

Cidera ringan,

perawatan medis dan penundaan

beberapa hari

3 – 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi

ada kerugian sementara dari sisi

layanan, atau kinerja unsur-unsur non-inti

yang berada dibawah

standar

Pelanggaran

prosedur/ pedoman

internal

Perubahan

memberikan dampak yang

signifikan terhadap proyek

Sedang Varian

10%-20% terhadap

anggaran

Cidera:

Kemungkinan rawat inap dan

banyak penundaan

hari

6 – 12 bulan Kerugian sementara

unsur proyek inti, atau standar kinerja unsur

inti yang menjadi

berada di bawah standar

Pelanggaran

kebijakan/ peraturan

pemerintah

Ketidakstabilan

situasi berdampak pada keuangan

dan kinerja.

Besar Varian

20%_30% terhadap

anggaran

Cacat sebagian

atau penyakit jangka panjang

atau beberapa cidera serius

1 – 2 tahun Ketidakmampuan

untuk memenuhi unsur inti, dan secara

signifikan menjadikan proyek dibatalkan

Pelanggan

lisensi atau hukum,

pengenaan penalti

Ketidakstabilan

berdampak pada keuangan dan

kinerja

Serius Varian

30%-50% terhadap

anggaran

Kematian atau

cacat permanen

>2 tahun Kegagalan total

proyek

Intervensi

peraturan atau tuntutan,

pengenaan penalti

Ketidakstabilan

menyebabkan penghentian

layanan

Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukan dalam matriks peta risiko sebagai berikut:

Tabel 1. Matriks Peta Risiko

Kemungkinan Konsekuensi

Tidak Penting Ringan Sedang Besar Serius

Hampir Pasti Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi

Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi

Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi

Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi

Hampir Tidak

Mungkin Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah

Page 41: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 41

8.4. Mitigasi Resiko

Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan

mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko

ini berisi rencana-rencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko

terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko,

meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau

menerima/menyerap risiko tersebut.

Berikut disampaikan contoh dari matriks risiko proyek KPBU di sektor perindustrian berbentuk

kawasan industri.

Page 42: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 42

Contoh Matriks Risiko Proyek KPBU Kawasan Industri Kategori Risiko dan

Persitiwa Risiko Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice

Kondisi Spesifik terkait

Alokasi Risiko

1. RISIKO LAHAN

Keterlambatan dan kenaikan

biaya pembebasan lahan

Keterlambatan dan kenaikan

Biaya akibat proses pembebasan lahan yang berkepanjangan

Pemerintah menyediakan lahan

proyek sebelum proses pengadaan

Lahan tidak dapat dibebaskan Kegagalan perolehan lokasi lahan

proyek karena proses pembebasan lahan yang sulit

Status hukum lahan dan prosedur

yang jelas dalam pembebasan lahan proyek

Kejelasan status hukum dan tata

ruang lahan bisa menjadi kendala

Proses permukiman kembali yang rumit

Keterlambatan dan kenaikan biaya karena rumitnya isu proses

pemukiman kembali

Kompensasi yang wajar dan komunikasi yang baik dengan pihak

yang terkena dampak

Dampak sosial relatif luas bila lahan di perkotaan dan sifatnya

masih produktif

Kesulitan pada kondisi lokasi yang tak terduga

Keterlambatan karena ketidakpastian kondisi lokasi

Data historis penggunaan lahan dan penyelidikan tanah

Kerusakan artefak dan barang

kuno pada lokasi

Data historis penggunaan lahan dan

penyelidikan tanah

Gagal menjaga keselamatan

dalam lokasi

Implementasi prosedur keselamatan

kerja yang baik

Kontaminasi/polusi ke lingkungan lokasi

Kesesuaian dengan studi Amdal yang baik

2. RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI, DAN UJI OPERASI

Risiko design brief Kerugian akibat tidak jelasnya/tidak lengkapnya design brief

Konsultan desain yang

berpengalaman dan baik

Kesalahan desain Menyebabkan ekstra/revisi desain

yang diminta operator

Konsultan desain yang

berpengalaman dan baik

Biasanya teridentifikasi saat uji

operasi teknis

Terlambatnya penyelesaian

konstruksi

Dapat termasuk terlambatnya

pengembalian akses lokasi

Kontraktor yang handal dan klausul

kontrak yang standar

Kenaikan biaya konstruksi

Kesepakatan faktor eskalasi harga tertentu dalam kontrak

Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/ biaya

dalam uji operasi teknis

Koordinasi kontraktor dan operator

yang baik

Page 43: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 43

Kategori Risiko dan

Persitiwa Risiko Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice

Kondisi Spesifik terkait

Alokasi Risiko

3. RISIKO SPONSOR

Kinerja subkontraktor yang

buruk

Proses pemilihan sub-kontraktor

yang kredibel

Kegagalan/default dari sub-

kontraktor

Proses pemilihan sub-kontraktor

yang kredibel

Kegagalan/default dari Badan

Usaha

Default Badan Usaha yang

mengarah ke terminasi/step-in

oleh Financier

Konsorsium didukung sponsor yang

kredibel dan solid

Kegagalan/default dari

sponsor proyek

Default pihak sponsor (atau

anggota konsorsium)

Proses PQ untuk memperoleh

sponsor yang kredibel

4. RISIKO FINANSIAL

Kegagalan mencapai financial close

Tidak tercapainya financial close

karena ketidakpastian kondisi pasar

Koordinasi yang baik dengan potential lenders

Bisa juga karena conditions

precedence tidak terpenuhi

Risiko struktur finansial Inefisiensi karena struktur modal

proyek yang tidak optimal

Konsorsium didukung

sponsor/lender yang kredibel dan solid

Risiko nilai tukar mata uang fluktuasi (non ekstrim) nilai tukar

mata uang

Instrumen lindung nilai

Risiko tingkat inflasi Kenaikan (non ekstrim) tingkat

inflasi terhadap asumsi dalam life-cycle cost

Faktor indeksasi tarif;

Risiko suku bunga Fluktuasi (non ekstrim) tingkat suku bunga

Lindung nilai tingkat suku bunga

Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untuk risiko

tertentu tidak lagi tersedia dari penyedia asuransi di pasaran

Konsultansi dengan spesialis/broker

asuransi

Khususnya untuk cakupan

asuransi risiko terkait keadaan kahar

Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkat premi terhadap estimasi awal

Konsultansi dengan spesialis/broker asuransi

5. RISIKO OPERASI

Ketersediaan fasilitas Akibat fasilitas tidak bisa

terbangun

Kontraktor yang handal

Page 44: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 44

Kategori Risiko dan

Persitiwa Risiko Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice

Kondisi Spesifik terkait

Alokasi Risiko

Buruk atau tidak tersedianya

layanan

Akibat fasilitas tidak bisa

beroperasi

Operator yang handal; Spesifikasi

output yang jelas

Aksi industri Aksi mogok, larangan kerja,dsb

Kebijakan SDM dan hubungan industrial yang baik

Bisa oleh staf operator, subkontraktor atau penyuplai

Kenaikan biaya O&M Akibat kesalahan estimasi biaya

O&M atau kenaikan tidak terduga

Operator yang handal;

Faktor eskalasi dalam kontrak

Kesalahan estimasi biaya life cycle

Kesepakatan/kontrak dengan supplier

seawal mungkin

Kecelakaan lalu lintas atau isu keselamatan

Asuransi kewajiban pihak ketiga

6. RISIKO PENDAPATAN

Kegagalan mengajukan

penyesuaian tarif

Akibat BU tidak mampu memenuhi standar minimal yang

disepakati

Kinerja operasi yang baik dan jelas;

Penyesuaian tarif periodic terlambat

Pada indeksasi tarif terhadap tingkat inflasi

Kinerja operasi yang baik dan jelas;

Tingkat penyesuaian tarif

lebih rendah dari proyeksi

khususnya setelah indeksasi tarif

dan rebasing tariff

Kinerja operasi yang baik dan jelas;

Kesalahan perhitungan

estimasi tarif

Survai user affordability and willingness

yang handal

7. RISIKO KONEKTIVITAS JARINGAN

Risiko jaringan (1) Ingkar janji otoritas untuk membangun dan memelihara

jaringan sesuai rencana

Standar kinerja operasi dan pengawasan yang baik

Risiko jaringan (2) Ingkar janji otoritas untuk membangun fasilitas penghubung

Pemahaman kontrak yang baik oleh sektor publik

Risiko jaringan (3) Ingkar janji otoritas untuk tidak

membangun fasilitas pesaing

Pemahaman kontrak yang baik oleh

sektor publik

Page 45: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 45

Kategori Risiko dan

Persitiwa Risiko Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice

Kondisi Spesifik terkait

Alokasi Risiko

8. RISIKO INTERFACE

Risiko interface (2) Ketimpangan kualitas pekerjaan

dukungan pemerintah dan yang dikerjakan BU.

Pekerjaan perbaikan oleh pihak yang

kualitas pekerjaannya lebih rendah

Kontrak konstruksi dari pihak

pemerintah maupun BU harus selaras dalam kualitas pekerjaan

Risiko interface(3) Rework yang substantial terkait

perbedaan standar / metode

layanan yang digunakan

Kesepakatan para pihak sedini

mungkin tentang standar /metode yang akan diterapkan

Kontrak konstruksi dari pihak

pemerintahmaupun BU harus selaras dalam kualitas pekerjaan

9. RISIKO POLITIK

Mata uang asing tidak dapat

dikonversi

Mata uang asing tidak tersedianya

dan/atau tidak bisa dikonversi dari Rupiah

• Pembiayaan domestik

• Akun pembiayaan luar negeri

• Penjaminan dari bank sentral

Mata uang asing tidak dapat

direpatriasi

Mata uang asing tidak bisa

ditransfer ke negara asal investor

• Pembiayaan domestik

• Akun pembiayaan luar negeri

• Penjaminan dari bank sentral

Risiko ekspropriasi Bisa juga akibat default PJPK

• Mediasi

• Penjaminan pemerintah

Perubahan regulasi (dan pajak) yang umum

Perubahan regulasi (dan pajak) yang diskriminatif dan

spesifik

Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya

Keterlambatan perolehan persetujuan perencanaan

Hanya jika dipicu keputusan sepihak /tidak wajar dari otoritas

terkait

Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya

Gagal/terlambatnya perolehan persetujuan

Hanya jika dipicu keputusan sepihak /tidak wajar dari otoritas

terkait

Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya

Biasanya terkait isu selain Perencanaan

10. RISIKO KAHAR

Bencana alam Asuransi, bila dimungkinkan

Kahar politis Peristiwa perang, kerusuhan,

gangguan keamanan masyarakat

Asuransi, bila dimungkinkan

Page 46: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 46

Kategori Risiko dan

Persitiwa Risiko Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice

Kondisi Spesifik terkait

Alokasi Risiko

Cuaca ekstrim Asuransi, bila dimungkinkan

Kahar berkepanjangan Jika di atas 6-12 bulan,dapat

mengganggu aspek ekonomis pihak yang terkena dampak

Setiap pihak dapat mengakhiri

kontrak KPBU dan memicu prosedur terminasi proyek

Terutama bila asuransi tidak

tersedia untuk risiko tertentu

11. RISIKO KEPEMILIKAN ALAT

Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb Asuransi

Page 47: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 47

BAB 9. KAJIAN KEBUTUHAN DUKUNGAN PEMERINTAH

DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH

Bab ini menguraikan kebutuhan Dukungan Pemerintah serta cakupan kebutuhan Jaminan

Pemerintah berdasarkan hasil kajian ekonomi dan komersial serta kajian risiko, proses dan strategi

untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, serta kajian kesiapan

proyek untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

9.1. Kajian Kemampuan PJPK

Dalam sub-bab ini dikaji kemampuan PJPK dalam membiayai porsi pembiayaan yang menjadi

tanggung jawabnya dan juga kemampuan pemerintah/pemerintah daerah dalam memberikan subsidi

dan/atau availability payment. Hal ini bisa dikaji dari kapasitas fiskal pemerintah/pemerintah daerah

dan laporan keuangan daerah selama 5 hingga 10 tahun ke belakang.

Selain kemampuan finansial, hal yang perlu dikaji juga adalah kemampuan sumber daya manusia

untuk dapat menyelenggarakan proyek KPBU dan juga menjalankan fasilitas yang akan di-KPBU-

kan

9.2. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah

Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan Kelayakan

adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan

terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan memiliki total biaya

investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).

Walaupun proyek KPBU tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF, sub-bab ini

tetap perlu dibahas dengan memberikan klarifikasi mengapa tidak perlu VGF. Misalnya karena nilai

proyek yang kurang dari seratus milyar rupiah dan tidak mengaplikasikan prinsip “pengguna

membayar”.

VGF diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari biaya konstruksi dengan porsi yang tidak

mendominasi keseluruhan biaya konstruksi (maksimal 49%).

Dalam sub-bab ini diuraikan pemenuhan kriteria untuk mendapatkan VGF. Beberapa hal yang perlu

dijawab dalam sub-bab ini diantaranya adalah:

a. Apakah proyek secara ekonomi layak namun secara finansial belum layak?

b. Apakah proyek didasarkan pada “prinsip pengguna membayar”

c. Apakah pemilihan investor swasta dilakukan melalui proses tender yang terbuka dan

kompetitif dibawah skema KPBU?

d. Apakah draft perjanjian kerjasama telah memuat skema peralihan aset dan/ atau manajemen

aset dari investor ke PJPK pada akhir masa konsesi?

Page 48: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 48

e. Apakah dalam studi kelayakan telah menunjukkan:

• Alokasi risiko yang optimal antara investor dan PJPK

• Menyimpulkan bahwa proyek layak secara ekonomis dan akan layak secara finansial

apabila diberikan VGF

f. Apakah sektor yang akan di-KPBU-kan termasuk dalam sektor yang disebutkan dalam

Perpres No. 38 tahun 2015?

9.3. Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah

Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk

mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha. Jaminan Pemerintah ini diberikan oleh

Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan

peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Penyediaan fasilitas Jaminan Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.

265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek

KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.

Pada sub-bab ini dikaji mengenai ketentuan mengenai jaminan pemerintah, risiko infrastruktur yang

dapat diberikan penjaminan, kajian penjaminan yang mengacu pada PMK No 8/PMK/08/2016,

rencana pengusulan Jaminan Pemerintah, dan sebagainya.

Page 49: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU III 49

BAB 10. KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU

DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES)

Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab sebagai

berikut:

10.1. Identifikasi Hal-Hal Kritis

Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan proyek

KPBU dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya penyelesaian studi

Amdal, perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya.

10.2. Rencana Penyelesaian Hal-Hal Kritis

Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-hal kritis

yang perlu diselesaikan. Hal ini dijabarkan dalam bentuk matriks.

Page 50: TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN 2017 KAWASAN INDUSTRI

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

BUKU V 50

BAB 11. KAJIAN PENGADAAN

Dalam bab ini perlu diuraikan beberapa hal berikut

11.1. Landasan Hukum Pengadaan KPBU

Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan Badan

Usaha Pelaksana

11.2. Pembentukan Panitia Pengadaan

Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung Panitia

Pengadaan.

11.3. Tahapan Dalam Pengadaan KPBU

Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha Pelaksana, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan

satu tahap atau pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya.

Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU

yang memiliki karakteristik:

a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan

b. Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.

Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang

memiliki karakteristik:

a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena

terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan

b. Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.

11.4. Progres Pengadaan

Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti tertuang pada

sebelumnya.

11.5. Jadwal dan Kontak

Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat

sekretariat Panitia Pengadaan