Tonsilitis Kronis

31
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran pernafasan atas pada anak-anak merupakan hal yang paling sering dijumpai oleh dokter umum. Keluhan-keluhan infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil dan adenoid. Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut, yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil). 1 Seperti halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, tonsillitis terbagi atas tonsillitis akut dan kronis. Tonsilitis kronis merupakan peradangan atau inflamasi pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Dalam peran tonsil sebagai sistem imunitas, 1

description

Tonsilitis kronis tinjauan pustaka

Transcript of Tonsilitis Kronis

Page 1: Tonsilitis Kronis

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan atas pada anak-anak merupakan hal yang paling sering

dijumpai oleh dokter umum. Keluhan-keluhan infeksi saluran pernafasan atas,

sakit tenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena

gangguan dari tonsil dan adenoid. Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina

yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas

susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut, yaitu: tonsil

faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal

lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil).1

Seperti halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer

menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada umur 5 tahun, anak mulai

sekolah dan menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak

yang lain. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, tonsillitis terbagi atas tonsillitis

akut dan kronis.

Tonsilitis kronis merupakan peradangan atau inflamasi pada tonsil yang biasanya

merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil

yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Dalam peran tonsil

sebagai sistem imunitas, terkadang kuman yang “dimakan” oleh imuntas seluler

tonsil tidak mati dan bersarang di sana serta menyebabkan infeksi yang berulang

(tonsillitis kronis). Infeksi berulang ini akan menyebabkan tonsil bekerja dengan

memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil akan cepat

membesar melebihi ukuran normal.1,2

Tonsilitis kronis merupakan kelainan tersering pada anak di bidang Ilmu Penyakit

Telinga Hidung dan Tenggorok (THT).1,2 Berdasarkan data epidemiologi penyakit

THT di tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 1994 sampai 1996, prevalensi

tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.3

Kuman penyebab tonsillitis kronis meliputi virus, kuman dari grup A

streptococcus beta hemoliticus, dan golongan gram negatif. Tonsil yang

membesar dan meradang dapat menjadi fokal infeksi yang harus seera ditangani.

Penanganan tonsillitis kronis yang tidak adekuat dapat menimbulkan berbagai

1

Page 2: Tonsilitis Kronis

komplikasi, yakni abses pertonsil, otitis media akut, mastoiditis akut, laryngitis,

sinusitis, rhinitis, penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung

(Endokarditis), sendi (Rheumatoid Arthritis), dan kulit (Dermatitis).1

2

Page 3: Tonsilitis Kronis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tonsil

Tonsil adalah salah satu struktur yang terdapat di rongga orofaring. Tonsil

merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 4 macam tonsil, yaitu

tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, tonsil lingualis, dan tonsil tuba

eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil) yang membentuk

lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Adanya reaksi inflamasi akibat iritasi

atau infeksi akan menyebabkan tonsillitis akut, yang apabila tidak ditangani

dengan baik akan berlanjut menjadi kronis.1,2

Gambar 1. Tonsil 4

Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan

makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis

pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5

tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Jaringan limfoid

pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai

daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar

(makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung

secara anatomis dimana di daerah faring terjadi tikungan jalannya material

3

Page 4: Tonsilitis Kronis

yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi

turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak

berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan

penyusun cincin Waldeyer itu semakin besar.5

2.1.1. Embriologi Tonsilla Palatina

Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian

dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil

berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripte tonsillar pertama

terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada

usia kehamilan 20 minggu.6

2.1.2. Anatomi Tonsilla Palatina

Tonsil palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid

yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fosa tonsilaris.

Setiap tonsil ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya

bebas menonjol ke dalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-

lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang

berjumlah 6 sampai 20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial

tonsil terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsil

ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut kapsul tonsil palatina,

terletak berdekatan dengan tonsil lingualis.6

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah : 6

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior

oleh jaringan areolar longgar.

4

Page 5: Tonsilitis Kronis

Gambar 2. Anatomi Tonsil 4

2.1.3. Vaskularisasi dan Inervasi

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang arteri karotis

eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan

cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri

maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri

lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal

asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri

lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden,

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub

atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina

desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung

dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar

kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.6

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah

muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan

akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh

getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak

ada. Tonsil mendapat persarafan pada bagian bawah dari cabang

serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang

desenden lesser palatine nerves.6

2.1.4. Peranan Imunologi

5

Page 6: Tonsilitis Kronis

Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam

pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh..

Imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon,

lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial

kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya antibodi lokal,

perubahan rasio sel B dan sel T.

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.

Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar

sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel

plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.

Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen,

interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel

limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu

epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel

limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Infeksi bakterial

kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya antibodi lokal,

perubahan rasio sel B dan sel T.6

Antigen akan masuk melalui Tubulo vesicular sistem dalam sel M,

kemudian antigen tersebut ditangkap oleh sel APC (antigen presenting

cells), makrofag dan sel dendrit. Bersamaan dengan ini makrofag

melepaskan mediator berupa limfokin, interleukin-1 (IL-l) untuk

mengaktifkan sel T. Kemudian sel T melepaskan interleukin-2 (IL-2)

yang akan merangsang limfosit B berdifrensiasi menjadi sel plasma. Sel

plasma pada awalnya akan membentuk imunoglobulin M kemudian

diikuti pembentukan imunoglobulin A dan IgG. Sebagian dari limfosit B

menjadi sel memori dan Imunoglobulin A secara pasif akan berdifusi ke

lumen.6

6

Page 7: Tonsilitis Kronis

Gambar 2. Reaksi Imun Tonsil

Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang

masih diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi

Imunoglobulin A nasofaring terhadap vaksin polio setelah

adenoidektomi atau adanya peningkatan kasusu Hodgkin’s limfoma.

Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial dan

sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi.

2.2. Tonsilitis Kronis

2.2.1. Definisi

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian

dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar

limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal

(adenoid), tonsil palatina, tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil

tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil).

Dikatakan kronis jika peradangan terjadi secara kronis setelah

serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.

Tonsillitis yang berulang terutama terjadi pada anak-anak dan di antara

7

Page 8: Tonsilitis Kronis

serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan

tonsil di luar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi

ringan dan apabila tonsil ditekan akan keluar detritus.1

Tonsillitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsillitis akut,

terutama yang tidak mendapat terapi adekuat, mungkin serangan

mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan

menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan

serangan yang berulang setiap enam minggu hingga tiga sampai empat

bulan. Seringnya serangan merupakan factor predisposisi timbulnya

tonsillitis kronis yang merupakan infeksi fokal.1

2.2.2. Etiologi

Berdasarkan hasil penyelidikan dari Commission on Acute Respiration

Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the Army

dimana dari 169 kasus didapatkan:

25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada masa

penyembuhan tampak adanya kenaikan titer antibodi Streptokokus

dalam serum penderita,

25% disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan

kenaikan titer antibodi Streptokokus dalam serum penderita,

Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.7

Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis antara lain

Streptokokus β hemolitikus Grup A, Hemofilus influenza,

Streptokokus pneumonia, Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika),

Tuberkulosis (pada immunocompromise).1

Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya tonsilitis

kronis antara lain rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis

makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, pengobatan

tonsilitis akut yang tidak adekuat, dan kelelahan fisik. 1

8

Page 9: Tonsilitis Kronis

2.2.3. Patofisiologi

Karena proses radang terjadi secara berulang, maka selain epitel

mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan

mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinis kripta ini

tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus

kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di

sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran

kelenjar limfa submandibula.1

Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) merupakan keadaan

patologis akibat inflamasi kronis dan akan menyebabkan reaksi atau

gangguan fungsi organ lain. Hal ini dapat terjadi karena kripta tonsil

dapat menyimpan bakteri atau produknya yang dapat menyebar ke

bagian tubuh lainnya. Tonsila palatina yang terpapar infeksi bakteri

dan virus dapat merupakan sumber autoantibody terhadap sejumlah

sistem organ sehingga tonsil memainkan peranan penting terhadap

patogenitas penyakit autoimun. Tonsilitis fokal oleh virus atau bakteri

dapat menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian lain

tubuh dapat memacu imunitas seluler (cell mediated) maupun imunitas

humoral sehingga terjadi komplek imun terhadap bagian lain tubuh

seperti kulit, ginjal, dan mungkin sendi.8

2.2.4. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pada umumnya penderita sering mengeluh karena serangan tonsilitis

akut yang berulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada

tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang

terasa seperti mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering

dan nafas berbau.1

9

Page 10: Tonsilitis Kronis

Ada dua kemungkinan temuan pada pemeriksaan tonsilitis kronis,

yaitu:

1) Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan

ke jaringan sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh

eksudat yang purulen atau seperti keju.

2) Tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di

dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar

dan ditutupi eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat

dibagi menjadi:1,9

T0: Tonsil masuk di dalam fossa

T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

2.2.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis tonsilitis

kronis adalah sebagai berikut:7

Anamnesis

Anamnesis sangat penting dilakukan karena hampir 50% diagnosis

dapat ditegakkan hanya dari anamnesis saja. Keluhan penderita

biasanya rasa sakit pada tenggorok yang terus-menerus, sakit waktu

menelan, nafas berbau, malaise, kadang-kadang ada demam dan nyeri

pada bagian leher.

Pemeriksaan fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.

Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi dari kripta-kripta tersebut

tampak adanya eksudat. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan

suatu bahan seperti keju amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran

10

Page 11: Tonsilitis Kronis

klinis yang lain yang sering tampak adalah tonsil yang kecil, biasanya

membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen

yang tipis terlihat pada kripta.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah kultur dan uji

resistensi dari sediaan apus tonsil. Biakan sering menghasilkan

beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti

Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridians, Stafilokokus,

Pneumokokus.

Beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dari tonsilitis

kronis adalah:1,8

1) Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan

pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)

a. Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman gram positif Corynebacterium

diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini

akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam

darah seseorang. Jika titer anti toksin dalam darah sebesar 0.03

satuan per cc darah, maka seseorang dianggap mempunyai

cukup dasar imunitas.

Gambaran klinis penyakit ini terbagi menjadi 3 golongan, yaitu

gejala mum, lokal, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum

sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu demam subfebris,

nyeri kepala, nafsu makan menurun, badan lemah, nadi lambat

serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa

pembengkakan tonsil yang ditutupi oleh bercak putih kotor

yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk

membran semu yang melekat pada dasarnya, sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung

dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada

11

Page 12: Tonsilitis Kronis

saraf cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan

otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan

albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent (stmatitis ulsero membranosa)

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau

triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene

mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejalanya berupa

demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-

kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,

hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan

tampak mukosa mulut dan laring hiperemis, tampak membran

putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding laring, gusi serta

prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar

sub mandibula membesar.

c. Infeksi mononucleosis

Terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.

Membrane semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa

timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher,

ketiak dan regioinguinal. Gambaran yang khas tampak pada

pemeriksaan darah yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam

jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah kesanggupan serum

pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba

(reaksi Paul Bunnel).

2) Penyakit kronik faring granulomatus

a. Faringitis luetika

Penyakit ini disebabkan oleh Treponema palidum. Gambaran

kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder

atau tersier. Pada stadium primer, kelainan terdapat pada lidah,

palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk

bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul

ulkus pada daerah faring yang tidak nyeri. Juga terdapat

12

Page 13: Tonsilitis Kronis

pembesaran kelenjar mandibula tanpa nyeri tekan. Stadium

sekunder jarang ditemukan. Biasanya terdapat eritema pada

dinding faring yang menjalar kea rah laring. Pada stadium

tersier, terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum

dan jarang pada dinding posterior faring. Guma yang terdapat

pada palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut

yang dapat mengganggu fungsi palatum secara permanen.

Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra

servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian.

b. Faringitis tuberculosis

Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Keadaan

umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien

mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau

otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.

2.2.6. Penatalaksanaan

Terapi untuk tonsilitis kronis dapat dibagi menjadi 2 yaitu terapi lokal

dan terapi radikal. Terapi lokal berupa pemberian obat kumur dan obat

hisap yang bertujuan untuk menjaga higiene mulut. Terapi radikal

yaitu tonsilektomi dilakukan jika terapi konservatif tidak dapat

meringankan gejala-gejala.9,10

Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of

Otolaryngology, Head and Neck Surgery : 1

1. Indikasi absolut:

Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,

disfagia menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmuner.

Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis.

Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi.

Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai

keganasan).

2. Indikasi relatif :

13

Page 14: Tonsilitis Kronis

Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih

dalam setahun meskipun dengan terapi yang adekuat.

Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan

tonsilitis kronis tidak responsif terhadap terapi media.

Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus

yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase.

Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma.

3. Kontra indikasi :

Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi.

Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya

tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi.

Infeksi saluran nafas atas yang berulang.

Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak

terkontrol.

Celah pada palatum.

Pada sumber lain disebutkan kontraindikasi tonsilektomi dapat

dibagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi relatif dan absolut.

1. Kontraindikasi relatif

a. Palatoschizis,

b. Radang akut, termasuk tonsilitis,

c. Poliomielitis epidemika,

d. Umur kurang dari 3 tahun.

2. Kontraindikasi absolut

a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia,

b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes melitus,

penyakit jantung, dan sebagainya.

2.2.7. Komplikasi

14

Page 15: Tonsilitis Kronis

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah

sekitarnya atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh

dari tonsil. Beberapa komplikasi yang sering ditemui adalah:1, 11

1. Komplikasi sekitar tonsil

Peritonsilitis

Merupakan peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat

tanpa adanya trismus dan abses.

Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil.

Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang

mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran

dari infeksi gigi.

Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah

bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,

faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os

mastoid dan os petrosus

Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya

terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang

retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

Kista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh

jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada

tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan

multipel.

Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

15

Page 16: Tonsilitis Kronis

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam

jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi organ jauh

Demam rematik dan penyakit jantung rematik

Glomerulonefritis

Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

Psoriasis, eritema multiforme, urtikaria kronik dan purpura

Artritis dan fibrosis

 

16

Page 17: Tonsilitis Kronis

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Alma Sihatifa Salsa Bila

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar

Pemeriksaan : 3 November 2012

3.2 Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan Utama : Rasa nyeri di tenggorokan.

Penderita datang dalam keadaan sadar, mengeluh rasa nyeri di

tenggorokannya sejak 5 hari yang lalu dan dirasakan terus-menerus. Pasien

juga mengeluh sakitnya terutama bila menelan.

Keluhan lainnya yaitu demam sejak 2 hari yang lalu, batuk tanpa disertai

dahak, dan tenggorokan kering.

Keluhan pilek, gangguan suara, sesak nafas, jantung berdebar-debar, serta

nyeri persendian tidak ada.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Pasien pernah mengalami keluhan yang

sama sebelumnya (± 4-6 kali dalam setahun).

Riwayat Pengobatan : Penderita sering ke dokter untuk keluhan yang sama

dan diberikan obat yang sesuai untuk mengurangi keluhannya. Pasien telah

didiagnosis dengan tonsilitis sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit yang Sama dalam Keluarga : Tidak ada anggota

keluarga yang menderita sakit yang sama seperti yang dialami pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan : Pasien memiliki kebiasaan

mengkonsumsi makanan ringan (snack) dan dikatakan keluhan sering

muncul terutama setelah pasien mengkonsumsi makanan tersebut.

17

Page 18: Tonsilitis Kronis

Keluhan Tambahan :

Telinga Kanan Kiri Hidung Kanan Kiri TenggorokSekret - - Sekret - - Riak: -Tuli - - Tersumbat - - Gangguan: nyeri

menelan +Tumor - - Tumor - - Suara: NormalTinitus - - Pilek - - Tumor: - Sakit - - Sakit - - Batuk: +Korpus alienum

- - Korpus alienum

- - Korpus alienum: -

Vertigo - - Bersin - - Sesak nafas: -

3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status Internus

Keadaan umum : Baik

Cor : tidak dievaluasi

Pulmo : tidak dievaluasi

Hepar/Lien : tidak dievaluasi

2. Status THT

Telinga Kanan Kiri

Daun telinga Normal Normal

Liang telinga lapang lapang

Discharge - -

Membran timpani intak intak

Tumor - -

Mastoid N N

Tes pendengaran :

Berbisik tidak dievaluasi

Weber tidak ada lateralisasi

Rinne +/+

Schwabach normal

BOA tidak dievaluasi

Tympanometri tidak dievaluasi

Audiometri nada murni tidak dievaluasi

18

Page 19: Tonsilitis Kronis

BERA tidak dievaluasi

OAE tidak dievaluasi

Tes alat keseimbangan tidak dievaluasi

Hidung : Kanan Kiri

Hidung luar Normal Normal

Kavum nasi lapang lapang

Septum deviasi tidak ada

Discharge - -

Mukosa merah muda merah muda

Tumor - -

Konka dekongesti dekongesti

Sinus nyeri tekan tidak ada

Koana tidak dievaluasi

Naso Endoskopi tidak dievaluasi

Tenggorok :

Dispneu : -

Sianosis : -

Mukosa : hiperemis

Dinding belakang : PND (+) hiperemis

Stridor : -

Suara : tidak ada kelainan

Tonsil : T3/T3 hiperemis, kripte melebar, detritus (+)

Laring:

Epiglotis : tidak dievaluasi

Aritenoid : tidak dievaluasi

Plika Ventrikuloris : tidak dievaluasi

Endoskopi : tidak dievaluasi

Plika Vokalis : tidak dievaluasi

Rimaglotis : tidak dievaluasi

19

Page 20: Tonsilitis Kronis

3.4 Resume

Penderita seorang perempuan, berumur 7 tahun, Muslim, datang dengan

keluhan rasa nyeri di tenggorokan sejak 5 hari yang lalu terutama saat

menelan. Penderita juga mengeluhkan adanya demam sejak 2 hari yang

lalu, tenggorokan kering, dan batuk tanpa dahak. Penderita didiagnosis

dengan tonsillitis sejak 1 tahun yang lalu

Status lokalis THT :

Tonsil Kanan Kiri

Pembesaran T3 T3

Hiperemis + +

Permukaan mukosa tidak rata tidak rata

Kripte melebar melebar

3.5 Diagnosis

Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

3.6 Terapi

1. Medikamentosa

- Amoxicillin 2 x 250 mg

- Paracetamol 3 x 250 mg (bila perlu)

- Dexamethason 3 x 10 mg

- Multivitamin

2. Kontrol poli THT

3. Rencana tonsilektomi jika pasien sudah dalam fase tenang

4. KIE pasien

3.7 Prognosis

Baik karena belum ada sumbatan jalan nafas dan gangguan suara.

20

Page 21: Tonsilitis Kronis

BAB 4

PEMBAHASAN

Dari kasus didapatkan pasien berusia 7 tahun, Muslim, datang dengan keluhan

rasa nyeri di tenggorokan sejak 5 hari yang lalu terutama saat menelan. Keluhan

lain yaitu demam sejak 2 hari yang lalu, tenggorokan terasa kering, serta batuk

tanpa disertai dahak. Sebelumnya pasien juga pernah punya keluhan seperti ini.

Dari anamnesis didapatkan faktor predisposisi terjadinya tonsilitis kronis yang

sesuai dengan teori yaitu kebiasaan mengkonsumsi makanan ringan (snack) yang

banyak mengandung bahan pengawet. Orang tua pasien juga mengatakan pasien

kurang memiliki kebiasaan menggosok gigi. Pada pasien tidak ditemukan

komplikasi seperti laringitis, endokarditis, artritis karena pasien menyangkal

adanya keluhan gangguan suara, sesak nafas, jantung berdebar-debar, serta nyeri

persendian.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran tonsil T3/T3 yang

hiperemis, permukaan mukosa tidak rata dan pelebaran kripte pada kedua tonsil

dan ditemukan adanya detritus.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut sesuai dengan manifestasi tonsilitis

kronis eksaserbasi akut, yaitu nyeri pada tenggorokan terutama saat menelan yang

disertai dengan panas badan. Hasil pemeriksaan juga menunjukkan adanya

pembesaran tonsil, hiperemis, kripta yang melebar dan adanya detritus.

Terapi yang diberikan yaitu terapi lokal (simtomatik) untuk menangani fase

eksaserbasi akut dengan pemberian antibiotik, analgesik, dan multivitamin, sesuai

dengan teori penatalaksanaan awal pasien dengan tanda-tanda infeksi sampai

tanda-tanda tersebut menghilang.

Terapi dilanjutkan dengan tindakan operatif (tonsilektomi) setelah berada dalam

fase tenang (bebas infeksi). Hal ini sesuai dengan indikasinya, yaitu adanya

gangguan menelan dan infeksi berulang 4 kali dalam setahun selama 1 tahun

dengan pemberian terapi.

Untuk tindakan operatif ini perlu diberikan KIE yang jelas kepada pasien dan

keluarganya, dan bila setuju untuk dilakukan tindakan, maka perlu dilakukan

21

Page 22: Tonsilitis Kronis

persiapan operasi seperti dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dikonsulkan ke

anestesi. Pemeriksaan laboratorium dan konsul anastesi ini bertujuan untuk

mengetahui apakah terdapat gangguan pada darah (resiko perdarahan) dan

keadaan tertentu yang menjadi kontra indikasi absolut tindakan operatif.

Prognosis dari kasus ini adalah baik karena belum ada gangguan bernafas ataupun

berbicara dan belum ada komplikasi.

22