Tonsilitis Kronis

8
TONSILITIS KRONIS Bersama : Kunsantri Nurrobbi, dr, M.HI BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan serangan infeksi yang berulang-ulan. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam Hammouda, 2009). Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda (Wiatrak BJ dalam Kurien, 2000). Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8% (Suwento dalam Farokah, 2007). 1.2.Tujuan Mengetahui informasi terpenting tentang tonsilitis kronis sesuai dengan kompetensi dokter umum pada kepaniteraan klinik SMF Ilmu THT-KL di RSUD Kabupaten Jombang. 1.3.Masalah Bagaimanakah tentang tonsilitis kronis beserta penatalaksanaannya ? BAB II

description

ok

Transcript of Tonsilitis Kronis

Page 1: Tonsilitis Kronis

TONSILITIS KRONIS

Bersama : Kunsantri Nurrobbi, dr, M.HI

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1.Latar Belakang

Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan serangan infeksi yang berulang-ulan. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam Hammouda, 2009).

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda (Wiatrak BJ dalam Kurien, 2000).

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8% (Suwento dalam Farokah, 2007).

1.2.Tujuan

Mengetahui informasi terpenting tentang tonsilitis kronis sesuai dengan kompetensi dokter umum pada kepaniteraan klinik SMF Ilmu THT-KL di RSUD Kabupaten Jombang.

1.3.Masalah

Bagaimanakah tentang tonsilitis kronis beserta penatalaksanaannya ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Tonsilitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya. Sedangkan Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis (Woolley AL dalam Abdulhadi, 2007).

2.2. Insiden

Page 2: Tonsilitis Kronis

Di Indonesia 3,8% setelah nasofaring akut yaitu tahun 1994-1996 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwento dan sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10 tahun. (Farokah, 2007).

2.3. Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :

–          25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

–          25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

–          Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :

1. Streptokokus β hemolitikus Grup A

2. Hemofilus influenza

3. Streptokokus pneumonia

4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).

(Hammouda, 2009)

2.3. Patofisiologi

Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat (Eviaty, 2001).

Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar (Adam’s, 1997).

Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-kuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula (Ugras, 2008).

Page 3: Tonsilitis Kronis

(Gambar 2.1, Sumber Adam’s Anatomy, 1997)

2.4. Diagnosis

Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kemudian kripta terlihat melebar dan beberapa kripta terisi oleh debritus. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, kemudian pasien merasa tenggorokan kering dan nafas berbau (Eviaty, 2001, Ugras, 2008).

2.5. Diagnosa Banding

Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :

1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)

a. Tonsilitis Difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan  dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

Page 4: Tonsilitis Kronis

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.

c. Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus

a. Faringitis Tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b. Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra (Lues)

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis Faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan (Adam’s, 1997, Kasenõmm, 2005).

2.6. Penatalaksanaan

2.6.1. Lokal

Page 5: Tonsilitis Kronis

Terapi lokal bertujuan pada higiene mulut atau obat hisap yaitu antibiotik dan analgesik (Eviaty, 2001).

2.6.2. Indikasi Tonsilektomi

Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :

1. Indikasi absolut

a)      Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal

b)      abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.

c)      Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d)     Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi

2. Indikasi relatif

a)      Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat

b)      Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik

c)      Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase.

(AAO-HNS dalam Efiaty, 2001)

2.7. Prognosa

Baik setelah dilakukan tonsilektomi dan sebelum terjadinya komplikasi lebih lanjut (Shah, 2007).

2.8. Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Page 6: Tonsilitis Kronis

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

d. Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi Organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis