Tonsil Dan Permasalahannya

46
BAB I PENDAHULUAN Tenggorokan dianggap sebagai pintu masuk organisme yang menyebabkan berbagai penyakit, dan pada beberapa kasus organisme masuk ke dalam tubuh melalui pintu gerbang ini tanpa menyebabkan gejala-gejala lokal yang menarik perhatian. Penyakit-penyakit orofaring dapat dibagi menjadi beberapa yang menyebabkan sakit tenggorokan akut dan penyakit yang berhubungan dengan sakit tenggorokan kronis. 1 Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA. Tingginya angka kejadian ISPA dapat menunjukkan tingginya angka kejadian dari infeksi-infeksi di tenggorokan. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. 2 Selain infeksi yang terjadi pada tonsil baik akut maupun kronis, keganasan juga dapat terjadi di tonsil. Tumor ganas tonsil merupakan bagian dari tumor orofaring 1

description

tonsil, tht

Transcript of Tonsil Dan Permasalahannya

Page 1: Tonsil Dan Permasalahannya

BAB I

PENDAHULUAN

Tenggorokan dianggap sebagai pintu masuk organisme yang menyebabkan

berbagai penyakit, dan pada beberapa kasus organisme masuk ke dalam tubuh melalui

pintu gerbang ini tanpa menyebabkan gejala-gejala lokal yang menarik perhatian.

Penyakit-penyakit orofaring dapat dibagi menjadi beberapa yang menyebabkan sakit

tenggorokan akut dan penyakit yang berhubungan dengan sakit tenggorokan kronis.1

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997

temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan

penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab

adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah

sekitar 66% diduga disebabkan ISPA. Tingginya angka kejadian ISPA dapat

menunjukkan tingginya angka kejadian dari infeksi-infeksi di tenggorokan.

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun

1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)

yaitu sebesar 3,8%.2

Selain infeksi yang terjadi pada tonsil baik akut maupun kronis, keganasan juga

dapat terjadi di tonsil. Tumor ganas tonsil merupakan bagian dari tumor orofaring

disamping tumor dasar lidah, dinding faring dan palatum mole. Tumor ini sangat

jarang terjadi. Di Amerika insiden tumor ini hanya 0,8 per 100.000 penduduk. Di

bagian THT FKUI RSCM angka kejadian tumor tonsil ini banyak ditemukan pada

usia dekade 4-6, 54% pada laki-laki dan 46% sisanya pada perempuan. Sebuah badan

patologi di Amerika mempunyai data dari tahun 1945 – 1976 ada sekitar 70% lebih

dari keganasan di wilayah ini adalah karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel

skuamosa menyerang 3 – 4 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan wanita dan

sebagian besar berkembang dalam decade kelima kehidupan. Limfoma tonsil adalah

keganasan yang paling sering terjadi nomor dua.3

Penyebaran infeksi dapat terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui

kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung

kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui

mulut masuk bersama makanan, atau melalui tangan dan ciuman. Infeksi dapat terjadi

pada segala usia, terutama pada anak. Dalam keadaan normal tonsil membantu

1

Page 2: Tonsil Dan Permasalahannya

mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap

bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga

menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan

infeksi.3

2

Page 3: Tonsil Dan Permasalahannya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI TONSIL

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil

faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk

lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.4

Gambar 1. Tonsil 4

2.2. EMBRIOLOGI TONSIL

Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke

dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil

pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi oleh epitel. Bagian yang

mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi

kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel

permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul

pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan

ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian

terbentuklah massa jaringan tonsil.5

3

Page 4: Tonsil Dan Permasalahannya

2.3. ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria

membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini

melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada

cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada

umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa

pubertas. 4

Gambar 2. Cincin Waldeyer 4

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari

cincin waldeyer. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan

kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah

mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil

Gerlach’s). 5

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm, Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan

medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-

lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20

kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil

4

Page 5: Tonsil Dan Permasalahannya

dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut

Capsula tonsilla palatina.5

Tonsil palatina terletak di lateral orofaring dan dibatasi oleh m. konstriktor

faring superior pada bagian lateral, m. Palatoglosus pada bagian anterior, m.

Palatofaringeus pada bagian posterior, palatum mole pada bagian superior dan tonsil

lingual pada bagian inferior. Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu

jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel

(terdiri dari jaringan linfoid).5

Gambar 3. Tonsil Palatina 5

Penentuan besar tonsil perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

pembesaran. Pengukuran ini menggunakan batas dari struktur anatomi di sekitar tonsil

sebagai acuan.4

T0 : post tonsilektomi.

T1 : tonsil masih berada di dalam Fossa Tonsilaris.

T2 : tonsil sudah melewati pillar anterior, namun belum melewati garis

para median (pillar posterior).

T3 :tonsil sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median.

T4 : tonsil sudah melewati garis median.

5

Page 6: Tonsil Dan Permasalahannya

Gambar 4. Grading Ukuran Tonsila Palatina oleh L. Brodsky6

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk

triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi

dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah-

kavum mastoid pada bagian lateral.5

Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus

bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi.

Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam

antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai

pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul

sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi

lingkungan. 5

Gambar 5. Adenoid6

6

Page 7: Tonsil Dan Permasalahannya

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas

anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot

konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang

disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa

tonsil.5

Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan

ikat, yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang

kemudian membentuk septum. 5

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.

maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.

palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.

lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden. 5

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan

memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,

mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri

faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.

konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim

cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau

a. palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan

palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring.5

Gambar 6. Vaskularisasi Tonsil6

7

Page 8: Tonsil Dan Permasalahannya

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah

bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening

servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening

selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus. 5

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui

ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus

(N. IX). 5

Gambar 7. Sistem Limfatik Kepala dan Leher6

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening

servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah

m.sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus

torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan

pembuluh getah bening aferen tidak ada.4,5

2.4. FISIOLOGI TONSIL

Dilihat dari letak anatomis tonsil, yang terdapat di rongga mulut, faring dan

nasofaring yang merupakan port de’entry dari bakteri dan virus, maka fungsi sebagai

organ lymphoid sekunder tersebut sangatlah bermanfaat karena menjadikannya

kelenjar lymphoid terdekat.Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai

peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring

dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi.

8

Page 9: Tonsil Dan Permasalahannya

Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan

lokal resisten terhadap organisme patogen.7

Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum

germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah

mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa

anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun.

Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil

yang disertai proses involusi. Tonsil memegang peranan baik dalam mekanisme

pertahanan spesifik maupun non-spesifik. Pada mekanispesifik berupa lapisan mukosa

tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa

tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam

pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk

ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit.

Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan

bakteri terhadap fagosit.8

2.5. TONSILITIS

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiriatas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam

rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil

lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding

faring/Gerlach’s tonsil).Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan

dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.9

GGambar 8. Tonsilitis Bacterial dan Viral9

9

Page 10: Tonsil Dan Permasalahannya

2.5.1.Tonsilitis Akut

A. Tonsilitis Viral

Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh viral ataupun bakteri. Gejala tonsilitas

viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri di tenggorok. Penyebab

yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan

penyebab tonsislitis akut supuratif. Bila terjadi infeski virus coxschakie, maka pada

pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang

sangat nyeri akan dirasakan oleh pasien.9

Terapi

Istirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala cukup

berat.9

B. Tonsilitis Bakterial

Radang akut pada tonsil juga dapat disebabkan oleh bakteri, anatara lain kuman

grup A Setretokokus β hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus,

Streptokokus viridans dan streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel

jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit

polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan

leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi

kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.9

Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis.

Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu membentuk alur-alur maka akan terjadi

tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk sebuah

membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.9

Gejala dan tanda

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri

nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dnegan suhu tubuh yang tinggi,

rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Rasa

nyeri di telinga ini diakibatkan karena nyeri alih (reffered pain) melalui saraf n.

Glossofaringeus. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan

terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar

submandibula membengkak dan nyeri tekan.9

10

Page 11: Tonsil Dan Permasalahannya

Terapi

Antibiotika spectrum luas penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur

yang mengandung disinfektan.9

Komplikasi

Komplikasi tonsilitis akut adalah otitis media akut, terutama pada anak – anak,

abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut,

miokarditis dan arthritis.9

2.5.2. Tonsilitis Membranosa

Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah tonsilitis

difteri, tonsilitis septik, angina plaut vincent, penyakit kelainan darah, proses spesifik

lues dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis, infeksi virus morbili.9

A. Tonsilitis Difteri

Tonsilitis difteri disebabkan oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman

yang termasuk Gram positif dan hidup di saluran nafas begian atas yaitu hidung,

faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi

sakit. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan

frekuensi tertinggi pada usia 2 – 5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin

menderita penyakit ini.9

Gejala dan tanda

Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal dan

gejala akibat eksotoksin.9

1. Gejala umum, hampir sama dengan gejala infeksi lainnya yaitu

kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,

badan lemah, nadilambat serta keluhan nyeri menelan.9

2. Gejala lokal berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak putih

kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane

semu. Membran ini meluas kepalatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea

11

Page 12: Tonsil Dan Permasalahannya

dan bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat

erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.9

3. Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, yaitu miokarditis dan

decompensatio cordis.3

Gambar 9. Tonsilitis Difteri9

Terapi

Pemberian anti difteri serum (ADS) dapat diberikan segera tanpa menunggu

hasil kultur, dengan dosis 20.000 – 100.000 unit tergantung umur dan beratnya

penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 – 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis

selama 14 hari. Selain itu, diberikan kortikosteroid 1,2 mg/kgBB per hari. Karena

penyakit ini menular, pasien harus diisolasi dan harus istirahat di tempat tidurselama 2

– 3 minggu.9

B. Tonsilitis Septik

Penyebab dari tonsilitis septik adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat

dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi, namun jarang ditemukan di

Indonesia.9

C. Angina Plaut Vincent

Penyebab penyakit ini adalah kurangnya higiene mulut, defisiensi vitamin C

serta kuman spirilum dan basil fusi form.9

12

Page 13: Tonsil Dan Permasalahannya

Gejala dan tanda

Gejala penyakit ini berupa demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan

kadang – kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi,

gigi dan gusi mudah berdarah. Dari pemeriksaan fisik dapat dilihat mukosa mulut dan

faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring,

gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula

membesar.9

Terapi

Terapi penyakit ini adalah dengan memperbaiki hygiene mulut, antibiotic

spektrum luas selama 1 minggu, vitamin B kompleks dan vitamin C.9

2.5.3. Tonsilitis Kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah rangsangan yang menahun

dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,

kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman

penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang – kadang kuman berubah

menjadi kuman golongan Gram negatif.9

Patologi

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil. Karena proses radang

berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan

mengerut sehingga kripti akan melebar, ruang antara kelompok melebar yang akan

diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang

menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas

hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa

tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar

submandibula.9

Manifestasi klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut

yang berulang – ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada

13

Page 14: Tonsil Dan Permasalahannya

tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal

dikerongkongan. 9

Pada pemeriksaaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari tonsilitis kronik

yang mungkin tampak, yaitu :

Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan

sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau

seperti keju.

Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti

terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang

melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.9

Terapi

Terapi local tonsillitis kronis ditujukan kepada hygiene mulut, dengan berkumur

atau obat hisap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis,

gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.9

Komplikasi

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa sinusitis kronis, sinusitis atau otitis media secara per kontinuitatum.

Komplikasi yang jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul

endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,

urtikaria dan furunkulosis.9

2.6. HIPERTROFI ADENOID

Adenoid ialah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada

dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldayer. Secara

fisiologik adenoid ini membesar pada anak usis 3 tahun dan kemudian akan mengecil

dan hilang pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran nafasbagian atas

maka dapat terjadi hipertrofi adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan

koana dan sumbatan tuba Eustachius.9

14

Page 15: Tonsil Dan Permasalahannya

Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi

(a)fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen), arkus

faring tinggi yang menyebabkan wajah pasien tampak seperti orang bodoh, (b)

faringitis dan bronkitis, (c) gangguan ventilasi an dreinase sinus paranasal sehingga

menimbulkan sinusitis kronik.9

Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis

media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik.9

Akibat hipertofi adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok,

retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang.9

Gambar 10.

Hipertrofi Tonsil9

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan

risnoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada

waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit),

pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid dan pemeriksaan radiologik dengan

membuat foto lateral kepala (pemeriksaan ini lebih sering dilakukan pada anak).9

Terapi

Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara

kuretase memakai adenotom.9

Indikasi adenoidektomi

1. Sumbatan

a. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut

b. Sleep apnea

15

Page 16: Tonsil Dan Permasalahannya

c. Gangguan menelan

d. Gangguan berbicara

e. Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adeoid face)

2. Infeksi

a. Adnoiditis kronik / berulang

b. Otitis media efusi kronik / berulang

c. Otitis media akut berulang

3. Kecurigaan neoplasma jinak / ganas

Komplikasi

Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan

adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding

posterior faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan rusak dan

dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif.9

2.7. ABSES PERITONSIL

Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering

terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka

yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas

yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-

laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan

multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada

orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. 10

Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi

yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman

penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih

sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.10

Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang

bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler

adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),

Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob

16

Page 17: Tonsil Dan Permasalahannya

yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan

Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan

karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik.10

Patologi

Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling

banyak diterima adalah kemajuan episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi

peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya. Daerah

superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu

infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini,

sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di

bagian inferior, namun jarang.10

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga

permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan

berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula

bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.10

Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan

menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat

pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.10

Gejala Klinis

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan)

yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah

(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau

(rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan

kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.10

Komplikasi

a. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau

piemia.

b. Penjalaran infeksi dan abses parafaring, sehingga terjadi abses parafaring.

Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi

mediastinitis.

c. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus

sinus kavernosus, meningitis dan abses otak. 10

17

Page 18: Tonsil Dan Permasalahannya

2. 8. TUMOR TONSIL

Etiologi

Penyebab pasti karsinoma tonsil sampai aat ini belum diketahui dengan pasti.

Beberapa faktor predisposisi dilaporkan memengaruhi terjadinya tumor ini, antara lain

perokok berat, peminum alcohol, hygiene, mulut yang kurang baik, dan orang ynag

suka mnyusur tembakau.11

Menurut National Comprehensive Cancer Network, faktor risiko karsinoma sel

skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru – baru ini ada

indikasi bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein –

Barr ( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human

Papilloma Virus (HPV) telah terbukti sebagai ancaman.12

HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel – sel basal epitel dan

dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring.

Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 paling sering

dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6 dan E7, yang

telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik. Oncoprotein E6

menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7 merupakan tumor

suppressor retinoblastoma ( Rb ). Hilangnya Rb menyebakan akumulasi p16, yang

biasanya akan menghambat perkembangan siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 /

CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda aktivitas HPV.12

Patologi

Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi

perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya

menyebar sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan dasar lidah. Selain itu,

penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi oleh

otot superior konstriktor yang mungkin berisi penyebaran karsinoma.12

Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor untuk

mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot – otot pterigoid atau mandibular.

Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan dasar tengkorak

18

Page 19: Tonsil Dan Permasalahannya

dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian lateral. Akhirnya

keterlibatan yang luas dalam ruang parafaring mungkin melibatkan arteri karotis.12

Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak kurang

lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase ke kelenjar getah

bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa tonsil terjadi sekitar

15 – 30%. Lokasi yang paling umum adalah paru – paru, diikuti oleh hati dan

kemudian tulang.12

Klasifikasi Tumor Tonsil

Tumor pada tonsil dapat diklasifikasikan berdasarkan keganasannya, menjadi

tumor tonsil jinak dan tumor tonsil ganas. Adapun yang termasuk tumor jinak tonsil

adalah kista tonsil, papilloma tonsil dan papiloma tonsil.Sedangkan yang termasuk ke

dalam tumor ganas tonsil ialah karsinoma sel skuamosa, limfoma malignum dan

tumor kelenjar liur yang berasal dari kelenjar liur minor di palatum mole, uvula atau

kapsul tonsil. Bentuk karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan yang terbanyak

(70%), sedangkan limfoma malignum hanya 25% dan tumor kelenjar liur hanya

5%.11,13

Gambar 11. Klasifikasi Tumor Tonsil11

19

Page 20: Tonsil Dan Permasalahannya

2.8.1. Tumor Jinak Tonsil

Kista Tonsil

Kista epitel tonsil merupakan jenis yang cukup sering. Permukaannya berkilau,

halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan gejala apapun,

akan tetapi kista yang lebih besar akan menyebabkan suatu benjolan di tenggorokan

dan mungkin perlu di operasi.13

Gambar 12. Kista Tonsil pada dinding faring sisi lateral kanan13

Papiloma Tonsil

Papilloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil

ataupilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada bagian

posteriornya.13

Polip Tonsil

Massa tonsil tersebut menunjukkan gambaran polip pada pemeriksaan

histologi.13

2.8.2. Tumor Ganas Tonsil

Karsinoma Sel Squamosa

Etiologi

Menurut National Cancer Institute, faktor risiko karsinoma sel skuamosa

termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru – baru ini ada indikasi bahwa

etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein – Barr ( EBV )

20

Page 21: Tonsil Dan Permasalahannya

merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human Papilloma Virus

( HPV ) telah terbukti sebagai ancaman.13

HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel – sel basal epitel dan

dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring.13

Gambaran histologis

Karsinoma sel skuamosa tonsil palatina adalah sel dengan diferensiasi buruk.

Meskipun pada dasarnya adalah karsinoma sel skuamosa, di daerah ini telah juga

terdapat beberapa jenis sel yaitu yaitubasosquamos Nonkeratinizing carcinoma ( sel

transisional atau tipe sinonasal ) dan undifferentiated atau lymphoepithelioma type.13

Limfoma Maligna

Limfoma sulit dibedakan dengan “ undifferentiated “ karsinoma dan limfoma

marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut memerlukan sejumlah

besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar (dalam normal saline, bukan dalam

larutan formaldehida) kepada ahli patologi. Ini merupakan alasan mengapa setelah

tonsilektomi lebih baik di periksa jaringannya.Limfoma merupakan jenis yang paling

umum kedua pada keganasan tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa

submukosa dan pembesaran asimetris pada salah satu tonsil. Bila terdapat

limfadenopati , maka pembesaran kelenjar getah bening diamati pada sisi yang

sama.13

Definisi

Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna / ganas yang muncul

dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstra nodal yang ditandai dengan

proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-

sel dan derivatnya).13

Etiologi

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak

diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang

ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma

Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV.13

21

Page 22: Tonsil Dan Permasalahannya

Klasifikasi

Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari

kelenjar limfe yang terlibat. Kategori tersebut adalah limfoma Hodgkin dan non-

Hodgkin.13

Gejala Klinis

Gejala klinis tumor ganas tonsil pada stadium permulaan tidaklah jelasdan tidak

khas. Gejala yang sering ditemukan adalah rasa seperti ada benda asing di tenggorok

karena pembesaran kelenjar tonsil yang biasanya unilateral, rasa nyeri di tenggorok

bila tumor sudah menginfiltrasi daerah sekitarnya atau terdapat ulerasi. Jika tumor

sudah stadium lanjut dapat terjadi perdarahan, disfagia, trismus, pembengkakan leher

dan gangguan fungsi bernafas dan menelan.11.12

Diagnosis

Diagnosis keganasan tonsil dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik, makroskopik dan perabaan, juga pemeriksaan radiologi seperti CT

Scan atau MRI dan biopsy jaringan tumor. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan

pemeriksaan patologi anatomi dari hasil biopsy jaringan tonsil. Biopsi dapat

dilakukan dnegan cara eksisional biopsy.Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk

melihat perluasan tumor ganas tonsil tersebut. Pemeriksaan CT Scan lebih baik dalam

hal melihat metastasis ke jaringan tulang dan destruksi tulang juga melihat metastasis

ke kelenjar getahbeningservikal, sedangkan pemeriksaan MRI lebih baik dalam

melihat ada atau tidaknya perluasasn ke jaringan luanak sekitarnya.11

2.8.3. Penentuan stadium

Sub bagian Onkologi THT FKUI RSCM dalam memnentukan stadium dan

pengobatan tumor ganas tonsil merujuk pada guidelines yang dikeluarkan oleh

National Comprehensive Cancer Network (NCCN) tahun 2011: 14,15,16

T : menggambarkan keadaan tumor

22

Page 23: Tonsil Dan Permasalahannya

Tis : karsinoma in situ

T0 : tidak jelas adanya tumor primer

T1 : tumor dengan garis tengah terbesar 2cm atau kurang

T2 : tumor dengan garis tengah terbesar 2-4cm

T3 : tumor dengan garis tengah terbesar lebih dari 4 cm

T4a : tumor telah menginvansi laring, otot lidah, pterigoid medial, palatum

durum atau tulang mandibula

T4b : tumor telah menginvansi otot pterigoid lateral, tulang pterigoid,

lateral nasofaring, dasar tengkorak atau arteri karotis

Nx : metastasis regional tidak dapat ditentukan

N0 : tidak ada metastasis regional

N1 : metastasis regional dengan diameter terbesar kurang dari 3cm

N2a : metastasis single ipsilateral dengan diameter terbesar 3cm tapi kurang

dari 6cm

N2b :metastasis ipsilateral dengan dimensi terbesar kelenjar getah bening

kurnag dari 6 cm

N3 : metastasis kelenjar regional dengan diameter terbesar kelenjar getah

bening lebih dari 6cm

MX : metastasis jauh tidak dapat ditentukan

M0 : tidak ada metastasis jauh

M1 : ada metastasis jauh

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium I : T1N0M0

Stadium II : T2 N0M0

Stadium III : T3 N0M0

Stadium IVa : T4a N0M0; T4a N1 M0; T1-4 N2 M0

Stadium IVb : Tab AnyN0M0; AnyT N3M0

Stadium IVc : AnyT AnyNM1

Pengobatan

23

Page 24: Tonsil Dan Permasalahannya

Pengobatan tumor ganas tonsil dilakukan berdasarkan protocol NCCN tahun

2006. Terdapat tiga modalitas pengobatan yang dapat dilakukan yaitu operasi,

radioterapi, kemoterapi, dan kombinasi ketiganya.Untuk tumor ganas tonsil stadium I-

II dilakukan operasi dengan eksisi luas melalui transoral atau mandibulatomi dengan

diseksi leher selektif atau radikal unilateral dilanjutkan radioterapi dengan dosis 6-7

gray pasca operasi. Untuk Tumor ganas tonsil dilakukan operasi eksisi luas

dilanjutkan dnegan kemoradiasi. Untuk tumor yang tidak operable atau terdapat

metastasis jauh diberikan kemoterapi paliatif atau perawatan paliatif. Obat kemoterapi

yang dapat diberikan adalah cysplatin dengan 5-florouracil atau obat golongan taxan

atau theramicin.12Tonsilektomi

2.9.1. Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat

perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu

tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini

indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the

American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun

1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:17

Indikasi absolut

Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, disfagia berat,

gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.

Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,

kecuali jika dilakukan fase akut.

Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.

Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.

Indikasi relatif

Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun diberikan pengobatan

medik yang adekuat.

Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan

medik.

24

Page 25: Tonsil Dan Permasalahannya

Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik

dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase.

2.9.2. Kontraindikasi Tonsilektomi

Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi adalah sebagai berikut:17

Riwayat penyakit perdarahan

Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol

Anemia

Infeksi akut

2.9.3. Teknik Operasi 

Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang

masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan

kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan

jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif

dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan

baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.17

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah

teknik Guillotine dan diseksi . Beberapa teknik tonsilektomi diantaranya :17

1) Guillotine

Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan

praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas

tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil

karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.

2) Teknik Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode

pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam

anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik

kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan

menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

3) Teknik elektrokauter

25

Page 26: Tonsil Dan Permasalahannya

Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai

kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi

berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan.

Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar

pada 0,1 hingga 4 Mhz.

4) Radiofrekuensi

Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan.

Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka

kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6

minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan

berkurang.

5) Skapel harmonik

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan

mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

6) Teknik Coblation

Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena

dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk

mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan

energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media

perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar

elektroda. Kelompok plasma tersebut akan mengandung suatu partikel yang

terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan

memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler

pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu

40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.

7) Intracapsular partial tonsillectomy

 Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan

dengan menggunakanmicrodebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi

bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak

ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam

membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

8) Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl

Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini

26

Page 27: Tonsil Dan Permasalahannya

mengurangi volume tonsil dan menghilangkan reses pada tonsil yang

menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.

2.9.4. Komplikasi Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal

maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan

komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 17

Komplikasi anestesi

Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien.

Komplikasi yang dapat ditemukan berupa:17

Laringosspasme

Gelisah pasca operasi

Mual muntah

Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti

jantung

Hipersensitif terhadap obat anestesi.

Komplikasi Bedah

Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus).

Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau

dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien.

sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah

yang sama membutuhkan transfusi darah.

Nyeri

Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf

glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang

menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi

kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi17

27

Page 28: Tonsil Dan Permasalahannya

Komplikasi lain

Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000),

aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring,

lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.17

BAB III

KESIMPULAN

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Dilihat dari letak anatomis tonsil, yang

terdapat di rongga mulut, faring dan nasofaring yang merupakan port de’entry dari

bakteri dan virus, maka fungsi sebagai organ lymphoid sekunder tersebut sangatlah

bermanfaat karena menjadikannya kelenjar lymphoid terdekat.

Berbagai keadaan patologis dapat terjadi pada tonsil, seperti peradangan tonsil

baik akut maupun kronis, hipertrofi tonsil, abses peritonsil sampai dengan

terbentuknya tumor yang dapat berupa tumor ganas maupun jinak. Keadaan patologis

tersebut terkadang memberikangejala yang hampir serupa. Namun, dengan

dilakukannya anmanesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan ditunjang dengan

pemeriksaan penunjang yang adekuat, maka akan muncullah suatu diagnosis yang

tepat. Diagnosis yang tepat untuk menuju tatalaksana yang adekuat.

28

Page 29: Tonsil Dan Permasalahannya

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL. Penyakit Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Adams, Boies

Highler. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC; p. 327,327-40.

2. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan

Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin

Dunia Kedokteran No. 155, 2007 87. Available at:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKe

las.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf.

3. Bukhart. W. Squamous Cell Carcinoma of the Tonsil. Available at:

www.rdhmag.com/articles/prin/volume-29/issue-11/coloums/oral-exams/

squamous-cell-carcinoma-of-the-tonsil.html

4. Hermani B, Rusmajono. Odinofagia. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam

: Buku Ajar Ilmu bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012.

p. 190-4.

5. Meyers AD, Viswanatha B. Tonsil and Adenoid Anatomy. 2009. Available at:

www.emedicine.medsscape.com/article/1899367-overview.

6. Dell'Aringa AR, Juares AJC; de Melo C, Nard JCi, Kobari K, Filho RMP. 2005.

Histological analysis of tonsillectomy Otorrinolaringol. Available at :

http://dx.doi.org/10.1590/S0034-7299200500010000 . andadenoidectomy

specimens - January 2001 to May 2003. Rev. Bras.

29

Page 30: Tonsil Dan Permasalahannya

7. Rote NS, Huether SE. Inflammation. Huether SE, McCance KL, editors.

Understanding Pathophysiology. 3rd ed. Philadelaphia : Mosby. 2004. p.

154,171-2.

8. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem : Pertahanan Tuubuh. 6th ed.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2011. p.396-8.

9. Soepardi EA, Rusmajono. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.

Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. 7 th ed.

Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012. p. 195.

10. Cicameli GR dan Grillone GA. Inferior pole peritonsillar abscess. Otolaryngol

Head Neck Surg. 1998. p. 99-101.

11. Musa Z. Tumor Ganas Tonsil. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam :

Buku Ajar Ilmu bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012. p.

170-2.

12. Kreimer AR, Clifford GM, Boyle P, Franceschi S. Human papillomavirus types

in head and neck squamous cell carcinomas worldwide: a systematic

review. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. Feb 2005;14(2):467-75.

13. Wilson LM. Respons Tubuh Terhadap Cedera: Peradangan dan Penyembuhan.

Price SA, Wilson LM, editors. Patofisisologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 57.

14. Chung TS, Stefani S. Distant metastases of carcinoma of tonsillar region: a

study of 475 patients. J Surg Oncol. 1980;14(1):5-9

15. Loh KS, Brown DH, Baker JT, Gilbert RW, Gullane PJ, Irish JC. A rational

approach to pulmonary screening in newly diagnosed head and neck

cancer. Head Neck. Nov 2005;27(11):990-4.

30

Page 31: Tonsil Dan Permasalahannya

16. Moore EJ, Henstrom DK, Olsen KD, Kasperbauer JL, McGree ME. Transoral

resection of tonsillar squamous cell carcinoma. Laryngoscope. Mar

2009;119(3):508-15

17. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head

and Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven Publisher.

Philadelphia. P :1224, 1233-34.

31