Tonsil Dan Permasalahannya

download Tonsil Dan Permasalahannya

of 29

Transcript of Tonsil Dan Permasalahannya

BAB IPENDAHULUAN

Tenggorokan dianggap sebagai pintu masuk organisme yang menyebabkan berbagai penyakit, dan pada beberapa kasus organisme masuk ke dalam tubuh melalui pintu gerbang ini tanpa menyebabkan gejala-gejala lokal yang menarik perhatian. Penyakit-penyakit orofaring dapat dibagi menjadi beberapa yang menyebabkan sakit tenggorokan akut dan penyakit yang berhubungan dengan sakit tenggorokan kronis.1Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat.Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA. Tingginya angka kejadian ISPA dapat menunjukkan tingginya angka kejadian dari infeksi-infeksi di tenggorokan. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.2Selain infeksi yang terjadi pada tonsil baik akut maupun kronis, keganasan juga dapat terjadi di tonsil. Tumor ganas tonsil merupakan bagian dari tumor orofaring disamping tumor dasar lidah, dinding faring dan palatum mole. Tumor ini sangat jarang terjadi. Di Amerika insiden tumor ini hanya 0,8 per 100.000 penduduk. Di bagian THT FKUI RSCM angka kejadian tumor tonsil ini banyak ditemukan pada usia dekade 4-6, 54% pada laki-laki dan 46% sisanya pada perempuan. Sebuah badan patologi di Amerika mempunyai data dari tahun 1945 1976 ada sekitar 70% lebih dari keganasan di wilayah ini adalah karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa menyerang 3 4 kali lebih sering pada laki laki dibandingkan wanita dan sebagian besar berkembang dalam decade kelima kehidupan. Limfoma tonsil adalah keganasan yang paling sering terjadi nomor dua.3,4

BAB IITONSIL

2.1. DEFINISITonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.52.2. EMBRIOLOGI TONSILPada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi oleh epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.62.3. ANATOMI TONSILTonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.5,6Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba Eustachius.5,6

Gambar 2.1. Visualisasi Tonsil. Tonsila palatina ( ), tonsila faringeal ( ), tonsila lingual ( )Tonsil PalatinaTonsil palatina yang pada umumnya disebut sebagai amandel, adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.5,6Tonsil palatina terletak di lateral orofaring dan dibatasi olehm. konstriktor faring superior pada bagian lateral, m. Palatoglosus pada bagian anterior, m. Palatofaringeus pada bagian posterior, palatum mole pada bagian superior dan tonsil lingual pada bagian inferior.Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid).6Fosa Tonsil PalatinaFosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.5.6Kapsul Tonsil PalatinaBagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.6Plika TriangularisTerletak diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.6Vaskularisasi Tonsil PalatinaTonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitua. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden; a. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; a. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal; dan A. faringeal asenden.5 Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh a. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh a. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh a. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh a. faringeal asenden dan a.palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.5,6

Gambar 2.2.PerdarahanTonsila Palatina6Aliran LimfatikAliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m.sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.5,6PersarafanTonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut n. Trigeminal melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.5,6Pengukuran Tonsil PalatinaPenentuan besar tonsil perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pembesaran. Pengukuran ini menggunakan batas dari struktur anatomi di sekitar tonsil sebagai acuan.5 T0: post tonsilektomi.5 T1: tonsil masih berada di dalam Fossa Tonsilaris.5 T2:tonsil sudah melewati pillar anterior, namun belum melewati garis para median (pillar posterior).5 T3 :tonsil sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median.5 T4 : tonsil sudah melewati garis median.5

Gambar 3.1. Grading Ukuran Tonsila Palatina oleh L. Brodsky. 7Tonsil FaringeaTonsila faringea atau disebut juga dengan adenoid adalah jaringan limfo epitelial berebentuk triangular yang terletak pada aspek posterior superior dari palatum molle. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks osteomeatal pada bagian lateral.5Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.5,6

2.4. FISIOLOGI TONSILDilihat dari letak anatomis tonsil, yang terdapat di rongga mulut, faring dan nasofaring yang merupakan port deentry dari bakteri dan virus, maka fungsi sebagai organ lymphoid sekunder tersebut sangatlah bermanfaat karena menjadikannya kelenjar lymphoid terdekat.Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.8,9Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi. Tonsil memegang peranan baik dalam mekanisme pertahanan spesifik maupun non-spesifik. Pada mekanispesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.8-10

2.5. TONSILITISTonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiriatas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlachs tonsil).Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.32.5.1. Tonsilitis AkutA. Tonsilitis ViralTonsilitis akut dapat disebabkan oleh viral ataupun bakteri. Gejala tonsilitas viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri di tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsislitis akut supuratif. Bila terjadi infeski virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri akan dirasakan oleh pasien.3TerapiIstirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala cukup berat.3B. Tonsilitis BakterialRadang akut pada tonsil juga dapat disebabkan oleh bakteri, anatara lain kuman grup A Setretokokus hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus viridans dan streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.3Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk sebuah membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.3

Gejala dan tandaMasa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dnegan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Rasa nyeri di telinga ini diakibatkan karena nyeri alih (reffered pain) melalui saraf n. Glossofaringeus. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.3

TerapiAntibiotika spectrum lebar penisilin, eritromisin,. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung disinfektan.3

KomplikasiKomplikasi tonsilitis akut adalah otitis media akut, terutama pada anak anak, abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut, miokarditis dan arthritis.3

2.5.2. Tonsilitis MembranosaPenyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah tonsilitis difteri, tonsilitis septik, angina plaut Vincent, penyakit kelainan darah, proses spesifik lues dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis, infeksi virus morbili.3

A. Tonsilitis DifteriTonsilitis difteri disebabkan oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidup di saluran nafas begian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2 5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.3

Gejala dan tandaGambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin.3Gejala umum, hamper sama dengan gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadilambat serta keluhan nyeri menelan.3Gejal alokal berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu. Membran ini meluas kepalatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.3Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, yaitu miokarditis dan decompensatio cordis.3

TerapiPemberian anti difteri serum (ADS) dapat diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000 100.000 unit tergantung umur dan beratnya penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari. Selain itu, diberikan kortikosteroid 1,2 mg/kgBB per hari. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi dan harus istirahat di tempat tidurselama 2 3 minggu.3B. Tonsilitis SeptikPenyebab dari tonsilitis septik adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi, namun jarang ditemukan di Indonesia.3C. Angina Plaut VincentPenyebab penyakit ini adalah kurangnya higiene mulut, defisiensi vitamin C serta kuman spirilum dan basil fusi form.3

Gejala dan tandaGejala penyakit ini berupa demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Dari pemeriksaan fisik dapat dilihat mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.3TerapiTerapi penyakit ini adalah dengan memperbaiki hygiene mulut, antibiotic spektrum lebar selama 1 minggu, vitamin B kompleks dan vitamin C.32.5.3. Tonsilitis KronikFaktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.3Karena proses radang yang timbul berulang maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan shingga kripti melebar. Secara klinis, kripti tampak diisi oleh detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak, proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.1,3Gejala dan TandaPada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering dan nafas berbau.3TerapiTerapi local tonsillitis kronis ditujukan kepada hygiene mulut, dengan berkumur atau obat hisap.Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.3KomplikasiRadang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa sinusitis kronis, sinusitis atau otitis media secara per kontinuitatum. Komplikasi yang jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.3

2.6. TONSILEKTOMI

2.6.1. Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:1,3A. Indikasi absolut Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal. Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam. Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.B. Indikasi relatif Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun diberikan pengobatan medik yang adekuat. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik. Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -laktamase.

2.6.2. Kontraindikasi TonsilektomiAdapun kontraindikasi dari tonsilektomi adalah sebagai berikut:1,3 Riwayat penyakit perdarahan Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol Anemia Infeksi akut

2.6.3. Komplikasi TonsilektomiTonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 1,3A. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa:1,3 Laringosspasme Gelisah pasca operasi Mual muntah Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung Hipersensitif terhadap obat anestesi. B. Komplikasi Bedah1,3 Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. Nyeri Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasiC. Komplikasi lain Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.1,3

TUMOR TONSIL

EtiologiPenyebab pasti karsinoma tonsil sampai aat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor predisposisi dilaporkan memengaruhi terjadinya tumor ini, antara lain perokok berat, peminum alcohol, hygiene, mulut yang kurang baik, dan orang ynag suka mnyusur tembakau.12Menurut National Comprehensive Cancer Network, faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru baru ini ada indikasi bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein Barr ( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti sebagai ancaman.13HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel sel basal epitel dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring. Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 paling sering dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6 dan E7, yang telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik. Oncoprotein E6 menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7 merupakan tumor suppressor retinoblastoma ( Rb ). Hilangnya Rb menyebakan akumulasi p16, yang biasanya akan menghambat perkembangan siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 / CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda aktivitas HPV.13

PatofisiologiKarsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya menyebar sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan dasar lidah. Selain itu, penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi oleh otot superior konstriktor yang mungkin berisi penyebaran karsinoma.13Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor untuk mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot otot pterigoid atau mandibular. Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan dasar tengkorak dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian lateral. Akhirnya keterlibatan yang luas dalam ruang parafaring mungkin melibatkan arteri karotis.13Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak kurang lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase ke kelenjar getah bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa tonsil terjadi sekitar 15 30%. Lokasi yang paling umum adalah paru paru, diikuti oleh hati dan kemudian tulang.13Klasifikasi Tumor TonsilTumor pada tonsil dapat diklasifikasikan berdasarkan keganasannya, menjadi tumor tonsil jinak dan tumor tonsil ganas. Adapun yang termasuk tumor jinak tonsil adalah kista tonsil, papilloma tonsil dan papiloma tonsil.Sedangkan yang termasuk ke dalam tumor ganas tonsil ialah karsinoma sel skuamosa, limfoma malignum dan tumor kelenjar liur yang berasal dari kelenjar liur minor di palatum mole, uvula atau kapsul tonsil. Bentuk karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan yang terbanyak (70%), sedangkan limfoma malignum hanya 25% dan tumor kelenjar liur hanya 5%.11,12

Tabel 2.1.Klasifikasi Tumor Tonsil12

Tumor Jinak TonsilKista TonsilKista epitel tonsil merupakan jenis yang cukup sering. Permukaannya berkilau, halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan gejala apapun, akan tetapi kista yang lebih besar akan menyebabkan suatu benjolan di tenggorokan dan mungkin perlu di operasi.13

Gambar 4.1. Kista tonsil pada dinding faring sisi lateral kanan13Papiloma TonsilPapilloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil ataupilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada bagian posteriornya.13Polip TonsilMassa tonsil tersebut menunjukkan gambaran polip pada pemeriksaan histologi.13

Tumor Ganas Tonsil

Karsinoma Sel Squamosaa. EtiologiMenurut National Cancer Institute, faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru baru ini ada indikasi bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein Barr ( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human Papilloma Virus ( HPV ) telah terbukti sebagai ancaman.13HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel sel basal epitel dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring.13b. Gambaran histologisKarsinoma sel skuamosa tonsil palatina adalah sel dengan diferensiasi buruk. Meskipun pada dasarnya adalah karsinoma sel skuamosa, di daerah ini telah juga terdapat beberapa jenis sel yaitu yaitubasosquamos Nonkeratinizing carcinoma ( sel transisional atau tipe sinonasal ) dan undifferentiated atau lymphoepithelioma type.13

Limfoma MalignaLimfoma sulit dibedakan dengan undifferentiated karsinoma dan limfoma marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut memerlukan sejumlah besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar (dalam normal saline, bukan dalam larutan formaldehida) kepada ahli patologi. Ini merupakan alasan mengapa setelah tonsilektomi lebih baik di periksa jaringannya.Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada keganasan tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa submukosa dan pembesaran asimetris pada salah satu tonsil. Bila terdapat limfadenopati , maka pembesaran kelenjar getah bening diamati pada sisi yang sama.13a. DefinisiLimfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna / ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstra nodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).13b. EtiologiLimfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV.13c. KlasifikasiDua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe yang terlibat. Kategori tersebut adalah limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.13

Gejala KlinisGejala klinis tumor ganas tonsil pada stadium permulaan tidaklah jelasdan tidak khas. Gejala yang sering ditemukan adalah rasa seperti ada benda asing di tenggorok karena pembesaran kelenjar tonsil yang biasanya unilateral, rasa nyeri di tenggorok bila tumor sudah menginfiltrasi daerah sekitarnya atau terdapat ulerasi. Jika tumor sudah stadium lanjut dapat terjadi perdarahan, disfagia, trismus, pembengkakan leher dan gangguan fungsi bernafas dan menelan.11.12DiagnosisDiagnosis keganasan tonsil dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, makroskopik dan perabaan, juga pemeriksaan radiologi seperti CT Scan atau MRI dan biopsy jaringan tumor. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dari hasil biopsy jaringan tonsil. Biopsi dapat dilakukan dnegan cara eksisional biopsy.Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk melihat perluasan tumor ganas tonsil tersebut. Pemeriksaan CT Scan lebih baik dalam hal melihat metastasis ke jaringan tulang dan destruksi tulang juga melihat metastasis ke kelenjar getahbeningservikal, sedangkan pemeriksaan MRI lebih baik dalam melihat ada atau tidaknya perluasasn ke jaringan luanak sekitarnya.1

Penentuan stadiumSub bagian Onkologi THT FKUI RSCM dalam memnentukan stadium dan pengobatan tumor ganas tonsil merujuk pada guidelines yang dikeluarkan oleh National Comprehensive Cancer Network (NCCN) tahun 2011:14-6T: menggambarkan keadaan tumorTis: karsinoma in situ T0: tidak jelas adanya tumor primerT1: tumor dengan garis tengah terbesar 2cm atau kurangT2: tumor dengan garis tengah terbesar 2-4cmT3: tumor dengan garis tengah terbesar lebih dari 4 cmT4a: tumor telah menginvansi laring, otot lidah, pterigoid medial, palatum durum atau tulang mandibulaT4b: tumor telah menginvansi otot pterigoid lateral, tulang pterigoid, lateral nasofaring, dasar tengkorak atau arteri karotisNx: metastasis regional tidak dapat ditentukanN0: tidak ada metastasis regionalN1: metastasis regional dengan diameter terbesar kurang dari 3cmN2a: metastasis single ipsilateral dengan diameter terbesar 3cm tapi kurang dari 6cmN2b:metastasis ipsilateral dengan dimensi terbesar kelenjar getah bening kurnag dari 6 cmN3: metastasis kelenjar regional dengan diameter terbesar kelenjar getah bening lebih dari 6cmMX: metastasis jauh tidak dapat ditentukanM0: tidak ada metastasis jauhM1: ada metastasis jauhStadium 0: Tis N0 M0Stadium I: T1N0M0Stadium II: T2 N0M0Stadium III: T3 N0M0Stadium IVa: T4a N0M0; T4a N1 M0; T1-4 N2 M0Stadium IVb: Tab AnyN0M0; AnyT N3M0Stadium IVc: AnyT AnyNM1

PengobatanPengobatan tumor ganas tonsil dilakukan berdasarkan protocol NCCN tahun 2006. Terdapat tiga modalitas pengobatan yang dapat dilakukan yaitu operasi, radioterapi, kemoterapi, dan kombinasi ketiganya.Untuk tumor ganas tonsil stadium I-II dilakukan operasi dengan eksisi luas melalui transoral atau mandibulatomi dengan diseksi leher selektif atau radikal unilateral dilanjutkan radioterapi dengan dosis 6-7 gray pasca operasi. Untuk Tumor ganas tonsil dilakukan operasi eksisi luas dilanjutkan dnegan kemoradiasi. Untuk tumor yang tidak operable atau terdapat metastasis jauh diberikan kemoterapi paliatif atau perawatan paliatif. Obat kemoterapi yang dapat diberikan adalah cysplatin dengan 5-florouracil atau obat golongan taxan atau theramicin.12

BAB IIIKESIMPULAN

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Dilihat dari letak anatomis tonsil, yang terdapat di rongga mulut, faring dan nasofaring yang merupakan port deentry dari bakteri dan virus, maka fungsi sebagai organ lymphoid sekunder tersebut sangatlah bermanfaat karena menjadikannya kelenjar lymphoid terdekat.Berbagai keadaan patologis dapat terjadi pada tonsil, seperti peradangan tonsil baik akut, maupun kronis sampai dengan terbentuknya tumor yang dapat berupa tumor ganas maupun jinak. Keadaan patologis tersebut terkadang memberikangejala yang hampir serupa. Namun, dengan dilakukannya anmanesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang yang adekuat, maka akan muncullah suatu diagnosis yang tepat. Diagnosis yang tepat untuk menuju tatalaksana yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL. Penyakit Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Adams, Boies Highler. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC; p. 327,327-40.2. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007 87. [Online]. [Cited on 2014]. Available at:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf/155_10TonsilitasKronikPrestasiBelajarKelas.pdf.3. Soepardi EA, Rusmajono. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012. p. 195. 4. Bukhart. W. Squamous Cell Carcinoma of the Tonsil. [Online]. [Cited on 2014]. Available at: www.rdhmag.com/articles/prin/volume-29/issue-11/coloums/oral-exams/squamous-cell-carcinoma-of-the-tonsil.html5. Hermani B, Rusmajono. Odinofagia. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012. p. 190-4. 6. Meyers AD, Viswanatha B. Tonsil and Adenoid Anatomy. [Online]. [Cited on 2013]. Available at: emedicine.medsscape.com/article/1899367-overview.7. Dell'Aringa AR, Juares AJC; de Melo C, Nard JCi, Kobari K, Filho RMP. 2005. Histological analysis of tonsillectomy and adenoidectomy specimens - January 2001 to May 2003. Rev. Bras. Otorrinolaringol [Online], [Cited 2014 August 15th]. Available at http://dx.doi.org/10.1590/S0034-7299200500010000.8. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; EGC; 2011. p.396-8.9. Rote NS, Huether SE. Inflammation. Huether SE, McCance KL, editors. Understanding Pathophysiology. 3rd ed. Philadelaphia, PA: Mosby; 2004; p. 154,171-2.10. Sherwood L. Pertahanan Tubuh. Santoso BI, editor. Fisisologi Manusia. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001; p. 405.11. Wilson LM. Respons Tubuh Terhadap Cedera: Peradangan dan Penyembuhan. Price SA, Wilson LM, editors. Patofisisologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 57.12. Musa Z. Tumor Ganas Tonsil. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2012. p. 170-2.13. Kreimer AR, Clifford GM, Boyle P, Franceschi S. Human papillomavirus types in head and neck squamous cell carcinomas worldwide: a systematic review.Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. Feb 2005;14(2):467-7514. Chung TS, Stefani S. Distant metastases of carcinoma of tonsillar region: a study of 475 patients.J Surg Oncol. 1980;14(1):5-915. Loh KS, Brown DH, Baker JT, Gilbert RW, Gullane PJ, Irish JC. A rational approach to pulmonary screening in newly diagnosed head and neck cancer.Head Neck. Nov 2005;27(11):990-4.16. Moore EJ, Henstrom DK, Olsen KD, Kasperbauer JL, McGree ME. Transoral resection of tonsillar squamous cell carcinoma.Laryngoscope. Mar 2009;119(3):508-15

18