Toksoplasmosis

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pada hewan disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup kompleks, mulai dari diri hewan itu sendiri sampai hal yang ada di luar hewan tersebut. Salah satu penggolongan penyakit hewan adalah berdasarkan agen penyebab/etiologi, yaitu etiologi infeksius dan non- infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang etiologinya adalah mikrorganisme, yang menyebabkan sakit dengan cara menginfeksi hewan, sedangkan penyakit non- infeksius adalah penyakit yang etiologinya bukan mikroorganisme, misalnya akibat abnormalitas fungsi tubuh, kelainan metabolisme, defisiensi nutrisi, penyakit maternal, dan lain-lain. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit infeksius adalah bakteri, virus, fungi, parasit, dan amoeba. Semua agen penyakit tersebut memiliki peran yang sama penting, namun penyakit parasitik memiliki kepentingan tersendiri karena keberadaannya hampir dapat dipastikan dalam tubuh setiap hewan. Mulai dari menyebabkan gejala klinis sampai subklinis, keberadaan parasit sangat merugikan hewan tersebut karena menyerap 1

description

Description of toxoplasmosis

Transcript of Toksoplasmosis

BAB I

PENDAHULUANA. Latar BelakangPenyakit pada hewan disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup kompleks, mulai dari diri hewan itu sendiri sampai hal yang ada di luar hewan tersebut. Salah satu penggolongan penyakit hewan adalah berdasarkan agen penyebab/etiologi, yaitu etiologi infeksius dan non-infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang etiologinya adalah mikrorganisme, yang menyebabkan sakit dengan cara menginfeksi hewan, sedangkan penyakit non-infeksius adalah penyakit yang etiologinya bukan mikroorganisme, misalnya akibat abnormalitas fungsi tubuh, kelainan metabolisme, defisiensi nutrisi, penyakit maternal, dan lain-lain.Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit infeksius adalah bakteri, virus, fungi, parasit, dan amoeba. Semua agen penyakit tersebut memiliki peran yang sama penting, namun penyakit parasitik memiliki kepentingan tersendiri karena keberadaannya hampir dapat dipastikan dalam tubuh setiap hewan. Mulai dari menyebabkan gejala klinis sampai subklinis, keberadaan parasit sangat merugikan hewan tersebut karena menyerap banyak unsur dari tubuh hewan untuk dijadikan nutrisinya. Parasit pada tubuh hewan diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yaitu ektoparasit yang menginfestasi bagian luar dan permukaan tubuh hewan serta endoparasit yang menginfeksi internal tubuh hewan.Salah satu penyakit akibat parasit adalah toksoplasmosis. Toksoplasmosis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh endoparasit protozoa Toxoplasma gondii. Protozoa adalah mikroorganisme obligat bersel tunggal yang memiliki sifat makhluk hidup yaitu motil dan fagosit. Host definitive dari protozoa ini adalah kucing namun dapat menginfeksi juga semua hewan homoiterm termasuk manusia sehingga penyakit toksoplamosis ini dikelompokkan dalam penyakit zoonosis.Penularan antar kucing, ke hewan lain ataupun ke manusia terjadi melalui transmisi vertikal kepada fetus, konsumsi daging mentah hewan terinfeksi dan kontak dengan benda yang tercemar bentuk ookista T. gondii dari feses kucing. Dampak zoonosis toksoplasmosis paling bahaya jika menginfeksi manusia pada keadaan pregnansi, karena dapat meyebabkan abortus spontan atau abnormalitas pada fetus. Sifat zoonosis dari penyakit inilah yang menyebabkan pengendalian dan pencegahannya menjadi sangat strategis, mengingat kucing merupakan hewan peliharaan yang sering berinteraksi dengan manusia. Selain itu, hewan terinfeksi juga sering tanpa gejala klinis/subklinik sehingga pengetahuan tentang kejadian penyakit serta morfologi, siklus hidup dan patogenesa dari T. gondii penting untuk mengambil langkah pencegahan bahkan pengobatan yang tepat pada hewan maupun pada manusia.B. TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui morfologi, siklus hidup, dan patogenesis dari Toxoplasma gondii, serta untuk mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan, diagnosa, pencegahan, pengobatan dan epidemiologi toksoplasmosis di Indonesia.BAB IIPEMBAHASANA. Morfologi Toxoplasma gondiiNama Toxoplasma gondii berasal dari dua suku kata. Toxoplasma berasal dari kata toxon (bahasa Yunani) yang berarti busur yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari takizoit, dan nama gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii yaitu nama rodensia dari Afrika Utara di mana parasit tersebut untuk pertama kali diisolasi (Subekti dan Arrasyid, 2006).Domain:Eukaryota

Kingdom:Chromalveolata

Superphylum:Alveolata

Phylum:Apicomplexa

Class:Conoidasida

Order:Eucoccidiorida

Family:Sarcocystidae

Subfamily:Toxoplasmatinae

Genus:Toxoplasma

Species:T. gondii

Toxoplasma gondii memiliki 3 fase infeksi yaitu takizoit, bradizoit dalam bentuk kista di jaringan dan sporozoit dalam bentuk ookista. Takizoit adalah fase di mana parasit ini berkembang dengan cepat pada host intermedier (seperti manusia) setelah infeksi. Fase ini juga dapat menyebar melalui transmisi kongenital, transplantasi, transfusi darah ataupun akibat insiden di laboratorium. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4 8 m, lebar 2 4 m dan mempunyai membran sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi.Kista dibentuk di dalam sel host bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 m berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot lurik. Kista berbentuk lonjong atau bulat di otak, dan di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot.Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11 14 x 9 11 m. Ookista memiliki dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Perkembangan selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2 m. Toxoplasma gondii diklasifikasikan dalam kelas Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian (Yuadza, 2011).

Gambar 1. Takizoit

Gambar 2. Bradizoit

Gambar 3. Ookista

Gambar 4. Toxoplasma gondii B. Siklus Hidup Toxoplasma gondiiSiklus hidup dari T. gondii secara prinsip terbagi atas dua yaitu siklus seksual dan aseksual. Siklus hidup seksual dan aseksual terjadi pada host definitif, sedangkan pada host intermedier hanya terjadi siklus aseksual. Siklus hidup seksual terjadi karena adanya peleburan gamet yang masing-masing berisi kromosom haploid. Perkembangan aseksual terjadi karena pembelahan vegetatif yaitu organisme berkembang dengan membelah diri. Siklus hidup T. gondii berlangsung secara enteroepitelial dan ekstraintestinal pada host definitif. Host intermedier hanya mengalami stadium aseksual enteroepitelial maupun ekstraintestinal. Bentuk enteroepitelial bermakna proses siklus hidup terjadi di dalam sel epitel usus, sedangkan ekstraintestinal berarti proses siklus hidup terjadi di luar sel epitel usus.Siklus hidup pada host definitif

Tertelannya ookista yang telah bersporulasi akan mengakibatkan terjadinya ekskistasi. Ekskistasi merupakan proses terlepasnya sporozoit dari ookista karena efek mekanik dan enzimatik di dalam saluran pencernaan host. Hal serupa juga terjadi apabila yang tertelan adalah kista jaringan dari mangsa (untuk host definitif dan host intermedier) ataupun pangan hewani (untuk manusia). Adanya proses mekanis dan enzimatis dalam saluran pencernaan mengakibatkan keluarnya bradizoit. Sporozoit ataupun bradizoit kemudian menginfeksi sel epitel usus dari host definitif ataupun host intermedier dan berubah menjadi takizoit untuk mengawali perkembangan siklus seksual dan aseksual. Toxoplasma gondii pada sel epitel usus host definitif mengalami perkembangan aseksual (schizogoni) maupun seksual (gametogoni) yang diakhiri dengan terbentuknya ookista. Interval waktu sejak terjadi infeksi secara oral sampai keluarnya ookista disebut periode prepaten. Periode prepatennya sekitar 18 hari apabila yang tertelan secara oral adalah ookista, 13 hari jika yang tertelan adalah takizoit, dan 3 10 hari jika yang tertelan adalah kista. Setelah sporozoit menginfeksi sel epitel usus kucing, dalam waktu 12 jam (Gambar 5) mulai terbentuk skizon generasi pertama. Toxoplasma gondii memiliki 5 generasi skizon selama siklus aseksual dalam tubuh host definitifnya. Generasi pertama skizon (skizon tipe A) terjadi 12 jam setelah infeksi, di mana sporozoit berkembang dalam suatu meron dan menghasilkan 2 3 merozoit. Merozoit tersebut kemudian akan keluar dari sel epitel dan menginfeksi sel epitel baru untuk berkembang menjadi skizon tipe B (skizon generasi kedua) yang berisi 2 30 merozoit. Skizon tipe B terbentuk kira kira 24 54 jam setelah infeksi. Demikian seterusnya sampai terbentuk skizon tipe D dan E (skizon generasi keempat dan kelima). Skizon tipe D berisi sekitar 2 35 merozoit sedangkan skizon tipe E berisi 4 24 merozoit. Setelah terbentuk skizon tipe D dan E, selanjutnya dimulailah siklus seksual. Belum diketahui secara pasti merozoit dari skizon generasi manakah yang membentuk mikro dan makrogamet, namun diperkirakan merozoit dari skizon tipe D dan E yang menjadi awal pembentukan mikro dan makrogamet. Selama mikrogametosis, sporosit dalam mikrogamon membelah menjadi 10 21 makrogamet. Mikrogamet tersebut bergerak secara aktif dengan flagelanya menuju makrogamet dengan menembus sel epitel serta melakukan fertilisasi sehingga terbentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi ookista. Ookista akan keluar bersama feses kucing dan mengalami sporulasi (pematangan) di lingkungan 1 5 hari. Secara umum, kucing dapat menghasilkan 360 juta ookista dalam satu hari. Ookista tersebut akan terus diproduksi dan dikeluarkan selama 4 6 hari. Siklus aseksual dalam tubuh kucing juga terjadi pada sel-sel berinti di luar sel epitel usus (Gambar 5). Sporozoit yang menginfeksi sel-sel berinti selain usus akan berkembang menjadi takizoit dalam kurun waktu 24 jam setelah infeksi. Selanjutnya takizoit tersebut membelah diri secara endodiogoni. Setelah takizoit memperbanyak diri, maka takizoit tersebut akan menghancurkan sel tempatnya berkembang untuk keluar dan menginfeksi sel lain di sekitarnya. Siklus aseksual pun dimulai lagi dengan pembelahan endodiogoni. Pada kucing maupun host intermedier lainnya, kista jaringan mulai terbentuk setelah 10 hari atau 2 3 minggu pascainfeksi. Kista jaringan tersebut akan bertahan lama sampai terjadi lisis sehingga bradizoit terbebas dan mengalami reaktivasi menjadi takizoit.Siklus hidup pada host intermedierToxoplasma gondii hanya mengalami perkembangan aseksual dengan dua bentuk parasit yang berbeda pada host intermedier. Masing-masing adalah bentuk takizoit dan kista yang berisi bradizoit. Takizoit merupakan bentuk multiplikatif aktif dan cepat yang berkaitan dengan manifestasi klinis toksoplasmosis akut. Bradizoit merupakan stadium multiplikatif lambat dan relatif non-invasif dengan membentuk kista yang berkaitan dengan infeksi kronis. Host intermedier T. gondii tidak hanya terbatas pada mamalia darat tetapi juga mamalia air seperti lumba-lumba dan paus. Host intermedier lainnya adalah bangsa unggas (aves) baik unggas darat, unggas air, unggas udara yang liar maupun yang terdomestikasi. Setiap ookista yang dikeluarkan oleh host definitif akan mengalami sporulasi sehingga terbentuk dua sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit. Ookista yang telah bersporulasi tersebut merupakan salah satu stadium infektif yang dapat menginfeksi host intermedier seperti burung, mamalia dan juga manusia. Selanjutnya T. gondii akan menyebar ke berbagai sistem organ melalui pembuluh limfe maupun pembuluh darah. Proses perkembangan dan siklus hidup takizoit dalam tubuh host intermedier serupa dengan siklus hidup aseksual yang terjadi pada tubuh kucing (Gambar 5 dan 6). Perbedaan yang ada hanya terbatas pada lokasi kista yang umum dijumpai pada masing-masing hewan. Perbedaan lokasi jaringan yang dominan mengandung kista dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah rute infeksi, sistem imun dan perbedaan struktur seluler dan molekuler masing-masing hewan dan manusia. Siklus aseksual yang terjadi pada usus host intermedier berbeda dengan siklus aseksual pada usus kucing. Siklus aseksual pada usus host intermedier serupa dengan siklus aseksual pada sel berinti selain sel epitel usus dalam tubuh kucing (Yuadza, 2011).

Gambar 5. Siklus hidup Toxoplasma gondii pada tubuh host definitif (A: Enteroepitelial; B: Ekstraintestinal).

Gambar 6. Siklus hidup lengkap T. gondiiC. Patogenesis dan Gejala Klinis ToksoplasmosisPengetahuan patogenesis yang ada dewasa ini menunjukkan bahwa pada dasarnya takizoit dapat menginfeksi hampir semua jenis sel berinti berbagai jenis hewan dan manusia bahkan juga insekta. Jaringan atau organ yang umumnya diinvasi pada hewan di antaranya adalah hati, ginjal, otak, otot skeletal, diafragma dan jantung. Proses masuknya takizoit ke dalam sel merupakan proses yang aktif dan sangat singkat. Masuknya takizoit ke dalam sel target hanya memerlukan waktu sekitar 15 30 detik, sementara itu proses fagositosis yang dilakukan oleh sel fagositik memerlukan waktu sekitar 2 4 menit (Subekti dan Arrasyid, 2006).

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh, akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak karena di lokasi tersebut parasit memiliki afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan saraf yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal (Yuadza, 2011).

Takizoit dapat menembus retina, otak dan barrier plasenta. Infeksi primer pada fetus host intermedier (manusia) diawali dengan masuknya darah induk yang mengandung T. gondii ke dalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis. Keadaan patologik yang ditimbulkan manifestasinya sangat tergantung pada usia kehamilan. Toksoplasmosis jarang menimbulkan gejala klinis yang nyata tetapi dengan uji serologis dapat diketahui prevalensinya. Hal ini diduga berkaitan dengan virulensi parasit, kerentanan host terhadap infeksi, umur dan imunitas host.Infeksi toksoplasmosis dapat bersifat akut, sub akut, kronis dan kongenital. Infeksi kongenital adalah yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan abortus, stillbirth (lahir mati) ataupun lahir cacat. Usus merupakan lokasi infeksi pertama. Infeksi berat akibat menelan ookista akan mengakibatkan lesi pada usus sampai terjadi kematian pada anak kucing atau hewan lain, sedangkan pada manusia biasanya terjadi pembengkakan limfoglandula mesenterika dan terjadi degenerasi sel parenkim pada hati. Selama stadium akut, takizoit akan mengalami replikasi dengan cepat dan siap mengadakan invasi serta melisiskan sel inang. Takizoit yang telah menginfeksi sel, hidup dalam suatu vakuola parasitoforus yang mengalami suatu modifikasi sehingga tidak dapat fusi dengan kompartemen intrasel lisosom dan menyebabkan parasit mampu bertahan hidup serta berkembang untuk jangka waktu lama di dalam sel. Pada manusia gejala klinis infeksi akut adalah nyeri, pembesaran beberapa limfoglandula, demam, sakit kepala, nyeri otot, anemia dan kadang komplikasi paru-paru (Hartati, 2011).D. Diagnosis ToksoplasmosisDiagnosis toksoplasmosis baik pada manusia maupun hewan secara klinis sulit ditegakkan karena gejalanya tidak menciri dan mirip dengan penyakit infeksi lainnya. Untuk meyakinkan diagnosis dapat dilakukan isolasi parasit dengan cara menginokulasi jaringan pada mencit atau hewan coba yang peka, namun cara ini memerlukan waktu yang lama dan kurang sensitif.

Diagnosis yang biasa dilakukan adalah berdasarkan uji serologis untuk mendeteksi antibodi. Ada beberapa metode yang dapat digunakan yaitu tes warna Sabin dan Feldman, Indirect Flourescent Antibody Test (IFAT), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), dan Indirect Haemaglutination Test (IHA). Dari kesemuanya, uji warna Sabin dan Feldman adalah yang paling sering digunakan. Pemeriksaan feses juga dapat dilakukan untuk melihat adanya ookista T. gondii namun relatif tidak sensitif dan spesifik. Pelepasan ookista dapat terjadi meskipun kucing tidak menunjukkan gejala klinis. Selain itu, ookista T. gondii sulit dibedakan dengan ookista coccidian lainnya seperti Hammondia dan Besnoitia yang juga menginfeksi kucing.

Diagnosis molekuler dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi asam nukleat (DNA) banyak digunakan pada toksoplasmosis kongenital dan individu immunocompromised karena cukup sensitif dan spesifik. Ada satu metode diagnosis lagi yang ditemukan kemudian yaitu LAMP (Loop-Mediated Amplification) berbasis gen surface antigen 1 (SAG1) T. gondii yang ternyata lebih sensitif dibandingkan metode PCR. Hal ini menjadi harapan baru untuk diaplikasikan karena metode LAMP tidak memerlukan peralatan mahal seperti PCR (Hartati, 2011).E. Pencegahan dan Pengobatan ToksoplasmosisLangkah pencegahan di kucing dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk tujuan yang berbeda pula. Pertama, tidak memberikan kucing daging hewan liar untuk mencegah terinfeksi bradizoit. Kedua, mengandangkan kucing agar terhindar dari infeksi bradizoit dari hewan mangsanya. Ketiga, pemberian vaksinasi pada kucing peliharaan untuk mencegah eksresi ookista. Vaksinasi dapat menurunkan tingkat kontaminasi ookista dari kucing terhadap lingkungan. Administrasi oral dari vaksinasi menghasilkan infeksi intestinal namun tidak sampai pada tahap mampu menghasilkan ookista pada kucing sehingga dapat menginduksi sistem imun kucing tersebut. Sementara itu, untuk mencegah penularan ke manusia, pengetahuan tentang siklus hidup T. gondii sangat penting. Salah satu cara yang paling tepat adalah menghindari resiko terpapar kista T. gondii melalui konsumsi daging dari hewan yang sudah terinfeksi T. gondii. Bradizoit yang terdapat di dalam daging dapat mati pada suhu 58 C selama 10 menit atau 61 C selama 4 menit. Bradizoit juga dapat mati secara langsung pada suhu -13 C. Selain itu, papan iris, pisau, dan segala peralatan yang berkontak langsung dengan daging dapat dicuci menggunakan sabun untuk membunuh bradizoit dan kista infektif yang mungkin ada. Kebiasaan mencuci tangan dengan air sabun hangat setelah mengolah daging juga penting sebagai langkah pencegahan (Bowman et al., 2002).Tidak ada agen kemoterapi yang dapat digunakan untuk pengibatan toksoplasmosis di kucing. Pengobatan yang dapat dipakai adalah dengan pemberian clindamycin yang terbukti efektif. Beberapa rekomendasi pengobatan pada kucing dengan toksoplasmosis dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 1. Pengobatan toksoplasmosis pada kucing

F. Epidemiologi Toksoplasmosis

Distribusi T. gondii tersebar luas di seluruh dunia, sedangkan prevalensinya (tingkat kejadian) bervariasi tergantung pada kepekaan spesies, perbedaan jumlah sampel, iklim, geografis, metode diagnosis dan keberadaan kucing pada suatu daerah. Toksoplamosis kongenital telah terjadi di Indonesia, beberapa anak yang baru lahir dilaporkan mempunyai anomali bawaan yang disebabkan oleh T. gondii. Tingkat seroprevalensi penyakit ini pada manusia adalah 2 63% dan pada kucing 35 73%. Toksoplasmosis di Indonesia juga merupakan penyebab kebutaan urutan kedua pada manusia.

Prevalensi toksoplasmosis pada domba, kambing, sapi dan babi di Yogyakarta berturut-turut adalah 50%, 18%, 2%, dan 44%. Dilaporkan bahwa prevalensi toksoplasmosis di Rumah Potong Hewan Surakarta adalah domba 23%, kambing 21%, sapi 1%, dan babi 25%. Sedangkan pada pekerja RPH yang menangani domba/kambing 64%, sapi 55%, dan babi 32%. Diperkirakan 30% dari anjing dan kucing sehat mempunyai antibodi terhadap T. gondii. Prevalensi toksoplasmosis secara serologis pada kucing di Jakarta mencapai 72,7%. Sedangkan dari data lainnya lagi, Sri Hartati (1993) menyatakan bahwa prevalensi toksoplasmosis pada kucing di Yogyakarta adalah 40%. Prevalensi toksoplasmosis baik pada hewan maupun manusia sangat bervariasi dan proporsi populasi yang terinfeksi T. gondii pada manusia sangat tergantung pada letak geografis dan gaya hidup (Hartati, 2011).BAB III

KESIMPULANAda beberapa poin penting yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari pembahasan makalah ini, yaitu:

1. Toksoplasmosis merupakan penyakit hewan zoonosis yang disebabkan oleh protozoa intraseluler Toxoplasma gondii dengan host definitifnya adalah kucing dan host intermediernya adalah semua hewan homoiterm.2. Toxoplasma gondii memiliki tiga fase perkembangan yaitu takizoit, bradizoit dalam bentuk kista di jaringan dan sporozoit dalam bentuk ookista.

3. Siklus hidup Toxoplasma gondii terbagi atas dua yaitu siklus seksual dan aseksual. Siklus hidup seksual dan aseksual terjadi pada host definitif, sedangkan pada host intermedier hanya terjadi siklus aseksual.4. Ada 3 tahap infeksi Toxoplasma gondii dalam tubuh yaitu tahap parasitemia, pembentukan antibodi dan kronik. Sedangkan jenis infeksinya terbagi menjadi 4 yaitu infeksi akut, sub akut, kronis dan kongenital. Infeksi kongenital adalah yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan abortus.5. Vaksinasi adalah cara pencegahan infeksi Toxoplasma gondii pada kucing, dan hygiene personal dan lingkungan adalah cara pencegahan infeksi Toxoplasma gondii pada manusia.

6. Tidak ada pengobatan spesifik untuk toksoplasmosis namun pengobatan menggunakan antibiotik seperti clindamicyn, trimetophrim dan sulfadiazine terbukti efektif.7. Prevalensi toksoplasmosis pada kucing yang dilaporkan di Indonesia baru terbatas pada Yogyakarta dan Jakarta saja dengan nilainya berturut-turut adalah 40% dan 72,7%. Sedangkan pada hewan selain kucing, prevalensi toksoplasmosis pada domba, kambing, sapi dan babi yang dilaporkan di Yogyakarta berturut-turut adalah 50%, 18%, 2%, dan 44%.DAFTAR PUSTAKABowman, D.D., Hendrix, C.M., Lindsay, D.S., and Barr, S.C. 2002, Feline Clinical Parasitology, Iowa State University Press, USA.Hartati, S. 2011, Toksoplasmosis pada Kucing dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Masyarakat, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar FKH UGM, Yogyakarta.Shaughnessy, M.C. 2013, Toxoplasmosis, diakses pada 18 Juni 2015, Subekti, D.T. dan Arrasyid, N.K. 2006, Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur, WARTAZOA, 16:3.

Wikipedia. 2015, Toxoplasma gondii, diakses pada 18 Juni 2015, Yaudza, N. 2011, Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Toksoplasmosis di Poliklinik Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.1