Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang
TM 2_Penanganan Korban Bencana
-
Upload
aulia-bella-marinda -
Category
Documents
-
view
48 -
download
5
description
Transcript of TM 2_Penanganan Korban Bencana
MANAJEMEN BENCANA
PENANGANAN KORBAN BENCANA
oleh
Kelompok 4
Jamilatul Komari NIM 132310101004
Fikri Nur Latifatul Q. NIM 1323101010
Aulia Bella Marinda NIM 1323101010
Yulince Atanay NIM 132310101040
Rizky Bella M. NIM 1323101010
Afan Dwi Anwar NIM 132310101044
Saltish Aguinaga NIM 1323101010
Nuzulul Kholifatul F. NIM 132310101048
Janna Ni’ma I. NIM 1323101010
Tri Buana Ratnasari NIM 132310101053
Devi Maharani Hapsari NIM 132310101056
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penanganan
Korban Bencana” tepat waktu. Makalah ini disusun untuk melengkapi dam
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana.
Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapat hambatan, akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, hambatan itu bisa teratasi. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Sehingga
kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan.
Jember, Desember 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................3
BAB 2. PEMBAHASAN................................................................................4
2.1 Pengertian.......................................................................................4
2.2 Pengakajian dalam Situasi Bencana...............................................6
2.3 Pencarian dan Evakuasi Korban.....................................................16
2.3 Upaya Pertolongan Pertama pada Korban Bencana.......................24
BAB 3. PENUTUP..........................................................................................33
3.1 Kesimpulan.....................................................................................33
3.2 Saran...............................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................34
LAMPIRAN
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang memiliki potensi serta intensitas
kejadian bencana cukup tinggi baik bencana alam, non alam maupun bencana
sosial. Akibat bencana yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa, kecacatan
dan kerugian harta benda serta merusak sarana dan prasarana publik yang ada,
terjadniya pengungsian, ketidaknormalan kehidupan dan penghidupan masyarakat
serta terganggunya pelaksanaan pembangunan.
Permasalahan yang dialami korban bencana antara lain meliputi :
1. Kondisi dalam pengungsian, seperti kematian di tempat penampungan karena
diare akut dan infeksi saluran pernafasan, sebagai tanda nyata buruknya
kondisi sanitasi.
2. Terceraiberainya tatanan keluarga, baik selama proses pelarian maupun
pengungsian. Dukungan sosial tradisional (kearifan lokal) dalam unit
keluarga dan masyarakat mendadak berantakan.
3. Melemahnya semangat kemasyarakatan karena padatnya kampung-kampung
pengungsian.
4. Deprivasi dan keterbatasan akses, karena pengungsi datang dengan pakaian,
harta, dan makanan seadanya untuk mempertahankan hidup, status sosial
ekonomi menjadi tidak berlaku lagi, mata pencaharian terhenti dan sangat
sulit memenuhi kebutuhan. Sementara itu sumber, fasilitas dan pelayanan
setempat yang tidak dirancang untuk diberi beban tambahan mengalami
beban berlebihan (overload), akses juga terbatasi oleh perbedaan bahasa dan
adat serta stigma yang melekat pada status pengungsi.
5. Jika mereka dalam jumlah yang besar berada di daerah lain dalam kurun
waktu yang relatif lama, maka berpotensi untuk bersaing dalam mendapatkan
akses dengan masyarakat setempat dibanding mereka yang menumpang di
1
sanak keluarga. Kondisi ini sangat dimungkinkan terjadinya benturan nilai
dengan masyarakat di daerah pengungsian. Situasi persaingan ini dapat
memicu antagonisme dan konflik antara masyarakat pengungsi dengan
masyarakat setempat.
6. Dalam suasana darurat pengungsi tidak membawa dokumen-dokumen
penting seperti Akte Kelahiran, Sertifikat Tanah, Kartu Tanda Penduduk, dan
lain-lain sebagai salah satu kelengkapan untuk memperoleh perlindungan
hukum. Sistem perlindungan di tempat asal tidak berlaku lagi, sementara
sistem setempat tidak sampai pada tempat pengungsian.
7. Mereka tinggal relatif lama di lokasi pengungsian. Sementara rumah, sawah,
ladang, ternak dan sebagainya semakin rusak dan terlantar sehingga makin
menyulitkan pemulihan kembali kehidupan.
8. Adanya trauma sosial psikologis karena ketidakberdayaan secara fisik,
ekonomi, maupun sosial yang dialami sendiri atau orang-orang terdekat
selama proses penyelamatan diri dalam pengungsian dan mungkin
meninggalkan bekas yang mendalam dan berpengaruh pada suasana batin
secara perorangan, keluarga dan masyarakat.
9. Ketidakpastian akhir dari pengungsian menyebabkan segala macam
perencanaan keluarga menjadi tidak relevan.
Ketika terjadi bencana, masyarakat yang menjadi korban sangat
membutuhkan bantuan dari pihak luar. Namun terkadang keterlibatan pihak luar
di dalam memberikan bantuan kepada korban bencana dapat menimbulkan
masalah baru berupa ketidaksesuaian bantuan yang diberikan dengan kebutuhan
korban bencana ataupun kecemburuan sosial diantara orang-orang yang merasa
diperlakukan secara tidak adil. Guna membantu korban bencana secara
komprehensif, maka diperlukan adanya penanganan korban bencana dalam
membantu korban bencana tersebut.
2
1.2 Tujuan
Berdasakan uraian latar belakang di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu untuk mengetahui penanganan korban bencana yang ada di
Indonesia.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Penanganan Bencana
Penyelenggaraan penanganan bencana sendiri terbagi menjadi tiga.
Ketiganya dibedakana karena membutuhkan penangana yang berbeda. Keeadaan
tersebut antara lain:
1. Prabencana
Penanggulangan bencana prabencana meliputi situasi tidak terjadi bencana
dan situasi terdapat potensi bencana. Dalam hal tidak terjadi bencana
pemerintah dapat melakukan perencanaan penanggulangan bencana.
Pemerintah secara geografis dapat menentukan wilayah rawan bencana.
Pemetaan terhadap wilayah yang rawan dan berpotensi menimbulkan
bencana ditujukan apabila terjadi bencana pemerintah dapat mengambil
tindakan sesuai prediksi. Kegiatan pencegahan juga dapat dilakukan
dengan mempersiapkan sarana atau teknologi tepat guna yang dapat
meminimalkan atau mencegah bencana. Pemerintah juga dapat melakukan
pendidikan seperti simulasi keadaan tsunami dahulu di Aceh pasca
bencana. Penanggulangan bencana dalam hal terdapat potensi bencana
meliputi :
a. Kesiapsiagaan Bencana
Dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya siap siaga dengan
mempersiapkan sarana dan prasarana untuk menghadapi bencana. Uji
coba dan simulasi keadaan bencana harus dilakukan agar memberikan
4
pengetahuan bagi warga mengenai proses evakuasi serta tempat
evakuasi. Alat teknologi canggih yang dapat mendeteksi adanya
bencana harus disiapkan. Contohnya mercusuar yang dapat
mendeteksi gelombang dan getaran pada permukaan bumi di bawah
laut.
b. Peringatan Dini
Upaya pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarkat
tentang potensi dan kemungkinan terjadinya bencana pada suatu lokasi
oleh badan yang berwenang. Upaya peringatan dini diawali dengan
kegiatan pemantauan bencana sevara intensif oleh petugas atau badan
yang telah ditunjuk pemerintah. Nantinya hasil pengamatan tersebut
akan dianalisis oleh para ahli dan diputuskan mengenai penetapan status
bencana. Nantinya informasi tersebut akan disebarluaskan kepada
khalayak ramai dan dijadikan dasar dalam pengambilan tindakan oleh
masyarakat.
c. Mitigasi Bencana
Merupakan upaya mengurangi resiko bencana dengan melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi bencana. Kegiatan mitigasi dilakukan dengan pelaksanaan
tata ruang serta pembangunan infrastruktur. Kegiatan pendidikan,
penyuluhan, serta pelatihan juga merupakan bagian dari upaya mitigasi.
2. Tanggap Darurat
merupakan keadaan dimana bencana benar-benar terjadi pada saat itu.
Ketika bencana terjadi segera dilakukan analisa untuk mengidentifikasi
cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan bangunan, gangguan
terhadap pelayanan umum dan pemerintahan, serta kemampuan
sumberdaya alam maupun sumber daya buatan. Hal yang paling penting
ketika terjadi bencana dalah proses evakuasi atau penanganan bencana.
Pada bencana alam kegiatan evakuasi harus dilakukan agar
5
menghindarkan jumlah korban jiwa yang banyak. Pada bencana nonalam
kesigapan badan khusus yang telah dibentuk harus dioptimalkan.
3. Pasca bencana
Pasca bencana menjadi penting karena ini merupakan titik tolak setelah
terjadi bencana. Fungsi pemerintah pada dasarnya untuk mengembalikan
pada keadaan semula dan melakukan normalisasi fungsi pemerintahan.
Acap kali setelah terjadi bencana muncul berbagai kerugian baik harta
maupun jiwa. Korban bencana pun sering mengalami trauma yang
berkepanjangn akibat terjadinya suatu bencana. Kegiatan penanganan
pasca bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
Kegiatan perbaikan dan pemulihan semua asek pelayanan publik
atau masyrakata sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pasca bencana.
b. Rekonstruksi
Pembangunan kembali semua sarana dan prasarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkatan
pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan di wilayah pasca bencana.
1.2 Pengkajian dalam Situasi Bencana
A. Identifikasi dan pengkajian potensi dan sumber
1. Identifikasi Korban Bencana
a. Korban Bencana yang Terkena Dampak
1) Primary Victim: Survivor / penyintas à mereka yang langsung
mengalami dan berhasil selamat dalam peristiwa bencana
6
2) Secondary Victims: keluarga /orang terdekat dari primary victims
3) Tertiary Victims: orang-orang yang karena pekerjaannya atau secara
sukarela berhubungan langsung dengan penanganan dampak bencana
(misal relawan)
4) Quarternary Victims: anggota masyarakat umum diluar area bencana
yang peduli
b. Jenis-jenis Dampak Psikologis dari Bencana
1) Extreme peritraumatic stress reactions (< 2 hari)
Symptom – symptom yang muncul segera setelah bencana, a.l:
● Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia)
● Menghindar (menarik diri dari situasi sosial)
● Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak berdaya)
● Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk)
2) Acute stress disorder (2 hari – 4 minggu)
• Individu mengalami peristiwa traumatik yang mengancam jiwa diri
sendiri maupun orang lain, atau menimbulkan kengerian luar biasa
bagi dirinya (horor)
• Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya: kewaspadaan tinggi,
mudah kaget, sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah tersinggung, gelisah
• Gangguan efektifitas diri diarea sosial dan pekerjaan.
3) Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD ( >1 bulan )
• Gangguan ini muncul akibat suatu peristiwa hebat yang mengejutkan,
bahkan sering tidak terduga dan akibatnya pun tidak tertahankan oleh
orang yang mengalaminya.
• Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang pernah
dialami.
• Ketidak berdayaan/ ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”
7
• Terlalu siaga/ waspada yang disertai ketergugahan/ keterbangkitan
secara kronis
• Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi
secara efektif dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga,
pendidikan, dll)
c. Reaksi Stres terhadap Bencana
1) Berbagai masalah psikologis yang mungkin akan dialami seseorang
setelah mengalami peristiwa traumatis
2) Reaksi – reaksi normal dan wajar (normal stress reaction) yang biasa
ditampilkan/ dialami seseorang beberapa saat setelah mengalami
peristiwa traumatis
3) Jenis-jenis reaksi stress akibat bencana
• Reaksi Fisik:
▫ Tegang
▫ Cepat lelah
▫ Sulit tidur
▫ Nyeri pada tubuh/ kepala
▫ Mudah terkejut
▫ Jantung berdebar-debar
▫ Mual-mual dan pusing
▫ Selera makan menurun
▫ Gairah seksual menurun
• Reaksi Emosional:
▫ Shock
▫ Takut
▫ Marah, Berduka/ sedih
▫ Merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka)
▫ Tidak berdaya
8
▫ Tidak dapat merasakan apapun (tidak dapat merasakan kasih
sayang, kehilangan minat melakukan kegiatan yang sebelumnya
disukai)
▫ Depresi (sedih yang mendalam, banyak menangis, kehilangan
tujuan hidup, ingin mati, menyakiti diri)
• Reaksi Kognitif
▫ Kebingungan, ragu – ragu
▫ Kehilangan orientasi
▫ Sulit membuat keputusan
▫ Khawatir
▫ Tidak dapat konsentrasi
▫ Lupa
▫ Mengingat kembali pengalaman traumatis tersebut (mimpi buruk,
flashback)
▫ Tempat, waktu, bau, suara tertentu yang mengingatkan pada
peristiwa traumatis tersebut
• Reaksi Spiritual:
▫ Kehilangan iman terhadap Tuhan
▫ Percaya bahwa ia dikutuk Tuhan
▫ Menunjukkan sinisme terhadap agama
▫ Kehilangan makna hidup
• Reaksi Interpersonal
▫ Sulit mempercayai orang lain
▫ Mudah terganggu / teriritasi
▫ Tidak sabar
▫ Mudah terlibat konflik
▫ Menarik diri, menjauhi orang lain
▫ Merasa ditolak/ ditinggalkan
9
Hasil identifikasi, selanjutnya dilaporkan oleh petugas kepada
pimpinan lembaga yang berwenang memberikan bantuan. Lembaga yang
berwenang kemudian memiliki kewajiban melakukan verifikasi terhadap
kebenaran laporan petugas identifikasi.
Verifikasi dilakukan dengan cara mendatangi pihak-pihak yang
memiliki hubungan dengan korban bencana calon penerima bantuan,
untuk mengecek kebenaran data dan informasi yang dibuat petugas
identifikasi. Petugas verifikasi dapat menghubungi langsung orang-orang
yang termasuk keluarga korban, saudara, kerabat atau pemuka masyarakat,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mengobservasi, mencatat dan
mendokumentasikan bukti-bukti kebenaran data dan informasi tentang
korban yang sudah dimiliki sebelumnya.
2. Identifikasi dan Pengkajian Sumber
a. Jenis-jenis Sumber
Sumber-sumber merupakan semua aset yang ada di suatu masyarakat baik
sumber manusiawi, alam maupun sosial, yang dapat digali dan
didayagunakan untuk menangani masalah yang dialami korban bencana.
Siporin (1975) menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) jenis sumber dalam
kesejahteraan sosial, yaitu :
1) Sumber internal dan eksternal.
Sumber internal meliputi ; kecerdasan, imajinasi, kreativitas, sensitivitas,
motivasi, keberanian, karakter moral, kekuatan fisik, keyakinan agama,
pengetahuan dan kemampuan khusus lainnya. Sedangkan sumber
eksternal bisa meliputi; harta kekayaan, prestise, pekerjaan, kerabat yang
mampu/kaya, teman yang memiliki pengaruh, program jaminan pensiun.
2) Sumber formal dan offisial serta sumber informal dan non-offisial.
10
Sumber formal dan offisial adalah organisasi-organisasi yang mewakili
kepentingan masyarakat (korban bencana), seperti; Pekerja Sosial
Profesional, Lembaga-lembaga Konseling, dan lembaga-lembaga lain
yang memberikan pelayanan sosial terhadap korban bencana. Sedangkan
sumber informal dan non-offisial seperti dukungan sosial dari kerabat,
tetangga yang memberikan bantuan makanan, pakaian, tempat tinggal,
uang atau dukungan moral yang diberikan selama korban bencana
menghadapi kesulitan. Sumber-sumber non offsial ini merupakan bagian
dari sistem sumber pertolongan alamiah.
3) Sumber-sumber simbolik-partikularistik dan konkrit universalistik dan
exchange values.
Sumber-sumber simbolik-partikularistik misalnya status dan informasi,
pelayanan dan barang, cinta dan uang. Sumber-sumber konkrit mencakup
sumber-sumber alamiah yang berkaitan dengan alam dan yang dihasilkan
oleh alam, misalnya lahan untuk berkebun, barang tambang, serta
kekayaan alam lainnya. Sedangkan kategori exchange values merupakan
sesuatu yang dimiliki manusia yang memiliki nilai yang dapat
dipertukarkan, seperti bakat seni, daya tahan terhadap tekanan, dan
sebagainya.
4) Sumber-sumber yang dapat menjadi kekuatan atau kekuasaan, seperti ilmu
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki manusia.
5) Sumber-sumber berupa fasilitas, cara-cara untuk menyelesaikan tugas-
tugas dan tujuan hidup, serta cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah
dalam kehidupan.
Sedangkan Pincus & Minahan (1973) menyebutkan ada 3 (tiga) jenis Sumber
dalam pekerjaan sosial, yaitu :
11
1) Sistem Sumber Informal atau Alamiah.
Sistem sumber informal atau alamiah merupakan segala bentuk dukungan,
bantuan dan pelayanan yang dapat digali dan dimanfaatkan dari
lingkungan terdekat, seperti keluarga, teman, kerabat ataupun tetangga.
Bentuknya dapat berupa dukungan emosional, kasih sayang, perhatian,
nasihat, informasi, serta bantuan-bantuan konkrit seperti bantuan makanan,
pakaian ataupun uang. Sistem sumber ini dapat pula dijadikan jalan bagi
pemanfaatan system sumber lainnya.
2) Sistem Sumber Formal
Sistem sumber formal merupakan sistem sumber yang dapat memberikan
bantuan, dukungan atau pelayanan bagi para anggotanya melalui suatu
wadah organisasi yang sifatnya formal, seperti; serikat pekerja,
perhimpunan orang tua yang memiliki anak-anak berkecerdasan dibawah
normal, persatuan orang tua murid, maupun organisasi-organisasi
professional. Keberadaan sistem sumber ini dapat pula digunakan dan
dimanfaatkan sebagai jalan bagi akses terhadap sumber-sumber lainnya.
3) Sistem Sumber Kemasyarakatan
Sistem sumber kemasyarakatan adalah lembaga-lembaga yang didirikan
oleh pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan kepada
semua orang, misalnya; sekolah, rumah sakit, lembaga bantuan hokum,
serta badan-badan sosial bagi perawatan anak, adopsi anak, lembaga
pelatihan dan penempatan tenaga kerja, tempat-tempat rekreasi, dan
fasilitas social lainnya. Orang-orang umumnya terkait dengan salah satu
atau bahkan beberapa sistem sumber kemasyarakatan.
b. Keterbatasan Sistem Sumber
Keberadaan sistem sumber tersebut di atas merupakan sesuatu yang potensial,
artinya harus digali secara efektif. Oleh karenanya para penyelenggara
program bantuan bagi korban bencana diharapkan mampu menggali berbagai
12
sistem sumber tersebut, karena dengan sistem sumber dapat membantu orang
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, memecahkan masalah maupun
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Namun seringkali sistem sumber
tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena adanya keterbatasan atau tidak
memadai.
Beberapa kekurangan/kelemahan dai sistem sumber adalah sebagai berikut :
1) Informal:
(1) Tidak terkait
Artinya bahwa seseorang tidak terkait pada suatu sistem sumber
informal, misalnya karena tidak lagi memiliki sanak keluarga atau
kerabat, baru pindah ke lingkungan baru, belum mengenal tetangga
dengan baik dan sebagainya.
(2) Perasaan Sungkan
Dalam hal ini seseorang merasa enggan atau sungkan untuk meminta
bantuan kepada keluarga, kerabat, teman ataupun tetangga.
(3) Sistem sumber informal tidak dapat memberikan bantuan yang
dibutuhkan oleh seseorang, atau bantuan tersebut tidak efektif atau sulit
diterima oleh orang yang membutuhkan.
2) Formal:
(1) Organisasi-organisasi formal memang tidak terdapat di lingkungannya
(2) Orang enggan atau tidak mau memasuki atau menjadi anggota suatu
organisasi formal yang ada.
(3) Orang mungkin tidak mengetahui adanya sistem sumber formal di
lingkungan mereka.
(4) Sistem sumber yang ada tidak menyediakan sumber-sumber yang
dibutuhkan atau kurang mempunyai pengaruh yang dapat diberikan
kepada anggotanya, serta kurang berhubungan dengan sistem sumber
formal.
13
3) Kemasyarakatan:
(1) Tidak tersedia atau tersedia tetapi jumlahnya kurang memadai
(2) Memadai tetapi secara geografis, psikologis dan kultural tidak dapat
digunakan
(3) Tidak tahu ada badan sosial atau tidak memahami cara menggunakan
sumber dari badan sosial tersebut
(4) Tujuan dan cara dari setiap badan sosial berbeda, sehingga
membingungkan.
c. Pengembangan jejaring kerja dalam penggalian potensi dan sumber
Kebutuhan korban bencana
Jejaring kerja dapat diartikan sebagai semua hubungan dengan orang atau
lembaga lain yang memungkinkan pengatasan masalah dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Media yang paling ampuh untuk membuka jejaring adalah
dengan melakukan pergaulan. Oleh karena itu lembagaorganisasi yang menangani
korban bencana sedapat mungkin menjalin jejaring kerja dengan berbagai
organisasi/lembaga yang ada di daerahnya.
Jejaring kerja yang diperlukan dalam penanganan korban bencana adalah
sebagai berikut:
1. Jejaring kerja antar keluarga korban bencana.
Penanganan korban bencana memerlukan kegiatan-kegiatan yang bersifat
pengumpulan informasi, penyadaran umum, pembentukan kelompok inti,
mobilisasi, dan kegiatan-kegiatan bersama lainnya. Jejaring kerja
diperlukan agar kegiatan-kegiatan bersama antar keluarga korban bencana
dapat dilakukan dan tercapai. Petugas berperan mendorong para korban
bencana membentuk jejaring diantara mereka sendiri. Para anggota
jejaring juga menentukan bagaimana mereka akan bekerja, bertemu, dan
menentukan mekanisme dan proses-proses dalam jejaring tersebut.
2. Jejaring kerja pelayanan kesejahteraan sosial
14
Jejaring kerja pelayanan kesejahteraan sosial ditujukan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan korban bencana. Jejaring kerja ini dikembangkan
berbasis masyarakat, yaitu mengembangkan jejaring diantara berbagai
organisasi berbasis masyarakat seperti PKK, orsos, dasa wisma, dan
sebagainya. Jejaring kerja berbasis masyarakat mendayagunakan sistem
nilai dan sumber yang ada di masyarakat itu sendiri untuk memenuhi
kebutuhan para korban bencana.
Jejaring kerja berbasis kelembagaan diperlukan untuk mendukung
berbagai kebutuhan korban bencana yang tidak dapat dipenuhi oleh
jejaring kerja berbasis masyarakat. Jejaring kerja kelembagaan mencakup
organisasi pemerintah dan non pemerintah yang bergerak dibidang
kesejahteraan sosial. Sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya,
dinas/instansi sosial setempat merupakan simpul untuk jejaring kerja
kelembagaan ini. Sebagai simpul, Dinas, Instansi Sosial mendorong dinas-
dinas lainnya untuk memenuhi kebutuhan korban bencana.
3. Jejaring kerja pelayanan kesehatan.
Jejaring kerja pelayanan kesehatan diperlukan dalam penanganan korban
bencana. Jejaring pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu para
korban bencana mengakses pelayanan kesehatan secara lebih mudah.
Jejaring ini bertumpu pada lembaga pelayanan kesehatan seperti
puskesmas dan rumah sakit. Petugas dapat berperan sebagai advokat
sosial yang mendorong diberlakukannya peraturan Rumah Sakit yang
lebih dapat menerima keluarga-keluarga korban bencana yang bermasalah
secara lebih terbuka.
4. Jejaring kerja dunia usaha
Dunia Usaha berperan penting dalam mendukung penanganan korban
bencana, berupa:
15
a. Membentuk jejaring perusahaan yang
berkomitmen untuk membantu mengatasi permasalahan yang dialami
korban bencana;
b. Menciptakan mekanisme pembelajaran bagi
perusahaan melalui workshop dan berbagai event terkait dengan
permasalahan yang dialami korban bencana;
c. Memfasilitasi Public-Private Partnership antara
perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung
penanganan korban bencana.
5. Jejaring kerja dunia pendidikan.
Dunia pendidikan berperan sentral dalam penanganan korban bencana.
Lembaga-lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam
menggali dan mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal yang mendukung
penanganan korban bencana. Petugas dapat berperan sebagai pendidik
sosial yang memperkuat pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat
dalam penanganan korban bencana.
6. Jejaring kerja media massa.
Fungsi Pers: sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol
sosial, lembaga ekonomi. Pers dengan fungsi informasi, edukasi dan
kontrol sosial, selayaknya menyampaikan hal-hal yang bersifat promotif
dan preventif dalam penanganan korban bencana.
1.3 Pencarian dan Evakuasi Korban Bencana
Bencana maupun kecelakaan mengenai siapa saja, dimana saja, dan kapan
saja. Terkadang musibah ini dapat menimpa seseorang di tempat yang tidak
diperkirakan dimana keadaannya sama sekali tidak memungkinkan untuk
pemberian pertolongan sehingga pemindahan korban ke tempat yang lebih
kondusif sangat diperlukan. Sebagai contoh korban tabrakan yang masih berada di
dalam mobilnya, korban yang terjatuh ke jurang, atau korban dalam keadaan
perang. Pemindahan korban dari tempat kejadian ke tempat yang lebih aman
16
untuk mendapat penanganan lebih lanjut dimana sebelumnya pertolongan pertama
telah dilakukan
1. Prinsip dasar evakuasi
Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip yang
harus diperhatikan agar proses ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak
menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi. Prinsip – prinsip itu antara
lain :
a. Lokasi Tempat kejadian tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan lebih lanjut sehingga tindakan evakuasi diperlukan agar korban dapat diselamatkan dan tidak mengalami cidera yang lebih jauh lagi.
b. Kondisi Korban
Dalam melakukan evakuasi, evaluasi terhadap kondisi korban
yang ditemukan harus diperhatikan agar proses evakuasi dapat
berjalan dengan lancar. Kondisi yang perlu untuk diperhatikan
antara lain :
Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat
menyebabkan kematian
Kontrol ABC
Tidak terdapat trauma tulang belakang ataupun cedera leher
Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka
hendaknya dilakukan immobilisasi pada daerah tadi
Angkat Tubuh korban bukan tangan/kaki (alat gerak)
Jangan menambah parah kondisi korban
c. Peralatan
dalam melakukan suatu proses evakuasi penggunaan peralatan
17
yang memadai perlu diperhatikan. Hal ini penting karena dengan
adanya peralat yang memadai ini proses evakuasi dapat lebih
dipermudah dan cidera lebih lanjut yang mungkin terjadi pada
korban dapat lebih diperkecil kemungkinanannya. Penggunaan
peralatan ini juga harus disesuaikan dengan kondisi medan
tempat korban ditemukan.
d. Pengetahuan dan Keterampilan perorangan
Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang akan
melakukan proses evakuasi juga menjadi faktor penting karena
dengan pengetahuan dan keterampilan ini semua masalah yang
dapat timbul selama proses evakuasi dapat ditekan. Sebagai
contoh, dengan keterampilan yang ada seseorang dapat
melakukan evakuasi dengan alat seadanya. Dalam melakukan
evakuasi, keselamatan penolong haruslah diutamakan.
2. Tahap – Tahap Evakuasi
Evakuasi adalah suatu proses dimana terdapat tahapan – tahapan di
dalamnya. Tahapan itu antara lain :
a. Aktualisasi
Telah Melalui tahapan initial assesment
Penanganan awal korban saat ditemukan
b. Mobilisasi
Penggunaan teknik evakuasi yang sesuai
Pemilihan jalur evakuasi
Tempat tujuan evakusi
3. Teknik Evakuasi
18
Terdapat berbagai macam teknik dalam melakukan evakuasi dimana
tekniknya disesuaikan dan dikembangan menurut kondisi yang ada.
Secara umum, teknik dalam melakukan evakuasi dibagi sebagai berikut :
a. Dengan alat
Dalam mengangkut korban dengan menggunakan tandu, biasanya
1 regu penolong terdiri dari enam sampai tujuh orang, dengan tugas
masing-masing:
Pimpinan/ Komandan Regu : memberi komando, mengatur
pembagian kerja pada saat mengangkat berhadapan dengan
wakil dan anggotanya, tempat waktu mengusung : kanan
depan tandu.
Wakil pimpinan regu : membantu pimpinan dan mengobati
pasien, waktu mengangkat : bagian bawah kaki, tempat
mengusung : kiri depan tandu.
Anggota A : Mengobati dan membalut, waktu
mengangkat : bagian badan dan punggung, tempat waktu
mengusung : kanan belakang tandu.
Anggota B : Membantu anggota C mengatur tandu dan
membalut, waktu mengangkat : bagian kepala dan dada,
tempat waktu mengusung : kiri belakang tandu.
Anggota C : Mengatur tandu dan menyiapkan obat dan alat
yang digunakan, waktu mengangkat : mengumpulkan alat-
alat P3K dan barang milik pasien, memantau kondisi
pasien selama proses evakuasi.
Angggota D : Menjadi Pemandu atau pembuka jalur dan
memeriksa situasi dan kondisi jalur yang akan atau sedang
dilewati, mencatat hal-hal penting.
b. Tanpa alat1 orang penolong
19
Korban anak-anakCradle (membopong)
Penolong jongkok atau melutut disamping anak/korban . Satu
lengan ditempatkan di bawah paha korban dan lengan lainnya
melingkari punggung. Korban dipegang dengan mantap dan
didekapkan ke tubuh, penolong berdiri dengan meluruskan
lutut dan pinggul. Tangan penolong harus kuat dalam
melakukan teknik ini.
20
Pick a back (menggendong)
Digunakan untuk korban sadar .Penolong pertama jongkok
atau melutut perintahkan anak/korban untuk meletakkan
lengannya dengan longgar di atas pundak penolong. Genggam
masing-masing tungkai korban. Berdiri dengan meluruskan
lutut dan pinggul.
Memapah (one rescuer assist)
Tindakan yang aman untuk korban yang adar dan dapat
dengan jalan memapahnya. Caranya dengan berdiri
disampingnya pada bagian yang sakit ( kecuali pada
cederaekstremitas atas) dengan melingkarkan tangan pada
pinggang korban dan memegang pakaiannya pada bagian
pinggul dan lingkarkan tangan korban di leher penolong dan
memegangnya dengan tangan yang lain.
Menyeret (One Rescuer Drags)
21
Dapat digunakan untuk korban yang
sadar maupun tidak sadar, pada jalan yang licin (aman dari
benda yang membahayakan) seperti lantai rumah, semak
padang rumput, dlla. Caranya dengan mengangkangi korban
dengan wajah menghadap ke wajah korban dan tautkan
(ikatkan bila korban tidak sadar) kedua pergelangan korban dan
lingkarkan di leher. Merangkak secara perlahan-lahan.
Kontraindaksinya adalah patah atau cedera ekstemitas atas dan
pundak (scapula).
Fireman Lift
Merupakan tindakan yang aman bagi korban baik dalam
keadaan sadar ataupun tidak sadar tetapi tidak terjadi fraktur
pada ekstremitas atas atau vertebra. Biasanya digunakan pada
korban dengan berat badan ringan.
22
Lebih dari 1 orang penolong ( Membopong)
Teknik pengangkutan yang teraman dari semua teknik
yang ada baik bagi korban maupun penolong. Teknik ini tidak
dapat digunakan untuk korban yang tidak dapat
membengkokkan tulang belakang (cedera cervical) dan cedera
dinding dada. Caranya : penolong jongkok/melutut di kedua
sisi korban dengan pinggul menghadap korban. Korban
diangkat dalam posisi duduk dalam rangkain tangan penolong
dan instruksikan untuk meletakkan lengan-lengannya di atas
pundak para penolong, para penolong menggenggam tangan
kuat-kuat di bawah paha korban sedangkan tangan yang bebas
digunakan untuk menopang tubuh korban dan diletakkan di
punggung korban.
Memapah
Korban berada ditengah-tengah penolong dan cocok untuk
korban sadar maupun tidak sadar dan tidak mengalami cedera
leher
23
Mengangkat
Cara paling aman untuk melakukan evakuasi pada
korban yang tidak sadar dan mengalami cidera
multipel. Penolong lebih dari 2 orang dimana
tiga/dua penolong mengangkat badan dan salah
seorang dari anggota tim memfiksasi kepala korban.
Pengangkatan ini dilakukan secara sistematis dan
terkoordinir untuk menghindari cidera yang lainnya.
Evakuasi tanpa menggunakan tandu dilakukan untuk
memindahkan korban dalam jarak dekat atau menghindarkan
korban dari bahaya yang mengancam. Untuk evakuasi dengan
jarak jauh seringan apapun cedera korban usahakan untuk
mengangkutnya dengan menggunakan tandu.
1.4 Upaya Pertolongan Pertama pada Korban Bencana
Ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi atau menanggulangi
masalah pada pertolongan pertama, yaitu:
1. Jangan panik
24
2. Jangan emosional
3. Jangan tergesa-gesa
4. Jangan mendramatisai
5. Jangan putus asa
Kenyataannya emang agak susah diterapin gan, tapi usahakan jangan
membuat diri kita makin panik..tarik nafas dalam-dalam dan usahan tenang..
Prinsip utama pada pertolongan utama:
1. Cermat: tenang dan tidak panik
2. Cepat : tidak tertunda dan hati-hati
3. Tepat : Cara yang diterapkan tidak menyimpang dari kaidah langkah-langkah
P3K.
A. Langkah-Langkah BHD (Bantuan Hidup Dasar)
Kondisi gawat darurat: prioritas pertolongan utama, A-B-C:
A-airway : bebaskan jalan nafas
B-breathing : beri nafas bantuan (+ oksigen)
C-circulation : pijat jantung (kompresi jantung, untuk sirkulasi). Harus dilakukan
SEGERA di tempat kejadian.
Langkah 1: Proteksi diri (bisa juga memakai masker, handscon, kacamata gugle
Langkah 2: Amankan Lingkungan, pindahkan pasien ketempat yang aman dari
bahaya atau yang kondusif untuk melakukan pertolongan.
Langkah 3:
Cek kesadaran korban, periksa kesadaran korban dengan menepuk bahu dan
memanggil dengan suara keras. Misalnya manggil :"pak,pak..masih sadar tidak?",
ato "buk, buk masih bisa dengar saya?"..kalo dia jawab dan suaranya kedengaran
jelas,berarti sadar, kalau masih sadar tidak begitu perlu bantuan nafas dan rjp.
Kalo dia tidak sadar atau sadar tapi sayup sayup,lanjutkan langkah selanjutnya.
Langkah 4:
25
Meminta bantuan (telpon Ambulans, dokter, etc), sebut lokasi kejadian dan
keadaan korban dengan jelas, dan minta bantuan warga lain.
Langkah 5:
- Posisi korban: letakan di lantai atau alas yang keras dan rata (memudahkan kita
melakukan resustasi jantung paru [rjp] nantinya gan).
- Posisi penolong: berada di sebelah kanan pasien,dengan posisi kaki diantara dua
bahu korban (supaya tidak memakan waktu dan menghabiskan tenaga untuk
pindah2 tempat
Langkah 6:
A. Airway:
Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah,
- Cross finger (jempol dan telunjuk menyilang untuk membuka mulut,
sedangkan jari tengah ato jari pada tangan laen digunakan untun
membersihkan mulut (finger sweep)
- Finger sweep (membersihkan mulut pasien) dengan kasa atau kain. Jangan
menggunakan tisu! Karena tisu mudah menyerap air (meluber).
Membuka jalan nafas (tanpa alat) :
- Head tilt (tengadah kepala)
- Chin lift (topang dagu)
26
- Jaw thrust (angkat rahang bawah. Dilakukan pada pasien dugaan cedera leher
gan, misalnya jatuh dari lantai atas)
Langkah 7:
B. Breathing:
1) Periksa apakah korban bernafas!
2) Look, Listen and Feel
3) Posisi tetap chin lift & head tilt
4) Dekatkan pipi penolong kemulut dan hidung korban, mata penolong
melihat ke dada.
Benda Masuk Hidung
- jangan mencoba mengorek benda tersebut dengan jari
27
- jungkirkan bayi/anak tsb dengan memegang kaki nya, punggung ditepuk2
diantara kedua belikat.
Langkah 8:
Jika korban TIDAK BERNAFAS Lakukan ventilasi inisial (nafas buatan)
sebanyak 2x (cepat dan dalam)
Langkah 9:
B. Check Circulation (cek nadi)
Cek nadi karotis (1,5-2cm dari bagian tengah leher ke arah
lateral/nyamping)
Tahan 5-10 detik.
28
Langkah 9.1:
Jika nadi ada, tetapi nafas tidak ada :
1) Lakukan nafas buatan sebanyak 12x/menit ( posisi leher pasien ekstensi
(head tilt), tutup hidung pasien)
2) Cek pernafasan dengan LLF (look, listen, feel)
3) Jika tidak ada lakukan lagi ventilasi buatan sebanyak 12x/menit
4) Cek pernafasan dengan LLF (look, listen, feel)
5) Jika masih tidak ada, maka lakukan evaluasi total (A.B.C)
Bila kemungkinan jalan nafas masih tersumbat, cek lagi pernafasan. Jika
tidak ada,lakukan lagi ventilasi, jika ada cek lagi nadi karotis. Jika ada maka->
PAS (recovery position)
Langkah 9.2:
Jika nadi tidak ada:
1) Lakukan kompresi jantung luar dengan perbandingn 30:2 (30x
kompresi dan 2x nafas buatan) sebanyak 5 siklus
29
2) Cek Nadi
3) Jika tidak ada lakukan lagi kompresi dengan perbandingn 30:2 selama
5 siklus.
Melakukan kompresi
1) Letakkan dua jari kita ke ulu hati (kalo bahasa awamnya), tp kalo
bahasa kerennya itu 'procesus xipoideus'.
2) Lalu letakkan telapak tangan kita di atas dua jari itu (diatas ulu ati)
3) Kepalkan tangan diatas tangan satunya..
4) Kompresi (menekan secara berulang) dibagian itu selama 30x, dg
posisi tangan tegak lurus, karena menumpu pada bahu, jadi
usahakan bahu tegap)
5) setelah 30x, berikan 2 kali nafas buatan, lanjut lagi 30x kompresi,
dan begitu seterusnya sampai 5 siklus..
ini bisa dilakukan bergantian (bila ada 2 penolong) bila salah satu
penolong lelah, pergantian dilakukan pada saat menghitung,
misal:"25,26 ganti -> penolong lain langsung menggantikan,trus
dilanjutkan dg cepat, 27, 28, 29, 30..
30
setelah 5 siklus:
1) Cek nadi, jika ada maka cek pernapasan(LLF)
2) Jika tidak ada lakukan ventilasi buatan 12x/menit, begitu seterusnya gan
(cek nadi, cek nafas)
3) Jika ada-> PAS (recovery position) miring ke kiri.
Catatan :
1. Kompresi kedalamnya 4-5 cm
Dewasa: dua tangan
Anak2 : satu tangan
Bayi : 2 jari
31
masih ada pertimbangan lain sebelum melakukan pertolongan pertama ini,
misalnya patah tulang rusuk.
2. Bantuan dihentikan jika :
a. Penolong sudah lelah
b. Bantuan sudah datang
c. Pasien sudah sadar
d. Pasien sudah meninggal (Lihat pupil mata, akan
melebar jika sudah
meninggal)
32
B. Metode Pertolongan Pertama
(Pembalutan dan Pembidaian)
1. Prosedur Pembalutan :
Perhatikan tempat atau letak bagian tubuh yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini:
Bagian dari tubuh yang mana? (untuk menentukan macam pembalut yang digunakan dan ukuran pembalut bila menggunakan pita)
Luka terbuka atau tidak? (untuk perawatan luka dan menghentikan perdarahan)
Bagaimana luas luka? (untuk menentukan macam pembalut)
Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak? (untuk menentukan perlu dibidai/tidak?)
Pilih jenis pembalut yang akan digunakan. Dapat satu atau kombinasi. Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi. Urut-urutan tindakan desinfeksi luka terbuka:
Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk melindungi luka selama didesinfeksi.
Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat antiseptik.
Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk membasuh bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.
Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran yang tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.
Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di atasnya dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.
Kemudian berikan balutan yang menekan.
Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan cara:
Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan.
33
Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling lama 15 menit.
Pengikatan dengan tourniquet.
o Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.
o Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)
o Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan kain atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket kain, perlu dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang ialah menghilangnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.
o Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan dengan kasa steril.
Elevasi bagian yang terluka
Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan:
Dapat membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
Sesedikit mungkin membatasi gerak bgaian tubuh yang lain
Usahakan posisi balutan paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya balutan berlapis, yang paling bawah letaknya di sebelah distal.
Tidak mudah kendor atau lepas
2. Prinsip dan Prosedur Pembidaian :Prinsip
Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.
Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur
34
harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.
Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.
Prosedur Pembidaian
Siapkan alat-alat selengkapnya
Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan
rawat lukanya dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang,
diukur dahulu pada sendi yang sehat.
Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di
antara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit,
pembuluh darah, atau penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang
ada tonjolan tulang.
Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dan
sebagainya) dimulai dari sebelah atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak
boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur. Simpul ikatan jatuh pada
permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang dibidai.
35
Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar
secara keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
3. Alat Bantu pada Pertolongan Pertama
1.Perban
Perban adalah bahan yang digunakan untuk menutup luka dengan tujuan untuk
membantu menghentikan pendarahan dan menyerap cairan yang keluar dari luka
juga mencegah terjadinya kontaminasi kuman.
Bila perban tidak tersedia dapat digunakan bahan lain seperti sapu tangan, sarung
tangan, lembaran kain atau pakaian yang bersih. Jika memungkinkan, bahan
tersebut disterilkan dengan merebusnya selama 15 menit kemudian baru
dikeringkan. Pada saat menutup luka usahakan perban lebih lebar beberapa
sentimeter dari pinggiran luka untuk mencegah kontaminasi kotoran atau kuman.
2.Pembalut/bebat
Bebat atau balutan adalah bahan yang sering digunakan untuk melapis luka
sehabis diperban. Kegunaannya adalah untuk menbantu menghentikan
pendarahan, mengurangi terjadinya pembengkakan dan mendukung bagian otot
yang terluka supaya menyatu kembali.
3. Mitella (pembalut segitiga)
Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai
ukuran. Panjang kaki antara 50-100 cm
Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak
tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.
36
Dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut bentuk dasi.
37
4. Dasi (cravat)
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya sehingga berbentuk pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir. Cara membalut: o Bebatkan pada tempat yg akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan o Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara sebelum diikat arahnya saling menarik o Kedua ujung diikatkan secukupnya
5. Pita (pembalut gulung)Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan elastis. Yang paling sering adalah kasa. Hal ini dikarenakan kasa mudah menyerap air dan darah, serta tidak mudah kendor.Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
1. 2,5 cm : untuk jari-jari2. 5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan
3. 7,5 cm : untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
38
4. 10 cm : untuk paha dan sendi pinggul
5. 10-15 cm : untuk dada, perut dan punggung.
Cara membalut anggota badan (tangan/kaki):
1. Sangga anggota badan yang cedera pada posisi tetap2. Pastikan bahwa perban tergulung kencang
3. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh, yang akan dibalut dari distal ke proksimal (terakhir ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain secukupnya). Atau bisa dimulai dari bawah luka (distal), lalu balut lurus 2 kali.
4. Dibebatkan terus ke proksimal dengan bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya. Setiap balutan menutupi dua per tiga bagian sebelumnya.
5. Selesaikan dengan membuat balutan lurus, lipat ujung perban, kunci dengan peniti atau jepitan perban.
6. Plester (pembalut berperekat)
39
Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang. Cara pembidaian langsung dengan lester disebut strapping. Plester dibebatkan berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakan perlu pita yang masing-masing ujungnya difiksasi lengan plester. Untuk menutup luka yang sederhana dapat dipakai plester yang sudah dilengkapi dengan kasa yang mengandung antiseptik (Tensoplast, Band-aid, Handyplast dsb).
Cara membalut luka terbuka dengan plester:
1. Luka diberi antiseptik2. Tutup luka dengan kassa
3. Baru letakkan pembalut plester.
7. Kassa Steril
Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum digunakan. Digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang sudah didisinfeksi atau diobati (misalnya sudah ditutupi sofratulle), yaitu sebelum luka dibalut atau diplester.
8. Bidai
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari immobilisasi adalah:1. Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.2. Tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena rasa nyeri yang hebat.3. Tidak membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya infeksi tulang.
Pembidaian tidak hanya dilakukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor
40
sehingga gampang mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu dilakukan pembidaian.
SOAL
1. Dalam suatu bencana, terdapat puluhan korban yang bergeletakan di dalam
lapangan . Semua tim penyelamat dikerahkan menuju lapangan untuk
mengevakuasi korban. Dari sekian banyak korban, yang paling darurat
untuk di tangani pertama kali adalah?
a. Korban dengan Triage hijau
b. Korban dengan Triage hitam
c. Korban dengan Triage merah
d. Korban dengan Triage kuning
e. Korban dengan Triage orange
(Karena, korban denga triage berwarna merah lebih memiliki resiko
fatal tinggi dari triage-triage yang lain. Dan karena yang tertuju pada
triage tersebuat adalah system paru jantung)
2. Dalam suatu bencana, terdapat puluhan korban yang bergeletakan di dalam
lapangan . Semua tim penyelamat dikerahkan menuju lapangan untuk
mengevakuasi korban. Dari sekian banyak korban, ada beberapa korban
yang mendapatkan triage hijau. Hal yang harus dilakukan tim penyelamat
yaitu dengan cara, kecuali ?
a. Mengevakuasi dan memerintahkan untuk berpindah ketempat yang
lebih aman
b. Mebiarkan terlebih dahulu
c. Membantu memberikan perawatan
d. Mambantu menenangankan emosi
e. Membantu penanganan psikologis
41
(Karena, jika korban dibiarkan terlebih dahulu maka tingkat
stressornya akan meningkat dan memperburuk psikologis dari korban
tersebut)
3. Urutan siklus manajemen bencana yang benar adalah….
a. Mitigrasi, respon, kesiapsiagaan, pemulihan
b. Mitigrasi, kesiapsiagaan, respon, pemulihan
c. Mitigrasi, tanggap darurat, kesiapsiagaan, respon,
pembangunan
d. Mitigrasi, pengawasan, respons, pemulihan
e. Mitigrasi, tanggap darurat, respons, pembangunan
4. Tindakan manajemen bencana alam dilakukan….
a. Sebelum terjadi bencana
b. Setelah ada kepastian akan terjadi bencana
c. Setelah bencana berlalu
d. Sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana
e. Setelah dilakukan evaluasi penanganan bencana
5. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut.
1. Membuat bangunan dengan konstruksi antigempa
2. Mewaspadai tanda-tanda gempa
3. Memasang detektor gempa
4. Membuat bangunan berbahan kayu jati
5. Mencari posisi hiposentrum gempa
Langkah-langkah manajemen bencana gempa bumi ditunjukkan nomor….
a. 1,2, dan 3
b. 1,2, dan 4
c. 1,2, dan 5
d. 2,4, dan 5
42
e. 3,4, dan 5
43
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyelenggaraan penanganan bencana sendiri terbagi menjadi tiga yaitu
prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Ketiganya dibedakana karena
membutuhkan penangana yang berbeda.Dalam penanganan korban bencana
terdapat tiga hal yang harus dilakukan yaitu pengkajian dalam situasi bencana,
pencarian dan evakuasi korbn serta upaya pertolongan pertama pada korban
bencana.
3.2 Saran
Agar upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan lebih cepat dan
tepat di masa yang akan datang, diperlukan dukungan semua jajaran yang terlibat
sehingga koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor dapat dilaksanakn
secara terpadu dan terarah. Diperlukan juga monitoring dan evaluasi pada setiap
kegiatan penanggulangan bencana yang telah dilakukan untuk mengukur dan
menilai keoptimalan kegiatan yang telah dilakukan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Andun Sudijandoko. (1999/2000). Perawatan Dan Pencegahan Cedera. Jakarta:
Depdiknas
Andi Suhandi, 2012. Jenis dan Cara Pembalutan. Link :
(http://www.ensiklopediapramuka.com/2012/10/pppk-jenis-dan-cara-
pembalutan.html diakses tanggal 12 Desember 2015).
Bambang Priyonoadi. (2012). Pencegahan Cedera Olahraga. Semnar Nasional.
Yogyakarta: UNY Press
Bantuan Hidup Dasar. Diakses dari (http://www.scribd.com/doc/4535323/bantuan
hidup-dasar. pada tanggal 12 desember 2015)
Darwis, dr. Allan. & Sarana, dr. Lita, dkk. 2007. Pedoman Pertolongan Pertama.
Jakarta : PMI.
Purwadianto,Agus.2000.Kedaruratan medik. Jakarta : Binarupa Aksara.
45