TM 2_Penanganan Korban Bencana

66
MANAJEMEN BENCANA PENANGANAN KORBAN BENCANA oleh Kelompok 4 Jamilatul Komari NIM 132310101004 Fikri Nur Latifatul Q. NIM 1323101010 Aulia Bella Marinda NIM 1323101010 Yulince Atanay NIM 132310101040 Rizky Bella M. NIM 1323101010 Afan Dwi Anwar NIM 132310101044 Saltish Aguinaga NIM 1323101010 Nuzulul Kholifatul F. NIM 132310101048 Janna Ni’ma I. NIM 1323101010 Tri Buana Ratnasari NIM 132310101053 Devi Maharani Hapsari NIM 132310101056 i

description

Manajemen Bencana

Transcript of TM 2_Penanganan Korban Bencana

Page 1: TM 2_Penanganan Korban Bencana

MANAJEMEN BENCANA

PENANGANAN KORBAN BENCANA

oleh

Kelompok 4

Jamilatul Komari NIM 132310101004

Fikri Nur Latifatul Q. NIM 1323101010

Aulia Bella Marinda NIM 1323101010

Yulince Atanay NIM 132310101040

Rizky Bella M. NIM 1323101010

Afan Dwi Anwar NIM 132310101044

Saltish Aguinaga NIM 1323101010

Nuzulul Kholifatul F. NIM 132310101048

Janna Ni’ma I. NIM 1323101010

Tri Buana Ratnasari NIM 132310101053

Devi Maharani Hapsari NIM 132310101056

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER

2015

i

Page 2: TM 2_Penanganan Korban Bencana

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penanganan

Korban Bencana” tepat waktu. Makalah ini disusun untuk melengkapi dam

memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana.

Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapat hambatan, akan

tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, hambatan itu bisa teratasi. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Sehingga

kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan

makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada

pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan.

Jember, Desember 2015

Penulis

ii

Page 3: TM 2_Penanganan Korban Bencana

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................3

BAB 2. PEMBAHASAN................................................................................4

2.1 Pengertian.......................................................................................4

2.2 Pengakajian dalam Situasi Bencana...............................................6

2.3 Pencarian dan Evakuasi Korban.....................................................16

2.3 Upaya Pertolongan Pertama pada Korban Bencana.......................24

BAB 3. PENUTUP..........................................................................................33

3.1 Kesimpulan.....................................................................................33

3.2 Saran...............................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................34

LAMPIRAN

iii

Page 4: TM 2_Penanganan Korban Bencana

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki potensi serta intensitas

kejadian bencana cukup tinggi baik bencana alam, non alam maupun bencana

sosial. Akibat bencana yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa, kecacatan

dan kerugian harta benda serta merusak sarana dan prasarana publik yang ada,

terjadniya pengungsian, ketidaknormalan kehidupan dan penghidupan masyarakat

serta terganggunya pelaksanaan pembangunan.

Permasalahan yang dialami korban bencana antara lain meliputi :

1. Kondisi dalam pengungsian, seperti kematian di tempat penampungan karena

diare akut dan infeksi saluran pernafasan, sebagai tanda nyata buruknya

kondisi sanitasi.

2. Terceraiberainya tatanan keluarga, baik selama proses pelarian maupun

pengungsian. Dukungan sosial tradisional (kearifan lokal) dalam unit

keluarga dan masyarakat mendadak berantakan.

3. Melemahnya semangat kemasyarakatan karena padatnya kampung-kampung

pengungsian.

4. Deprivasi dan keterbatasan akses, karena pengungsi datang dengan pakaian,

harta, dan makanan seadanya untuk mempertahankan hidup, status sosial

ekonomi menjadi tidak berlaku lagi, mata pencaharian terhenti dan sangat

sulit memenuhi kebutuhan. Sementara itu sumber, fasilitas dan pelayanan

setempat yang tidak dirancang untuk diberi beban tambahan mengalami

beban berlebihan (overload), akses juga terbatasi oleh perbedaan bahasa dan

adat serta stigma yang melekat pada status pengungsi.

5. Jika mereka dalam jumlah yang besar berada di daerah lain dalam kurun

waktu yang relatif lama, maka berpotensi untuk bersaing dalam mendapatkan

akses dengan masyarakat setempat dibanding mereka yang menumpang di

1

Page 5: TM 2_Penanganan Korban Bencana

sanak keluarga. Kondisi ini sangat dimungkinkan terjadinya benturan nilai

dengan masyarakat di daerah pengungsian. Situasi persaingan ini dapat

memicu antagonisme dan konflik antara masyarakat pengungsi dengan

masyarakat setempat.

6. Dalam suasana darurat pengungsi tidak membawa dokumen-dokumen

penting seperti Akte Kelahiran, Sertifikat Tanah, Kartu Tanda Penduduk, dan

lain-lain sebagai salah satu kelengkapan untuk memperoleh perlindungan

hukum. Sistem perlindungan di tempat asal tidak berlaku lagi, sementara

sistem setempat tidak sampai pada tempat pengungsian.

7. Mereka tinggal relatif lama di lokasi pengungsian. Sementara rumah, sawah,

ladang, ternak dan sebagainya semakin rusak dan terlantar sehingga makin

menyulitkan pemulihan kembali kehidupan.

8. Adanya trauma sosial psikologis karena ketidakberdayaan secara fisik,

ekonomi, maupun sosial yang dialami sendiri atau orang-orang terdekat

selama proses penyelamatan diri dalam pengungsian dan mungkin

meninggalkan bekas yang mendalam dan berpengaruh pada suasana batin

secara perorangan, keluarga dan masyarakat.

9. Ketidakpastian akhir dari pengungsian menyebabkan segala macam

perencanaan keluarga menjadi tidak relevan.

Ketika terjadi bencana, masyarakat yang menjadi korban sangat

membutuhkan bantuan dari pihak luar. Namun terkadang keterlibatan pihak luar

di dalam memberikan bantuan kepada korban bencana dapat menimbulkan

masalah baru berupa ketidaksesuaian bantuan yang diberikan dengan kebutuhan

korban bencana ataupun kecemburuan sosial diantara orang-orang yang merasa

diperlakukan secara tidak adil. Guna membantu korban bencana secara

komprehensif, maka diperlukan adanya penanganan korban bencana dalam

membantu korban bencana tersebut.

2

Page 6: TM 2_Penanganan Korban Bencana

1.2 Tujuan

Berdasakan uraian latar belakang di atas, maka tujuan dari penulisan

makalah ini yaitu untuk mengetahui penanganan korban bencana yang ada di

Indonesia.

3

Page 7: TM 2_Penanganan Korban Bencana

BAB 2. PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Penanganan Bencana

Penyelenggaraan penanganan bencana sendiri terbagi menjadi tiga.

Ketiganya dibedakana karena membutuhkan penangana yang berbeda. Keeadaan

tersebut antara lain:

1. Prabencana

Penanggulangan bencana prabencana meliputi situasi tidak terjadi bencana

dan situasi terdapat potensi bencana. Dalam hal tidak terjadi bencana

pemerintah dapat melakukan perencanaan penanggulangan bencana.

Pemerintah secara geografis dapat menentukan wilayah rawan bencana.

Pemetaan terhadap wilayah yang rawan dan berpotensi menimbulkan

bencana ditujukan apabila terjadi bencana pemerintah dapat mengambil

tindakan sesuai prediksi. Kegiatan pencegahan juga dapat dilakukan

dengan mempersiapkan sarana atau teknologi tepat guna yang dapat

meminimalkan atau mencegah bencana. Pemerintah juga dapat melakukan

pendidikan seperti simulasi keadaan tsunami dahulu di Aceh pasca

bencana. Penanggulangan bencana dalam hal terdapat potensi bencana

meliputi :

a. Kesiapsiagaan Bencana

Dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan melalui langkah

yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya siap siaga dengan

mempersiapkan sarana dan prasarana untuk menghadapi bencana. Uji

coba dan simulasi keadaan bencana harus dilakukan agar memberikan

4

Page 8: TM 2_Penanganan Korban Bencana

pengetahuan bagi warga mengenai proses evakuasi serta tempat

evakuasi. Alat teknologi canggih yang dapat mendeteksi adanya

bencana harus disiapkan. Contohnya mercusuar yang dapat

mendeteksi gelombang dan getaran pada permukaan bumi di bawah

laut.

b. Peringatan Dini

Upaya pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarkat

tentang potensi dan kemungkinan terjadinya bencana pada suatu lokasi

oleh badan yang berwenang. Upaya peringatan dini diawali dengan

kegiatan pemantauan bencana sevara intensif oleh petugas atau badan

yang telah ditunjuk pemerintah. Nantinya hasil pengamatan tersebut

akan dianalisis oleh para ahli dan diputuskan mengenai penetapan status

bencana. Nantinya informasi tersebut akan disebarluaskan kepada

khalayak ramai dan dijadikan dasar dalam pengambilan tindakan oleh

masyarakat.

c. Mitigasi Bencana

Merupakan upaya mengurangi resiko bencana dengan melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi bencana. Kegiatan mitigasi dilakukan dengan pelaksanaan

tata ruang serta pembangunan infrastruktur. Kegiatan pendidikan,

penyuluhan, serta pelatihan juga merupakan bagian dari upaya mitigasi.

2. Tanggap Darurat

merupakan keadaan dimana bencana benar-benar terjadi pada saat itu.

Ketika bencana terjadi segera dilakukan analisa untuk mengidentifikasi

cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan bangunan, gangguan

terhadap pelayanan umum dan pemerintahan, serta kemampuan

sumberdaya alam maupun sumber daya buatan. Hal yang paling penting

ketika terjadi bencana dalah proses evakuasi atau penanganan bencana.

Pada bencana alam kegiatan evakuasi harus dilakukan agar

5

Page 9: TM 2_Penanganan Korban Bencana

menghindarkan jumlah korban jiwa yang banyak. Pada bencana nonalam

kesigapan badan khusus yang telah dibentuk harus dioptimalkan.

3. Pasca bencana

Pasca bencana menjadi penting karena ini merupakan titik tolak setelah

terjadi bencana. Fungsi pemerintah pada dasarnya untuk mengembalikan

pada keadaan semula dan melakukan normalisasi fungsi pemerintahan.

Acap kali setelah terjadi bencana muncul berbagai kerugian baik harta

maupun jiwa. Korban bencana pun sering mengalami trauma yang

berkepanjangn akibat terjadinya suatu bencana. Kegiatan penanganan

pasca bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.

a. Rehabilitasi

Kegiatan perbaikan dan pemulihan semua asek pelayanan publik

atau masyrakata sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca

bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya

secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat

pasca bencana.

b. Rekonstruksi

Pembangunan kembali semua sarana dan prasarana,

kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkatan

pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, budaya, tegaknya

hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam

segala aspek kehidupan di wilayah pasca bencana.

1.2 Pengkajian dalam Situasi Bencana

A. Identifikasi dan pengkajian potensi dan sumber

1. Identifikasi Korban Bencana

a. Korban Bencana yang Terkena Dampak

1) Primary Victim: Survivor / penyintas à mereka yang langsung

mengalami dan berhasil selamat dalam peristiwa bencana

6

Page 10: TM 2_Penanganan Korban Bencana

2) Secondary Victims: keluarga /orang terdekat dari primary victims

3) Tertiary Victims: orang-orang yang karena pekerjaannya atau secara

sukarela berhubungan langsung dengan penanganan dampak bencana

(misal relawan)

4) Quarternary Victims: anggota masyarakat umum diluar area bencana

yang peduli

b. Jenis-jenis Dampak Psikologis dari Bencana

1) Extreme peritraumatic stress reactions (< 2 hari)

Symptom – symptom yang muncul segera setelah bencana, a.l:

● Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia)

● Menghindar (menarik diri dari situasi sosial)

● Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak berdaya)

● Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk)

2) Acute stress disorder (2 hari – 4 minggu)

• Individu mengalami peristiwa traumatik yang mengancam jiwa diri

sendiri maupun orang lain, atau menimbulkan kengerian luar biasa

bagi dirinya (horor)

• Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya: kewaspadaan tinggi,

mudah kaget, sulit konsentrasi, sulit tidur, mudah tersinggung, gelisah

• Gangguan efektifitas diri diarea sosial dan pekerjaan.

3) Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD ( >1 bulan )

• Gangguan ini muncul akibat suatu peristiwa hebat yang mengejutkan,

bahkan sering tidak terduga dan akibatnya pun tidak tertahankan oleh

orang yang mengalaminya.

• Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang pernah

dialami.

• Ketidak berdayaan/ ke-”tumpul”an emosional dan “menarik diri”

7

Page 11: TM 2_Penanganan Korban Bencana

• Terlalu siaga/ waspada yang disertai ketergugahan/ keterbangkitan

secara kronis

• Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsi

secara efektif dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga,

pendidikan, dll)

c. Reaksi Stres terhadap Bencana

1) Berbagai masalah psikologis yang mungkin akan dialami seseorang

setelah mengalami peristiwa traumatis

2) Reaksi – reaksi normal dan wajar (normal stress reaction) yang biasa

ditampilkan/ dialami seseorang beberapa saat setelah mengalami

peristiwa traumatis

3) Jenis-jenis reaksi stress akibat bencana

• Reaksi Fisik:

▫ Tegang

▫ Cepat lelah

▫ Sulit tidur

▫ Nyeri pada tubuh/ kepala

▫ Mudah terkejut

▫ Jantung berdebar-debar

▫ Mual-mual dan pusing

▫ Selera makan menurun

▫ Gairah seksual menurun

• Reaksi Emosional:

▫ Shock

▫ Takut

▫ Marah, Berduka/ sedih

▫ Merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka)

▫ Tidak berdaya

8

Page 12: TM 2_Penanganan Korban Bencana

▫ Tidak dapat merasakan apapun (tidak dapat merasakan kasih

sayang, kehilangan minat melakukan kegiatan yang sebelumnya

disukai)

▫ Depresi (sedih yang mendalam, banyak menangis, kehilangan

tujuan hidup, ingin mati, menyakiti diri)

• Reaksi Kognitif

▫ Kebingungan, ragu – ragu

▫ Kehilangan orientasi

▫ Sulit membuat keputusan

▫ Khawatir

▫ Tidak dapat konsentrasi

▫ Lupa

▫ Mengingat kembali pengalaman traumatis tersebut (mimpi buruk,

flashback)

▫ Tempat, waktu, bau, suara tertentu yang mengingatkan pada

peristiwa traumatis tersebut

• Reaksi Spiritual:

▫ Kehilangan iman terhadap Tuhan

▫ Percaya bahwa ia dikutuk Tuhan

▫ Menunjukkan sinisme terhadap agama

▫ Kehilangan makna hidup

• Reaksi Interpersonal

▫ Sulit mempercayai orang lain

▫ Mudah terganggu / teriritasi

▫ Tidak sabar

▫ Mudah terlibat konflik

▫ Menarik diri, menjauhi orang lain

▫ Merasa ditolak/ ditinggalkan

9

Page 13: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Hasil identifikasi, selanjutnya dilaporkan oleh petugas kepada

pimpinan lembaga yang berwenang memberikan bantuan. Lembaga yang

berwenang kemudian memiliki kewajiban melakukan verifikasi terhadap

kebenaran laporan petugas identifikasi.

Verifikasi dilakukan dengan cara mendatangi pihak-pihak yang

memiliki hubungan dengan korban bencana calon penerima bantuan,

untuk mengecek kebenaran data dan informasi yang dibuat petugas

identifikasi. Petugas verifikasi dapat menghubungi langsung orang-orang

yang termasuk keluarga korban, saudara, kerabat atau pemuka masyarakat,

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mengobservasi, mencatat dan

mendokumentasikan bukti-bukti kebenaran data dan informasi tentang

korban yang sudah dimiliki sebelumnya.

2. Identifikasi dan Pengkajian Sumber

a. Jenis-jenis Sumber

Sumber-sumber merupakan semua aset yang ada di suatu masyarakat baik

sumber manusiawi, alam maupun sosial, yang dapat digali dan

didayagunakan untuk menangani masalah yang dialami korban bencana.

Siporin (1975) menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) jenis sumber dalam

kesejahteraan sosial, yaitu :

1) Sumber internal dan eksternal.

Sumber internal meliputi ; kecerdasan, imajinasi, kreativitas, sensitivitas,

motivasi, keberanian, karakter moral, kekuatan fisik, keyakinan agama,

pengetahuan dan kemampuan khusus lainnya. Sedangkan sumber

eksternal bisa meliputi; harta kekayaan, prestise, pekerjaan, kerabat yang

mampu/kaya, teman yang memiliki pengaruh, program jaminan pensiun.

2) Sumber formal dan offisial serta sumber informal dan non-offisial.

10

Page 14: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Sumber formal dan offisial adalah organisasi-organisasi yang mewakili

kepentingan masyarakat (korban bencana), seperti; Pekerja Sosial

Profesional, Lembaga-lembaga Konseling, dan lembaga-lembaga lain

yang memberikan pelayanan sosial terhadap korban bencana. Sedangkan

sumber informal dan non-offisial seperti dukungan sosial dari kerabat,

tetangga yang memberikan bantuan makanan, pakaian, tempat tinggal,

uang atau dukungan moral yang diberikan selama korban bencana

menghadapi kesulitan. Sumber-sumber non offsial ini merupakan bagian

dari sistem sumber pertolongan alamiah.

3) Sumber-sumber simbolik-partikularistik dan konkrit universalistik dan

exchange values.

Sumber-sumber simbolik-partikularistik misalnya status dan informasi,

pelayanan dan barang, cinta dan uang. Sumber-sumber konkrit mencakup

sumber-sumber alamiah yang berkaitan dengan alam dan yang dihasilkan

oleh alam, misalnya lahan untuk berkebun, barang tambang, serta

kekayaan alam lainnya. Sedangkan kategori exchange values merupakan

sesuatu yang dimiliki manusia yang memiliki nilai yang dapat

dipertukarkan, seperti bakat seni, daya tahan terhadap tekanan, dan

sebagainya.

4) Sumber-sumber yang dapat menjadi kekuatan atau kekuasaan, seperti ilmu

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki manusia.

5) Sumber-sumber berupa fasilitas, cara-cara untuk menyelesaikan tugas-

tugas dan tujuan hidup, serta cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah

dalam kehidupan.

Sedangkan Pincus & Minahan (1973) menyebutkan ada 3 (tiga) jenis Sumber

dalam pekerjaan sosial, yaitu :

11

Page 15: TM 2_Penanganan Korban Bencana

1) Sistem Sumber Informal atau Alamiah.

Sistem sumber informal atau alamiah merupakan segala bentuk dukungan,

bantuan dan pelayanan yang dapat digali dan dimanfaatkan dari

lingkungan terdekat, seperti keluarga, teman, kerabat ataupun tetangga.

Bentuknya dapat berupa dukungan emosional, kasih sayang, perhatian,

nasihat, informasi, serta bantuan-bantuan konkrit seperti bantuan makanan,

pakaian ataupun uang. Sistem sumber ini dapat pula dijadikan jalan bagi

pemanfaatan system sumber lainnya.

2) Sistem Sumber Formal

Sistem sumber formal merupakan sistem sumber yang dapat memberikan

bantuan, dukungan atau pelayanan bagi para anggotanya melalui suatu

wadah organisasi yang sifatnya formal, seperti; serikat pekerja,

perhimpunan orang tua yang memiliki anak-anak berkecerdasan dibawah

normal, persatuan orang tua murid, maupun organisasi-organisasi

professional. Keberadaan sistem sumber ini dapat pula digunakan dan

dimanfaatkan sebagai jalan bagi akses terhadap sumber-sumber lainnya.

3) Sistem Sumber Kemasyarakatan

Sistem sumber kemasyarakatan adalah lembaga-lembaga yang didirikan

oleh pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan kepada

semua orang, misalnya; sekolah, rumah sakit, lembaga bantuan hokum,

serta badan-badan sosial bagi perawatan anak, adopsi anak, lembaga

pelatihan dan penempatan tenaga kerja, tempat-tempat rekreasi, dan

fasilitas social lainnya. Orang-orang umumnya terkait dengan salah satu

atau bahkan beberapa sistem sumber kemasyarakatan.

b. Keterbatasan Sistem Sumber

Keberadaan sistem sumber tersebut di atas merupakan sesuatu yang potensial,

artinya harus digali secara efektif. Oleh karenanya para penyelenggara

program bantuan bagi korban bencana diharapkan mampu menggali berbagai

12

Page 16: TM 2_Penanganan Korban Bencana

sistem sumber tersebut, karena dengan sistem sumber dapat membantu orang

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, memecahkan masalah maupun

memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Namun seringkali sistem sumber

tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena adanya keterbatasan atau tidak

memadai.

Beberapa kekurangan/kelemahan dai sistem sumber adalah sebagai berikut :

1) Informal:

(1) Tidak terkait

Artinya bahwa seseorang tidak terkait pada suatu sistem sumber

informal, misalnya karena tidak lagi memiliki sanak keluarga atau

kerabat, baru pindah ke lingkungan baru, belum mengenal tetangga

dengan baik dan sebagainya.

(2) Perasaan Sungkan

Dalam hal ini seseorang merasa enggan atau sungkan untuk meminta

bantuan kepada keluarga, kerabat, teman ataupun tetangga.

(3) Sistem sumber informal tidak dapat memberikan bantuan yang

dibutuhkan oleh seseorang, atau bantuan tersebut tidak efektif atau sulit

diterima oleh orang yang membutuhkan.

2) Formal:

(1) Organisasi-organisasi formal memang tidak terdapat di lingkungannya

(2) Orang enggan atau tidak mau memasuki atau menjadi anggota suatu

organisasi formal yang ada.

(3) Orang mungkin tidak mengetahui adanya sistem sumber formal di

lingkungan mereka.

(4) Sistem sumber yang ada tidak menyediakan sumber-sumber yang

dibutuhkan atau kurang mempunyai pengaruh yang dapat diberikan

kepada anggotanya, serta kurang berhubungan dengan sistem sumber

formal.

13

Page 17: TM 2_Penanganan Korban Bencana

3) Kemasyarakatan:

(1) Tidak tersedia atau tersedia tetapi jumlahnya kurang memadai

(2) Memadai tetapi secara geografis, psikologis dan kultural tidak dapat

digunakan

(3) Tidak tahu ada badan sosial atau tidak memahami cara menggunakan

sumber dari badan sosial tersebut

(4) Tujuan dan cara dari setiap badan sosial berbeda, sehingga

membingungkan.

c. Pengembangan jejaring kerja dalam penggalian potensi dan sumber

Kebutuhan korban bencana

Jejaring kerja dapat diartikan sebagai semua hubungan dengan orang atau

lembaga lain yang memungkinkan pengatasan masalah dapat berjalan secara

efektif dan efisien. Media yang paling ampuh untuk membuka jejaring adalah

dengan melakukan pergaulan. Oleh karena itu lembagaorganisasi yang menangani

korban bencana sedapat mungkin menjalin jejaring kerja dengan berbagai

organisasi/lembaga yang ada di daerahnya.

Jejaring kerja yang diperlukan dalam penanganan korban bencana adalah

sebagai berikut:

1. Jejaring kerja antar keluarga korban bencana.

Penanganan korban bencana memerlukan kegiatan-kegiatan yang bersifat

pengumpulan informasi, penyadaran umum, pembentukan kelompok inti,

mobilisasi, dan kegiatan-kegiatan bersama lainnya. Jejaring kerja

diperlukan agar kegiatan-kegiatan bersama antar keluarga korban bencana

dapat dilakukan dan tercapai. Petugas berperan mendorong para korban

bencana membentuk jejaring diantara mereka sendiri. Para anggota

jejaring juga menentukan bagaimana mereka akan bekerja, bertemu, dan

menentukan mekanisme dan proses-proses dalam jejaring tersebut.

2. Jejaring kerja pelayanan kesejahteraan sosial

14

Page 18: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Jejaring kerja pelayanan kesejahteraan sosial ditujukan untuk memenuhi

berbagai kebutuhan korban bencana. Jejaring kerja ini dikembangkan

berbasis masyarakat, yaitu mengembangkan jejaring diantara berbagai

organisasi berbasis masyarakat seperti PKK, orsos, dasa wisma, dan

sebagainya. Jejaring kerja berbasis masyarakat mendayagunakan sistem

nilai dan sumber yang ada di masyarakat itu sendiri untuk memenuhi

kebutuhan para korban bencana.

Jejaring kerja berbasis kelembagaan diperlukan untuk mendukung

berbagai kebutuhan korban bencana yang tidak dapat dipenuhi oleh

jejaring kerja berbasis masyarakat. Jejaring kerja kelembagaan mencakup

organisasi pemerintah dan non pemerintah yang bergerak dibidang

kesejahteraan sosial. Sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya,

dinas/instansi sosial setempat merupakan simpul untuk jejaring kerja

kelembagaan ini. Sebagai simpul, Dinas, Instansi Sosial mendorong dinas-

dinas lainnya untuk memenuhi kebutuhan korban bencana.

3. Jejaring kerja pelayanan kesehatan.

Jejaring kerja pelayanan kesehatan diperlukan dalam penanganan korban

bencana. Jejaring pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu para

korban bencana mengakses pelayanan kesehatan secara lebih mudah.

Jejaring ini bertumpu pada lembaga pelayanan kesehatan seperti

puskesmas dan rumah sakit. Petugas dapat berperan sebagai advokat

sosial yang mendorong diberlakukannya peraturan Rumah Sakit yang

lebih dapat menerima keluarga-keluarga korban bencana yang bermasalah

secara lebih terbuka.

4. Jejaring kerja dunia usaha

Dunia Usaha berperan penting dalam mendukung penanganan korban

bencana, berupa:

15

Page 19: TM 2_Penanganan Korban Bencana

a. Membentuk jejaring perusahaan yang

berkomitmen untuk membantu mengatasi permasalahan yang dialami

korban bencana;

b. Menciptakan mekanisme pembelajaran bagi

perusahaan melalui workshop dan berbagai event terkait dengan

permasalahan yang dialami korban bencana;

c. Memfasilitasi Public-Private Partnership antara

perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung

penanganan korban bencana.

5. Jejaring kerja dunia pendidikan.

Dunia pendidikan berperan sentral dalam penanganan korban bencana.

Lembaga-lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam

menggali dan mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal yang mendukung

penanganan korban bencana. Petugas dapat berperan sebagai pendidik

sosial yang memperkuat pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat

dalam penanganan korban bencana.

6. Jejaring kerja media massa.

Fungsi Pers: sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol

sosial, lembaga ekonomi. Pers dengan fungsi informasi, edukasi dan

kontrol sosial, selayaknya menyampaikan hal-hal yang bersifat promotif

dan preventif dalam penanganan korban bencana.

1.3 Pencarian dan Evakuasi Korban Bencana

Bencana maupun kecelakaan mengenai siapa saja, dimana saja, dan kapan

saja. Terkadang musibah ini dapat menimpa seseorang di tempat yang tidak

diperkirakan dimana keadaannya sama sekali tidak memungkinkan untuk

pemberian pertolongan sehingga pemindahan korban ke tempat yang lebih

kondusif sangat diperlukan. Sebagai contoh korban tabrakan yang masih berada di

dalam mobilnya, korban yang terjatuh ke jurang, atau korban dalam keadaan

perang. Pemindahan korban dari tempat kejadian ke tempat yang lebih aman

16

Page 20: TM 2_Penanganan Korban Bencana

untuk mendapat penanganan lebih lanjut dimana sebelumnya pertolongan pertama

telah dilakukan

1. Prinsip dasar evakuasi

Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip yang

harus diperhatikan agar proses ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak

menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi. Prinsip – prinsip itu antara

lain :

a. Lokasi Tempat kejadian tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan lebih lanjut sehingga tindakan evakuasi diperlukan agar korban dapat diselamatkan dan tidak mengalami cidera yang lebih jauh lagi.

b. Kondisi Korban

Dalam melakukan evakuasi, evaluasi terhadap kondisi korban

yang ditemukan harus diperhatikan agar proses evakuasi dapat

berjalan dengan lancar. Kondisi yang perlu untuk diperhatikan

antara lain :

Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat

menyebabkan kematian

Kontrol ABC

Tidak terdapat trauma tulang belakang ataupun cedera leher

Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka

hendaknya dilakukan immobilisasi pada daerah tadi

Angkat Tubuh korban bukan tangan/kaki (alat gerak)

Jangan menambah parah kondisi korban

c. Peralatan

dalam melakukan suatu proses evakuasi penggunaan peralatan

17

Page 21: TM 2_Penanganan Korban Bencana

yang memadai perlu diperhatikan. Hal ini penting karena dengan

adanya peralat yang memadai ini proses evakuasi dapat lebih

dipermudah dan cidera lebih lanjut yang mungkin terjadi pada

korban dapat lebih diperkecil kemungkinanannya. Penggunaan

peralatan ini juga harus disesuaikan dengan kondisi medan

tempat korban ditemukan.

d. Pengetahuan dan Keterampilan perorangan

Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang akan

melakukan proses evakuasi juga menjadi faktor penting karena

dengan pengetahuan dan keterampilan ini semua masalah yang

dapat timbul selama proses evakuasi dapat ditekan. Sebagai

contoh, dengan keterampilan yang ada seseorang dapat

melakukan evakuasi dengan alat seadanya. Dalam melakukan

evakuasi, keselamatan penolong haruslah diutamakan.

2. Tahap – Tahap Evakuasi

Evakuasi adalah suatu proses dimana terdapat tahapan – tahapan di

dalamnya. Tahapan itu antara lain :

a. Aktualisasi

Telah Melalui tahapan initial assesment

Penanganan awal korban saat ditemukan

b. Mobilisasi

Penggunaan teknik evakuasi yang sesuai

Pemilihan jalur evakuasi

Tempat tujuan evakusi

3. Teknik Evakuasi

18

Page 22: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Terdapat berbagai macam teknik dalam melakukan evakuasi dimana

tekniknya disesuaikan dan dikembangan menurut kondisi yang ada.

Secara umum, teknik dalam melakukan evakuasi dibagi sebagai berikut :

a. Dengan alat

Dalam mengangkut korban dengan menggunakan tandu, biasanya

1 regu penolong terdiri dari enam sampai tujuh orang, dengan tugas

masing-masing:

Pimpinan/ Komandan Regu : memberi komando, mengatur

pembagian kerja pada saat mengangkat berhadapan dengan

wakil dan anggotanya, tempat waktu mengusung : kanan

depan tandu.

Wakil pimpinan regu : membantu pimpinan dan mengobati

pasien, waktu mengangkat : bagian bawah kaki, tempat

mengusung : kiri depan tandu.

Anggota A : Mengobati dan membalut, waktu

mengangkat : bagian badan dan punggung, tempat waktu

mengusung : kanan belakang tandu.

Anggota B : Membantu anggota C mengatur tandu dan

membalut, waktu mengangkat : bagian kepala dan dada,

tempat waktu mengusung : kiri belakang tandu.

Anggota C : Mengatur tandu dan menyiapkan obat dan alat

yang digunakan, waktu mengangkat : mengumpulkan alat-

alat P3K dan barang milik pasien, memantau kondisi

pasien selama proses evakuasi.

Angggota D : Menjadi Pemandu atau pembuka jalur dan

memeriksa situasi dan kondisi jalur yang akan atau sedang

dilewati, mencatat hal-hal penting.

b. Tanpa alat1 orang penolong

19

Page 23: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Korban anak-anakCradle (membopong)

Penolong jongkok atau melutut disamping anak/korban . Satu

lengan ditempatkan di bawah paha korban dan lengan lainnya

melingkari punggung. Korban dipegang dengan mantap dan

didekapkan ke tubuh, penolong berdiri dengan meluruskan

lutut dan pinggul. Tangan penolong harus kuat dalam

melakukan teknik ini.

20

Page 24: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Pick a back (menggendong)

Digunakan untuk korban sadar .Penolong pertama jongkok

atau melutut perintahkan anak/korban untuk meletakkan

lengannya dengan longgar di atas pundak penolong. Genggam

masing-masing tungkai korban. Berdiri dengan meluruskan

lutut dan pinggul.

Memapah (one rescuer assist)

Tindakan yang aman untuk korban yang adar dan dapat

dengan jalan memapahnya. Caranya dengan berdiri

disampingnya pada bagian yang sakit ( kecuali pada

cederaekstremitas atas) dengan melingkarkan tangan pada

pinggang korban dan memegang pakaiannya pada bagian

pinggul dan lingkarkan tangan korban di leher penolong dan

memegangnya dengan tangan yang lain.

Menyeret (One Rescuer Drags)

21

Page 25: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Dapat digunakan untuk korban yang

sadar maupun tidak sadar, pada jalan yang licin (aman dari

benda yang membahayakan) seperti lantai rumah, semak

padang rumput, dlla. Caranya dengan mengangkangi korban

dengan wajah menghadap ke wajah korban dan tautkan

(ikatkan bila korban tidak sadar) kedua pergelangan korban dan

lingkarkan di leher. Merangkak secara perlahan-lahan.

Kontraindaksinya adalah patah atau cedera ekstemitas atas dan

pundak (scapula).

Fireman Lift

Merupakan tindakan yang aman bagi korban baik dalam

keadaan sadar ataupun tidak sadar tetapi tidak terjadi fraktur

pada ekstremitas atas atau vertebra. Biasanya digunakan pada

korban dengan berat badan ringan.

22

Page 26: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Lebih dari 1 orang penolong ( Membopong)

Teknik pengangkutan yang teraman dari semua teknik

yang ada baik bagi korban maupun penolong. Teknik ini tidak

dapat digunakan untuk korban yang tidak dapat

membengkokkan tulang belakang (cedera cervical) dan cedera

dinding dada. Caranya : penolong jongkok/melutut di kedua

sisi korban dengan pinggul menghadap korban. Korban

diangkat dalam posisi duduk dalam rangkain tangan penolong

dan instruksikan untuk meletakkan lengan-lengannya di atas

pundak para penolong, para penolong menggenggam tangan

kuat-kuat di bawah paha korban sedangkan tangan yang bebas

digunakan untuk menopang tubuh korban dan diletakkan di

punggung korban.

Memapah

Korban berada ditengah-tengah penolong dan cocok untuk

korban sadar maupun tidak sadar dan tidak mengalami cedera

leher

23

Page 27: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Mengangkat

Cara paling aman untuk melakukan evakuasi pada

korban yang tidak sadar dan mengalami cidera

multipel. Penolong lebih dari 2 orang dimana

tiga/dua penolong mengangkat badan dan salah

seorang dari anggota tim memfiksasi kepala korban.

Pengangkatan ini dilakukan secara sistematis dan

terkoordinir untuk menghindari cidera yang lainnya.

Evakuasi tanpa menggunakan tandu dilakukan untuk

memindahkan korban dalam jarak dekat atau menghindarkan

korban dari bahaya yang mengancam. Untuk evakuasi dengan

jarak jauh seringan apapun cedera korban usahakan untuk

mengangkutnya dengan menggunakan tandu.

1.4 Upaya Pertolongan Pertama pada Korban Bencana

Ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi atau menanggulangi

masalah pada pertolongan pertama, yaitu:

1. Jangan panik

24

Page 28: TM 2_Penanganan Korban Bencana

2. Jangan emosional

3. Jangan tergesa-gesa

4. Jangan mendramatisai

5. Jangan putus asa

Kenyataannya emang agak susah diterapin gan, tapi usahakan jangan

membuat diri kita makin panik..tarik nafas dalam-dalam dan usahan tenang..

Prinsip utama pada pertolongan utama:

1. Cermat: tenang dan tidak panik

2. Cepat : tidak tertunda dan hati-hati

3. Tepat : Cara yang diterapkan tidak menyimpang dari kaidah langkah-langkah

P3K.

A. Langkah-Langkah BHD (Bantuan Hidup Dasar)

Kondisi gawat darurat: prioritas pertolongan utama, A-B-C:

A-airway : bebaskan jalan nafas

B-breathing : beri nafas bantuan (+ oksigen)

C-circulation : pijat jantung (kompresi jantung, untuk sirkulasi). Harus dilakukan

SEGERA di tempat kejadian.

Langkah 1: Proteksi diri (bisa juga memakai masker, handscon, kacamata gugle

Langkah 2: Amankan Lingkungan, pindahkan pasien ketempat yang aman dari

bahaya atau yang kondusif untuk melakukan pertolongan. 

Langkah 3:

Cek kesadaran korban, periksa kesadaran korban dengan menepuk bahu dan

memanggil dengan suara keras.  Misalnya manggil :"pak,pak..masih sadar tidak?",

ato "buk, buk masih bisa dengar saya?"..kalo dia jawab dan suaranya kedengaran

jelas,berarti sadar, kalau masih sadar tidak begitu perlu bantuan nafas dan rjp.

Kalo dia tidak sadar atau sadar tapi sayup sayup,lanjutkan langkah selanjutnya.

Langkah 4:

25

Page 29: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Meminta bantuan (telpon Ambulans, dokter, etc), sebut lokasi kejadian dan

keadaan korban dengan jelas, dan minta bantuan warga lain.

Langkah 5:

- Posisi korban: letakan di lantai atau alas yang keras dan rata (memudahkan kita

melakukan resustasi jantung paru [rjp] nantinya gan).

- Posisi penolong: berada di sebelah kanan pasien,dengan posisi kaki diantara dua

bahu korban (supaya tidak memakan waktu dan menghabiskan tenaga untuk

pindah2 tempat 

Langkah 6:

A. Airway:

Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah,

- Cross finger (jempol dan telunjuk menyilang untuk membuka mulut,

sedangkan jari tengah ato jari pada tangan laen digunakan untun

membersihkan mulut (finger sweep)

- Finger sweep (membersihkan mulut pasien) dengan kasa atau kain. Jangan

menggunakan tisu! Karena tisu mudah menyerap air (meluber).

Membuka jalan nafas (tanpa alat) :

- Head tilt (tengadah kepala)

- Chin lift (topang dagu)

26

Page 30: TM 2_Penanganan Korban Bencana

- Jaw thrust (angkat rahang bawah. Dilakukan pada pasien dugaan cedera leher

gan, misalnya jatuh dari lantai atas)

Langkah 7:

B. Breathing:

1) Periksa apakah korban bernafas!

2) Look, Listen and Feel

3) Posisi tetap chin lift & head tilt

4) Dekatkan pipi penolong kemulut dan hidung korban, mata penolong

melihat ke dada.

Benda Masuk Hidung

- jangan mencoba mengorek benda tersebut dengan jari

27

Page 31: TM 2_Penanganan Korban Bencana

- jungkirkan bayi/anak tsb dengan memegang kaki nya, punggung ditepuk2

diantara kedua belikat.

Langkah 8:

Jika korban TIDAK BERNAFAS Lakukan ventilasi inisial (nafas buatan)

sebanyak 2x (cepat dan dalam)

Langkah 9:

B. Check Circulation (cek nadi)

Cek nadi karotis (1,5-2cm dari bagian tengah leher ke arah

lateral/nyamping)

Tahan 5-10 detik.

28

Page 32: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Langkah 9.1:

Jika nadi ada, tetapi nafas tidak ada :

1) Lakukan nafas buatan sebanyak 12x/menit ( posisi leher pasien ekstensi

(head tilt), tutup hidung pasien)

2) Cek pernafasan dengan LLF (look, listen, feel)

3) Jika tidak ada lakukan lagi ventilasi buatan sebanyak 12x/menit

4) Cek pernafasan dengan LLF (look, listen, feel)

5) Jika masih tidak ada, maka lakukan evaluasi total (A.B.C)

Bila kemungkinan jalan nafas masih tersumbat, cek lagi pernafasan. Jika

tidak ada,lakukan lagi ventilasi, jika ada cek lagi nadi karotis. Jika ada maka->

PAS (recovery position)

Langkah 9.2:

Jika nadi tidak ada:

1) Lakukan kompresi jantung luar dengan perbandingn 30:2 (30x

kompresi dan 2x nafas buatan) sebanyak 5 siklus

29

Page 33: TM 2_Penanganan Korban Bencana

2) Cek Nadi

3) Jika tidak ada lakukan lagi kompresi dengan perbandingn 30:2 selama

5 siklus.

Melakukan kompresi

1) Letakkan dua jari kita ke ulu hati (kalo bahasa awamnya), tp kalo

bahasa kerennya itu 'procesus xipoideus'.

2) Lalu letakkan telapak tangan kita di atas dua jari itu (diatas ulu ati)

3) Kepalkan tangan diatas tangan satunya..

4) Kompresi (menekan secara berulang) dibagian itu selama 30x, dg

posisi tangan tegak lurus, karena menumpu pada bahu, jadi

usahakan bahu tegap)

5) setelah 30x, berikan 2 kali nafas buatan, lanjut lagi 30x kompresi,

dan begitu seterusnya sampai 5 siklus..

ini bisa dilakukan bergantian (bila ada 2 penolong) bila salah satu

penolong lelah, pergantian dilakukan pada saat menghitung,

misal:"25,26 ganti -> penolong lain langsung menggantikan,trus

dilanjutkan dg cepat, 27, 28, 29, 30..

30

Page 34: TM 2_Penanganan Korban Bencana

setelah 5 siklus:

1) Cek nadi, jika ada maka cek pernapasan(LLF)

2) Jika tidak ada lakukan ventilasi buatan 12x/menit, begitu seterusnya gan

(cek nadi, cek nafas)

3) Jika ada-> PAS (recovery position) miring ke kiri.

Catatan :

1. Kompresi kedalamnya 4-5 cm

Dewasa: dua tangan

Anak2 : satu tangan

Bayi : 2 jari

31

Page 35: TM 2_Penanganan Korban Bencana

masih ada pertimbangan lain sebelum melakukan pertolongan pertama ini,

misalnya patah tulang rusuk.

2. Bantuan dihentikan jika :

a. Penolong sudah lelah

b. Bantuan sudah datang

c. Pasien sudah sadar

d. Pasien sudah meninggal (Lihat pupil mata, akan

melebar jika sudah

meninggal)

32

Page 36: TM 2_Penanganan Korban Bencana

B. Metode  Pertolongan  Pertama

(Pembalutan dan Pembidaian)

1. Prosedur Pembalutan :

Perhatikan tempat atau letak bagian tubuh yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini:

Bagian dari tubuh yang mana? (untuk menentukan macam pembalut yang digunakan dan ukuran pembalut bila menggunakan pita)

Luka terbuka atau tidak? (untuk perawatan luka dan menghentikan perdarahan)

Bagaimana luas luka? (untuk menentukan macam pembalut)

Perlu dibatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak? (untuk menentukan perlu dibidai/tidak?)

Pilih jenis pembalut yang akan digunakan. Dapat satu atau kombinasi. Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi. Urut-urutan tindakan desinfeksi luka terbuka:

Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk melindungi luka selama didesinfeksi.

Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat antiseptik.

Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk membasuh bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.

Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran yang tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.

Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di atasnya dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.

Kemudian berikan balutan yang menekan.

Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan dengan cara:

Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan.

33

Page 37: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling lama 15 menit.

Pengikatan dengan tourniquet.

o Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.

o Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)

o Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan kain atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket kain, perlu dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang ialah menghilangnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.

o Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan dengan kasa steril.

Elevasi bagian yang terluka

Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan:

Dapat membatasi pergeseran/gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi

Sesedikit mungkin membatasi gerak bgaian tubuh yang lain

Usahakan posisi balutan paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.

Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya balutan berlapis, yang paling bawah letaknya di sebelah distal.

Tidak mudah kendor atau lepas

2. Prinsip dan Prosedur Pembidaian :Prinsip

Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.

Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur

34

Page 38: TM 2_Penanganan Korban Bencana

harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.

Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.

 

Prosedur Pembidaian

Siapkan alat-alat selengkapnya

Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan

rawat lukanya dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.

Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang,

diukur dahulu pada sendi yang sehat.

Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di

antara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit,

pembuluh darah, atau penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang

ada tonjolan tulang.

Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dan

sebagainya) dimulai dari sebelah atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak

boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur. Simpul ikatan jatuh pada

permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang dibidai.

35

Page 39: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar

secara keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.

Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.

Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

3. Alat Bantu pada Pertolongan Pertama

1.Perban

Perban adalah bahan yang digunakan untuk menutup luka dengan tujuan untuk

membantu menghentikan pendarahan dan menyerap cairan yang keluar dari luka

juga mencegah terjadinya kontaminasi kuman.

Bila perban tidak tersedia dapat digunakan bahan lain seperti sapu tangan, sarung

tangan, lembaran kain atau pakaian yang bersih. Jika memungkinkan, bahan

tersebut disterilkan dengan merebusnya selama 15 menit kemudian baru

dikeringkan. Pada saat menutup luka usahakan perban lebih lebar beberapa

sentimeter dari pinggiran luka untuk mencegah kontaminasi kotoran atau kuman.

2.Pembalut/bebat

Bebat atau balutan adalah bahan yang sering digunakan untuk melapis luka

sehabis diperban. Kegunaannya adalah untuk menbantu menghentikan

pendarahan, mengurangi terjadinya pembengkakan dan mendukung bagian otot

yang terluka supaya menyatu kembali.

3.     Mitella (pembalut segitiga)

Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai

ukuran. Panjang kaki antara 50-100 cm

Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak

tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.

36

Page 40: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut bentuk dasi.

37

Page 41: TM 2_Penanganan Korban Bencana

4.     Dasi (cravat)

Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya sehingga berbentuk pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir. Cara membalut:    o  Bebatkan pada tempat yg akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan    o  Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor, dengan cara  sebelum diikat arahnya         saling menarik    o  Kedua ujung diikatkan secukupnya

5.     Pita (pembalut gulung)Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan elastis. Yang paling sering adalah kasa. Hal ini dikarenakan kasa mudah menyerap air dan darah, serta tidak mudah kendor.Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:

1.  2,5 cm : untuk jari-jari2.  5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan

3.  7,5 cm : untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki

38

Page 42: TM 2_Penanganan Korban Bencana

4.  10 cm : untuk paha dan sendi pinggul

5.  10-15 cm : untuk dada, perut dan punggung.

Cara membalut anggota badan (tangan/kaki):

1. Sangga anggota badan yang cedera pada posisi tetap2. Pastikan bahwa perban tergulung kencang

3. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh, yang akan dibalut dari distal ke proksimal (terakhir ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain secukupnya). Atau bisa dimulai dari bawah luka (distal), lalu balut lurus 2 kali.

4. Dibebatkan terus ke proksimal dengan bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya. Setiap balutan menutupi dua per tiga bagian sebelumnya.

5. Selesaikan dengan membuat balutan lurus, lipat ujung perban, kunci dengan peniti atau jepitan perban.

6.    Plester (pembalut berperekat)

39

Page 43: TM 2_Penanganan Korban Bencana

Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang. Cara pembidaian langsung dengan lester disebut strapping. Plester dibebatkan berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakan perlu pita yang masing-masing ujungnya difiksasi lengan plester. Untuk menutup luka yang sederhana dapat dipakai plester yang sudah dilengkapi dengan kasa yang mengandung antiseptik (Tensoplast, Band-aid, Handyplast dsb).

Cara membalut luka terbuka dengan plester:

1. Luka diberi antiseptik2. Tutup luka dengan kassa

3. Baru letakkan pembalut plester.

 7.    Kassa Steril

Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah disterilkan dan dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus tidak boleh dibuka sebelum digunakan. Digunakan untuk menutup luka-luka kecil yang sudah didisinfeksi atau diobati (misalnya sudah ditutupi sofratulle), yaitu sebelum luka dibalut atau diplester.

 8.    Bidai

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari immobilisasi adalah:1.   Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan lemah,      otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.2.   Tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena      rasa nyeri yang hebat.3.   Tidak membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya      infeksi tulang.

Pembidaian tidak hanya dilakukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor

40

Page 44: TM 2_Penanganan Korban Bencana

sehingga gampang mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu dilakukan pembidaian.

SOAL

1. Dalam suatu bencana, terdapat puluhan korban yang bergeletakan di dalam

lapangan . Semua tim penyelamat dikerahkan menuju lapangan untuk

mengevakuasi korban. Dari sekian banyak korban, yang paling darurat

untuk di tangani pertama kali adalah?

a. Korban dengan Triage hijau

b. Korban dengan Triage hitam

c. Korban dengan Triage merah

d. Korban dengan Triage kuning

e. Korban dengan Triage orange

(Karena, korban denga triage berwarna merah lebih memiliki resiko

fatal tinggi dari triage-triage yang lain. Dan karena yang tertuju pada

triage tersebuat adalah system paru jantung)

2. Dalam suatu bencana, terdapat puluhan korban yang bergeletakan di dalam

lapangan . Semua tim penyelamat dikerahkan menuju lapangan untuk

mengevakuasi korban. Dari sekian banyak korban, ada beberapa korban

yang mendapatkan triage hijau. Hal yang harus dilakukan tim penyelamat

yaitu dengan cara, kecuali ?

a. Mengevakuasi dan memerintahkan untuk berpindah ketempat yang

lebih aman

b. Mebiarkan terlebih dahulu

c. Membantu memberikan perawatan

d. Mambantu menenangankan emosi

e. Membantu penanganan psikologis

41

Page 45: TM 2_Penanganan Korban Bencana

(Karena, jika korban dibiarkan terlebih dahulu maka tingkat

stressornya akan meningkat dan memperburuk psikologis dari korban

tersebut)

3. Urutan siklus manajemen bencana yang benar adalah….

a. Mitigrasi, respon, kesiapsiagaan, pemulihan

b. Mitigrasi, kesiapsiagaan, respon, pemulihan

c. Mitigrasi, tanggap darurat, kesiapsiagaan, respon,

pembangunan

d. Mitigrasi, pengawasan, respons, pemulihan

e. Mitigrasi, tanggap darurat, respons, pembangunan

4. Tindakan manajemen bencana alam dilakukan….

a. Sebelum terjadi bencana

b. Setelah ada kepastian akan terjadi bencana

c. Setelah bencana berlalu

d. Sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana

e. Setelah dilakukan evaluasi penanganan bencana

5. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut.

1. Membuat bangunan dengan konstruksi antigempa

2. Mewaspadai tanda-tanda gempa

3. Memasang detektor gempa

4. Membuat bangunan berbahan kayu jati

5. Mencari posisi hiposentrum gempa

Langkah-langkah manajemen bencana gempa bumi ditunjukkan nomor….

a. 1,2, dan 3

b. 1,2, dan 4

c. 1,2, dan 5

d. 2,4, dan 5

42

Page 46: TM 2_Penanganan Korban Bencana

e. 3,4, dan 5

43

Page 47: TM 2_Penanganan Korban Bencana

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyelenggaraan penanganan bencana sendiri terbagi menjadi tiga yaitu

prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Ketiganya dibedakana karena

membutuhkan penangana yang berbeda.Dalam penanganan korban bencana

terdapat tiga hal yang harus dilakukan yaitu pengkajian dalam situasi bencana,

pencarian dan evakuasi korbn serta upaya pertolongan pertama pada korban

bencana.

3.2 Saran

Agar upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan lebih cepat dan

tepat di masa yang akan datang, diperlukan dukungan semua jajaran yang terlibat

sehingga koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor dapat dilaksanakn

secara terpadu dan terarah. Diperlukan juga monitoring dan evaluasi pada setiap

kegiatan penanggulangan bencana yang telah dilakukan untuk mengukur dan

menilai keoptimalan kegiatan yang telah dilakukan.

44

Page 48: TM 2_Penanganan Korban Bencana

DAFTAR PUSTAKA

Andun Sudijandoko. (1999/2000). Perawatan Dan Pencegahan Cedera. Jakarta:

Depdiknas

Andi Suhandi, 2012. Jenis dan Cara Pembalutan. Link :

(http://www.ensiklopediapramuka.com/2012/10/pppk-jenis-dan-cara-

pembalutan.html diakses tanggal 12 Desember 2015).

Bambang Priyonoadi. (2012). Pencegahan Cedera Olahraga. Semnar Nasional.

Yogyakarta: UNY Press

Bantuan Hidup Dasar. Diakses dari (http://www.scribd.com/doc/4535323/bantuan

hidup-dasar. pada tanggal 12 desember 2015)

Darwis, dr. Allan. & Sarana, dr. Lita, dkk. 2007. Pedoman Pertolongan Pertama.

Jakarta : PMI.

Purwadianto,Agus.2000.Kedaruratan medik. Jakarta : Binarupa Aksara.

45