Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

download Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

of 23

Transcript of Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    1/23

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    2/23

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    3/23

    Mitra Bestari

    Prof. Dr. Afrizal, MA. (FISIP, Unand Padang)

    Prof. Dr. Badaruddin, M. Si. (FISIP, USU Medan)

    Dr. A. La t ef Wiyata, M. Si. (Universitas Jember, Jember)

    Dr. Fikarwin Zuska, M. Si. (FISIP, USU Medan)

    Nurus Shalihin, M. Si., Ph.D. (Fak. Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang)

    Dr. Semiarto A. Purwanto, M. Si. (FISIP, UI Jakarta)

    Dr. Wahyu Wibowo, M. Si. (Universitas Nasional, Jakarta)

    Dewan Redaksi

    Dr. Zusmelia, M. Si.

    Dr. Maihasni, M. Si.

    Firdaus, S. Sos., M. Si.

    Pemimpin Redaksi/Editor

    Firdaus, S. Sos., M. Si.

    Anggota Redaksi

    Dian Kurnia Anggreta, S. Sos., M. Si.

    Rinel Fitlayeni, S. Sos., MA.Rio Tutri, M. Si

    Sri Rahayu, M. Pd

    Surya Prahara, SH,. MH.

    Yuhelna, MA.

    ISSN: 2301-8496

    viii + 81 halaman, 21 x 29 cm

    Alamat Redaksi:

    Laboratorium Program Studi Pendidikan Sosiologi, STKIP PGRI SumbarKampus STKIP PGRI, Jl. Gunung Pangilun, Padang, Sumatera Barat

    Email: [email protected] & [email protected]

    Penerbit:Laboratorium Program Studi Pendidikan Sosiologi, STKIP PGRI Sumbar

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    4/23

    PENGANTAR REDAKSI

    Kon lik dalam masyarakat merupakan keniscayaan. Ia akan terus menjadi bagian dalamdinamika kemasyarakatan dan mengejawantah dalam berbagai bentuk yang secara garisbersar dikategorikan sebagai bentuk laten dan bentuk manifest. Pola dan bentuk kon lik jugaterus mengalami perkembangan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat dimana kon liktersebut ada. Pola dan bentuk itu, mulai dari yang sederhana hingga yang paling ‘canggih’ dan bahkandisengaja ada untuk kepentingan tertentu oleh kelompok tertentu.

    Meskipun para penganut fungsionalisme meganggap bahwa kon lik dalam kehidupan sosialadalah abnormal (Johnson, 1994:161), namun kon lik di lain kesempatan merupakan fakta sosialyang bisa fungsional bagi struktur tertentu selama ia dikelola dengan baik. Maka kon lik kemudiandi beberapa kesempatan juga dibutuhkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Sehinggadengan demikian, adakalanya kon lik mengikuti polanya sendiri dan adakalanya seirama denganperkembangan masyarakat.

    Menyadari bahwa perkembangan masyarakat terus melaju ke bentuk yang lebih kompleks, danasumsi bahwa kon lik juga akan kompleks sesuai dengan perkembangan kompleksitas masyarakat,Mamangan Edisi II yang ada di tangan pembaca ini mengambil kon lik sebagai tema umum. Dalam

    edisi ini kon lik dilihat oleh penulis dalam berbagai dimensi melalui berbagai pendekatan, baik secarateoritis maupun empiris melalui studi lapangan. Beberapa pakar di bisangnya telah menyumbangdalam dalam edisi kedua ini.

    Tulisan pertama disumbangkan oleh Prof. Robert Lawang yang mendiskusikan konsep eksklusisosial dalam konteks sosial, ekonomi dan politik. Tiga ranah ini menurut Lawang dikuasai arus utama(main stream ) yang tidak mudah dimasuki oleh kelompok sosial tertentu dalam masyarakat palingbawah ( underclass ), sehingga mereka mengalami deprivasi. Selain itu, Lawang juga menyebut adanyaperbedaan pandangan dan cara menjelaskan gejala sosial yang terkait eksklusi sosial. Meskipunkonsep eksklusi sosial adalah konsep Barat, namun di Indonesia menurut Lawang, eksklusi sosialterjadi dalam berbagai struktur sosial masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    5/23

    Pengantar Redaksi

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 2014 iv

    Tulisan kedua disumbangkan oleh Noer Fauzi Rachman dan Dian Yanuardy yang mengupassecara kritis MP3EI. Dalam tulisannya, Fauzi dan Dian mempreteli skema MP3EI dan menyebutnyasebagai bagian dari upaya untuk memperdalam integrasi tanah air Indonesia ke dalam zonaperdagangan bebas ASEAN dan Asia Timur. menurut mereka MP3EI pada pokoknya bertumpu padaupaya untuk melakukan reorganisasi ruang dalam rangka memperlancar interaksi dan aliran kapital,barang dan tenaga kerja untuk aktivitas produksi-konsumsi. Skema MP3EI dalam pola pemberianlisensi pada perusahaan untuk mengeksploitasi Sumber daya Alam menurutnya tidak jauh berbedadengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda sejak 1870, yang menempatkan Indonesia sebagaitempat produksi komoditas global.

    Tulisan ketiga disumbangkan oleh Zayardam Zuber dan Zulqayim tentang rontoknya dominasinegara di Tambang Batubara Omblin, Sawahlunto. Zayardam dan Zulqayim dalam tulisannyamengemas sejarah beralihnya tambang di Kota Sawahlunto dari tangan perusahaan ke tangan rakyatyang selama puluhan tahun hanya menjadi penonton di arena tambang. Proses peralihan tersebut

    menurut Zayardan dan Zulqayim antara lain dilatari oleh penguasaan terhadap lahan di sekitartambang yang dikuasi oleh dua kelompok, yaitu masyarakat adat dan pemerintah daerah. Selain itu,menurunnya aktivitas tambang PT. BA-UPO selaku BUMN yang kemudian menyerahkan pengurusantambang kepada Pemda setempat juga menjadi bagian dari latar rontokya dominasi negara.

    Tulisan keempat disumbangkan oleh Firdaus yang menguraikan protes korban bencana dalamproses rehabilitasi dan rekonstruksi di Pasar Raya Padang. Firdaus menyebutkan faktor penyebabmunculnya protes adalah kebijakan pembangunan yang tidak partisipatif dan merugikan pedagangyang merupakan korban bencana. Kebijakan itu dibuat oleh pemerintah melalui mekanisme yangtidak sesuai dengan aturan yang ada. Protes yang dilakukan oleh korban bencana dilakukan denganberbagai strategi, mulai dari strategi konfrontasi hingga negosiasi.

    Tulisan kelima disumbangkan oleh Ira Ariesta yang mengulas peran perempuan dalam resolusikon lik Pasar Raya Padang. Ulasan Ira ‘nyambung’ dengan tulisan Firdaus sebelumnya. Jika Firdauslebih menekankan pembahasan tentang penyebab dan strategi protes, maka Ira lebih menekankanpada resolusi kon lik. Resolusi kon lik yang dibahas Ira lebih fokus lagi pada peran perempuan.Menurut Ira, peran perempuan dalam proses resolusi kon lik di Pasar Raya dilakukan oleh empataktor utama, yaitu perempuan dari instansi pemerintah, perempuan aktivis LSM (PBHI Sumbar),perempuan aktivis mahasiswa dan perempuan pedagang. Keempat kelompok memainkan peranyang berbeda dalam resolusi kon lik, mulai dari aksi massa hingga kegiatan advokasi terorganisir.

    Tulisan keenam disumbangkan oleh Yuhelna yang membahas tentang mekanisme penyelesaian

    kon lik harta pusaka tinggi secara adat di Minangkabau. Penyelesaian kon lik harta pusaka tinggi diMinangkabau dilihat di nagari Gantuang Ciri. Resolusi kon lik dilakukan pada 3 tingkatan. Tingkatanpertama resolusi kon lik dilakukan di tingkat suku dengan melibatkan pangulu suku . Tingkat keduaresolusi kon lik dilakukan pada tingkat yang lebih luas, yaitu pada institusi Tigo Niniak atau AmpekNiniak. Pada tingkat ini, resolusi kon lik difasilitasi oleh niniak mamak masing-masing suku ataukaum yang berkon lik. Pada tingkat ketiga resolusi kon lik dilakukan di lembaga adat KerapatanAdat Nagari (KAN). Resolusi kon lik pada tingkat ini difasilitasi oleh pengurus KAN yang merupakanperwakilan dari semua suku yang ada dalam nagari.

    Tulisan terakhir, disumbangkan oleh Delmira Syafrini yang menganalisis ketergantungannelayan dengan tengkulak di wilayah pesisir. Delmira melihat ketergantungan nelayan terhadap

    rentenir sebagai fenomena yang dilematis. Di satu sisi, nelayan mendapat kemudahan mengakses

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    6/23

    Pengantar Redaksi

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 2014 v

    modal, di sisi lain nelayan dirugikan dengan suku bunga yang tinggi. Sementara, lembaga keuanganseperti Bank belum mampu menjadi katup penyelamat karena mekanisme rungguhan yangdisyaratkan lembaga ini tidak terjangkau oleh nelayan. Di bagian akhir, Delmira menawarkanpemberdayaan sebagai solusi untuk memutus ketergantungan nelayan terhadap rentenir.

    Demikianlah tulisan pada edisi ini, dan kepada para penyumbang tulisan pada edisi ini redaksimengucapkan terima kasih atas karya intelektual dan buah pemikiran mereka, dan kepada parapembaca, redaksi mengucapkan selamat membaca.

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    7/23

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    8/23

    DAFTAR ISI

    Pengantar Redaksi .............................................................. ............................................................... .................. iii

    Daftar Isi .............................................................. ................................................................ ........................................ vii

    Beberapa Hipotesis Tentang Eksklusi Sosial di IndonesiaRobert M.Z. Lawang ................................................................. .................................................................. .................. 1

    Dapatkah Indonesia Bebas Dari Kutukan Kolonial?Re f leksi Kritis Atas MP3EINoer Fauzi Rachman & Dian Yanuardy ................................................................ ................................................... 7

    Rontoknya Dominasi Negara di Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto Zaiyardam Zubir & Zulqayyim .............................................................. ............................................................... ..... 15

    Protes Korban Bencana; Studi Kon f lik Penanggulangan Bencana diPasar Raya PadangFirdaus .............................................................. ............................................................... ................................................. 27

    Peran Perempuan dalam Resolusi Kon f lik Rehabilitasi dan RekonstruksiPasar Raya PadangIra Ariesta .............................................................. .................................................................. ........................................ 41

    Resolusi Kon f lik Berbasis Adat; Studi Resolusi Kon f lik Harta Pusaka Tinggi diNagari Gantuang Ciri, Kab. Solok, Sumatera Barat Yuhelna ............................................................. ................................................................ ................................................ 53

    Nelayan Vs Rentenir; Studi Ketergantungan Nelayan terhadap Rentenir padaMasyarakat PesisirDelmira Syafrini .............................................................. .................................................................. ............................. 67

    Pro f il Penulis .............................................................. ................................................................. ............................. 75

    Panduan Penulisan .............................................................. ............................................................... ................ 79

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    9/23

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    10/23

    PROTES KORBAN BENCANAStudi Kon ik Penanggulangan Bencana di Pasar Raya Padang 1

    Firdaus(Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumbar)

    Abstract

    In a lot of case, disaster is not only cause victims and physical damage but also having an affect onsocial structure. Earthquake on Sumbar at 2009 is not an exception, the earthquake have a wideimpact on Padang society structure. The relation between government and citizen in the processof economic infrastructure rehabilitation and reconstruction after earthquake at Pasar Raya isone of the impact. The process of economic infrastructure rehabilitation and reconstruction atPasar Raya Padang give birth to con lict between government and merchantmen, but the con lictdoesn’t stop there, the con lict also affecting the citizen of Padang. Con lict happened in the formof merchantmen refusal concerning government policy in the efforts of Pasar Raya rehabilationand reconstruction after earthquake. Merchantmen has done the refusal in various form. This paper discussed about background, form, pattern and refusal strategy of the victim to governmentin the process of Pasar Raya rehabilitation and reconstruction after earthquake.

    Kata Kunci : Protes, Korban Bencana, Kebijakan, Rehabilitasi & Rekonstruksi.

    Pendahuluan 1

    Bencana gempa 30 September 2009 yangberpusat di Padang Pariaman, meninggalkancatatan pilu bagi masyarakat Sumatera Barat.Kepiluan itu terutama dirasakan oleh masyarakatKota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten PadangPariaman dan Kabupaten Agam. Gempa dengan

    1. Tulisan ini disarikan dari laporan penelitian tentang kon lik rehabilitasidan rekonstruksi Pasar Raya Padang pasca bencana 2009 yang dibiayai

    oleh Yayasan Interseksi dan Hivos Pada tahun 2011 melalui ProgramPelatihan Penelitian Demokrasi dan Diversitas Kultural Angkatan III tahun2011.

    kekuatan 7,9 SR itu telah meluluhlantakkansebagian bumi Minangkabau, menyisakan banyakluka dan kepedihan mendalam bagi kehidupanmasyarakat. Luka dan kepedihan mereka rasakankarena sebagian dari mereka menjadi korbanlangsung keganasan bencana, sebagian lainnyaharus merelakan kehilangan harta dan jugasanak sauadara. Data terakhir Satkorlak, korbanbencana meninggal dunia mencapai 1.195 orangorang (Singgalang, 30 Oktober 2009), 2.902orang luka berat dan ringan, 278.286 unit rumah

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    11/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20142828

    mengalami kerusakan, mulai dari retak-retakhingga rata dengan tanah, 3.699 unit fasilitasumum tak jauh berbeda, ambruk dan sujud kebumi (Harian Padang Ekspress, 15 Oktober 2009).

    Di kota Padang penanggulangan bencanarehabilitasi dan rekonstruski 2, tidak jauh berbedadengan penanggulangan bencana lainnyadi Indonesia, kekacauan dalam pendataan,pendistribusian bantuan yang tidak merata,hingga kebijakan dan pelaksanaan kegiatanrehabilitasi dan rekonstruksi. Kebijakanrehabilitasi dan rekonstruksi Pasar RayaPadang tidak jauh berbeda, bermasalah dan

    mendapat penentangan dari masyarakat korbanbencana dalam bentuk protes. Protes kebijakanrehabilitasi dan rekonstruksi muncul karenaproses dan dampak pelaksanaan kebijakan yangbermasalah.

    Kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksiPasar Raya Padang sudah menuai masalah danmendapat penolakan dari warga kota yangmenjadi korban bencana sejak masa tanggapdarurat. Penolakan kebijakan rehabilitasi dan

    rekonstruksi kemudian menuai kon lik vertikalberkepanjangan antara masyarakat korbanbencana dengan pemerintah. Kon lik kemudianmenjadi manifest dan melahirkan banyak protesdengan jumlah massa yang luas. Sebagai bentukpenolakan, protes dalam berbagai bentukdan skala besar terus bereskalasi dan sampaimenyeret kon lik lama yang bersifat laten.Eskalasi kon lik terus terjadi dan melahirkanpuluhan demonstrasi menentang kebijakan

    penanggulangan bencana yang terutama dimotorioleh kon lik rehabilitasi dan rekonstruksi PasarRaya Padang.

    2. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkantiga tahap dalam penanggulangan bencana. Pertama adalah tahapanMitigasi, yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,baik melalui pembangunan isik maupun penyadaran dan peningkatankemampuan menghadapi ancaman bencana. Kedua tahapan tanggapdarurat yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segerapada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yangditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusanpengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Ketiga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi yang secara umum merupakan

    masa pemulihan pasca bencana setelah masa tanggap darurat berakhir(Konsideran UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

    Tidak hanya sampai di situ, protes jugamenyeret masalah lain yang berkaitan denganpenanggulangan bencana. Isu bencana terusmenggelinding hingga ke bantuan bencana gempatahun 2007 yang belum dicairkan oleh PemkoPadang sampai bencana tahun 2009. Korbanbencana tahun 2007 yang sampai bencana 2009belum menerima bantuan dari Pemko Padangturut menjadi bagian dari aksi protes korbanbencana Pasar Raya Padang. Dalam aksi-aksidemonstrasi, mereka manjadi element aksiyang memprotes masalah pengelolaan bencana,terutama pencairan bantuan gempa 2007.

    Protes sebagai salah satu bentukperlawanan terus bereskalasi dan melibatkanbanyak kelompok korban pembangunan kotaPadang secara umum. Protes kemudian jugamerembes dan menyeret kasus-kasus lain yangmengendap. kasus korupsi Teluk Siriah, kasuspembangunan terminal Gon Hoat korban, kasuspembangunan Terminal Lintas yang dihapus dandijadikan Plaza, korban pembangunan TerminalGon Hoat menjadi Sentral Pasar Raya (SPR)

    hingga pembangunan-pembangunan kota lainnyamuncul dalam aksi yang sama dan menjadibagian dari barisan protes bersama korbanbencana. Tulisan ini berusaha mengungkapalasan di balik kon lik penanggulangan bencanaPasar Raya Padang terus bereskalasi dan belummenemukan solusi/jalan keluar yang sesuaidengan kebutuhan korban bencana Pasar Raya.Tulisan ini terutama akan banyak mengulas, per tama faktor yang mendorong munculnya

    kon lik dan protes dalam penanggulanganbencana di Pasar Raya Padang dan kedua poladan bentuk protes yang dilakukan oleh korbanbencana terhadap kebijakan penanggulanganbencana di Pasar Raya Padang.

    Tinjauan Pustaka

    James. C Scott, dalam bukunya Weaponof the Weak: Everyday Forms Peasant Resistence

    (1976) , mendeskripsikan bentuk-bentuk

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    12/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20142929

    perlawanan yang dilakukan oleh masyarakatpetani Sedeka di Malaysia. Dalam penelitiannyaScott menemukan beberapa bentuk perlawananyang dilakukan oleh petani Sedeka terhadapkelompok-kelompok mapan yang merekakonstruksi sebagai biang dari ketidakadilan danpenindasan. Perlawanan yang dilakukan olehpetani Sedeka disebut Scott dengan perlawan“tanda-tanda kegiatan” yang sifatnya insidentalbahkan e ipenomenal. Secara praktis perlawanantersebut berwujud dalam bentuk-bentukyang diantaranya pertama , tidak terorganisir,tidak sistematis dan individual. Kedua bersifatuntung-untungan dan “berpamrih” (nafsu akankemudahan). Ketiga , tidak mempunyai akibatrevolusioner. Keempat , dalam maksud danlogikanya mengandung arti penyesuain dengansistem yang dominan. Sehingga perlawananyang dimaksudkan di sini tidak perlawananyang sesungguhnya yang berciri terorganisir,sistematif, kooperatif, berprinsip, berpamrih,mempunyai akibat revolusioner dan mengandunggagasan atau tujuan yang meniadakan dasar daridominasi itu sendiri, akan tetapi perlawanansecara kucing-kucingan (Scott, 1993:305 dalamTau ik:2003) .

    Bagi Scott masyarakat tradisionalmempunyai tata tertib moral yang tidak dapatdipisahkan dari masalah subsistensi. Tatanansosial dari kehidupan petani telah menghasilkansistem jaminan keamanan hidup internalyang secara normatif dapat ditegakkan untukmemenuhi semua orang desa. Kolonialisme

    telah mengukir eksploitasi tanpa batas yangdikenakan pada para petani sedemikian rupasehingga terbentuklah diferensiasi sosial yangbaru, dislokasi agraria, kemerosotan dari moralmengutamakan kebersamaan dan kapitalismeagraria yang rakus –kesemua ini sungguhmengancam keberlangsungan hidup petani.Scott selanjutnya menekankan moralitas dankemarahan petani sebagai respon yang niscayabegitu adanya menghadapi hilangnya jaminan

    keamanan subsistensi minimum. Walhasil,

    pemberontakan petani pada dasarnya bersifatdari keinginan konservatif dan restoratif(mempertahankan dan atau mengembalikanyang terdahulu) (Fauzi, 2005:22-23).

    Perlawanan yang dilakukan pedagangkorban bencana di Kota Padang memilikikarakteristik berbeda dengan perlawanan yangdilakukan petani di Sedeka. Jika perlawanan yangdilakukan oleh petani Sedeka adalah perlawanansecara kucing-kucingan, maka perlawananyang dilakukan oleh masyarakat kota padangadalah perlawanan terbuka. Dimana puluhandemonstrasi telah berlangsung dilakukan oleh

    masyarakat kota Padang secara terorganisir.Perlawanan yang dilancarkan merupakantindakan sadar sebagai manifestasi rasionalitaskarena perlawanan yang dilakukan masyarakatkota Padang merupakan pilihan sadar, atasre leksi yang mendalam serta mempunyaitujuan dengan mempergunakan alat-alat untukmencapai tujuan tersebut.

    Selain apa yang ditulis oleh Scott, studitentang perlawanan masyarakat sipil juga pernah

    dilakukan oleh M. Tau ik dalam tesis SosiologiPascasarjana UGM. Dalam tesis ini, M. Tau ikmengulas tentang perlawanan pedagang kakilima Minangkabau di kota Jogjakarta terhadapkebijakan penertiban mereka sebagai pedagangkaki lima. Tau ik mengulas bahwa secara nyataperlawanan yang mereka lakukan terhadapnegara lebih banyak bersifat tersembunyi dandiam-diam. Karena didasari oleh kesadarankognitif dan pengetahuan mereka yang bersendi

    kepada kepatutan yang sudah hidup dantertuang dalam pepatah, petitih dan pengajaran-pengajaran yang terdapat dalam masyarakatMinangkabau. Mereka sangat menghindariperlawanan dalam bentuk isik. Karena difahamiperlawanan bentuk isik hanya perlawananyang dilakukan oleh binatang dan itu tidak akanmenyelesaikan permasalahan, malahan akanlebih memperumit dan membesarkan masalah.Mereka akan memandang hormat kekuasaan ataupemimpin manakala pemimpin melambangkan

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    13/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 2014330

    keadilan, kesejahteraan. Manakala tidak, merekaakan enggan dan menolak setiap perintah yangdisampaikan bahkan cemoohan akan dilontarkanpada setiap kesempatan. Penolakan tentu sajatidak dengan kekuatan isik, namun dengancara "bermain-main": kucing-kucingan. Merekaakan tetap saja mengikuti kemauan kekuasaantetapi di belakang mereka akan tetap melakukankeinginan mereka (Tau ik, 2003:287).

    Studi Scott lebih menekankan padaperlawanan petani, sementara studi Tau ik lebihmenekankan pada perlawana PKL Minangkabauterhadap pemerintah. Dua studi ini memiliki

    kemiripan, yaitu perlawanan yang dilakukansecara diam-diam dan kucing-kucingan. Kontrasberbeda dengan perlawanan yang dilakukan olehmasyarakat kota Padang yang secara terbuka.Di sini letak perbedaan tulisan ini. Perlawananyang dilakukan oleh korban bencana KotaPadang dilakukan secara terbuka dan bahkanbersifat frontal. Head to head dengan pemerintahKota dan bahkan dengan lembaga-lembagapemerintahan yang terkait dengan rahabilitasi

    dan rekonstruksi pasca bencana. Bahkan, aksidemonstrasi yang dilakukan oleh pedagangsudah bersifat anarkhis dengan merusak fasilitaspublik yang ada, kata-kata kasar dan carut-marutterhadap Pemko Padang (Walikota) tak jarangkeluar dari mulut para demonstran dalam setiapaksi demonstrasi yang dilakukan.

    Dalam tulisan ini beberapa konsep yangdigunakan perlu dibatasi untuk menyamakanpemahaman terhadap konsep. Karena tulisan ini

    merupakan uraian tentang protes perlawanankorban bencana atas kebijakan rehabilitasi danrekonstruksi pasca bencana, maka penggnaankonsep dalam penulisan ini akan banyak mengacupada konsep yang ada dalam Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.Beberapa konsep yang diambil dari UU ini adalah:

    1. Rehabilitasi dan rekonstruksi, merupakankegiatan dalam rangka pemulihan kondisiwilayah korban bencana dari dampak bencana.

    2. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihansemua aspek pelayanan publik ataumasyarakat sampai tingkat yang memadaipada wilayah pascabencana dengan sasaranutama untuk normalisasi atau berjalannyasecara wajar semua aspek pemerintahandan kehidupan masyarakat pada wilayahpascabencana.

    3. Rekonstruksi adalah pembangunan kembalisemua prasarana dan sarana, kelembagaanpada wilayah pasca bencana, baik padatingkat pemerintahan maupun masyarakatdengan sasaran utama tumbuh danberkembangnya kegiatan perekonomian,sosial dan budaya, tegaknya hukum danketertiban, dan bangkitnya peran sertamasyarakat dalam segala aspek kehidupanbermasyarakat pada wilayah pascabencana.

    4. Korban bencan a adalah orang atausekelompok orang yang menderita ataumeninggal dunia akibat bencana.

    Dalam penulisan ini, rehabilitasi yangdimaksud adalah perbaikan dan pemulihanPasar Raya pasca gempa Sumatera Barat 30September 2009. Kemudian rekonstruksi adalahpembangunan kembali fasilitas Pasar Raya pascagempa Sumatera Barat 30 September 2009.Korban adalah korban bencana 30 September2009 yang terdiri dari korban langsung dankorban tidak langsung. Korban langsung adalahpedagang yang menderita karena bencanagempa yang disebabkan oleh kerusakan padatempat mereka berdagang. Korban bencana yangbukan pedagang dan tidak mengalami kerusakantempat berdagang di Pasar Raya Padang –sepertikorban bencana yang rumahnya roboh karenabencana gempa atau tempat berdagangnya rusaktetapi tidak di Pasar Raya Padang- tidak termasukdalam konsep korban bencana yang dimaksuddalam tulisan. Korban tidak langsung adalahkorban yang menderita karena dampak kebijakandan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi

    sarana dan pra sarana isik Pasar Raya Padang.

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    14/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 2014331

    Metode Penelitian

    Artikel ini merupakan laporan penelitianyang dilaksanakan pada tahun 2011 dengan tajuk

    yang sama yang dibiayai oleh Yayasan Interseksidan Hivos melalui program pelatihan penelitiantahun angkatan III. Penelitian dilakukan di KotaPadang dengan metode kualitatif. Fokus penelitiandilakukan di Pasar Raya yang merupakan kasusdalam penelitian ini. Penelitian dilakukan dalamrentang waktu Maret-April 2011 dengan tetapmengikuti agenda-agenda protes dan pertemuan-pertemuan pedagang bersama kuasa hukumdalam merancang dan merumuskan kegiatan

    dalam melakukan penolakan terhadap kebijakanrehabilitasi dan rekonstruksi Pasar Raya. Dalamrentang waktu tersebut wawancara denganpedagang dan pengamatan lapangan dilakukandilakukan secara intensif.

    Data penelitian yang disajikan dalamtulisan ini diperoleh melalui wawancara daninterview dengan pedagang korban bencanayang melakukan protes terhadap kebijakanpenaggulangan bencana. Selain itu, data jugadiperoleh melalui keterlibatan langsung penelitidalam agenda dan kegiatan protes yang dilakukanoleh korban bencana, baik dalam bentukpertemuan-pertemuan, lobby dan demonstrasi.Data ini juga diperoleh dari kliping koran,surat-surat pedagang melalui kuasa hukum(PBHI Sumbar) pada lembaga-lembaga yangberhubungan dengan penanggulangan bencanaPasar Raya Padang.

    Bencana: Geneologi Protes?

    Sebelum memulai tulisan tentang faktoryang melatarbelakangi protes korban bencanadi Pasar Raya, penting untuk mengulas secarasingkat cerita bencana gempa yang menelanbanyak korban di Sumatera Barat dan sekaligusmenjadi cikal bakal lahirnya kon lik di Pasar RayaPadang. Penulisan kronologis ini dimaksudkan

    untuk memberikan sedikit gambaran tentang

    peristiwa yang secara khusus sangat berpengaruhterhadap kondisi sosial, ekonomi dan budayamasyarakat Kota Padang pasca bencana, terutamadi Pasar Raya Padang.

    Goncangan gempa dengan kekuatan 7.9pada skala richter tiba-tiba menghentakkanketenangan masyarakat yang sebagian besarsedang mengakhiri akti itas harian. Orang-orang panik dan berhamburan menyelamatkandiri keluar bangunan yang berguncang hebat.Ketakutan terhadap ancaman runtuhnyabangunan menjadi pemicu kepanikan. Kepanikanterutama bersumber dari rasa takut masyarakat

    terhadap isu tsunami yang sewaktu-waktumengancam pantai Sumatera. Dalam pengetahuanmasyarakat, sudah umum bahwa Sumatera Baratadalah wilayah yang paling rawan Tsunami karenaberada di atas patahan Semangka Sumatera.Ketakutan tersebut yang mendorong ribuan orangmengungsikan diri dan keluarga mereka ke arahtimur kota Padang yang merupakan bagian tinggikota sebagai tempat evakuasi tsunami.

    Isu tsunami Sumatera Barat terutama

    kota Padang dan Padang Pariaman sebagaidaerah yang paling rawan sudah mulai beredardi kalangan masyarakat sejak gempa dan tsunamidi Aceh tahun 2004. Pasca gempa dan TsunamiAceh, isu tsunami begitu menjadi ”hantu” bagimasyarakat kota Padang. Bahkan, beberapa kaliwarga kota Padang mengungsi tengah malamkarena isu bencana tsunami 3. Sebagai daerahyang dekat dengan pantai, pusat kota Padangyang sekaligus berdekatan dengan pusat ekonomi

    kota hanya berjarak ± 1 km dari bibir pantai,ketakutan terhadap ancaman tsunami ikutmenimbulkan kepanikan warga yang sedangberada di Pasar Raya saat gempa 30 September2009 mengguncang.

    3. Tahun 2005, lewat tengah malam hingga dini hari warga Kota Padangberbondong-bondong ke arah timur kota –terutama ke arah Kec. LubugBegalung, Kec. Pauah dan kec. Kuranji yang merupakan kawan tinggikota- untuk menyelamatkan diri karena isu ancaman tsunami. Padahal,malam itu tidak terjadi bencana gempa, namun karena rasa takut, wargarela berjalan kaki belasan kilometer membawa keluarga dan barangberharga –seperti ayam, kambing, sapi dan lain sebagainya- untuk

    menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. Diantara mereka bahkanada yang berpakaian seadanya (pengalaman penulis).

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    15/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143232

    Secara isik, dampak langsung bencanagempa dengan kekuatan 7.9 SR mengakibatkanrobohnya beberapa bangunan pasar di PasarRaya Padang yang merupakan sentra ekonomikota. Bangunan isik pasar yang ambrukantara lain adalah bangunan inpres I lantai II,bangunan Inpres II lantai II yang merupakanpasar tradisional yang menyediakan kebutuhanharian (sembako). Bangunan lainnya, mengalamikerusakan parah seperti Sentral Pasar Raya(Pasar Grosir) yang kemudian dirobohkan karenadinyatakan tidak layak, bangunan Fase VII lantaiII dan III dan bangunan-bangunan lainnya jugamengalami kerusakan parah.

    Untuk pasar Inpres, lebih kurang satu jampasca gempa, pedagang dan masyarakat lain yangmasih berada di sekitaran pasar melihat asapmengepul dari bangunan Inpres I yang didugaterjadi kebakaran setelah gempa. Perkiraanpedagang kebakaran disebabkan oleh ledakankompor gas milik pedagang yang meledak karenaditimpa reruntuhan bangunan. Nyala api yangmembakar Inpres I terus membesar, dan penulis

    yang pada malam bencana berjalan di sekitaranpasar masih melihat asap mengepul hinggadinihari di bawah hujan yang turun cukup deras.Menjelang subuh penulis masih melihat asapmengepul sangat besar di bangunan Inpres I 4.

    Kebakaran yang terjadi di bangunanInpres I tidak segera dipadamkan oleh petugasPemadam Kebakaran kota Padang. Bahkan,kebakaran di bangunan Inpres I bertahansampai hari ke 30 pasca bencana, padahal mobil

    pemadam kebakaran selalu tersedia persis disamping bangunan Inpres I, tepatnya di belakangbangunan Balaikota Padang. Kebakaran yangbertahan hingga 30 hari, menurut pedagangmenjadi penyebab robohnya bangunan inpresI lantai I yang menopang sisa reruntuhan lantai

    4. Saat malam kebakaran, penulis sebenarnya tidak tahu dengan persisbahwa yang terbakar adalah bangunan Inpres I. Diskusi dengan teman-teman yang ada di pasar malam itu, kami menduga yang terbakar adalahbalaikota yang berada di depan Inpres I. Penulis baru tahu bahwayang terbakar adalah bangunan Inpres I hari ke-dua pasca bancana

    berdasarkan informasi dari teman-teman (media cetak baru terbit harike lima pasca bencana).

    II sehingga bangunan Inpres I roboh secarakeseluruhan. Api yang terus menyala danmembakar bangunan menyebabkan rapuhnyastruktur bangunan Inpres I lantai I karena tidakkuat menopang sisa reruntuhan bangunan lantaiII dan akhirnya roboh dan rata dengan tanah.

    Menurut pemerintah Kota Padang,bangunan Inpres I roboh karena beberapa kalidogoncang gempa susulan dengan kekuatanbervariasi yang terjadi setelah gempa berkekuatan7.9 SR. Selain roboh, Inpres I juga menelan korbannyawa sebanyak 38 orang (11 orang pedagangdan 27 orang pengunjung). Dalam masa tanggap

    darurat pasca bencana, kondisi pasar yang robohtidak terlalu menjadi perhatian publik.

    Di hari ketiga pasca bencana gempa,dalam kondisi kota seperti kota mati, sebagianpedagang Pasar Raya Padang mulai bangkitdan mulai membersihkan kios, los, toko danbarang-barang dagangan mereka untuk memulaiakti itas perdagangan. Di pasar Inpres II lantai I,inpres III dan inpres IV yang merupakan pasartradisional penyedia kebutuhan harian warga

    kota, akti itas jual beli di Pasar mulai normalpada minggu kedua pasca bencana. Semakinhari, geliat ekonomi pasar mulai tumbuh danakti itas jual beli pedagang di minggu ketigasudah kembali normal seperti sebelum bencana.Di Inpres I yang roboh, beberapa pedagang mulaimembersihkan tempat berdagang di sekitaranreruntuhan bangunan dan kembali memulaiperdagangan dengan sisa modal yang tersisa.Pasar dan akti itas ekonomi mulai kembali stabil

    dan normal sementara evakuasi korban di tempatlain masih berlangsung.

    Kebijakan; Faktor Penyebab Protes

    G e m p a S u m b a r d i t e t a p k a n o l e hpemerintah sebagai bencana daerah denganmasa tanggap darurat selama 2 bulan terhitungsemenjak 1 Oktober 2009 hingga 30 November2009. Dalam masa tanggap darurat, perhatianpemerintah, masyarakat, lembaga-lembaga

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    16/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143333

    sosial seperti NGO, Ormas dan sebagainya lebihtertuju pada kegiatan-kegiatan tanggap darurat.Kegiatan tanggap darurat lebih terfokus padadua hal. Pertama kegiatan penyelamatan danevakuasi korban bencana yang tertimbun direruntuhan bangunan. Untuk kota Padang,kegiatan penyelamatan dan evakuasi korbanterutama di reruntuhan bangunan-bangunandimana banyak korban tertimbun. Kegiatanpenyelamatan dan advokasi yang tersorot publikterutama di Hotel Ambacang, Kampus ABA dankampus LBA-LIA. Kedua kegiatan distribusibantuan berupa makanan, pakaian, obat-obatan,tenda dan kebutuhan-kebutuhan masa tanggapdarurat.

    Kegiatan penanggulangan bencanatanggap darurat –penyelamatan dan evakuasikorban- di bangunan Inpres I yang roboh denganjumlah korban jiwa 38 orang juga berlangsungsama seperti kegiatan tanggap darurat dilokasi lain. dalam proses evakuasi korban,pedagang pasar terlibat aktif menyelamatkandan mengeluarkan korban yang tertimbun di

    bangunan Inpres I. Kerjasama antara pemerintahkota dengan pedagang berjalan baik dengansaling membantu. Kerjasama terjadi secaraalamiah dengan semangat yang sama, semangatkemanusiaan dalam menyelamatkan korbanbencana.

    Kerjasama antara pemerintah danpedagang Pasar Raya mulai mengalami keretakansetelah lahir kebijakan penanggulangan bencanapasca avakuasi korban. Pemerintah kota,

    dalam masa tanggap darurat mengeluarkanbeberapa kebijakan yang berpotensi merugikanpedagang. Kebijakan tersebut dibuat tanpamelibatkan partisipasi pedagang. Setidaknya,ada tiga kebijakan yang menjadi faktor penyebabmunculnya kon lik antara masyarakat denganPemko Padang. Pertama kebijakan pembangunakios darurat pada masa tanggap darurat yangdianggap merugikan pedagang. Kedua kebijakanpembangunan ulang pasar Inpres I, II, III danIV yang dianggap oleh pedagang tidak sesuai

    dengan kebutuhan pedagang dan keluar darikonteks penanggulangan bencana. Ketiga adalahpembangunan pertokoan Fase VII lantai II dan IIIyang mengharuskan pengosongan pada lantaiI. Untuk lebih rinci, akan diurai satu per satukebijakan pemicu protes korban bencana.

    a. Pembangunan Kios DaruratDalam masa tanggap darurat, pada

    hari ke 23 pasca bencana pemerintah kotaPadang memulai pembangunan kios daruratdi Pasar Raya Padang dengan memasok bahanbangunan pada tanggal 22 oktober 2009malam. Pembangunan tersebut terjadi secaratiba-tiba dan pelaksanaannya melibatkanTNI Yon Zikon 13/kf dengan nilai kontrak 2,4milyar rupiah dan dimulai di jalan Pasar BaruPasar Raya, persis di depan bangunan InpresIII yang tidak terkena dampak bencana.Pembangunan kios darurat, oleh Pemkodimaksudkan untuk memacu pertumbuhanekonomi pasca bencana. Pemerintak Kotaberencana membangun 1.100 unit kios disepanjang jalan Pasar Baru, jalan SandangPangan dan jalan Pasar Raya yang merupakanjalan utama keluar masuk ke Inpres II, IIIdan IV.

    Dalam pembangunan kios darurat,ada tiga hal yang menjadi alasan penolakanoleh pedagang. Pertama pembangunankios darurat dilakukan oleh pemko Padangsecara tiba-tiba tanpa sebelumnya adasosialisasi dengan pedagang. Hal tersebut

    dengan alasan pembangunan kios daruratadalah penanggulangan bencana, sementaraaturan penanggulangan bencana sesuaidengan amanah undang-undang harusdilakukan secara partisipatif. Kedua jumlahkios yang dibangun oleh Pemko Padangmelebihi kapasitas kebutuhan untuk relokasikorban bencana. Jumlah pedagang yangakan direlokasi dari bangunan inpres yangruntuh karena bencana menurut pedagang

    hanya berjumlah lebih kurang 445 orang.

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    17/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143434

    Sementara bengunan kios darurat yangdibangun oleh Pemko padang 1.100 unit.Kelebihan kapasitas pembangunan kiosdarurat dicurigai oleh pedagang sebagaistrategi mematikan akti itas ekonomi diInpres II, III dan IV, Petak Batu Bagonjong,Petak buah dan kelompok pedagang lainnya.Ketiga pembangunan kios darurat yangdibangun di sepanjang jalan Pasar Baru,jalan Sandang Pangan dan jalan Pasar Rayaberdampak pada akses pembeli untukmenuju dan keluar dari kios pedagangdi Inpres II, III dan IV. Tertutupnya aksespembeli, mengakibatkan turunnya jualbeli pedagang yang berdampak terhadappenghasilan mereka.

    Ketiga alasan di atas menjadi alasanutama pedagang melakukan penolakanterhadap pembanguna kios darurat. Danketiga alasan tersebut yang menjadi alasanawal protes oleh pedagang Pasar RayaPadang dengan melakukan aksi demonstrasidi kantor DPRD Kota Padang pada tanggal 23

    Oktober 2009. Aksi demonstrasi dilakuakanoleh pedagang kaki lima dan pedagangayam yang merupakan korban bencana diInpres I yang roboh. Penolakan tersebut olehPemko Padang tidak direspon dengan tetapmelanjutkan pembangunan kios melibatkanTNI Yon Zikon 13/kf.

    b. Rekonstruksi Inpres II, III & IVSecara geneologis, pembangunan

    kios darurat merupakan pemicu awal proteskorban bencana. Protes pedagang yangmenuntut pembongkaran kios daruratdan tidak adanya respon dari Pemkoterus bertahan. Dalam situasi yang tidakkondusif tersebut, pemerintah kota kembalimengeluarkan kebijakan yang baru melaluidinas pasar. Kepala Dinas Pasar melaluipemberitahuan tertulis tanggal 10 November2009, meminta pedagang Inpres II, III dan IV

    untuk mengosongkan petak toko/kios untuk

    pindah ke Kios dan Los dengan batas waktusampai tanggal 13 November 2009. Apabila sampai batas waktu itu tidak dilakukan,Dinas Pasar akan melakukan upaya paksapengosongan. Pemberitahuan tersebutdisampaikan melalui surat Nomor : 900.1699.XI/PS-09 tanggal 10 November 2009.

    Pemberitahuan yang disampaikanoleh Dinas Pasar Kota Padang untukmengosongkan petak toko/kios menyadarkanpedagang bahwa Pemko Padang juga akanmerekonstruksi bangunan Inpres II, III danIV yang mereka yakini masih layak pakai

    berdasarkan hasil penelitian yang dilakukanoleh Tim Teknis Gabungan PengusahaKonsumsi Indonesia (Gapeksindo) KotaPadang. Menurut Tim Teknis Gapeksindobangunan Inpres II lantai I dan bangunanInpres III lantai IV masih layak huni. Perintahmengosongkan Inpres II, III dan IV ditolakpedagang Inpres II lantai I dan PedagangInpres III lantai I dan II karena pemberitaan-pemberitaan media lokal mengatakan bahwa

    gedung Inpres II, III, dan IV akan dibongkarkemudian akan dibangun oleh investor dariMalaysia dan Cina. Menurut pedagang, InpresII, III dan IV masih layak huni dan tidak perludirobohkan, tetapi cukup direhabilitasi sajabagian yang rusak.

    Penolakan oleh pedagang dilakukanmelalui aksi damai pada tanggal 11 November2009, dengan melibatkan 2000 pedagangke DPRD Kota Padang. Hasil aksi tersebut

    melahirkan Rekomendasi DPRD Kota PadangNomor : 175/057/DPRD-Pdg/2009, denganinti surat meminta Pemko Padang agarmembongkar Kios dan Los Darurat danmembicarakan dengan duduk bersamaantara Pemko, DPRD dan PerwakilanPedagang dalam pelaksanaan Rekomendasi.Namun rekomendasi yang dikeluarkan olehDPRD tidak mendapat perhatian dari pemkoPadang dengan tetap tidak membongkar kiosdarurat.

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    18/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143535

    Perintah untuk mengosongkanInpres II, III dan IV berlanjut dengan upayapemaksaan sebagian kecil Pedagang InpresI dengan pengawalan ketat Anggota SatpolPP Kota Padang dan Anggota Brimob PoldaSumbar untuk memasuki dan menempatiKios dan Los Darurat. Selain itu WalikotaPadang juga mengeluarkan ancaman akanmempidanakan oknum yang melakukanpembongkaran paksa Kios dan Los tersebut.Upaya pemaksaan untuk pengosongankemudian juga berlanjut dengan pemutusanhubungan listrik di Inpres II dan III oleh PLNyang diperintahkan oleh Pemko Padang.

    c. Kebijakan Pembangunan Pertokoan

    Fase VII Lantai II dan IIISebelum pedagang Inpres II, III dan

    IV diminta mengosongkan petak toko/los,pedagang pertokoan fase VII sudah dimintamengosongkan toko mereka 2 minggusebelumnya melalui surat pemberitahuandari Dinas Pasar Kota Padang tanggal 28

    Oktober 2009. Pemberitahuan tersebutdisampaikan oleh Dinas Pasar karena akandilakukan perbaikan pada lantai II dan III.Perintah pengosongan lantai I ditolak olehpedagang pertokoan fase VII karena menurutmereka, perbaikan pada lantai II dan lantaiIII dapat dilakukan dengan dengan tanpamengosongkan lantai I.

    Penolakan yang dilakukan olehpedagang pertokoan fase VII didasarkan

    pada hasil kajian kelayakan bangunan yangdilakukan oleh Institut Tekhnologi Padang(ITP) yang telah melakukan pengujiankelayakan bangunan terhadap pertokoan faseVII. Menurut rekomendasi yang diberikanoleh ITP, struktur bangunan pertokoanfase VII masih layak pakai dan tidak harusdilakukan pembongkaran. Kemudian untukmelakukan perbaikan pada lantai II danIII tidak harus melakukan pengosonganpedagang pada lantai I.

    Mesk ipun pedagang memi l ik iargumentasi akademik dalam melakukanpenolakan terhadap pengosongan denganmenggandeng ITP untuk melakukan kajianteknis, namun ihak pelaksana pembangunanpada lantai II dan III tetap ingin pedagangpada lantai I harus dikosongkan. Argumentasipelaksana, tidak dikosongkannya bangunanpada lantai I menghambat pekerjaanpembangunan pada lantai II dan III. Dan halinilah yang melahirkan kon lik dan protesdari pedagang pertokoan fase VII. Pedagangmenilai pelaksana pembangunan tidakprofesional. Penilaian tersebut didasarkanpada pengalaman sebelumnya, dimanapembangunan yang dilakukan pada lantaiII dan III tidak dengan mengosongkanpedagang pada lantai I.

    Pola, Bentuk dan Strategi Protes

    Meminjam istilah Sztompka (2004:235)bahwa gerakan kolektif yang diorganisirsecara longgar, tanpa cara terlembaga untukmenghasilkan perubahan dalam masyarakatadalah perubahan sosial, maka gerakan kolektifdalam bentuk protes yang dilakukan olehpedagang korban bencana di Pasar Raya Padangmenjadi bagian dari gerakan sosial masyarakatsipil yang dibidangi oleh berbagai kalangan.Sebagai sebuah gerakan sosial, protes yangdilakukan oleh korban bencana memiliki pola danbentuk-bentuk tertentu sesuai dengan situasi dan

    perkembangan yang terjadi di lingkungan manaproses sosial sedang berlangsung.

    Seperti dikatakan oleh Barker danLavellete (dalam Afrizal, 2006:42), strategi-strategi yang diterapkan oleh orang dalamgerakan sosial berdasarkan analisis situasi danmerupakan ’proses interaktif dan relational’.Apa yang dilakukan oleh pelaku gerakan sosialmerupakan antisipasinya terhadap apa yangdilakukan oleh orang lain dan tanggapannya

    terhadap apa yang telah dan sedang dilakukan

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    19/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143636

    oleh orang lain. Reaksi yang diberikan olehpedagang korban bencana terhadap kebijakanrehabilitasi dan rekonstruksi Pasar Raya Padangpasca bencana menjadi respon pedagang korbanbencana terhadap apa yang dilakukan olehPemko Padang dalam proses rehabilitasi danrekonstruksi Pasar Raya Padang.

    Sebagai bentuk respon terhadap kebijakanpemerintah Kota Padang, pola dan bentuk protesyang dilakukan oleh korban bencana bervariasiseirama dengan respon pemko terhadap reaksimereka. Irama protes yang berjalan sama denganrespon yang diberikan oleh Pemko Padang

    terhadap protes-protes yang dilakukan olehmasyarakat korban bencana. Mengikuti responpemerintah Kota terhadap reaksi pedagang dalammenolak kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksipasar, pola-pola dan strategi yang dilakukan olehpedagang sangat beragam. Beberapa bentukdan strategi yang dilakukan oleh pedagangantara lain melalui demonstrasi, lobby, hearingdengan legislatif, strategi organisasi, menggalangdukungan dan terakhir menggunakan kuasa

    hukum.Demonstrasi merupakan bentuk strategi

    protes awal yang dilakukan oleh pedagangdalam menolak pembangunan kios daruratyang dinilai over kapasitas. Demonstrasi-demonstrasi berikutnya juga dilakuan olehpedagang dalam menolak kebijakan-kebijakanbaru yang dikeluarkan oleh Pemko Padang. Selainitu demonstrasi juga dilakukan oleh pedagangdalam menyikapi respon pemerintah yang dinilai

    oleh mereka tidak aspiratif. Dengan penilaiantersebut, gelombang aksi unjuk rasa semakinmembesar dan terus dilakukan oleh pedagangbersamaan dengan tidak diresponnya tuntutanmereka oleh Pemko Padang.

    Lobby yang dilakukan oleh pedagangkorban bencana Pasar Raya Padang mengikutialur demonstrasi dan unjuk rasa. Lobby dilakukanke instansi-instansi yang berhubungan denganisu yang mereka usung mengiringi aksi unjuk rasa

    yang dilakukan. Lobby pertama yang dilakukanoleh pedagang bersamaan dengan tidak adanyarespon dari Pemko Padang terhadap tuntutanmereka dalam demonstrasi awal yang dilakukan.Pedagang mengadukan sikap dan tindakanWalikota Padang yang mengabaikan aspirasimereka menolak pembangunan kios darurat.Lobby tidak hanya sebatas dangan DPRD Kota,tetapi juga dilakukan dengan DPRD Propinsi,Gubernur, Badan Pemeriksa Keuangan danPembangunan dan ormas-ormas lain.

    S t r a t e g i o r g a n i s a s i d i g u n a k a noleh pedagang untuk memperkuat barisan

    dalam melakukan penolakan atas kebijakanpembangunan ulang Pasar Raya Padang.Dalam upaya memperkuat barisan, pedagangmengukuhkan organisasi-organisai lama yangtidak eksis, membentuk organisasi-organisasibaru sesuai dengan karakteristik jenis dagangandan atau tempat berdagang. Dengan menguatkanorganisasi lama dan membentuk baru, kekuatanpedagang dalam melakukan protes semakinkuat dan terorganisir dengan baik. Aksi protes

    kemudian berkembang ke massa yang lebih luas.Dari strategi organisasi ini kemudian munculwadah bersama pedagang pasar dan kelompok-kelompok lain yang juga merasa dirugikan olehpembangunan di Kota Padang. Wadah bersamatersebut terbentuk dalam suatu forum yangbernama Forum Warga Kota (FWK).

    Secara umum dalam menolak kebijakanrehabilitasi dan rekonstruksi pasar, terdapattiga periode dalam gerakan pedagang. Pertama ,

    periode gerakan kelompok pedagang yang terdiridari organisasi pedagang berdasarkan kelompokyang kemudian membangun aliansi yang merekanamakan dengan Aliansi Pedagang Pasar Raya(APPR) Padang. Kedua , periode gerakan secaraterorganisir di bawah organisasi Forum WargaKota (FWK). Ketiga , periode gerakan hukumbersama Perhimpunan Bantuan Hukum danHak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) SumateraBarat. Pola dan strategi gerakan yang dilakukanoleh pedagang memiliki karakter yang berbeda

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    20/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143737

    pada masing-masing periode. Perbedaan yangmencolok terutama terlihat dari strategi yangdigunakan.

    a. Bentuk dan Strategi Bersama APPRSadar dengan kekuatan yang dihadapi

    dengan mengikuti respon pemerintah danberita tentang pembangunan yang melibatkaninvestor, pedagang menyatukan kekuatanyang ada dalam bentuk aliansi bersama yangdiberi nama Aliansi Pedagang Pasar Raya(APPR) Padang. Bersama aliansi kemudiangerakan-gerakan perlawanan dalam bentukunjuk rasa terus dilakukan mengikuti responyang diberikan oleh pemerintah terhadaptuntutan mereka. Bersama APPR unjukrasa terus berkembang luas dan diikuti olehmassa yang banyak. Dalam setiap aksi unjukrasa, pedagang korban bencana membangundialog dengan pihak legislatif.

    Strategi gerakan protes yang dilakukanoleh pedagang pasar bersama APPR lebihdominan unjuk rasa dan demonstrasi

    dengan mendatangi lembaga legislatif untukmenyampaikan aspirasi mereka. Dalamsetiap demonstrasi dan unjuk rasa yangdilakukan, pedagang juga melakukan dialoguntuk mendapatkan dukungan dari legsislatifdalam penolakan mereka terhadap kebijakanpembangunan yang dikeluarkan oleh PemkoPadang. Hasil dialog yang dilakukan denganDPRD menghasilkan beberapa rekomendasi.Antara lain rekomendasi untuk menghentikan

    pembangunan kios darurat, rekomendasiuntuk membongkar kios darurat danrekomendasi kepada Pemko untuk membahassecara bersama-sama pembangunan kembaliPasar Raya Pasca bencana.

    b. Bentuk dan Strategi Bersama FWKPola umum dan pendekatan gerakan

    perlawanan dalam bentuk protes dilakukanoleh pedagang bersama FWK hampir sama

    dengan gerakan yang dilakukan bersama

    APPR. Namun perbedaan spesi ik gerakanyang dilakukan bersama FWK lebih padaadanya upaya-upaya desakan melalui surat-surat dan dokumen-dokumen pernyataanyang dilayangkan ke lembaga-lembagapemerintahan yang berhubungan denganpenanggulangan bencana terkait denganpenanggulangan bencana kota Padang. Selainitu, gerakan protes FWK tidak hanya sebatasgerakan penolakan terhadap pembangunakios darurat. Namun isu sudah diperluas ketuntutan lain. Pada tahapan awal, ada tigapoin tuntutan gerakan masyarakat bersamaFWK, yaitu pembongkaran kios darurat,pembangunan terminal kota dan pencairanbantuan bencana 2007.

    Menjad i bag ian da r i s t r a teg iperlawanan korban bencana terhadapkebijakan rehabilitasi dan rekonstruksiPasar Raya bersama FWK adalah denganmemperlebar isu ke isu-isu lain selain isubencana. Strategi memperlebar isu dilakukanpedagang korban bencana sebagai bagian

    dari upaya menggalang dan memperkuatdukungan dari berbagai kalangan dankelompok yang memiliki rasa yang sama.Upaya memperlebar isu yang dilakukan olehpedagang korban bencana (Meminjam istilahE. Durkheim) dengan membangun solidaritasorganis antara sesama korban kebijakanpembangunan kota. Isu gerakan protesberkembang ke kebijakan pembangunankota lain seperti Warga Korban Gempa

    Tahun 2007 dengan kasus bantuannya tidakdisalurkan oleh Pemko Padang, Warga TelukSirih dengan kasus pencaplokan paksatanah, warga Kurao Pagang dengan kasuspencaplokan paksa tanah, warga Pasia NanTigo kasus kasus manuggal jalan BSD II.

    c. Bentuk dan Strategi Protes Bersama

    PBHI SumbarPasca kriminalisasi pedagang dalam

    aksi demonstrasi bersama FWK tanggal 10

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    21/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143838

    Februari 2010, gerakan protes dalam bentukdemonstrasi mulai berkurang. Selain rasatakut, energi pedagang banyak tersedotuntuk mendampingi 6 anggota mereka yangditahan oleh kepolisian. Di sisi lain, tekanandari pemerintah untuk mengosongkan InpresII, II dan IV terus berlanjut. November 2010pemko Padang kembali memerintahkanpedagang untuk mengosongkan inpres II, IIIdan IV karena akan segera dirobohkan untukdibangun kembali. Sadar dengan kekuatanyang ada, beberapa pedagang berinisiatifuntuk meminta pendampingan secarahukum oleh PBHI Sumbar. Terhitung Januari2010, satu per satu pedagang pasar secaraindividu memberikan kuasa kepada PBHISumbar untuk mendampingi mereka dalampenolakan rekonstruksi Inpres II, III dan IV.

    Pola dan strategi yang digunakan olehpedagang bersama PBHI tidak dalam bentukdemonstrasi. Setiap pedagang yang memberikuasa hukum diberi penguatan tentangsubstansi pemberian kuasa yang mereka

    serahkan kepada PBHI Sumbar, hak dankewajiban mereka sebagai korban bencanasesuai dengan UU, pengetahuan hukumseputar penanggulangan bencana. Penguatandilakukan oleh PBHI Sumbar dengan tujuanmemberikan pemahaman kepada pedagangtentang gerakan dan arah perjuangan yangmereka lakukan. Sehingga dengan penguatantersebut, pedagang dapat secara mandiri danbersama-sama menyusun strategi gerakan

    yang mereka lakukan.Pendekatan protes yang dilakukan

    pedagang bersama PBHI Sumbar adalahpendekatan hukum sesuai dengan UU yangberlaku terutama UU tentang kebencanaan.Sehingga dalam strateginya, pedagangkorban bencana tidak pernah melakukanaksi unjuk rasa dan demonstrasi. Strategiyang digunakan oleh pedagang bersama PBHIlebih banyak pada penguatan hukum bagipedagang sendiri pada internal pedagang.

    Untuk eksternal, pedagang melakukanpendekatan dengan lembaga-lembagalain dalam mengumpulkan dukungan bagiperjuangan mereka. Dengan menggunakanpendekatan hukum, strategi yang digunakanpedagang dominan menyurati lembaga-lembaga yang berhubungan dengan kebijakanpenanggulangan bencana Pasar Raya Padang.Dengan DPRD Kota Padang, pedagangtidak lagi melakukan unjuk rasa, tapi lebihmenekankan pada dialog dan lobby denganpendekatan aturan perundang-undanganyang berlaku. Lobby, hearing dan dialog jugadilakukan dengan pemerintah kota.

    Kesimpulan

    Dalam masyarakat yang dinamis,kon lik adalah keniscayaan. Keniscayaan itumengejawantah dalam berbagai pola interaksidan relasi individu dan kelompok yang adadalam masyarakat. Meskipun kon lik adalahkeniscayaan, ia sesungguhnya dapat dihindari.Dalam kasus rehabilitasi dan rekonstruksiPasar Raya Padang, kon lik dalam bentuk protespedagang semestinya dapat dihentikan danbahkan dihindari. Tentu saja dengan adanyacommon will dari pembuat kebijakan, yaitupemerintah kota Padang.

    Melihat pada pola dan bentuk kon lik yangterus bertahan, dapat dikatakan bahwa pemicubertahannya kon lik adalah karena tidak adanyakesamaan antara pemerintah dengan pedagang

    dalam upaya membangun ulang pasar yang sudahroboh. Pemerintah menginginkan pembangunanulang secara keseluruhan dengan mekanismeinvestasi, sementara pedagang menginginkanpembangunan dengan menguikuti peraturanperundang-undangan. Perbedaan persepsi iniyang menjadi pemicu bertahannya kon lik hinggasangat lama.

    Dalam proses pembangunan, sebagaipenyelenggara Negara, Pemerintah mestimengikuti peraturan yang sudah ada. Dalam

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    22/23

    Firdaus, Protes Korban Bencana

    Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Nomor 2, Volume I, Tahun 20143939

    kasus pembangunan Pasar Raya Padang, justrupedagang yang menginginkan pembangunansesuai dengan paraturan perundang-undangan,sementara pemerintah justru tidak mengikutiperaturan perundangan. Jika saja pemerintahmengikuti peraturan, tentu kon lik tidak terjadidan tidak akan bertahan lama.

    Daftar Pustaka

    Ardinal. Kota Padang Punya Banyak Potensi UntukDikembangkan. Padang : Lentera, 2005.

    Afrizal. Sosiologi Kon lik Agraria. Protes-protes

    agraria dalam masyarakat kontemporer .Padang: Andalas University Press, 2006

    Fauzi, Noer. Memahami Gerakan-Gerakan RakyatDunia Ketiga. Yogyakarta: Insist, 2005.

    Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik danModern. Jakarta: Gramedia, 1994.

    Koentjaraningrat. Metodologi PenelitianMasyarakat. Jakarta: LIPI, 1973.

    Republik Indonesia, Undang-Undang No. 24

    Tahun 2007, Tentang PenanggulanganBencana.

    Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada, 2006.

    Tau ik, Muhammad. Perlawanan Pedagang KakiLima Terhadap Perda; Studi Atas ResistensiPedagang ‘Kaki Lima’ Minang Di Yogyakarta.Yogyakarta: Tesis Pada Pascasarjana UGM, ,2003.

    Koran Harian Singgalang, 30 Oktober 2009.Koran Harian Padang ekspress, 15 Oktober 2009.

  • 8/18/2019 Protes Korban Bencana_Studi Konflik Penanggulangan Bencana Di Pasar Raya Padang

    23/23