ANALISA ATAS MEKANISME PENGELOLAAN BENCANA DAN … · 2013. 3. 6. · setelah terjadi bencana yang...

21
1 ANALISA ATAS MEKANISME PENGELOLAAN BENCANA DAN DANA BENCANA DI INDONESIA Oleh: Tim Analisa BPK – Biro Analisa APBN & Hendri Saparini I. PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan kondisi alam yang beragam, baik dari segi geografis, geologis, hidrologis dan demografis. Dengan kondisi yang dimiliknya tersebut Indonesia memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Akan tetapi dibalik potensi yang menguntungkan tersebut Indonesia juga memiliki potensi untuk mengalami bencana alam dengan frekuensi yang cukup tinggi, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu dan terkoordinasi. Bencana menurut Bakornas adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan/atau keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat. Dari berbagai macam jenis bencana alam, baik yang disebabkan oleh kesalahan/kelalaian manusia maupun murni kejadian alam, banjir dan gempa bumi merupakan dua jenis bencana yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Bercermin dari banyaknya jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia, apalagi pada beberapa tahun terakhir ini, pemerintah dan masyarakat telah mengantisipasinya dengan membentuk lembaga penanggulangan bencana alam. Saat ini, pengelolaan penanggulangan bencana alam ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan ini adalah sebuah lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam kegiatan yang terkait dengan bencana alam, seperti: mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan

Transcript of ANALISA ATAS MEKANISME PENGELOLAAN BENCANA DAN … · 2013. 3. 6. · setelah terjadi bencana yang...

  • 1

    ANALISA ATAS MEKANISME PENGELOLAAN BENCANA

    DAN DANA BENCANA DI INDONESIA

    Oleh:

    Tim Analisa BPK – Biro Analisa APBN &

    Hendri Saparini

    I. PENDAHULUAN

    Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris

    khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan kondisi alam yang

    beragam, baik dari segi geografis, geologis, hidrologis dan demografis. Dengan kondisi yang

    dimiliknya tersebut Indonesia memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Akan tetapi dibalik potensi

    yang menguntungkan tersebut Indonesia juga memiliki potensi untuk mengalami bencana alam

    dengan frekuensi yang cukup tinggi, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis,

    terpadu dan terkoordinasi. Bencana menurut Bakornas adalah peristiwa atau rangkaian

    peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan/atau keduanya yang mengakibatkan korban

    penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana

    dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan

    masyarakat. Dari berbagai macam jenis bencana alam, baik yang disebabkan oleh

    kesalahan/kelalaian manusia maupun murni kejadian alam, banjir dan gempa bumi

    merupakan dua jenis bencana yang sering terjadi di wilayah Indonesia.

    Bercermin dari banyaknya jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia, apalagi pada

    beberapa tahun terakhir ini, pemerintah dan masyarakat telah mengantisipasinya dengan

    membentuk lembaga penanggulangan bencana alam. Saat ini, pengelolaan penanggulangan

    bencana alam ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan ini adalah

    sebuah lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden

    dalam kegiatan yang terkait dengan bencana alam, seperti: mengkoordinasikan perencanaan

    dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta

    melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan

  • 2

    setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan

    pemulihan. BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

    Sebelumnya badan ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang

    dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005, menggantikan Badan

    Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang dibentuk

    dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001.

    Memperhatikan tugas dan fungsi BNPB tersebut di atas, tugas menjalankan koordinasi

    manajemen bencana ada di tangan BNPB. BNPB dituntut untuk merumuskan kebijakan

    nasional yang terkait dengan manajemen bencana karena manajemen bencana adalah suatu

    bidang yang melibatkan persiapan antisipatif sebelum bencana terjadi, bantuan dan

    tanggapan terhadap bencana (seperti: evakuasi darurat, karantina, pencegahan penularan

    masal, dll) termasuk membangun kembali masyarakat korban bencana setelah bencana alam

    atau bencana akibat perbuatan manusia tersebut terjadi. Secara umum dapat dikatakan

    bahwa manajemen bencana adalah suaru proses yang berkelanjutan yang di dalam proses

    tersebut seluruh individu, kelompok dan komunitas yang terlibat mengelola bencana dalam

    upayanya untuk menghindari atau mengurangi dampak bencana yang terjadi.

    Terjadinya banyak bencana di Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir tentu saja turut

    mempengaruhi perkembangan belanja negara karena dilakukannya langkah-langkah

    penanganan beberapa bencana yang melanda di tanah air, seperti, gempa bumi dan banjir,

    bencana lumpur di Sidoarjo, hingga wabah virus flu burung. Sesuai dengan tema dan prioritas

    pembangunan nasional dalam RKP 2010 alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam

    APBN tahun 2010 salah satunya akan difokuskan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan

    sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim, termasuk dalam pengurangan

    resiko bencana. Pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesiagaan dan penanggulangan

    bencana, membentuk standby force yaitu tenaga medis dengan perbekalannya, PMI, teknisi

    untuk kerusakan listrik, urusan energi, satgas, atau elemen yang berkaitan dengan energi, serta

    unsur TNI dan Polri.

  • 3

    Bencana tersebut telah menimbulkan kerugian material dan korban jiwa yang tidak

    sedikit selama 5 tahun terakhir. Korban jiwa mencapai 177.078 jiwa, sebesar 94 persen dari

    total jumlah korban jiwa tersebut diakibatkan oleh peristiwa gempa bumi dan tsunami yang

    terjadi di Aceh pada tahun 2004. Bencana banjir selama tahun 2004-2008 mendominasi

    bencana di Indonesia dengan 1210 kejadian. Berdasarkan data BNPB, pada dua tahun terkhir

    periode tersebut terjadi peningkatan bencana banjir dengan 834 kejadian, sekitar 69% dari

    kejadian banjir selama kurun waktu tersebut. Meskipun demikian, jumlah korban jiwa karena

    bencana jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya, hanya 1158 jiwa , dibanding 9455 jiwa

    pada tahun 2005-2006.

    Grafik 1. Jumlah Peristiwa Bencana di Indonesia

    Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana

    Grafik 2. Jumlah Korban Jiwa Bencana di Indonesia 2004 – 2008

    Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana

  • 4

    Karena peningkatan jumlah kejadian bencana baik bencana alam maupun karena ulah

    manusia, manajemen bencana dan pengelolaan anggaran negara yang terkait dengan

    manajemen bencana harus dilakukan dengan terpadu. Manajemen bencana bukan saja harus

    dilakukan setelah terjadi bencana, teyapi juga termasuk sebelum terjadinya bencana.

    II. PERATURAN ATAS MEKANISME PENGELOLAAN DANA PENANGGULANGAN BENCANA

    Mekanisme pengelolaan dana penanggulangan bencana menggunakan ketentuan yang

    berlaku sebagai berikut :

    1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

    Pengelolaan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional dalam

    serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama

    ini masih dirasakan adanya kelemahan baik dalam pengelolaan bencana maupun yang terkait

    dengan landasan hukum karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur hal

    tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

    pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra-bencana, saat tanggap darurat

    dan pasca bencana. Undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok

    penyelenggaraan penanggulangan bencana, diantaranya adalah:

    a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang

    Pemerintah, dan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan secara terencana, terpadu,

    terkoordinasi dan menyeluruh.

    b. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan

    sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan

    Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

    c. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak

    masyarakat antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan

    sosial, pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,

    serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

  • 5

    d. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara

    luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional.

    e. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh

    Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat pada setiap tahapan bencana agar tidak

    terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana.

    f. Pemerintah bertanggungjawab dalam pengurangan risiko bencana dan pemaduan

    pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan yang dilaksanakan.

    2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

    Mengingat Indonesia berada pada kawasan rawan bencana yang secara alamiah dapat

    mengancam keselamatan bangsa, maka diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi

    bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan

    penghidupan. Penataan ruang harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi,

    terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya,

    pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup. Tujuan penataan ruang

    sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

    adalah untuk mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, agar terwujud

    keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta dapat

    memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

    terhadap lingkungan hidup.

    3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan

    Bencana.

    Mengatur tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap pra-bencana,

    saat tanggap darurat, dan pascabencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada

    tahap prabencana meliputi:

    a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan

    b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

  • 6

    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan

    Pengelolaan Bantuan Bencana

    Mengatur tentang pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana yang meliputi:

    a. sumber dana penanggulangan bencana;

    b. penggunaan dana penanggulangan bencana;

    c. pengelolaan bantuan bencana; dan

    d. pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bantuan

    bencana.

    Peraturan Pemerintah ini juga mengatur dana penanggulangan bencana dalam tahap

    pascabencana yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi antara lain meliputi perbaikan

    lingkungan daerah bencana dan perbaikan prasarana dan sarana umum serta pelayanan

    kesehatan sedangkan kegiatan rekonstruksi meliputi

    pembangunan kembali prasarana dan sarana, partisipasi dan peran serta lembaga dan

    organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat serta peningkatan kondisi sosial,

    ekonomi, dan budaya.

    5. Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana

    Mengatur ketentuan bahwa BNPB mempunyai tugas antara lain memberikan pedoman dan

    pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,

    penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara dan

    melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan

    sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

    III. PENGELOLAAN DANA BENCANA

    Realisasi anggaran pada subfungsi penanggulangan bencana dalam kurun waktu 2006-2009

    (grafik 3) digunakan untuk membiayai program utama, yaitu program pencarian dan

    penyelamatan, dengan semakin memperhatikan pula upaya pengurangan resiko bencana, di

    luar upaya penuntasan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tsunami di Provinsi

    Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara setelah

  • 7

    berakhirnya mandat Badan Rehabilitasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias yang

    dialokasikan kepada kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah, yang dialokasikan lebih dari

    Rp3,4 triliun.

    Grafik 3. Dana Penanggulangan Bencana pada Belanja Pemerintah Pusat Menurut

    Fungsi 2005–2010 (miliar rupiah)

    Sumber: Departemen Keuangan

    Untuk tahun 2007, Pemerintah mengalokasikan dana kontinjensi untuk penanggulangan

    bencana sebesar Rp2,7 triliun. Dari anggaran tersebut, 99 persen telah direalisasi antara lain

    untuk penanganan gempa di Manggarai, Bengkulu, Sumatera Barat dan sekitarnya serta banjir

    di Morowali dan Gorontalo. Sedangkan untuk tahun 2008, Pemerintah mengalokasikan dana

    kontinjensi bencana sebesar Rp3,0 triliun, dan telah direalisasi 98,3 persen atau Rp2,95 triliun.

    Untuk tahun 2009, Pemerintah mengalokasikan dana kontinjensi bencana sebesar Rp3,0 triliun,

    sama dengan tahun anggaran sebelumnya (Grafik 4).

    Grafik 4. Dana Kontinjensi Bencana 2006–2010 (triliun)

    Sumber: Departemen Keuangan

  • 8

    Guna menunjang upaya pencapaian sasaran-sasaran pokok yang ditetapkan dalam

    prioritas peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan

    perubahan iklim, dalam APBN tahun 2010 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp3,5 triliun.

    Alokasi anggaran tersebut akan difokuskan penggunaannya untuk mendukung 5 fokus kegiatan,

    yaitu: (1) peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan bencana alam

    lainnya sebesar Rp475,3 miliar; (2) peningkatan rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam

    dan kualitas daya dukung lingkungan sebesar Rp792,4 miliar; (3) peningkatan pengelolaan

    sumber daya air terpadu sebesar Rp436,6 miliar; (4) peningkatan pengelolaan sumber daya

    kelautan sebesar Rp564,6 miliar; dan (5) peningkatan kualitas tata ruang dan pengelolaan

    pertanahan sebesar Rp1,2 triliun.

    Data-data di atas memperlihatkan bahwa dana-dana yang dialokasikan untuk tujuan

    penanggulangan bencana cenderung meningat dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2010

    telah dialokasikan dana untuk mencegah terjadinya bencana dengan melakukan rehabilitasi dan

    konservasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, akan tetapi belum terlihat langkah-langkah

    yang nyata dan signifikan dalam manajemen bencana, terutama dalam manajemen pra-

    bencana.

    IV. PELAKSANAAN ATAS MEKANISME PENGELOLAAN DANA BENCANA

    Pengelolaan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional dalam

    serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini

    yang kegiatan penangulangan bencana lebih banyak dilakukan sebagai tanggapan setelah

    terjadinya bencana, bukan antispasi pencegahan bencana. Selain masih minim, kegiatan

    antisipasi pencegahan bencana juga dilakukan tidak secara terpadu lintas departemen, tetapi

    lebih cenderung menjadi proyek sektoral yang terpisah-pisah. Tanpa langkah-langkah antisipatif

    yang terpadu, bencana alam yang dapat dicegah dan bencana karena kelalaian manusia akan

    lebih sering terjadi. Kerugian material yang lebih besar dan korban jiwa masih berpotensi terus

    bertambah.

  • 9

    Langkah antisipatif yang masih lemah diperburuk dengan kelemahan dalam pengelolaan

    bencana, yang kadang terkait dengan landasan hukum. Beberapa kelemahan dan kendala yang

    terjadi dilapangan selama ini adalah :

    1. Penyaluran bantuan kemanusiaan yang terkumpul dari masyarakat tidak ada kontrol. Tidak

    ada laporan kepada masyarakat atas penggunaan dana oleh masyarakat sipil yang

    menghimpun dana masyarakat. Hal ini dapat berakibat overlaping dan inefisiensi

    penanggulangan bencana.

    2. Tidak ada wewenang dan koordinasi terpusat sehingga penerimaan dan penyaluran

    bantuan bencana tersendat.

    3. Dana bagi korban bencana dan kegiatan operasional petugas di tempat kejadian juga sering

    terhambat. Dana bencana Pemerintah Provinsi sering kali tidak bisa cepat dicairkan.

    Alasannya, menunggu mekanisme pencairan dana,

    4. Terkait dengan koordinasi antar pihak saat terjadi bencana alam. Tidak adanya badan

    tertinggi yang bertanggung jawab dalam penanganan bencana membuat niat baik

    membantu korban bencana alam tidak berjalan baik.

    V. HASIL PEMERIKSAAN DAN TEMUAN BPK

    Seperti telah disebutkan pada awal tulisan ini, posisi Indonesia memiliki potensi terjadinya

    bencana alam yang beragam, baik yang terjadi karena perbahan alam maupun karena ulah

    manusia. Bencana tersebut telah menimbulkan kerugian materi dan dalam benyak kejadian

    menelan korban jiwa. Akan tetapi, meskipun dalam beberapa tahun terakhir Indonesia seperti

    tak putus dirundung bencana, pengelolaan dana yang dialokasikan untuk kegiatan yang terkait

    penanggulangan bencana belum optimal. Masih banyak ditemukan kelemahan dan pelanggaran

    ketentuan terhadap pengelolaan anggara tersebut. Kelemahan dan pelanggaran tersebut terjadi

    di beberapa departemen dan instansi seperti yang dilaporkan oleh BPK dalam ringkasan di

    bawah ini:

    1. DEPARTEMEN SOSIAL

    1. Pembelian Cadangan Beras Perencanaannya Belum Memadai Sebesar Rp23.099,96 juta

  • 10

    Pengadaan Beras Bencana Alam Tahun 2008 dilaksanakan berdasarkan perjanjian jual

    beli beras antara Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial

    dengan Perusahaan Umum Bulog sebesar Rp23.099.960.000,00 untuk 4.442.300 kg

    beras. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan untuk merealisasikan DIPA yang telah

    diberikan tanpa melihat kebutuhan akan beras dan panitia pengadaan dan pejabat

    pembuat komitmen tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

    ketentuan yang berlaku.

    2. Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Sosial untuk Pelaksanaan Program

    Keserasian Sosial Berbasis Masyarakat Belum Dilakukan Secara Memadai

    Pada Tahun 2008 Departemen Sosial melaksanakan Program Keserasian Sosial Berbasis

    Masyarakat yang dilaksanakan oleh Direktorat Bantuan Sosial dan Korban Bencana Sosial

    (BSKBS) Ditjen Banjamsos. Keserasian sosial berbasis masyarakat adalah suatu bentuk

    kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk memulihkan kembali kehidupan social

    (reintegrasi sosial) akibat kerusuhan sosial dan bencana sosial dari mulai perencanaan,

    pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan pada 8 (delapan) provinsi yaitu Nanggroe

    Aceh Darussalam, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara

    Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut

    mengakibatkan realisasi Belanja Sosial yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan Depsos

    belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya dan belum mencerminkan suatu

    pertanggungjawaban yang final dan pelaksanaan program keserasian sosial berbasis

    masyarakat sulit diukur efektivitasnya.

    3. Pelaksanaan Pekerjaan Pengadaan Perahu Floating Sebesar Rp6.362,85 juta Tidak

    Sesuai Ketentuan.

    Dalam rangka penanggulangan bencana Direktorat Bencana Sosial Korban Bencana Alam

    (BSKBA) melaksanakan pengadaan 75 unit perahu floating. Pelaksana pengadaan adalah

    PT. Carita Boat Indonesia sebagai pemenang lelang nilai kontrak adalah sebesar

    Rp6.362.850.000,00. Hal tersebut disebabkan kelalaian Pejabat Pembuat Komitmen

    dalam menyusun dan menandatangani dokumen kontrak tanpa mempertimbangkan

    kepentingan Depsos dan tidak mematuhi ketentuan yang berlaku dan kelalaian Panitia

  • 11

    Pemeriksa dan Penerima Barang dalam membuat Berita Acara Pemeriksaan dan

    Penerimaan Barang/jasa tidak mengacu pada kondisi yang sebenarnya.

    2. DEPARTEMEN KEMENKO KESRA

    1. Kemenko Kesra belum menyetorkan seluruh sisa dana pada rekening penampungan

    bantuan bencana tsunami NAD-Nias sebesar Rp2.942,77 juta dan selama tahun 2008

    digunakan tidak sesuai dengan tujuan pembentukannya

    Catatan atas Laporan Keuangan Kemenko Kesra Tahun 2008 mengungkapkan bahwa

    rekening ini telah dibekukan sementara melalui Surat dari PT Bank Negara Indonesia

    (Persero) Tbk Nomor HMN/01/06/2009 tentang Pembekuan Rekening Sementara.

    Sebelum dilakukan pembekuan rekening, saldo akhir rekening menunjukkan jumlah

    Rp1.442.442.776,00. Hal tersebut mengakibatkan:

    a. Pemanfaatan sumbangan masyarakat untuk penanggulangan bencana alam di NAD-

    Nias tidak optimal.

    b. Sisa dana sebesar Rp2.942.776.000,00 (Rp1.500.000.000,00 +Rp1.442.776.000,00)

    belum disetorkan ke kas negara yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan oleh

    dan untuk kepentingan pihak tertentu.

    3. DEPARTEMEN PERTANIAN

    1. Penatausahaan Stok Pestisida tidak Tertib dan Terdapat Penimbunan Pestisida Senilai

    Rp11.070.659.280,00.

    Dalam Neraca unaudited Departemen Pertanian posisi 31 Desember 2008

    mencantumkan saldo persediaan sebesar Rp21.203.714.646,00 didalamnya termasuk

    saldo persediaan Eselon I Ditjen Tanaman Pangan sebesar Rp314.529.470,00. Dari uraian

    catatan atas laporan keuangan diketahui bahwa persediaan pada Ditjen Tanaman

    Pangan tersebut berupa barang konsumsi. Hasil pemeriksaan terhadap persediaan di

    lingkungan Ditjen Tanaman Pangan, diketahui bahwa selain persediaan yang dilaporkan

    dalam Neraca tersebut, juga terdapat persediaan lain berupa pestisida untuk

    penanggulangan bencana alam yang disimpan dan dikelola oleh salah satu Unit

  • 12

    Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Tanaman Pangan, yaitu Balai Besar Peramalan Organisme

    Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT). Berdasarkan konfirmasi dengan petugas penyimpann

    pestisida tersebut, diketahui bahwa persediaan tersebut merupakan stock nasional

    pestisida untuk penanggulangan bencana alam. Sesuai tujuannya, pestisida tersebut

    akan dibagikan kepada masyarakat untuk penanggulangan bencana alam. Hal tersebut

    mengakibatkan:

    a. Saldo persediaan dalam Neraca unaudited Ditjen TP dan Kementerian Pertanian per 31

    Desember 2008 understated sebesar Rp11.070.659.280,00

    b. Laporan Pengadaan pestisida tidak bermanfaat secara optimal dan tidak dapat

    digunakan sesuai peruntukannya karena kadaluarsa

    c. Hasil pengadaan pestisida banyak yang kadaluarsa dan tidak bermanfaat secara

    optimal serta tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya.

    4. DEPARTEMEN KESEHATAN

    1. Metode penunjukan langsung dalam penetapan PT Pembangunan Perumahan (PP) dan

    PT Rajawali Nusindo sebagai pelaksana pengadaan barang dan jasa di RSUPN Dr. Cipto

    Mangunkusumo Jakarta tidak sesuai ketentuan

    Kondisi tersebut mengakibatkan hilangnya kesempatan bagi kontraktor lain yang

    kompeten untuk bersaing dalam pelaksanaan tender/pelelangan pekerjaan

    pembangunan Gedung Public Wing, dan harga pengadaan belum dapat diyakini

    kewajarannya.

    5. MENTERIAN NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

    1. Perencanaan dan Penyaluran Realisasi Belanja Bantuan Sosial Kepada Daerah

    Tertinggal Belum Sepenuhnya Tepat Sasaran dan Belum Seluruhnya

    Dipertanggungjawabkan

    Dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal

    (KNPDT) TA 2008 telah tercantum anggaran untuk bantuan sosial sebesar

    Rp.932.035.413.000,00 dan telah terealisasi 77,76% sebesar Rp.724.715.862.018,00. Hal

  • 13

    tersebut mengakibatkan pengeluaran belanja bantuan sosial sebesar

    Rp4.184.603.400,00 diindikasikan kurang tepat sasaran dan Bansos pendampingan

    melalui perantara pihak III belum dipertanggung jawabkan sebesar Rp2.500.000.000,00

    dan rawan terjadi penyimpangan.

    6. BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO TAHUN 2008

    1. Administrasi Barang Milik Negara (BMN) Peralatan dan Mesin Tidak Tertib

    Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman para pelaksana (operator aplikasi

    program SIMAK BMN dan penanggungjawab SIMAK BMN terhadap peraturan yang ada

    dan Kurangnya pengawasan dan pengendalian dari atasan langsung. Hal tersebut

    mengakibatkan aset BMN tidak dapat dipantau keberadaannya dan berpotensi hilang.

    2. Pembayaran atas Pembelian Tanah dan Bangunan Warga di Luar Peta Area Terdampak

    Terlambat Dilakukan dan Terdapat Kelebihan Pembayaran Yang Belum Diselesaikan

    Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan penanggungjawab

    pembelian tanah dan bangunan warga sesuai Peta Area Terdampak dari PT LB, hingga

    kini PT LB belum menyelesaikan seluruh jual beli tanah dan bangunan masyarakat sesuai

    dengan Peta Area Terdampak tersebut. Hal tersebut mengakibatkan:

    a. Nilai belanja modal tanah disajikan lebih catat sebesar Rp86.201.000,00.

    b. Data yang dihasilkan tim verifikasi tidak dapat dibuktikan akurasinya.

    c. Terhambatnya proses realisasi pembayaran ganti rugi 20%.

    Hal tersebut terjadi karena BPLS tidak mengkoordinasikan pelaksana di lapangan dengan

    unit yang mengelola data warga atas luas tanah dan atau bangunan sesuai kondisi fisik

    yang ada.

    3. Terdapat Ketidakpastian Penyelesaian Konstruksi Dalam Pengerjaan Terkait Dengan

    Kewajiban BPLS Untuk Membeli Tanah dan Bangunan Warga Di luar Peta Area

    Terdampak.

    Hal tersebut mengakibatkan adanya ketidakpastian periode pengalihan konstruksi dalam

    pengerjaan menjadi aset tetap dan skema pembayaran atas jual beli tanah dan

    bangunan warga yang diatur dalam Perpres nomor 48 tahun 2008 tidak efektif.

  • 14

    4. Pencatatan dan Pelaporan Persediaan Belum Memadai

    Hal tersebut mengakibatkan nilai persediaan yang disajikan dalam Neraca Laporan

    Keuangan BPLS yaitu saldo awal Januari 2008 dan saldo persediaan per 31 Desember

    2008 tidak dapat diyakini kewajarannya. Hal tersebut terjadi karena Sistem aplikasi

    untuk pencatatan persediaan tidak berjalan maksimal akibat sering rusak, Petugas yang

    bertanggungjawab atas pencatatan persediaan tidak memahami dan tidak cermat dalam

    melaksanakan tugasnya dan pengawasan dari atasan langsung (Kuasa Pengguna Barang)

    tidak berjalan.

    5. Sistem Pengendalian Intern pada BPLS Belum Memadai

    Hal tersebut terjadi karena kurangnya pembinaan dan arahan dari Pimpinan BPLS, Belum

    disahkan SOP oleh Kepala Bapel BPLS dan kurangnya langkah-langkah konkret dalam

    pelaksanaan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem

    Pengendalian Intern Pemerintah sehingga mengakibatkan pelaksanaan tugas dan fungsi

    BPLS tidak dapat berjalan dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku.

    6. Beberapa Permasalahan Akuntansi Terkait dengan Aset Tanggul Dalam Pengerjaan

    Sebesar Rp260.955.307.640,00 Belum Dapat Diselesaikan

    Hasil pemeriksaan atas KDP, khususnya yang terkait dengan Tanggung senilai

    Rp260.955.307.640,00, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:

    a. Status kepemilikan tanggul yang belum jelas.

    b. Belum dilakukan penghapusan atas tanggul senilai Rp44.570.883.024,00 yang hilang

    atau tenggelam.

    c. Belum ada kejelasan mengenai umur ekonomis tanggul apabila konstruksi tanggul

    telah dinyatakan selesai.

    d. Belum ada penyesuaian terhadap nilai tanggul terkait dengan adanya tanggul yang

    ambles (subsidence)

    7. Terdapat Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 21 atas Honor Terkait dengan Penggunaan

    Dana Pinjaman dari Menko Kesra

    Untuk membiayai kegiatan operasional BPLS di awal pendiriannya, pada tahun 2007

    BPLS memperoleh dana pinjaman sebesar Rp6.000.000.000,00, diantaranya sebesar

  • 15

    Rp5.000.000.000,00 berasal dari Menko Kesra dan sebesar Rp1.000.000.000,00 berasal

    dari Bakornas Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Dana tersebut akan dilunasi

    kepada Menko Kesra dan Bakornas PB setelah BPLS memperoleh alokasi DIPA APBN

    tahun 2007. Sampai dengan saat pemeriksaan berakhir tanggal 1 Mei 2009, BPLS belum

    mengusahakan kompensasi atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut, sehingga

    atas sisa dana pinjaman sebesar Rp266.890.666,00 belum dapat dilunasi kepada Menko

    Kesra.

    8. Penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Atas Pekerjaan Penanganan

    Infrastruktur Jalan dengan Mendahului Kontrak

    Pelaksana tidak mentaati ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku sehingga

    mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan Keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang

    Pengadaan Barang dan Jasa, proses pemilihan penyedia jasa menjadi tidak kompetitif

    dan erdapat cacat kontrak, sehingga nilai aset sebesar Rp64.573.837.000,00 tidak dapat

    diyakini kewajarannya, karena pembayaran dilakukan tanpa dokumen pendukung yang

    sah.

    9. Pengangkatan Tenaga Ahli Hukum Kontrak Profesional untuk Kontrak-Kontrak

    Pengadaan Barang dan Jasa yang Bernilai di atas Rp50.000.000.000,00 Tidak Sesuai

    dengan Ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003.

    Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman atas ketentuan pengadaan barang

    dan jasa, terkait dengan penggunaan tenaga ahli hukum kontrak profesional guna

    pemberian pendapat hukum terhadap kontrak-kontrak pengadaan barang dan jasa yang

    ada di BPLS yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00.

    10. Terdapat Pemanfaatan Aset yang Belum Sesuai Ketentuan

    Penanggungjawab BPLS pada bagian terkait lalai akan kewajibannya sehingga

    mengakibatkan:

    a. BPLS tidak memperoleh manfaat atas aset bangunan yang dipinjam dan hilangnya

    potensi penerimaan negara yang berasal dari sewa.

    b. Penanggungjawab atas aset limpahan ex Timnas PSLS tidak jelas, terutama apabila

    terjadi kerusakan atau kehilangan atas aset tersebut.

  • 16

    11. Terjadi Kerusakan Atas Hasil Pekerjaan Pemasangan Gebalan Rumput Senilai

    Rp76.395.609,00

    Hal tersebut terjadi karena konsultan perencana dalam melaksanakan pekerjaan tidak

    cermat, panitia lelang tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya dan para pelaksana

    pekerjaan dilapangan tidak cermat dalam mengevaluasi/mencermati kondisi lapangan.

    7. BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

    1. Pengelolaan dan penatausahaan kas di lingkungan BNPB belum optimal

    Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran yang disajikan dalam Laporan Keuangan per 31

    Desember 2008 tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya dan beresiko adanya

    penyalahgunaan dana di luar peruntukannya serta pengungkapan akun kas dalam Laporan

    Keuangan tahun 2008 menjadi kurang memadai.

    2. Sistem pencatatan dan pelaporan barang persediaan kurang memadai

    Hal tersebut mengakibatkan penyajian nilai persediaan pada Neraca BNPB belum

    mencerminkan kondisi yang sebenarnya dan tidak diyakini kewajarannya

    3. Pengelolaan Aset Tetap dan Aset Lainnya tidak diselenggarakan dengan baik dan tidak

    dapat diyakini kewajaran penyajiannya.

    Hal tersebut mengakibatkan nilai Aset Tetap dan Aset Lainnya yang tercantum dalam

    neraca belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya dan terdapat resiko

    penyalahgunaan/kehilangan atas BMN yang tidak terpantau keberadaannya, serta tujuan

    pengadaan atas barang-barang yang belum dimanfaatkan menjadi tidak jelas.

    4. Pengelolaan Hibah pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana tidak sesuai

    ketentuan

    Hal ini mengakibatkan Laporan Keuangan BNPB tidak mencerminkan kondisi yang

    sebenarnya, terutama yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran hibah, serta

    adanya resiko penyalahgunaan atas pengelolaan hibah diluar mekanisme APBN.

    5. Penyaluran bantuan sosial kepada daerah sebesar Rp1.284,85 juta terlambat

    dipertanggungjawabkan kepada BNPB

  • 17

    Hal tersebut disebabkan BNPB tidak konsisten menerapkan mekanisme yang telah

    ditetapkan dalam penyaluran bantuan dan tidak memberlakukan sanksi tegas kepada

    pemerintah daerah yang terlambat atau tidak menyampaikan laporan

    pertanggungjawaban penggunaan bantuan.

    6. Pengelompokan jenis belanja pada saat penganggaran tidak sesuai dengan kegiatan

    yang dilakukan sebesar Rp629,76 juta

    Hal tersebut mengakibatkan Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran tidak

    menggambarkan kondisi yang sebenarnya, dan perolehan aset tetap tidak dapat secara

    otomatis dicatat dalam neraca.

    Hal tersebut disebabkan :

    a. BNPB tidak memperhatikan klasifikasi belanja dalam menyusun anggaran serta tidak

    adanya sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran penggunaan anggaran.

    b. Lemahnya koordinasi antara pelaksana kegiatan dengan petugas akuntansi barang milik

    negara.

    7. Aset Tetap berupa 2 buah mobil senilai Rp449,04 juta dikuasai oleh pihak lain

    Hal tersebut mengakibatkan :

    a. Adanya resiko kehilangan atas aset tetap yang berada dalam penguasaan pihak lain dan

    tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tugas pokok dan fungsi BNPB, yaitu

    berupa kendaraan sebanyak 2 mobil senilai Rp449.045.455,00;

    b. Kepastian hukum yang belum terjamin atas kepemilikan kendaraan sebanyak 2 unit

    kendaraan senilai Rp88.000.000,00.

    Hal tersebut disebabkan karena kurangnya ketegasan dari para pejabat di lingkungan

    BNPB untuk menertibkan penggunaan aset tetap oleh pihak lain yang tidak sesuai

    ketentuan

    III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    Manajemen bencana belum menjadi istilah yang akrab di masyarakat Indonesia. Hingga

    saat ini masyarakat masih menjadi motor bagi upaya penanggulangan ketika terjadi bencana.

    Sudah sangat banyak peraturan perundangan yang telah disiapkan untuk menanggulangi

  • 18

    bencana akan tetapi implementasinya sangta lemah. Pemerintah juga telah mengalokasikan

    anggaran untuk penanggulangan bencana melalui berbagai departemen, kementerian dan

    lembaga. Bukan hanya pemerintah pusat, tetapi juga melalui pemerintah daerah. Namun,

    sampai saat ini, penyelenggaraan manajemen bencana belum dilaksanakan secara optimal.

    Perlu evaluasi dan peningkatan peran BPNB

    Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB) dibentuk berdasarkan

    Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005. Dengan peraturan tersebut BNPB dituntut untuk

    merumuskan kebijakan nasional yang terkait dengan manajemen bencana karena manajemen

    bencana adalah suatu bidang yang melibatkan persiapan antisipatif sebelum bencana terjadi,

    bantuan dan tanggapan terhadap bencana.

    Yang termasuk dalam pencegahan antara lain, perencanaan dan sanksi dalam

    pengelolaan tata ruang, pengelolaan alam seperti hutan, sungai, dll, pembangunan dan

    pemeliharaan berbagai infrastuktur yang dapat mencegah seperti dam, sungai, dll, perencanaan

    dan pelaksanaan simulasi bencana, peringatan dini, dll. Sedangkan berbagai kegiatan yang

    termasuk dalam penanggulangan bencana lain, penyederhanaan birokrasi penanganan

    bencana, kejelasan system administrasi dan keuangan, sinergi penanggulangan bencana oleh

    pemerintah dan masyarakat, termasuk di dalamnya audit terhadap dana yang dikumpulkan dari

    masyarakat oleh lembaga swasta.

    Dengan demikian tugas dari BPNP untuk pengelolaan bencana, mencakup dua hal yakni

    pencegahan dan penanggulangan karena keduanya sangat terkait erat dengan pendanaan.

    Kelemahan dalam pengeloaan penanggulangan bencana memang akan menimbulkan inefisiensi

    dan kerugian bagi keuangan Negara. Namun, kelemahan dalam pencegahan akan berdampak

    bagi semakin banyak dan besarnya bencana sehingga kebutuhan pendanaan untuk

    penanggulangannya juga akan semakin besar.

    Secara lebih detil, berikut ini beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah

    untuk menekan terjadinya bencana dan untuk menekan biaya pengelolaan bencana:

  • 19

    1. Penegakan peraturan untuk pencegahan

    Meskipun dari statistik lima tahun terakhir banjir merupakan jenis bencana yang

    menimbulkan korban terbanyak nomor dua setelah gempa bumi dan tsunami, namun

    bencana ini paling sering terjadi dan paling banyak memberikan dampak kerugian baik jiwa

    maupun materi di Indonesia adalah bencana banjir. Bencana ini selain sebagian disebabkan

    oleh faktor alam, sebagian besar lainnya justru disebabkan oleh faktor manusia, atau

    karena kelalaian/ulah manusia. Banjir dan longsor seringkali terjadi karena pelanggaran

    penebangan hutan atau pertanian yang tidak terkendali di lahan miring pegunungan/

    dataran tinggi.

    Banyak peraturan dan kebijakan telah diterbitkan oleh pemerintah, akan tetapi praktik dari

    kebijakan dan peraturan tersebut masih kurang. Lemahnya penegakkan hukum menjadi

    salah satu penyebab terjadinya bencana alam yang disebabkan oleh kelalaian manusia.

    Salah satu contoh lemahnya penegakan hukum adalah dalam pelaksanaan Undang-undang

    No. 26 tahun 27 tentang Penataan Ruang. Saat ini, peraturan tata ruang wilayah seringkali

    dilanggar sehingga menimbulkan akibat terjadinya banjir, tanah longsor, dsb. Tetapi tidak

    ada penegakan hokum yang tegas bagi para pelanggarnya. Baik itu pejabat pemerintah

    pusat dan daerah yang menyelewengkan aturan, pengusaha yang kegiatan usahanya

    melanggar aturan tata ruang, maupun pelanggaran oleh masyarakat luas.

    2. Pemeliharaan berbagai infrastruktur

    Semakin lama bencana alam yang terjadi di Indonesia semakin besar. Salah satu

    penyebabnya adalah akibat buruknya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Oleh

    karenanya strategi ini harus dimasukkan menjadi salah satu bagian penting dalam

    penelolaan bencana yaitu untuk pencegahan bencana. Selama sepuluh tahun terakhir sejak

    reformasi, pembangunan dan pemeliharaan berbagai infrastruktur pencegah banjir

    mengalami stagnasi karena tidak menjadi prioritas pembangunan.

    Oleh karenanya menjadi tugas dari BPNP untuk memberikan usulan perencanaan

    pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, sehingga akhirnya usulan program

    pembangunan pencegahan bencana yang diusulkan oleh Departemen Pekerjaan Umum

  • 20

    memiliki argument yang lebih kuat untuk dimasukkan dalam program pembangunan.

    Sebagai contoh dalam APBN 2010 tidak diprioritaskan pembangunan dan pemeliharaan

    infrastruktur pencegahan bencana. Padahal selama sepuluh tahun terakhir bencana alam

    semakin banyak terjadi akibatnya buruknya infrastruktur.

    3. Koordinasi yang terpusat manajemen bencana

    Koordinasi terpadu adalah amanat Undang-undang No. 24 tahun 2007 tentang manajemen

    pencegahan bencana, sosialisasi manajemen bencana, dll. Dengan koordinasi yang kuat,

    manajemen bencana dapat dilakukan dengan baik sehingga masyarakat akan siap untuk

    melakukan antisipasi bencana sesuai dengan karakter daerahnya masing-masing.

    Perlu ditegaskan bahwa bencana dapat diartikan sebagai suatu kejadian, yang alamiah atau

    karena perbuatan manusia, yang terjadi dengan ataupun tanpa peringatan terlebih dahulu

    sehingga mengancam atau dapat menimbulkan kematian, cedera atau penyakit, kerusakan

    terhadap bangunan, infrastruktur atau lingkungan, yang melampaui kemampuan suatu

    masyarakat untuk menghadapinya dengan sumberdayanya sendiri. Oleh sebab itu,

    manajemen bencana memerlukan koordinasi pemerintah yang kuat dan terpadu. Sampai

    saat ini managemen bencana belum secara sungguh-sungguh dilaksanakan.

    Simulasi dan penyebaran informasi tentang tsunami, misalnya, hanya dilaksanakan ketika

    disuatu daerah diberitakan akan mengalami tsunami atau gempa bumi. Padahal

    manajemen bencana juga termasuk kegiatan sebelum bencana tersebut terjadi. Contoh lain

    yang semakin sering terjadi adalah banjir yang sebagian besar telah diketahui lokasi dan

    periode waktunya. Sampai saat ini masih banyak kejadian banjir yang menimbulkan korban

    jiwa dan kerugian materi yang besar. Padahal bencana tersebut seharusnya bisa diantisipasi

    dengan berbagai kebijakan mitigasi (simulasi banjir, perencanaan terpadu tentang lokasi

    pengungsian, transportasinya, menejemen penyaluran bantuan, dll).

    Kebijakan semakin lemah selain ketidakjelasan aturan juga ketidakjelasan siapa yang

    bertanggung jawab untuk untuk melakukannya. Apakah pemerintah pusat atau daerah,

    instansi apa, dll. Akibatnya tidak ada yang merencanakan program dan menganggarkannya

    dalam budget pemerintah.

  • 21

    4. Perbaikan kebijakan dalam pengelolaan dana

    Dari sisi pengelolaan dana pemerintah untuk pengelolaan bencana, berdasarkan

    rangkuman laporan BPK, ditemukan lemahnya koordinasi pelaksanaan anggaran yang telah

    dialokasikan. Beberapa temuan BPK tersebut perlu tindak lanjut segera, seperti:

    a. Evaluasi terhadap berbagai aturan perundangan dan penegakan hukum. BPK

    menemukan banyaknya pelanggaran-pelanggaran, mulai sekadar kesalahan prosedur

    dan tertib administrasi dan keuangan, hingga penyalahgunaan anggaran yang

    menimbulkan kerugian negara sampai dengan tindak pidana.

    b. Penegakan sanksi bagi para pelanggar pengelolaan dana bencana tidak tegas. Karena

    selain merugikan keuangan Negara juga sangat mengganggu moral karena merugikan

    masyarakat yang sedang terkena musibah.

    c. Penyederhanaan birokrasi. Untuk mempercepat upaya menanggulangan bencana, perlu

    dilakukan penyederhanaan birokrasi. Birokrasi yang berbelit akan menghambat

    kecepatan penyaluran bantuan untuk korban. Langkah tersebut antara lain:

    Aturan untuk percepatan realisasi distribusi bantuan kepada korban dan pelaksanaan

    program.

    Perbaikan implementasi pemberian bantuan sehingga dapat lebih tepat sasaran.

    Penegasan aturan tentang jenis belanja yang diperbolehkan dan tidak, pembelian

    barang dan asset dan juga pengelolaannya (administrasi, pemanfaatan) paska

    bencana. Penegasan aturan tentang dana-dana yang kena pajak dan yang tidak.

    Peraturan yang lebih tegas mana pengadaan barang dan jasa yang harus melewati

    proses tender dan mana yang karena alas an darurat boleh dilakukan tanpa tender.

    Peraturan pencatatan dan penggunaan dana bencana dari hibah.

    Monitoring dan koordinasi program dengan masyarakat. Dana masyarakat yang

    dikumpulkan sendiri oleh lembaga kemasyarakatan semakin lama semakin besar.

    Untuk meningkatkan efektifitas dana masyarakat dan melindungi masyarakat dari

    penyalahgunanan dana yang dihimpun oleh masyarakat, maka perlu monitoring dari

    pemerintah.