Titrasi
-
Upload
arlatifaah -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
description
Transcript of Titrasi
Titrasi atau disebut juga volumetri
merupakan metode analisis kimia
yang cepat, akurat dan sering
digunakan untuk menentukan kadar
suatu unsur atau senyawa dalam
larutan.titrasi adalah sebuah
metode yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi suatu
larutan. Caranya adalah dengan
menetesi (menambahi sedikit-
sedikit) larutan yang akan dicari
konsentrasinya (analit) dengan
sebuah larutan hasil standarisasi
yang sudah diketahui konsentrasi
dan volumenya (titrant).
Tetesan titrant dihentikan ketika
titik ekuivalen telah tercapai. Titik
ekuivalen adalah titik
dimana titrant dan analit tepat
bereaksi atau jumlah volume
larutan titrant dengan mol tertentu
telah sama dengan mol
larutan analit. Titik ekuivalenini
susah diamati. Yang bisa diamati
adalah titik akhir
titrasi (perbedaan titik
ekuivalen dan titik akhir
titrasi akan dijelaskan
kemudian). Titik akhir
titrasi ditentukan dengan
menggunakan larutan indikator.
Indikator ini akan berubah warna
jika volume larutan titrant yang
menetesi analitberlebih atau
dengan kata lain saat
larutan analit sudah bereaksi
semua.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka
titrasi dikelompokkan menjadi
empat macam titrasi yaitu :
Titrasi asam basa
PRINSIP TITRASI ASAM
BASA :Titrasi asam basa
melibatkan asam maupun basa
sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titrant ditambahkan
titer tetes demi tetes sampai
mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant
dan titer tepat habis bereaksi)
yang biasanya ditandai dengan
berubahnya warna indikator.
Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana
konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana
jumlah basa yang ditambahkan
sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-].
Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat
perubahan warna indikator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik
ekuivalen, tapi biasanya titik akhir
titrasi melewati titik ekuivalen.
Oleh karena itu, titik akhir titrasi
sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.
CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN
Ada dua cara umum untuk
menentukan titik ekuivalen pada
titrasi asam basa, antara lain:
1. Memakai pH meter untuk
memonitor perubahan pH selama
titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan
volume titran untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva
titrasi tersebut adalah “titik
ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa.
Indikator ditambahkan dua hingga
tiga tetes (sedikit mungkin) pada
titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan
berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi
dihentikan. Indikator yang dipakai
dalam titrasi asam basa adalah
indikator yang perubahan warnanya
dipengaruhi oleh pH.
RUMUS UMUM TITRASI
Pada saat titik ekuivalen maka mol-
ekuivalen asam akan sama dengan
mol-ekuivalen basa, maka hal ini
dapat ditulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen
basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil
perkalian antara normalitas (N)
dengan volume, maka rumus diatas
dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil
perkalian antara molaritas (M)
dengan jumlah ion H+ pada asam
atau jumlah ion OH- pada basa,
sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M
basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau
OH- (pada basa)
1. Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat
- Asam kuat : HCl- Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :HCl + NaOH → NaCl + H2OReaksi ionnya :H+ + OH- → H2O
2. Titrasi Asam Kuat - Basa Lemah
- Asam kuat : HCl- Basa lemah : NH4OH
Persamaan Reaksi :HCl + NH4OH → NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :H+ + NH4OH → H2O + NH4
+
3. Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat
- Asam lemah : CH3COOH - Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :CH3COOH + NaOH → NaCH3COO + H2OReaksi ionnya :H+ + OH- → H2O
4. Titrasi Asam Lemah dengan
Basa Lemah
Contoh yang biasa untuk kurva
titrasi asam lemah dan basa lemah
adalah asam etanoat danamonia
CH3COOH (aq) + NH3(aq) ---
>CH3COONH4 (aq
Titrasi pengendapan
Dasar titrasi argentometri
adalah pembentukan endapan yang
tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang
banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion
Ag+ dari titran akan bereaksi
dengan ion Cl- dari analit
membentuk garam yang tidak
mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq)
à AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam
analit habis maka kelebihan ion
perak akan bereaksi dengan
indicator. Indikator yang dipakai
biasanya adalah ion kromat
CrO42- dimana dengan indicator ini
ion perak akan membentuk endapan
berwarna coklat kemerahan
sehingga titik akhir titrasi dapat
diamati. Indikator lain yang bisa
dipakai
adalah tiosianida dan indikator
adsorbsi.
Sebenernya Ag akan membentuk
endapan dengan kromat membentuk
Ag2CrO4 tapi
karena endapan ini tidak lebih stabil
dibanding endapan Ag-halogen,
maka bila dalam Erlenmeyer masih
terdapat halogen maka perak yang
masuk akan bereaksi lebih dulu
dengan halogen, atau kalaupun
terbentuk endapan Ag2CrO4 lebih
dulu, masih dapat dipecah bila ada
halogen. Dari kondisi ini bisa
dikatakan bahwa titrasi
argentometri termasuk jenis titrasi
kompetisi (saingan) antara
Ag2CrO4 dengan Ag-halogen
Ada beberapa metode dalam
titrasi argentometri yaitu metode
Mohr, metode Volhard, metode
K. Fajans, dan metode Leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk
menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana
netraldengan larutan baku perak
nitrat dengan penambahan larutan
kalium kromat sebagai indikator.
Prinsip :
AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl
membentuk endapan AgCl yang
berwarna putih. Bila semua
Cl- sudah habis bereaksi dengan
Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan
sedikit Ag+ akan bereaksi dengan
CrO42- dari indikator K2CrO4yang
ditambahkan, ini berarti titik akhir
titrasi telah dicapai, yaitu bila
terbentuk warna merah bata dari
endapan Ag2CrO4
2. Metode Volhard
Metoda Volhard dapat digunakan
untuk menetapkan kadar klorida,
bromida, dan iodida dalam suasana
asam. Caranya dengan
menambahkan larutan baku perak
nitrat berlebihan, kemudian
kelebihan larutan baku perak nitrat
dititrasi kembali dengan larutan
baku tiosianat. Ya… ini adalah jenis
titrasi balik.
Pada metoda ini digunakan indikator
adsorpsi, yang mana pada titik
ekivalen, indikator teradsorpsi oleh
endapan. Indikator ini tidak
memberikan perubahan warna
kepada larutan, tetapi pada
permukaan endapan.
Prinsip:
Pada metode ini, sejumlah volume
larutan standar AgNO3 ditambahkan
secara berlebih ke dalam larutan
yang mengandung ion halida (X-).
Sisa larutan standar AgNO3 yang
tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi
dengan larutan standar tiosianat
( KSCN atau NH4SCN )
menggunakan indikator besi (III)
(Fe3+).
3.Metode Fajans
Prinsip :
Pada titrasi Argentometri dengan
metode Fajans ada dua tahap untuk
menerangkan titik akhir titrasi
dengan indikator absorpsi
(fluorescein).
Selama titrasi berlansung (sebelum
TE) ion halida (X-) dalam keadaan
berlebih dan diabsorbsi pada
permukaan endapan AgX sebagai
permukaan primer.
Setelah titik ekivalen tercapai dan
pada saat pertama ada kelebihan
AgNO3 yang ditambahkan Ag+ akan
berada pada permukaan primer
yang bermuatan positif
menggantikan kedudukan ion halida
(X-). Bila hal ini terjadi maka ion
indikator (Ind-) yang bermuatan
negatif akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi.
Titrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi
berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar
mengion), Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil
berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak
sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi
Indikator :
EBT, murexide.
Titrasi Langsung
a. Prinsip :
Ion logam yang berada dalam
larutan dititrasi langsung oleh EDTA
dengan menggunakan indikator
yang sesuai.
b. Perhatian :
Perlu dilakukan titrasi blanko untuk
memeriksa adanya senyawa
pengotor logam dalam pereaksi,
karena pengotor logam dapat
bereaksi dengan EDTA sehingga
dikhawatirkan dapat membentuk
kompleks logam-EDTA, karena sifat
EDTA yang tidak spesifik.
Titasi Kembali
a. Prinsip :
Dilakukan jika penentuan TA secara
titrasi langsung tidak mungkin.
b. Penggunaan :
Ø Digunakan untuk penentuan logam
yang mengendap sebagai
hidroksida/senyawa yang tidak larut
pada pH kerja titrasi. Seperti : Pb-
sulfat dan Ca-oksalat.
Ø Digunakan untuk logam yang
bereaksi lambat dengan EDTA,
dimana pembentukan kompleks
logam-EDTA terjadi sangat lambat
dan labil pada pH titrasi.
Ø Tidak ada indikator yang sesuai.
c. Cara titrasi kembali :
Larutan yang mengandung logam
ditambah EDTA berlebih, lalu
system titrasi didapar pada pH yang
sesuai, kemudian dipanaskan (untuk
mempercepat terbantuknya
kompleks). Setelah dingin, kelebihan
EDTA dititrasi kembali dengan
larutan baku Zn2+ (ZnCl2, ZnSO4,
ZnO) atau larutan baku logam Mg2+
(MgO, MgSO4).
Titrasi Subtitusi
Prinsip :
a) Dipilih titrasi substitusi jika cara
titrasi langsung dan titrasi kembali
tidak dapat memberikan hasil yang
baik.
b) Dipilih jika ion logam tidak
bereaksi sempurna dengan indikator
logam.
c) Stabilitas kompleks logam-EDTA
lebih besar dibandingkan dengan
stabilitas kompleks logam lain,
seperti : Mg2+ atau Zn2+ (Mg-
EDTA dan Zn-EDTA).
Titrasi oksidasi reduksi
Titrasi redoks itu melibatkan reaksi oksidasi
dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi
redoks banyak dipergunakan untuk
penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor.
Aplikasi dalam bidang industri misalnya
penentuan sulfite dalam minuman anggur
dengan menggunakan iodine, atau penentuan
kadar alkohol dengan menggunakan kalium
dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah
penentuan asam oksalat dengan
menggunakan permanganate, penentuan
besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Karena melibatkan reaksi redoks maka
pengetahuan tentang penyetaraan reaksi
redoks memegang peran penting, selain itu
pengetahuan tentang perhitungan sel volta,
sifat oksidator dan reduktor juga sangat
berperan. Dengan pengetahuan yang cukup
baik mengenai semua itu maka perhitungan
stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih
mudah.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat
dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara
potensial larutan dengan volume titrant, atau
dapat juga menggunakan indicator. Dengan
memandang tingkat kemudahan dan efisiensi
maka titrasi redoks dengan indicator sering
kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi
redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator contohnya penentuan oksalat
dengan permanganate, atau penentuan
alkohol dengan kalium dikromat.
Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum
sebagai indicator, khususnya titrasi redoks
yang melibatkan iodine. Indikator yang lain
yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga
sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua
indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,
misalnya ferroin, metilen, blue, dan
nitroferoin.
Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah
iodimetri, iodometri, permanganometri
menggunakan titrant kalium permanganat
untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium
dikromat dipakai untuk titran penentuan
Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai
sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan
iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan
tiosulfat), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai
untuk titrant titrasi redoks penentuan
ferosianida dan nitrit.
Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang
paling banyak jenisnya, diantaranya :
Permanganometri
Cerimetri
Iodimetri, iodometri, iodatometri
Bromometri, bromatometri
Nitrimetri
B. MACAM-MACAM TITRASI REDOKS
Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu
permanganometri, dikromatrometri,
serimetri, iodo-iodimetri dan bromatometri.
Permanganometri adalah titrasi redoks yang
menggunakan KMnO4 (oksidator kuat)
sebagai titran. Dalam permanganometri tidak
dipeerlukan indikator , karena titran bertindak
sebagai indikator (auto indikator). Kalium
permanganat bukan larutan baku primer,
maka larutan KMnO4 harus distandarisasi,
antara lain dengan arsen(III) oksida (As2O3)
dan Natrium oksalat (Na2C2O4).
Permanganometri dapat digunakan untuk
penentuan kadar besi, kalsium dan hidrogen
peroksida. Pada penentuan besi, pada bijih
besi mula-mula dilarutkan dalam asam
klorida, kemudian semua besi direduksi
menjadi Fe2+, baru dititrasi secara
permanganometri. Sedangkan pada
penetapan kalsium, mula-mula .kalsium
diendapkan sebagai kalsium oksalat kemudian
endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi
dengan permanganat. Dikromatometri adalah
titrasi redoks yang menggunakan senyawa
dikromat sebagai oksidator. Senyawa
dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi
lebih lemah dari permanganat. Kalium
dikromat merupakan standar primer.
Penggunaan utama dikromatometri adalah
untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida.
Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu
iodimetri (secara langsung), dan iodometri
(cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin
digunakan sebagai oksidator, sedangkan
dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai
reduktor. Baik dalam iodometri ataupun
iodimetri penentuan titik akhir titrasi
didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam
iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk
mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan
natrium tiosulfat merupakan standar
sekunder dan dapat distandarisasi dengan
kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam
suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat
yang kemurniannya tidak pasti, perlu
dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan
tersebut digunakan zat baku yang disebut
larutan baku primer, yaitu larutan yang
konsentrasinya dapat diketahui dengan cara
penimbangan zat secara seksama yang
digunakan untuk standarisasi suatu larutan
karena zatnya relatif stabil. Selain itu,
pembakuan juga bisa dilakukan dengan
menggunakan larutan baku sekunder, yaitu
larutan yang konsentrasinya dapat diketahui
dengan cara dibakukan oleh larutan baku
primer, karena sifatnya yang labil, mudah
terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).
Syarat-syarat larutan baku primer yaitu :
• Mudah diperoleh dalam bentuk murni
• Mudah dikeringkan
• Stabil
• Memiliki massa molar yang besar
• Reaksi dengan zat yang dibakukan harus
stoikiometri sehingga dicapai dasr
perhitungan ( Day & Underwood , 2002 ).
Larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan
tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer, larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu
yang lama. Tembaga murni dapat digunakan
sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat
( Day & Underwood, 2002 )
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam
analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik.
Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan
potensial, sehingga reaksi redoks dapat
menggunakan perubahan potensial untuk
mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu
cara sederhana juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor
yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka
dikenal beberapa jenis titrimetri redoks
seperti iodometri, iodimetri danm
permanganometri.
Iodimetri dan Iodometri
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi
redoks dari senyawa iodine dengan natrium
tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine
ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini :
I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru
didalam larutan amilosa dan berwarna merah
pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi
diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan
menggunaka indikator amilosa atau
amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara
langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan
cara menggunakan larutan iodida, dimana
larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan
selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium
tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak
langsung disebut dengan iodometri. Dalam
titrasi ini digunakan indikator amilosa,
amilopektin, indikator carbon tetraklorida
juga digunakan yang berwarna ungu jika
mengandung iodin
2. Permengantometri
Permanganometri merupakan titrasi redoks
menggunakan larutan standar Kalium
permanganat. Reaksi redoks ini dapat
berlangsung dalam suasana asam maupun
dalam suasana basa. Dalam suasana asam,
kalium permanganat akan tereduksi menjadi
Mn2+ dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap
perubahan bilangan oksidasinya, maka berat
ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya
seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi
karena penambahan asam sulfat, dan asam
sulfat cukup baik karena tidak bereaksi
dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika
titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak
berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun
jika larutan permangant yang kita pergunakan
encer, maka penambahanindikator dapat
dilakukan. Beberapa indikator yang dapat
dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil
antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah
banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis
vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini
teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama,
sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian
dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas
dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya
larutan ini diasamkan dengan penambahan
asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi
dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir
titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa.
C. PRINSIP TITRASI REDOKS
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks
adalah reaksi yang melibatkan penangkapan
dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi
redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh
reduktor harus sama dengan jumlah elektron
yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara
untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks
yaitu metode bilangan oksidasi dan metode
setengah reaksi (metode ion elektron).
Hubungan reaksi redoks dan perubahan
energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks
melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik
adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks
dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel
galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi
redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan
sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.
Persamaan elektrokimia yang berguna dalam
perhitungan potensial sel adalah persamaan
Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam
analisis volumetri bila memenuhi syarat.
Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan
standar oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-
reduksi antara analit dengan titran