tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

40
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan Olahraga Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban latihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari latihan harus dilakukan secara berulang-ulang dan meningkatkan beban atau tahanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk pekerjaannya (Iskandar, 2011). Pelatihan dilakukan secara (repetitive) dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progressive, memiliki tujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 2011). Menurut Nossek (1982) pelatihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampaiatlet tersebut mencapai standar penampilan yang tertinggi. Nossek (1982) menyatakan pelatihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip paedagogis. Proses ini direncanakan dan sistematis, yang meningkatkan kesiapan untuk melakukan dan kepastian penampilan atlet. Pelatihan adalah sebuah aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mana mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis

Transcript of tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

Page 1: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan Olahraga

Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang

dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban

latihan atau pekerjaan, dan salah satu yang paling penting dari latihan harus

dilakukan secara berulang-ulang dan meningkatkan beban atau tahanan untuk

meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk pekerjaannya

(Iskandar, 2011). Pelatihan dilakukan secara (repetitive) dalam jangka waktu

lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progressive, memiliki tujuan

untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada

waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal

(Nala, 2011).

Menurut Nossek (1982) pelatihan adalah suatu proses atau dinyatakan

dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun

sampaiatlet tersebut mencapai standar penampilan yang tertinggi. Nossek (1982)

menyatakan pelatihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur

dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip

paedagogis. Proses ini direncanakan dan sistematis, yang meningkatkan kesiapan

untuk melakukan dan kepastian penampilan atlet. Pelatihan adalah sebuah

aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama ditingkatkan secara

progresif dan individual, yang mana mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis

Page 2: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

8

dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa,

2005). Pelatihan juga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara

berkesinambungan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan yang benar.

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat beberapa kesamaan dalam

mendefinisikan pelatihan antara lain:

1. Aktivitas yang dilakukan secara sistematis.

2. Bentuk suatu proses

3. Dilaksanakan dengan waktu yang relatif lama.

4. Berkesinambungan.

5. Adanya pembebanan secara bertahap

6. Untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga.

Dengan demikian pengertian pelatihan dapat disimpulkan sebagai suatu

proses penyempurnaan kemampuan olahraga, yang dilakukan secara sistematis

dan berkesinambungan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan yang

benar, untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga.

2.1.1 Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan dalam bidang olahraga adalah untuk memperbaiki

kemampuan teknik (keterampilan) atau penampilan atlet sesuai dengan kebutuhan

dalam bidang olahraga spesialisasi atau yang digeluti, dan bertujuan untuk

meningkatkan kebugaran, jasmani dan menjaga kesehatan (Nala, 2011).

Berdasarkan atas hal ini maka pelatihan ditujukan untuk meningkatkan

pengembangan fisik baik menyeluruh maupun khusus perbaikan terhadap teknik,

pemapinggang strategi, dan teknik permainan sesuai dengan kebutuhan cabang

Page 3: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

9

olahraga, menanamkan kemauan dan disiplin yang tinggi, pengoptimalan

persiapan tim dan olahraga beregu, meningkatkan serta memelihara kebugaran

jasmani dan kesehatan serta mencegah kemungkinan cedera.

Menurut Bompa (2005), untuk mencapai tujuan dalam latihan, yaitu

memperbaiki prestasi tingkat terampil maupun unjuk kerja dari atlet, diarahkan

oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan. Adapun tujuan-tujuan

latihan sebagai berikut:

1. Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh.

2. Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu

kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktik olahraga.

3. Untuk memoles atau menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih.

4. Memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat

diperoleh dari belajar teknik lawan berikutnya.

5. Menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi serta disiplin

untuk tingkah laku, ketekunan, dan keingginan untuk menanggulangi

kerasnya latihan dan menjamin persiapan psikologis.

6. Menjamin dan mengamankan persiapan tim secara optimal.

7. Untuk mempertahankan keadaan sehat setiap atlet.

8. Untuk mencegah cedera melalui pengamanan terhadap penyebabnya dan juga

meningkatkan fleksibelitas di atas tingkat ketentuan untuk melakukan

gerakan yang penting.

Page 4: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

10

9. Untuk menambah pengetahuan seorang atlet dengan sejumlah pengetahuan

teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan,

pencernaan gizi, dan regenerasi.

Beberapa kesimpulan tersebut tidak menyarankan untuk dipakai secara

kaku dalam upaya latihan yang dilakukan, hal tersebut harus disesuaikan dengan

ciri-ciri khusus pada kecabangan olahraga yang dilakukan dan juga

memperhatikan kondisi atlet itu sendiri. Pendekatan yang perlu mendapat

perhatian untuk mencapai tujuan pelatihan utama adalah mengembangkan dasar-

dasar latihan secara fungsional diarahkan untuk mencapai tujuan khusus sesuai

dengan kebutuhan cabang olahraga itu sendiri. Pada cabang olahraga bola voli

kebutuhan yang digunakan kekuatan, kecepatan, dayatahan disesuaikan dengan

kebutuhan cabang olahraganya. Jenis Pelatihan jinjit merupakan salah satu tipe

pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini.

Menurut Nala (2011), cara pelatihan yang paling tepat untuk melatih

kekuatan otot agar smesannya kuat atau pukulannya keras yang dilakukan dengan

pelatihan jinjit berulang-ulang dengan sikap dan arah gerakan lengan seperti

melakukan smash atau melakukan pukulan overhead. Apabila diberi pelatihan,

efek pada otot terjadi pada unit motorik (saraf dan otot), ko-kontraksi otot

antagonis, sinkronisasi. Adaptasi neural akan meningkatkan kekuatan dan

meningkatkan koordinasi.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Pelatihan

Pelatihan yang modern harus direncanakan secara berhati-hati. Sebuah

rancangan pelatihan mencakup semua tindakan yang diperlukan untuk mencapai

Page 5: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

11

sasaran-sasaran latihan (Nossek, 1982). Tujuan pelatihan yang telah dijelaskan

akan memberikan arah dari suatu pelatihan olahraga, dan untuk mencapai tujuan

tersebut secara maksimal, suatu pelatihan harus dilaksanakan sesuai dengan

prinsip-prinsip dasar pelatihan. Adapun prinsip-prinsip pelatihan adalah:

a. Prinsip Pelatihan beraturan (the principle of arrange ment of exercise).

Dalam setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilakukan

yaitu; pemanasan, latihan inti serta pendinginan. Latihan hendaknya dimulai dari

kelompok otot besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot kecil (Fox, dkk.,

1993). Pemanasan bertujuan menyiapkan kondisi fisik dan psikis sebelum latihan

atau pertandingan/ perlombaan. Pemanasan juga bertujuan meningkatkan suhu

tubuh dan aliran darah pada otot sekelet yang aktif (Nala, 2011).

Dalam pelaksanaannya pemanasan tidak harus selalu lama dilakukan,

pemanasan yang berkisar lima sampai limabelas menit sudah cukup untuk

membuat tubuh berkeringat dan bernafas dalam, sebagai tanda metabolisme

meningkat dan tubuh siap untuk mengikuti latihan berikutrnya. Selanjutnya

latihan inti, gerakan inti olahraga merupakan gerakan atau aktivitas yang pokok

dalam suatu pelatihan atau kecabangan olahraga. Kegiatan ini merupakan utama

untuk mencapai tujuan dari pelatihan. Pendinginan bertujuan untuk

mengembalikan kondisi fisik dan psikis pada keadaan semula. Pendinginan

dilakukan setelah aktivitas fisik atau pelatihan selesai dilaksanakan.

Pendinginan akan bermanfaat untuk pulih asal (recovery) setelah aktivitas

fisik yang berat. Latihan-latihan pendinginan mengikuti urutan yang sebaliknya

dari urutan latihan pemanasan (yaitu latihan aerobik ringan, kalistenik dinamis,

Page 6: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

12

dan pereganganstatis) (Giam, 1993). Lamanya pendinginan tergantung pada

tingkat kelelahan yang diperoleh dari latihan inti atau tergantung pada cepatnya

asam laktat dirubah, lama pendinginan bisa dari 10 sampai 30 menit.

b. Prinsip Kekhususan (the principle of speciafity).

Adalah latihan untuk cabang olahraga mengarah pada perubahan

morphologis dan fungsional yang berkaitan dengan kekhususan cabang olahraga

tersebut (Bompa, 2005). Untuk itu, sebagai bahan pertimbangan dalam

menerapkan prinsip kekhususan, antara lain ditentukan oleh:(a) spesifikasi

kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk dan model latihan, (c) spesifikasi ciri

gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodisasinya

c. Prinsip Individualisasi (the principle of individuality).

Pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan atlet untuk

mencapai hasil yang baik. Menurut Bompa (2005) faktor individu harus

diperhatikan, karena pada dasarnya setiap inividu mempunyai karakteristik yang

berbeda, baik secara fisik maupun secara psikologis. Sukadiyanto (2005)

menjelaskan, hal yang harus diperhatikan dalam prinsip individualisasi adalah

faktor keturunan, kemapinggang, status gizi, waktu istirahat dan tidur, tingkat

kebugaran, pengaruh lingkungan, cidera, dan motivasi.

d. Prinsip Beban Bertambah (the principle of progressive resistance).

Adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan

disesuaikan dengan kemampuan fisiologis dan psikologis setiap individu

olahragawan. Pelatihan dengan penambahaan beban secara bertahap merupakan

suatu keharusan, untuk mencapai hasil dari pelatihan tersebut. Menurut Bompa

Page 7: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

13

(2005) untuk menyiapkan fungsi dan reaksi sistem-sistem syaraf, koordinasi

neuromuskular, dan kapasitas psikologi untuk menanggulangi stres peningkatan

beban latihan, atlet membutuhkan waktu, dan pendapat (Syaranamual, 2009)

bahwa peningkatan kinerja olahragawan memerlukan latihan dan penyesuaian

dalam waktu yang panjang, disamping itu peningkatan kemampuan organisme

secara morphologis, fisiologis dan psikologis bergantung pada peningkatan beban

latihan.

Dalam pembebanan latihan, tuntutan ini adalah bahwa beban latihan harus

berkelanjutan jika harus ditingkatkan secara regular (progressive overloa). Dalam

mendisain pelatihan overload, Bompa (2005) menyarankan untuk memakai the

steptype approach system atau sistem tangga yang tampak pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 The Step Type Approach System (Bompa, 2005).

Setiap garis vertikal menunjukan perubahan (penambahan) beban,

sedangkan garis horisontal adalah fase adaptasi terhadap beban yang baru. Beban

latihan tiga tangga (cycle) pertama ditingkatkan secara bertahap. Pada cycleke

empat beban diturunkan (ini adalah yang dimaksud unloading fase) yang

maksudnya adalah untuk memberi kesempatan kepada organ-organ tubuh untuk

melakukan regenerasi (Harsono, 1988). The step typeapproach atau sistem tangga

Page 8: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

14

berlaku untuk pelatihan olahraga yang bertujuan untuk prestasi maupun

kesehatan.

e. Prinsip Beban Berlebih (the overload principle).

Pelatihan untuk komponen kebugaran membutuhkan berkali-kali kondisi-

kondisi overload yang di ikuti dengan kesempatan untuk istirahat untuk

mendapatkan efek pelatihan (Iskandar, 2011). Menurut Sukadiyanto (2005),

beban latihan harus mencapai atau melampaui sedikit di atas batas ambang

rangsang. Sebab beban yang telalu berat akan mengakibatkan tidak mampu

diadaptasi oleh tubuh, sedangkan bila terlalu ringan tidak akan berpengaruh

terhadap peningkatan kualitas, sehingga beban latihan harus memenuhi prinsip

moderat. Untuk pembebanan dilakukan secara progresif dan diubah sesuai dengan

tingkat perubahan yang terjadi pada olahragawan. Apabila tubuh sudah mampu

mengatasi beban latihan yang diberikan, maka beban berikutnya harus

ditingkatkan secara bertahap. Irianto (2002) mengatakan apabila tubuh ditantang

dengan beban latihan maka terjadi proses penyesuaian. Penyesuaian tersebut tidak

saja seperti pada kondisi awal namun secara bertahap mengarah pada tingkat yang

lebih tinggi yang disebut over kompensasi. Over kompensasi (peningkatan

prestasi) akan terjadi bila pembebanan yang diberikan pada latihan tepat di atas

ambang rangsang (threshold), disertai dengan pemulihan (recovery).

Tingkat penambahan beban latihan berkaitan dengan tiga faktor, yaitu

frekuensi, intensitas, dan durasi. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan

cara menambah sesi latihan. Untuk intensitas latihan dapat dengan cara

meningkatkan kualitas pembebanan. Sedangkan durasi dapat dilakukan dengan

Page 9: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

15

cara menambah jam latihan atau bila jam latihan tetap dapat dengan cara

memperpendek waktu recovery dan interval, sehingga kualitas latihan menjadi

meningkat (Sukadiyanto, 2005).

f. Prinsip Beragam (variety principle).

Latihan memerlukan proses panjang yang dilakukan berulang-ulang, hal

ini sering menimbulkan kebosanan. Untuk mengatasi kebosanan pelatih

menciptakan suasana yang menyenangkan serta membuat aneka macam bentuk

latihan (Bompa, 2005).

g. Prinsip Pulih Asal (revercible principle)

Kualitas yang diperoleh dari latihan dapat menurun kembali apabila tidak

melakukan latihan dalam waktu tertentu. Proses adaptasi yang terjadi sebagai

hasil dari latihan akan menurun bahkan hilang bila tidak dipraktekkan dan

dipelihara melalui latihan yang kontinyu. Dengan demikian latihan harus

berkesinambungan.

2.1.3 Volume Pelatihan

Sebagai komponen utama latihan, volume adalah prasarat yang sangat

penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya pencapaian

fisik. Volume latihan disebut juga jangka waktu yang dipakai selama sesion

latihan, yang melibatkan beberapa bagian secara integral sebagai berikut: (1)

waktu atau jangka waktu yang dipakai dalam pelatihan, (2) jarak atau jumlah

tegangan yang dapat ditanggulangin atau diangkat persatuan waktu, (3) jumlah

pengulangan bentuk latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam waktu

tertentu. Jadi diperkirakan bahwa volume terdiri jumlah keseluruhan dari kegiatan

Page 10: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

16

yang dilakukan dalam latihan. Volume diartikan sebagai jumlah kerja yang

dilakukan selama satu kali latihan atau selama fase latihan (Bompa, 2005).

Menurut Nala (2011), bahwa volume latihan merupakan jumlah seluruh

aktivitas yang dilakukan selama latihan. Sering secara tidak tepat, volume latihan

ini disamakan dengan durasi atau lama latihan. Padahal durasi ini merupakan

bagian dari volume latihan. Pada umumnya volume latihan ini terdiri atas:

a. Durasi atau lama waktu pelatihan (dalam detik, menit, jam, hari, minggu

atau bulan).

b. Jarak tempuh (meter), berat beban (kilogram) atau jumlah angkatan dalam

satuan waktu (berapa kilo-gram dapat diangkat dalam waktu satu menit).

c. Jumlah repetisi, set atau penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan

waktu (berapa kali ulangan dapat dilakukan dalam waktu semenit).

Penggunaan repetisi dan set ini amat penting dalam meningkatkan

kemampuan komponen biomotorik. Volume ini juga menunjukkan jumlah kerja

atau aktivitas yang dapat dilakukan selama phase latihan (Bompa, 2005).

Sedangkan menurut Sukadiyanto (2005) adalah ukuran yang menunjukkan

kuantitas (jumlah) suatu rangsangan atau pembebanan.

Adapun dalam proses latihan yang digunakan untuk meningkatkan volume

latihan dapat dilakukan dengan cara latihan itu: (1) diperberat, (2) diperlama, (3)

dipercepat, atau (4) diperbanyak. Untuk itu dalam menentukan besarnya volume

dapat dilakukan dengan cara menghitung: (a) jumlah bobot berat persesi, (b)

jumlah ulangan persesi, (c) jumlah set per sesi, (d) jumlah pembebanan per sesi,

Page 11: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

17

(e) jumlah seri atau sirkuit per sesi, dan (f) lama-singkatnya pemberian waktu

recovery dan interval.

Dalam penelitian ini volume pelatihan terhadap beban dan repetisi

ditentukan berdasarkan pengukuran sampel yang dilakukan pada penelitian

pendahuluan. Hasil penelitian pendahuluan bahwa kemampuan jinjit berbeban di

pinggang dengan beban sebelas kg. Dari beban sebelas kg diambil 40% dari

kemampuan maksimal (Satriya, dkk., 2007) yaitu empat kg. Beban yang diberikan

dari terendah karena melibatkan anak pemula dalam penggunaan beban untuk

daya ledak otot tungkai. Untuk menentukan repetisi dan set dilakukan jinjit beban

di pinggang empat kg hasil yang diperoleh berkisar 12-15 kali dengan tiga set.

Sehingga dalam penelitian daya ledak otot tungkai dengan jinjit beban di

pinggang empat kg, 12 repetisi dan tiga set dengan istirahat lima menit yang

ditentukan dari denyut nadi istirahat.

2.1.4 Intensitas Pelatihan

Intensitas pelatihan adalah dosis pelatihan yang harus dilakukan seseorang

menurut program yang telah ditentukan (Iskandar, 2011). Intensitas merupakan

salah satu komponen terpenting dari latihan. Intensitas menunjukan komponen

kualitatif pada penampilan kerja dalam suatu periode.

Menurut Bompa (2005) bahwa intensitas adalah fungsi dari kekuatan

rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan dan kekuatan rangsangan

tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval atau istirahat

diantara tiap ulangannya. Intensitas adalah faktor terpenting dalam pengembangan

maksimal pemasukan oksigen (VO2 max), intensitas merefleksikan kebutuhan

Page 12: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

18

energi dan kalor energi yang dikeluarkan (Sharkey, 2003). Intensitas juga

merupakan ukuran yang menunjukan kualitas suatu rangsangan atau pembebanan.

Menurut Harsono (1988) tingkatan intensitas beban pelatihan yang

dianjurkan untuk pelatihan kondisi fisik: rendah: 30-50%, ringan: 51-60%,

sedang: 61-75%, submaksimal: 76-85%, maksimal: 86-100% dan super maksimal:

100%. Sedangkan kondisi fisik untuk daya ledak (Satriya, dkk., 2007) pelatihan

dengan tahanan beban yang digunakan 40-80% kemampuan maksimal, kontraksi

cepat, repetisinya kalau kecepatan berkurang pengulangan dihentikan karena

dalam daya ledak ada kekuatan terdapat pula kecepatan.

Derajat intensitas dapat diukur berdasarkan kepada bentuk latihan yang

dilakukan untuk pelatihan yang melibatkan kecepatan diukur dalam satuan meter

/detik, atau intensitas untuk kekuatan diukur dengan satuan kg, sedangkan untuk

jarak contohnya jauh dan tinggi diukur dalam satuan meter (Bompa, 2005). Dalam

meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan, pembebanannya

submaksimal dengan lama waktu berkontraksi 7-10 detik. Pembebanan berkisar

60-90% dari kekuatan maksimal berdasarkan Oshea (1976). Sedangkan

meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan, intensitas pembebanannya

berskala ringan dan sedang dari kemampuan maksimal, demikian pula waktu

rangsangan saraf dan kontraksi diperpendek (Iskandar, 2011). Manfaat dari

pemberian beban untuk melatih kecepatan atau kemampuan maksimal dapat

dipertahankan karena penyediaan energi dari sistem phospagen berlangsung cepat

atau dua kali lipat kecepatan dalam sistem asam laktat (Guyton dan Hall, 2007).

Page 13: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

19

2.1.5 Repetisi dan Set

Repetisi adalah jumlah ulangan pada waktu pelatihan sedangkan set adalah

suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Menurut Widana (1983) mensitir

pelatihan dari De Lorme dan Watkins, bahwa pelatihan meningkatkan kekuatan

otot dapat terwujud melaui program dengan menggunakan 1-3 repetisi untuk 3-4

set dengan menggunakan beban maksimum. Sedangkan pelatihan yang

menggunakan daya tahan otot hendaknya menggunakan program 10-12 repetisi

dan 3-4 set. Dalam Harsono (1988) untuk meningkatkan daya ledak menggunakan

12–15 repetisi, 3-5 set.

Menurut Oshea, (1976) dalam meningkatkan daya ledak antara repetisi 8-

10 repetisi dan 3-4 set. Menurut Fox (1984) manfaat pengulangan yang tinggi

untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang sangat dibutuhkan dalam

kecepatan.

2.1.6 Densitas dan Frekuensi Pelatihan

Suatu frekuensi dimana atlet dihadapkan pada sejumlah rangsangan

persatuan waktu disebut densitas latihan. Jadi densitas latihan berkaitan dengan

suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu kerja dan pemulihan latihan. Suatu

densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara

rangsangan latihan dan pemulihan (Bompa, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, padat atau tidaknya densitas ini sangat

tergantung oleh lamanya pemberian waktu pemulihan yang diberikan. Semakin

pendek waktu pemulihan maka densitas latihan makin tinggi, sebaliknya semakin

lama waktu pemulihan maka densitas pelatihan semakin rendah (kurang padat).

Page 14: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

20

Menurut Harre (Bompa, 2005) untuk membangun komponen biomotorik dalam

daya tahan otot misalnya densitas pelatihan yang optimal antara waktu kerja dan

waktu istirahat perbandingannya berkisar antara 1:½, atau 1:1. Sedangkan untuk

rangsangan yang itensif, perbandingannya 1:3 atau 1:6. Sehingga dalam

melakukan aktivitas menyemes bola atau memukul shuttle terus menerus untuk

meningkatkan daya tahan otot lengan dan otot bahu bagi pemain bulutangkis

diperlukan selama satu menit maka waktu yang digunakan selama 3-6 menit

(selama 3x \1 menit =3 menit sampai 6x1 menit= 6 menit). Setelah itu dilanjutkan

kembali dengan gerakan menyemes atau memukul selama 1 menit. Untuk

komponen kekuatan kekuatan otot waktu istirahat selama 2-5 menit, bukan ½-1

menit.

Lama istirahat untuk meningkatkan kekuatan tergantung pada berat

ringannya beban, jumlah repetisi, banyak set dan kecepatan irama angkatannya.

Bila beban ringan waktu istirahat cukup 2 menit tapi bila bebannya berat, waktu

istirahat sampai 5 menit. Densitas latihan menunjukkan kepadatan (densitas) atau

kekerapan (frekuensi) dari suatu seri rangsangan persatuan waktu yang terjadi

pada atlet ketika sedang berlatih sedangkan Frekuensi adalah kekerapan atau

kerapnya latihan per-minggu. Menetapkan frekuensi latihan amat tergantung pada

tipe olahraganya dan jenis komponen biomotorik yang akan dikembangkan.

Frekuensi latihan untuk mengembangkan komponen kekuatan otot, jika

dilakukan sebanyak tujuh kali dalam seminggu dianggap densitasnya terlalu

tinggi. Bila dilakukan sekali seminggu dianggap densitasnya terlalu rendah.

Frekuensi latihan merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu

Page 15: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

21

tertentu. Pada umunya periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah

frekuensi tersebut adalah dalam satu minggu. Frekuensi latihan bertujuan untuk

menunjukkan jumlah tatap muka latihan pada setiap minggunya. Frekuensi latihan

misalnya:

a. Untuk meningkatkan kekuatan otot dianggap cukup baik bila dilakukan

sebanyak 2-3 kali seminggu.

b. Sebaliknya untuk meningkatkan komponen daya tahan kardiovaskular atau

kesegaran jasmani

c. (physical fitness), maka frekuensi latihannya sebanyak 4-5 kali seminggu,

dengan selingan istirahat maksimal selama 48 jam atau tidak lebih dari dua

hari berturutan.

d. Untuk daya tahan perenang dan pelari jarak jauh frekuensi latihannya lebih

keras , tidak cukup sebanyak 3 – 4 kali seminggu, tetapi sebanyak 6-7 kali

seminggu.

e. Frekuensi latihan bagi atlet non-daya tahan aerobik (non-endurance) atau

anaerobik, cukup sebanyak 3 kali per minggu, dengan durasi latihan selama

8-10 minggu (Nala, 2011).

Frekuensi tergantung dari jenis komponen yang akan dikembangkan,

untuk menjalankan program latihan tiga kali setiap minggu, agar tidak terjadi

kelelahan yang kronis dan lama latihan diperlukan selama enam minggu atau

lebih (Sajoto, 2002). Dalam penelitian ini menggunakan frekuensi pelatihan tiga

kali setiap minggu dan dilaksanakan selama enam minggu. Manfaat gerakan

Page 16: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

22

pelatihan yang dilakukan berulang-ulang selama enam minggu akan terpola pada

sistem saraf sebagai pengalaman sensoris (Guyton, 2007).

2.2 Pelatihan Fisik

Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang

tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya.

Artinya bahwa didalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen

tersebut harus dikembangkan. Walaupun dilakukan dengan sistem prioritas tiap

komponen dan untuk keperluan apa keadaan atau status yang dibutuhkan. (Sajoto,

1988). Kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha

peningkatan prestasi seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan

dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi.

Menurut Harsono (1988), jika kondisi fisik baik maka: (1) akan ada

peningkatan dalam kemampuan sistem sirkulasi dan kerja jantung. (2) akan ada

peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan dan lain-lain

komponen kondisi fisik. (3) akan ada ekonomi gerak yang lebih baik pada waktu

latihan. (4) akan ada pemulihan yang lebih cepat dalam organ-organ tubuh setelah

latihan. (5) akan ada respon yang cepat dari organisme tubuh apabila sewaktu-

waktu respon demikian diperlukan. Proses latihan kondisi fisik dalam olahraga,

adalah suatu proses yang harus dilakukan dengan hati-hati, dengan sabar dan

dengan penuh kewaspadaan terhadap atlet. Melalui latihan yang berulang-ulang

dilakukan, yang intensitas dan kompleksitasnya sedikit demi sedikit bertambah,

lama kelamaan atlet akan berubah menjadi seseorang yang lebih pegas, lebih

lincah, lebih terampil dan lebih berhasil menurut Harsono (1988).

Page 17: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

23

Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting. Program latihan

kondisi fisik haruslah direncanakan secara sistematis yang ditunjukkan untuk

meningkatkan kondisi fisik dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh

sehingga dengan demikian dapat mencapai prestasi yang lebih baik haruslah

direncanakan secara sistematis yang ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik

dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian dapat

mencapai prestasi yang lebih baik.

2.3 Komponen Biomotorik

Komponen biomotorik merupakan kemampuan dasar gerak fisik atau

aktivitas fisik dari tubuh manusia (Nala, 2011). Menurut Sajoto (2002) komponen

kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak

dapat dipisahkan baik peningkatan maupun pemeliharanya. Komponen

biomotorik yakni kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, kelentukan,

kelincahan, ketepatan, waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi (Nala, 2011).

Menurut Jensen (1983) daya ledak merupakan unsur biomotorik yang

sangat penting untuk melakukan berbagai aktivitas dan menentukan seberapa

cepat dapat berlari dan berenang, seberapa tinggi dapat meloncat, seberapa jauh

dapat melempar, dan seberapa keras seseorang dapat memukul. Dari kesepuluh

komponen biomotorik ini salah satu komponen biomotorik yaitu daya ledak yang

akan digunakan dalam pelatihan bulutangkis.

Page 18: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

24

2.4 Daya Ledak

Daya ledak adalah kemampuan otot untuk menggerahkan kekuatan

maksimal dalam waktu yang sangat cepat (Juliantine, dkk., 2007). Daya ledak

sering disebut eksplosif atau daya otot. Menurut Sajoto (2002) daya otot

(muscular power) adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan

maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Daya ledak

sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang memerlukan eksplosif, seperti

lari sprint, nomor-nomor lempar dalam atletik, atau cabang-cabang olahraga yang

gerakannya didominasi oleh meloncat, dalam olahraga voli dan juga pada

bulutangkis serta olahraga sejenisnya. Otot yang kuat otot yang mempunyai daya

ledak yang besar, sebaliknya otot yang mempunyai daya ledak yang besar hampir

dapat dipastikan mempunyai nilai kekuatan yang besar (Nugroho, 2012). Daya

ledak ialah kemampuan sebuah otot atau sekelompok otot untuk mengatasi

tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang

utuh (Suharno, 1993). Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan

kecepatan maksimum (Bompa, 2005). Daya ledak adalah kemampuan seseorang

mengatasi tahanan dengan kecepatan yang tinggi dalam gerak yang utuh

(Iskandar, 2011).

Bosco (1983) menyatakan bahwa, daya ledak adalah kemampuan

melakukan gerakan secepat mungkin dengan kekuatan maksimum. Jensen (1983)

menyatakan bahwa daya ledak merupakan komponen yang penting untuk

melakukan aktivitas yang berat seperti meloncat, melempar, memukul dan

sebagainya. Bompa (2005), daya ledak merupakan hasil dari kekuatan dalam

Page 19: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

25

waktu yang singkat. Menurut Bucher (Harsono, 1988) dikatakan bahwa seorang

individu yang mempunyai power adalah orang yang memiliki (a) derajat kekuatan

otot yang tinggi, (b) derajat kecepatan yang tinggi, dan (c) derajat yang tinggi

dalam keterampilan menggabungkan kecepatan dan kekuatan otot. Menurut

Suharno (1993), beberapa faktor yang menentukan daya ledak otot adalah: 1)

banyak sedikitnya fibril otot putih dalam tubuh atlet, 2) tergantung banyak

sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP), 3) kekuatan dan kecepatan, 4) waktu

rangsangan dibatasi secara konkrit lamanya, 5) Koordinasi gerakan yang

harmonis.

Menurut Brandon (2004) daya ledak adalah kemampuan untuk

menghasilkan kekuatan dengan cepat, diistilahkan dalam matematis sebagai

kekuatan dikalikan kecepatan. Berdasar pada definisi-definisi di atas dapat

disimpulkan bahwa dua unsur penting yang menentukan kualitas daya ledak

adalah kekuatan dan kecepatan.

2.4.1 Jenis Daya Ledak

Bompa (2005) membagi daya ledak berdasarkan gerakan olahraga yang

dilakukan yaitu:

a. Daya ledak asiklik, biasanya dilakukan pada olahraga yang gerakannya tidak

sama. Contoh olahraga atletik, loncat, lempar. Pada olahraga permainan

bolavoli, sepakbola, bola basket, bulutangkis dll.

b. Daya ledak siklik, ini biasanya digunakan pada olahraga yang gerakannya

sama dan berulang-ulang. Contoh pada olahraga lari cepat, berenang, balap

sepeda, dan olahraga yang memerlukan kecepatan tinggi. Nossek (1982)

Page 20: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

26

membagi daya ledak menjadi dua bagian berdasarkan aktivitas yang

dilakukan yaitu:

1) Kekuatan eksplosif ini diterapkan untuk mengatasi atau menanggulangi

perlawanan yang lebih rendah dari pada perlawanan yang maksimum,

tetapi dengan kekuatan akselarasi maksimum.

2) Kekuatan Kecepatan, ini dilakukan melawan perlawanan dengan

akselarasi di bawah maksimum.

Penggunaan tenaga oleh otot atau sekelompok otot secara eksplosif

berlangsung dalam kondisi dinamis. Ini terjadi pada melemparkan benda,

pemindahan tempat sebagian atau seluruh tubuh, dan sebagainya hal ini untuk

gerakan tunggal atau satu pengulangan. Kekuatan maksimum dan eksplosif atau

perkembangan kekuatan kecepatan hendaknya dilatih sejajar (Nossek, 1982).

Faktor yang mempengaruhi daya ledak otot tungkai bila dilihat lebih mendalam

potensi daya ledak seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekternal

(Berger, 1982).

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri

diantaranya: jenis kelamin, berat badan, panjang anggota gerak atas, kebugaran

fisik, umur, menunjukkan tingkat kemapinggang yang dikaitkan dengan

pengalaman. Perbedaan dan penambahan umur sangat menentukan kekuatan otot,

selain itu dimensi anatomis dan diameter otot (Iskandar, 2011).

Tenaga mencapai puncak pada umur 20 tahun (Sharkey, 2003). Adapun

beberapa faktor internal yaitu:

Page 21: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

27

1. Jenis Kelamin.

Secara biologis laki-laki dan wanita akan berbeda kekuatan dan kecepatan

karena adanya hormone testosterone pada laki-laki dan wanita. Perbedaan terjadi

sangat mencolok setelah mengalami pubertas karena adanya perbedaan proporsi

dan besar otot dalam tubuh. Pada umur 18 tahun ke atas laki-laki mempunyai

kekuatan dua kali lebih besar daripada wanita (Powers dan Howleys, 2004).

2. Berat Badan

Berat badan menentukan penampilan. Persen lemak adalah presentasi

keseluruhan berat badan yang berlemak. Berat badan seseorang menyebabkan

pembesaran massa otot dan juga akan meningkatkan kekuatan. Makin tebal otot

makin kuat otot tersebut. Sehingga tebal otot mempengaruhi berat badan.

Kekuatan otot erat kaitannya dengan berat badan. Semakin berat badan seseorang

karena otot makin tebal maka kekuatan akan bertambah. Tetapi otot kuat belum

menjamin akan mempunyai daya ledak tinggi tetapi dengan memiliki otot kuat

merupakan modal utama untuk dapat meraih daya ledak yang tinggi.

3. Tinggi badan

Tinggi badan adalah jarak dari alas kaki sampai titik tertinggi pada posisi

kepala dalam posisi berdiri. Tinggi badan yang lebih tinggi dapat menpengaruhi

pertumbuhan organ tubuh lainnya yaitu panjang lengan dan panjang tungkai

(Hadi, 2005)

4. Kesegaran jasmani

Kesegaran jasmani seseorang, merupakan salah satu parameter dalam

memberikan pembebanan pelatihan, karena tingkat kesegaran jasmani yang

Page 22: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

28

kurang dapat mengakibatkan kelelahan sehingga tidak dapat melakukan pelatihan

secara maksimal. Semakin baik kapasitas aerobik sesorang akan makin baik pula

kebugaran fisiknya (Sajoto, 2002).

Kebugaran fisik dapat diukur melalui lari 2,4 km diukur menggunakan

stopwatch, yang dinyatakan dalam waktu tempuh, satuan menit dengan ketelitian

0,01 menit. Penilaian kebugaran fisik berdasarkan umur dan jenis kelamin dalam

tabel (Sajoto, 2002).

b. Faktor Eskternal

1. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan yang panas akan berpengaruh terhadap aktivitas kerja

otot karena akan mempercepat terjadinya pengeluaran keringat. Sebagaian dari

volume darah akan dibawa kekulit untuk mengkompensasi kelebihan panas. Hal

ini berarti bahwa telah terjadi kekurangan kerja otot didalam melakukan pelatihan.

Begitu juga sebaliknya, pada suhu lingkungan yang dingin tubuh akan bereaksi

untuk mengimbangi kosentrasi panas tubuh dengan reaksi menggigil, gerakan

mengigil memerlukan energi tambahan (Nugroho, 2012).

2. Kelembaban relatif

Kelembaban relatif menentukan proses pelatihan karena perbandingan

udara basah dan kering sangat menentukan kenyamanan dalam pelatihan. Apabila

kelembaban udara cukup tinggi atau diatas 90%, maka akan sangat mempengaruhi

kesanggupan pengeluaran panas tubuh akibat aktivitas pelatihan melalui

evaporasi. Apabila kelembaban udara dibawah 80%, maka akan mempengaruhi

keseimbangan panas tubuh, metabolisme meningkat akibat aktivitas tubuh untuk

Page 23: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

29

mengimbangi suhu dingin sehingga tubuh mengeluarkan energi yang lebih besar

untuk menyesuaikan suhu tubuh dan suhu lingkungan. Kelembaban relatif

Indonesia berkisar antara 70-80% (Nugroho, 2012).

2.5 Pengertian Bola Voli

Olahraga bola voli pada dasarnya merupakan permainan yang

menyenangkan dan biasa dijadikan rekreasi di waktu jenuh setelah melakukan

aktivitas. Perkembangan bolavoli sangat cepat seiring dengan perkembangan

olahraga sehingga bola voli tidak hanya untuk rekreasi dan untuk mengisi waktu

luang tetapi berkembang sebagai suatu profesi dan menuntut prestasi tinggi.

Menurut Sugiyono (2008), Permainan bola voli merupakan cabang

olahraga beregu yang dimainkan oleh enam orang setiap team. Permainan ini akan

berjalan dengan baik apabila setiap pemain minimal telah menguasai teknik dasar

bermain bola voli.

Dalam peraturan PBVSI (2005), bola voli adalah olahraga yang dimainkan

oleh dua team dalam satu lapangan yang dipisahkan oleh sebuah net. Terdapat

versi yang berbeda tentang jumlah pemain, jenis/ukuran lapangan, angka

kemenangan yang digunakan, untuk keperluan tertentu. Namun pada hakikatnya

permainan bola voli bermaksud menyebarluaskan kemahiran bermain kepada

setiap orang yang meminatinya.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan bola voli

adalah permainan yang dimainkan oleh enam orang tiap team dan dilakukan di

lapangan yang bentuknya persegi panjang, ditengahnya dibatasi net yang

fungsinya untuk memisahkan pemain antar team. Teknik dasar sangat besar

Page 24: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

30

pengaruhnya terhadap permainan ini, baik dan jeleknya permainan tergantung

penguasaan teknik dasar pemain dan penegakan peraturan permainan oleh wasit.

2.6 Analisis Biomekanik Smash Pada Bola Voli

Smash merupakan teknik yang menjadi andalan untuk menyerang agar

mendapatkan poin. Saat melakukan smash kekuatan dan power otot sangat

menentukan keberhasilan melakuan smash. Menurut Fadiel (2011), adapun

langkah-langkah teknik smash sebagai berikut:

2.6.1 Tolakan

Pada tahap tolakan ini, kaki berikutnya dilangkahkan hingga kedua telapak

kaki hampir sejajar dan salah satu kaki agak ke depan sedikit untuk mengerem

gerak ke depan, dan sebagai persiapan meloncat ke arah vertikal. Kedua lengan

diayun ke belakang atas sebatas kemampuan berupa gerak rotasi bahu. Bersamaan

dengan gerakan ini, kaki ditekuk sehingga lutut membentuk sudut kurang lebih

110º yang merupakan sudut yang efektif untuk menolak karena dengan sudut

tarikan otot yang besar akan menghasilkan gaya besar, terlebih karena sudut ini

bekerja pada sendi lutut yang mempunyai sistem katrol anatomik pada sendi lutut

yang bersifat ellipsoidea rangkap (sendi bujur telur). Setelah itu badan siap untuk

meloncat dengan berat badan lebih banyak bertumpu pada kaki yang depan.

Gerakan ini merupakan gerak fleksi tungkai bawah (flexi genu) yang melibatkan

otot hamstring dan gerak dorsoflexi yang melibatkan otot tibialis anterio untuk

persiapan menolak.

Page 25: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

31

Tahap menolak secara kontinu dilanjutkan gerakan meloncat dengan tumit

dan jari kaki menghentak tanah. Gerakan ini merupakan gerak ekstensi tungkai

bawah (ekstensi genu) yang melibatkan otot quadricep feimoris dan gerakan

plantarflexi yang melibatkan otot gastrocnemius. Sambil meloncat kedua lengan

diayunkan ke depan atas yang merupakan gerak rotasi bahu ke atas (anteflexi)

pada sendi bahu yang bersifat globoidea (sendi peluru) dengan melibatkan otot

deltoideus, otot pectoralis major, otot biceps brachii, dan otot coracobrachialis.

Sesaat setelah meloncat ketika tubuh melayang di udara posisi togok membusur

ke belakang, yang merupakan gerak hiperekstensi togok (kayang). Telapak kaki,

pergelangan kaki, panggul, dan togok digerakkan serasi untuk memperoleh

rangkaian gerak yang sempurna agar terwujud gerakan eksplosif dan loncatan

vertikal

2.6.2 Pendaratan

Dalam fase pendaratan, otot-otot tungkai menjadi dominan pula dalam

menahan berat badan. Gerakan selanjutnya setelah memukul bola di atas net

adalah mendarat dengan kedua kaki mengeper dengan menekuk lutut (gerak fleksi

tungkai bawah) yang lentur untuk meredam perkenaan kaki dengan tanah.

Pendaratan dilekukan dengan jari-jari kaki (telapak kaki bagian depan) dan sikap

badan condong ke depan dengan memperlambat gerakan. Perlambatan gerakan

dilakukan untuk memperkecil momentum hingga menjadi nol (berhenti bergerak)

untuk mencegah cedera dalam bentuk kerusakan sendi.

2.7 Analisis Gerak Smash Pada Bola Voli

Page 26: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

32

Menurut Fadiel (2011), bentuk serangan dalam permainan bola voli yang

mempunyai ciri-ciri menukik, tajam, dan cepat. Cara melakukannya adalah ;

2.7.1 Awalan

Berdiri dengan salah satu kaki dibelakang sesuai dengan kebiasaan

individu (tergantung smasher normal atau smasher kidal). Langkahkan kaki satu

langkah kedepan (pemain yang baik, dapat mengambil ancang-ancang sebanyak 2

sampai 4 langkah), kedua lengan mulai bergerak kebelakang, berat badan

berangsur-angsur merendah untuk membantu tolakan.

2.7.2 Tolakan

Langkahkan kaki selanjutnya, hingga kedua telapak kaki hampir sejajar

dan salah satu kaki agak kedepan sedikit untuk mengerem gerak kedepan dan

sebagai persiapan meloncat kearah vertical. Ayunkan kedua lengan kebelakang

atas sebatas kemampuan, kaki ditekuk sehingga lutut membuat sudut ±110º,

badan siap untuk meloncat dengan berat badan lebih banyak bertumpu pada kaki

yang didepan.

2.7.3 Meloncat

Mulailah meloncat dengan tumit & jari kaki menghentak lantai dan

mengayunkan kedua lengan kedepan atas saat kedua kaki mendorong naik keatas.

Telapak kaki, pergelangan pinggang, pinggul dan batang tubuh digerakkan serasi

merupakan rangkaian gerak yang sempurna. Gerakan eksplosif dan loncatan

vertikal.

2.7.4 Memukul Bola

Page 27: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

33

Jarak bola didepan atas sejangkauan lengan pemukul, segera lecutkan

lengan kebelakang kepala dan dengan cepat lecutkan kedepan sejangkauan lengan

terpanjang dan tertinggi terhadap bola. Pukul bola secepat dan setinggi mungkin,

perkenaan bola dengan telapak pinggang tepat diatas tengah bola bagian atas.

Pergelangan pinggang aktif menghentak kedepan dengan telapak pinggang dan

jari menutup bola. Setelah perkenaan bola lengan pemukul membuat gerakan

lanjutan kearah garis tengah badan dengan diikuti gerak tubuh membungkuk.

Gerak lecutan lengan, telapak pinggang, badan, pinggang yang tidak memukul

dan kaki harus harmonis dan eksplosif untuk menjaga keseimbangan saat berada

diudara. Pukulan yang benar akan menghasilkan bola keras dan cepat turun

kelantai

2.7.5 Mendarat

Mendarat dengan kedua kaki mengeper. Lutut lentur saat mendarat untuk

meredam perkenaan kaki dengan lantai, mendarat dengan jari-jari kaki (telapak

kaki bagian depan) dan sikap badan condong kedepan. Usahakan tempat mendarat

kedua kaki hampir sama dengan tempat saat meloncat.

Gambar 2.2 Analisis gerakan smash

2.8 Struktur Otot Tungkai

Page 28: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

34

Menurut Husada (2011), Struktur otot tungkai dibagi menjadi dua bagian,

yaitu struktur otot tungkai atas dan struktur otot tungkai bawah.

2.8.1 Struktur Otot Tungkai Atas

1. Muskulus Sartorius, otot penjahit. Bentuknya panjang seperti pita,

terdapat dbagian paha depan dan melintang ke bagian bawah lutut.

Berfungsi memutar tungkai ke luar pada waktu lutu menekuk serta

membantu gerakan fleksi femur dan membengkokkan keluar.

2. Muskulus Iliopsoas, otot ini terletak pada pangkal paha fungsinya

untuk membantu fleksi femur dan badan jika paha terfiksasi.

3. Muskulus Quadriceps femoris, terdiri dari empat otot yaitu otot Rectur

femoris, otot Vastus lateralis, otot Vastus medialis, otot Vastus

intermedius. Otot ini terletak di bagian depan paha yang melintang

dari pangkal paha sampai menyebar ke sisi luar dan tengah lutut. Otot

ini berfungsi meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.

4. Muskulus Hamstring, terdiri dari tiga otot besar yaitu otot biceps

femoris, semitendinosus dan semimembranosus. Otot ini terletak di

bagian belakang paha yang memanjang mulai dari pinggul hingga

lutut belakang. Otot ini berfungsi untuk menekuk lutut.

2.8.2 Struktur Otot Tungkai Bawah

1. Muskulus Tibialis anterior, otot ini melintang dari luar lutut sampai

pangkal kaki bagian dalam. Berfungsi mengangkat kaki ke arah atas.

Page 29: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

35

2. Muskulus Peroneus tertius, otot ini terletak disisi luar tungkai bawah,

melintang dari lutut bagian luar hingga kaki tengah bagian luar.

Berufungsi menarik kaki keluar.

3. Muskulus Extensor hallucis longus, terletak pada pangkal kaki dan

berujung pada jari kaki pertama. Otot ini berfungsi mengangkat jari

kaki khususnya jari kaki pertama (jempol)

4. Muskulus Extensor digitorum brevis, terlektak pada pangkal kaki dan

menyebar ke jari kedua hingga jari keempat. Berfungsi mengangkat

jari-jari kaki kedua hingga keempat.

5. Muskulus Gastrocnemius, otot besar ini terletak di bagian belakang

tungkai bawah. Otot terlihat seperti terdiri dari dua belahan otot yang

melintang dari luar dan dalam lutut belakang dan menjadi satu berujung

pada ujung tumit. Otot ini terdapat tendon besar yang disebut tendon

achiles. Pada bagian dalam otot ini terdapat otot kecil yaitu otot soleus.

Otot soleus dan gastrocnemius bersama-sama berfungsi untuk menarik

kaki kearah bawah atau belakang.

Page 30: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

36

Gambar 2.3 Otot tungkai atas dan bawah

2.9 Pengukuran Daya Ledak Otot Tungkai

Salah satu cara untuk mengetahui kekuatan otot tungkai adalah dengan

mengukur tinggi loncat vertikal atau vertical jump seseorang. Vertical jump test

biasanya dilakukan sebagai bagian dari tes kebugaran jasmani (Anonim, 2012).

Untuk mengukur vertical jump dengan mudah dan akhurat kita dapat

menggunakan sebuah alat yaitu Jump MD, dapat dilihat pada gambar 2.3.

Adapun ketentuan dan penggunaannya adalah sebagai berikut:

1. Pasanglah belt di pinggang subjek, pastikan supaya alat telah terpasang

dengan erat. Perintahkan subjek untuk berdiri di atas rubber plate dengan

tegak. Putarlah punggung tali yang ada pada alat, pastikan agar tali tidak

kendor.

2. Tekan tombol ON/C untuk menyalakan alat. Perintahkan kepada subjek

untuk melakukan vertical jump. Dengan cara menekuk lutut dengan sudut

Page 31: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

37

90o lalu loncat setinggi-tingginya, tekan tombol SET untuk menyimpan

nilai yang pertama, display akan menunjukkan nilai “0”.

3. Perintahkan agar subjek kembali berdiri di atas rubber plate dengan tegak.

Putar kembali penggulung tali agar tali kembali tegang. Perintahkan agar

subjek melakukan vertical jump sekali lagi. Setelah 5 detik, display akan

menunjukkan nilai vertical jump terbaik dari 3 kali tes yang dilakukan.

4. Untuk mengatur subjek berikutnya, tekan tombol ON/C untuk

mengembalikan display ke “0”. Vertical jump diukur dalam satuan

centimeter (cm).

Belt

rubber plate

Gambar 2.4 Jump MD

Page 32: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

38

TABEL 2.1

Kriteria Vertical Jump pada Perempuan (cm)

(Purba, 2014)

Norma

Usia

13 tahun 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun >18

tahun

Baik

Sekali

40,64 40,64 43,18 43,18 43,18 35,56

Baik 35,56 35,56 38,1 38,1 38,1 33,02

Cukup 30,48 30,48 33,02 33,02 3302 25,4

Kurang 25,4 25,4 20,32 20,32 20.32 15,24

Kurang

sekali

10,16 10,16 7,62 7,62 7.62 5,08

2.10 Pelatihan Jinjit Dengan Empat Kg di Pinggang

Pelatihan jinjit merupakan kontraksi dari otot kaki dengan bertumpu pada

ujung kaki atau telapak kaki depan di dukung dengan perluasan persendian

pergelangan kaki. Gerakan-gerakan ini memberikan rangsangan kekuatan pada

tungkai sehingga cepat sekali melelahkan otot kaki. Dalam latihan jinjit terjadi

proses kontraksi pada otot-otot tungkai yaitu otot gastroknemius dan soleus.

Pelatihan ini akan di modifikasi dengan menggunakan beban di pinggang

(Novitasari, 2013). Hal ini, juga tidak akan mengganggu otot tungkai dalam

melakukan kontraksi saat jinjit. Adapun ketentuan pelatihan jinjit yang diinginkan

sebagai berikut:

1. Subjek berdiri tegap dengan papan kayu setinggi 10 cm di ujung kaki

2. Subjek memegang beban di pinggang sejumlah empat kg

3. Angkat tumit setinggi mungkin.

Page 33: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

39

Beban diletakkan di pinggang karena pusat dari gravitasi pada tubuh saat

berdiri. Dimana dari pusat gravitasi tersebut berat pada tubuh akan jatuh ke bawah

tepat pada sisi samping kaki sehingga dapat memberikan beban pada kaki saat

melakukan latihan, dapat dilihat pada gambar 2.5. Pusat gravitasi (center of

gravity) merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda

hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut.

Fungsi dari center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara

merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini (Huxam, 2005).

Gambar 2.5 Pusat Gravitasi

Menurut Sudarsono (2011), beban dapat diketahui dengan cara

menghitung beban maksimum yang dapat diangkat satu kali melewati sebuah

lingkup gerak sendi disebut dengan satu RM (repetition maximum). Satu RM juga

COG

Page 34: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

40

berguna mendorong perasaan subyek untuk menyelesaikan latihan seperti adanya

keinginan untuk melihat hasil dari maksimum satu kali beban yang dapat

diangkat. Cara menghitung satu RM dapat menggunakan rumus:

Keterangan:

A : Beban yang diberikan kepada subjek

B : Presentasi dari diagram Holten berdasarkan jumlah repitisi gerakan yang telah

dilakukan subjek

Gambar 2.6 Diagram Holten

Beban empat kg didapat dari perhitungan pendahuluan yang dilakukan

oleh salah satu subjek penelitian. Subjek diminta untuk melakukan jinjit

semampunya dengan beban di pinggang delapan kg (masing-masing pinggang

empat kg). Subjek dapat melakukan jinjit sebanyak 16 repitisi. Dari diagram

Page 35: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

41

Holten, dapat ditarik garis dari sisi repetisi 16 ke arah kiri, didapatkan angka 75%.

Sehingga didapatkan perhitungan nilai satu RM adalah sebagai berikut:

Untuk mendapatkan beban latihan, dari beban maksimum 10,66 kg diambil 40%

didapatkan hasil empat kg.

2.11 Sistem Energi Latihan

Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan

pekerjaan. Kerja kita artikan sebagai penerapan tenaga sehingga tenaga dan kerja

tidak dapat dipisahkan (Foss dan Keteyian, 1998). Energi diperoleh dari

pemecahan glukosa. Karbohidrat glukosa merupakan karbohidrat terpenting

dalam kaitannya dengan penyediaan energi di dalam tubuh. Hal ini disebabkan

karena semua jenis karbohidrat baik, monosakarida, disakarida maupun

polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan terkonversi menjadi glukosa di

dalam hati. Banyak energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada

intensitas, densitas, frekuensi, dam jenis latihan. Energi yang diperlukan untuk

suatu kegiatan 42 atau kontarsi otot tidak dapat diserap langsung dari makanan

yang kita makan, akan tetapi melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel

tubuh, karbohidrat ataupun lemak kemudian akan digunakan untuk mensint esis

molekul ATP (adenosine triphosphate) yang merupakan molekul-molekul dasar

Page 36: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

42

penghasil energi di dalam tubuh. ATP terdiri dari satu molekul adenosine dan tiga

molekul phosphate. Energi dibutuhkan untuk kontraksi otot diperoleh dari

pembebasan dengan merubah ATP menjadi ADP + Pi (Bompa, 2005). Persediaan

ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun begitu suplai ATP harus secara

berkesinambungan diganti lagi untuk memudahkan aktivitas fisik secara

berkelanjutan.

Jumlah ATP yang terdapat dalam otot, bahkan didalam otot seorang atlet

yang berlatih baik, hanya cukup untuk mempertahankan daya tahan otot yang

maksimal yang baru terus menerus dibentuk (Guyton dan Hall 2008). ATP

diperlukan untuk menyediakan energi kontraksi otot dan daur cross bridge selama

kontraksi. Pemecahan ATP yang disebabkan oleh enzim ATPase akan

menghasilkan sejumlah energi, dimana energi tersebut akan memberikan

kesempatan pada cross bridge yang merupakan kepala dari filamen miosin untuk

berputar dan membentuk sudut baru dimana sebelumnya pada fase eksitasi cross

bridge saling tertarik dengan filamen aktin, sehingga filamen aktin akan meluncur

melewati filamen miosin mengakibatkan kedua filamen tersebut saling tumpang-

tindih dan terjadilah kontraksi otot.

Tanpa ATP filamen aktin tidak akan bisa meluncur melewati filamen

miosin. Tetapi persedian ATP di dalam otot hanya sedikit, cukup untuk kontraksi

maksimal otot yang berlangsung dalam satu detik. Untungnya tubuh mampu

mengisi/melengkapi ATP hampir secepat waktu yang dibutuhkan untuk

memecahkannya. Pengisian ATP ini terjadi apabila cadangan molekul bahan

bakar seperti karbohidrat dan lemak dipecah untuk menyediakan energi bebas

Page 37: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

43

yang dapat dipergunakan bersama-sama ADP dan Pi untuk membentuk ATP

(Hairy, Junusul,1989). ATP senantiasa digunakan setiap kali otot berkontraksi,

oleh karena itu ATP harus selalu tersedia. Sedangkan untuk menyediakan ATP

saja diperlukan energi. Untuk itu tiga macam proses menghasilkan ATP (Hairy,

Junusul, 1989):

1. ATP-PC atau sistem fosfagen

Dalam sistem ini energi untuk resintesis ATP berasal dari hanya satu

persenyawaan creatin phosphate (PC). Creatin phosphate akan dipecah yang

akan menghasilkan energi untuk mensintesis ADP + P menjadi ATP dan

selanjutnya ATP akan dipecah lagi menjadi ADP +P yang akan menyebabkan

pelepasan energi yang akan digunakan untuk kontraksi otot. Menurut David

(1984) sistem ini sangat penting ketika melakukan latihan yang berat, seperti

larisprint dan angkat berat.

2. Glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat (LA)

Penyediaan ATP berasal dari glukosa atau glikogen. Sistem ini dilakukan

dengan memecahkan glukosa atau glikogen yang disimpan dalam sel otot dan

hati. Sistem ini akan melepaskan energi untuk meresintesi ADP + P menjadi

ATP. Selama glikolisis anaerobik hanya beberapa mol ATP yang dapat

diresintesis dari glikogen, jika dibandingkan dengan adanya oksigen. Melalui

proses glikolisis ini 4 buah molekul ATP akan dihasilkan serta pada awal

tahapan prosesnya akan mengkonsumsi 2 buah molekul ATP sehingga total 2

buah ATP akan dapat terbentuk.

3. Sistem aerobik (O2).

Page 38: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

44

Bila suplai oksigen berlimpah dan otot tidak bekerja berat, maka

pemecahan glikogen atau glukosa dimulai dengan cara yang sama pada

glikolisis anaerobik. Bagaimanapun juga, dalam kondisi aerobik molekul

asam piruvat tidak dikonversi menjadi asam laktat, tetai melewati

sarkoplasma masuk ke mitokondria, tempat rangkaian reaksi pemecahan. Di

dalam mitokondria asam piruvat hasil proses glikolisis akan teroksidasi

menjadi produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses yang

dinamakan respirasi selular (Cellular respiration). Proses respirasi selular ini

terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu produksi Acetyl-CoA, proses oksidasi

Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta Rantai

Transpor Elektron (Electron Transfer Chain/Oxidative Phosphorylation).

Sistem aerobik memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai memproduksi

energi dalam meresintesis ATP dari ADP + P. Sistem aerobik memecahkan

glikogen berdasarkan hadirnya oksigen, sehingga denyut jantung dan

pernapasan harus ditingkatkan secara memadai untuk membawa sejumlah

oksigen yang dibutuhkan sel otot. Sistem aerobik merupakan sumbr energi

utama untuk aktivitas olahraga yang berjangka waktu 2 menit sampai 2-3

jam. Aktivitas yang lebih dari 3 jam akan mengakibatkan pemecahan lemak

dan protein untuk menggantikan cadangan glikogen yang mendekati habis.

Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk

menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara

anaerobik. Dalam proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk

sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan dua

Page 39: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

45

buah ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk

menghasilkan energi sebesar 7,3 kilokalori per-molnya. Kebanyakan cabang

olahraga dalam kaitannya dengan penggunaan sistem energi sering secara

kombinasi. Kegiatan fisik dalam waktu singkat dan eksplosif sebagian besar

energi diperoleh dari sistem energi anaerobik (ATP-PC dan LA). Sedangkan

kegiatan fisik dalam jangka waktu yang lama, energinya dicukupi dari sistem

aerobik.

Tabel 2.2

Karakteristik Sistem Energi (Fox, Bower, dan Foss, 1993)

Sistem ATV-PC Sistem Asam Laktat (LA) Sistem Oksigen (O2)

1. Anaerobik (tanpa

oksigen)

2. Sangat cepat

3. Bahanbakar dari

PC

4. Produksi ATP

sangat terbatas

5. Dengan simpanan

otot yang terbatas

6. Menggunakan

aktivitas lari cepat

atau berbagi

power yang tinggi

dengan aktivitas

pendek

1. Anaerobik

2. Cepat

3. Bahan bakar dari

glikogen

4. Produksi ATP

terbatas

5. Dengan

memproduksi

asam laktak,

menyebabkan

kelelahan otot

6. Menggunakan

aktivitas dengan

durasi antara 1-3

menit

1. Aerobik

2. Lambat

3. Bahanbakar dari

glikogen

4. Produksi ATP

bukan tak terbatas

5. Dengan

memproduksi

kembali, tidak

melelahkan

6. Menggunakan

dayatahan atau

aktivitas dengan

durasi yang

panjang

Pemahaman setiap pelatihan olahraga dalam menggunakan sistem energi

sangat diperlukan. Menurut Nala, (2011) bahwa dalam dunia olahraga

kebanyakan atlet menggunakan kedua sistem tersebut baik aerobik maupun

Page 40: tiptoe training with load in waist twelve reps three sets not better ...

46

anaerobik. Penelitian ini tentang pelatihan jinjit dengan beban dipinggang yang

menekankan pada perbedaan jumlah set dan repetisi (pengulangan). Pengulangan

yang tinggi menurut Nala, (2011) akan menjadikan suatu pelatihan sangat efektif

dan sangat baik dalam mengembangkan tipe serabut otot putih yang sangat

diperlukan dalam daya ledak eksplosif.