tinjaun pustaka BRPN

21
TINJAUAN PUSTAKA 1. DEFINISI Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. 7 Gambar 1. Bronkopneumonia 2. EPIDEMIOLOGI Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 8 Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO BRONKOPNEUMONIA Page 1

description

brpn

Transcript of tinjaun pustaka BRPN

Page 1: tinjaun pustaka BRPN

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya

ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan

dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7

Gambar 1. Bronkopneumonia

2. EPIDEMIOLOGI

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan

kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek

umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)

atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 8

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam

bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.

Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat

penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan

influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang

per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa

di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika

dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab

pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan

BRONKOPNEUMONIA Page 1

Page 2: tinjaun pustaka BRPN

hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera

diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.6

3. ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan

tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia

pada anak bervariasi tergantung :

a. Usia

b. Status imunologis

c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan

pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi

pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus

grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.

Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus

pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang

lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi

Mycoplasma pneumoniae.

Gambar 2. E.colli Gambar 3. Pseudomonas sp

BRONKOPNEUMONIA Page 2

Page 3: tinjaun pustaka BRPN

Gambar 4. Klebsiella sp

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari

data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.4

Tabel 1. Etiologi Pneumonia

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari

Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 miggu – 3

bulan

Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus

pneumonia

Haemophillus influenza

tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 Bakteri Bakteri

BRONKOPNEUMONIA Page 3

Page 4: tinjaun pustaka BRPN

tahun

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

tipe B

Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis

Streptococcus

pneumonia

Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun –

remaja

Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumonia Legionella sp

Streptococcus

pneumonia

Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza

Parainfluenza

4. KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan

pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru

BRONKOPNEUMONIA Page 4

Page 5: tinjaun pustaka BRPN

Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)

Pneumonia interstitialis

b. Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =

CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

Tipe Klinis Epidemiologi

Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang

tua

Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik

Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

5. PATOGENESIS

BRONKOPNEUMONIA Page 5

Page 6: tinjaun pustaka BRPN

Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa

atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang

umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh

pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru

mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah

merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan

demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan

sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2

Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia

Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai

parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh

mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk.

Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen

adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan

imunoglobulin lain. 4

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui

saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru

yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,

cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium

hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan

leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut

stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel

BRONKOPNEUMONIA Page 6

Page 7: tinjaun pustaka BRPN

akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium

ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena

akan tetap normal.4

Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan

napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi

jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas

yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis,

edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang

sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat

meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu

mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi

flora bakterial.4

Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi

tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel

respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan

memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang

terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan

penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada

pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu

proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya

menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh

lapangan paru.5,6

Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi

yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi

terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang

compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi.

Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika.

Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek

yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila

diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang

sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis

perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1

6. GEJALA KLINIS

BRONKOPNEUMONIA Page 7

Page 8: tinjaun pustaka BRPN

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk

dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai

pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang

disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,

mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi

produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,

tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis

sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini

sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan

laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit

dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8

7. PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Suhu tubuh ≥ 38,5o C

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung.

Takipneu berdasarkan WHO:

Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit

Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles

(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi.

Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

BRONKOPNEUMONIA Page 8

Page 9: tinjaun pustaka BRPN

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas

normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000

– 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan

laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah

perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri

secara pasti.1,4

2. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan

antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri

superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan

infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan

untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan

radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai

CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. 6

3. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.

Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret

nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman

ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4

4. Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi

Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti

antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara

fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia

pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak

bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6

5. Pemeriksaan Roentgenografi

BRONKOPNEUMONIA Page 9

Page 10: tinjaun pustaka BRPN

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis

utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa

takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen

toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya

pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah

pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada

foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan

diagnosis.1,4,6

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation

karena atelektasis.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau

terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,

berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut

sebagai round pneumonia

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru

disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.

Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan

etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung

terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,

bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 4

9. DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis

merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak

selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada

BRONKOPNEUMONIA Page 10

Page 11: tinjaun pustaka BRPN

gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan

dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal,

dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni,

bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga

menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,

pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat

dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal.

Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya

penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang

sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala

klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan

penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4

Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :

Pneumonia berat

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5

tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

- Sianosis

- Anak tidak mau minum

- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)

- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

Pneumonia

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5

tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia

BRONKOPNEUMONIA Page 11

Page 12: tinjaun pustaka BRPN

- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

10. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan antibiotika

Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

Pneumonia ringan

- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.

Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-

90 mg/kgBB.

- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)

dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari

Pneumonia berat

- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam

- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam

- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5

mg/kgBB sehari sekali

- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB

sehari sekali

- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa

komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi

antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

BRONKOPNEUMONIA Page 12

Page 13: tinjaun pustaka BRPN

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak

nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena

dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa

ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa

dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).

- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi

reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita

dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang

nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai

dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada

tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah

antibiotik tidak efektif).5

3. Penatalaksanaan bedah

Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi

pneumotoraks atau pneumomediastinum.7

11. PROGNOSIS

BRONKOPNEUMONIA Page 13

Page 14: tinjaun pustaka BRPN

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat

diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein

dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.

2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2.

EGC, Jakarta: 2006. hal 554.

BRONKOPNEUMONIA Page 14

Page 15: tinjaun pustaka BRPN

3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,

UNPAD, Bandung: 2005.

5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.

6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jakarta: 2010.

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.

Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.

BRONKOPNEUMONIA Page 15